FB

FB


Ads

Selasa, 28 Mei 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 034

Lin Lin sadar, menekan perasaannya dan duduk kembali. Seorang pelayan sedang siap untuk mengambilkan pesanan tiga orang pengemis itu, memandang penuh kekhawatiran dan curiga kepada Lin Lin, akan tetapi ketika melihat gadis ini duduk kembali, ia cepat-cepat pergi ke dapur.

Tidak mengherankan apabila Lin Lin kaget dan marah melihat tiga orang laki-laki itu, karena mereka ini adalah tiga orang diantara para pengemis yang malam-malam mengeroyok dia dan dua orang saudaranya.

Sebaliknya, tiga orang pengemis itu agaknya tidak mengenal Lin Lin, dan hal inipun tidak aneh. Mereka baru satu kali saja melihat Lin Lin, inipun di waktu malam dan dalam pertempuran. Apalagi ketika itu Lin Lin ditemani oleh Bu Sin dan Sian Eng, sedangkan sekarang hanya berdua dengan Bok Liong.

“Mereka adalah pengemis-pengemis yang dulu ikut mengeroyok kami,” bisik Lin Lin.

Bok Liong mengangguk-angguk. Gadis itu sudah menceritakan tentang perselisihannya dengan para pengemis yang dipimpin oleh Si Raja Pengemis It-gan Kai-ong.

“Mereka itu tokoh-tokoh Hui-houw-kai-pang (Perkumpulan Pengemis Harimau Terbang) dan agaknya mereka datang sebagai tamu. Wilayah mereka bukanlah di Pao-teng sini. Lin-moi, mari kita keluar.” Bok Liong memanggil pelayan, membayar dan mengajak Lin Lin keluar dari restoran.

“Lin-moi, malam ini kita sebaiknya bermalam disini. Pengemis-pengemis itu mencurigakan. Pengemis-pengemis Hui-houw-kai-pang merupakan orang-orang kepercayaan It-gan Kai-ong. Mereka itu bekerja untuk Kerajaan Wu-yue, kalau datang ke dekat kota raja tentu ada maksud-maksud tertentu, sebagai mata-mata. Aku akan membayangi mereka.”

“Liong-ko, kenapa kau akan lakukan hal ini? Apa hubunganmu dengan urusan itu?”

Bok Liong memandang dengan sinar mata penuh perasaan ketika ia berkata.
“Lin-moi, seorang warga negara harus setia kepada negaranya. Demikian pula aku, harus setia kepada Kerajaan Sung. Kalau aku melihat persekutuan yang membahayakan negara dan aku diamkan saja bukankah itu berarti bahwa aku menjadi seorang pengkhianat? Tidak Moi-moi, takkan kudiamkan saja kalau orang-orang Hui-houw-kai-pang ini mempunyai niat melakukan sesuatu yang membahayakan negara.”

Kagum hati Lin Lin, Sebagai anak angkat Jenderal Kam, seorang patriot sejati yang rela mengorbankan diri dan kebahagiaan demi negara, tentu saja ia tahu akan hal ini, dan ia dapat menghormati sikap ini.

Malam hari itu, Bok Liong dan Lin Lin membayangi tiga orang pengemis yang memasuki sebuah rumah gedung kecil di sebelah timur kota Pao-teng. Rumah ini jauh dari tetangga, pekarangannya lebar dan kelihatannya sunyi. Sebuah rumah kuno yang modelnya seperti rumah pesanggrahan bangsawan, yang hanya ditinggali sewaktu-waktu saja.

Bagi para penduduk Pao-teng, rumah gedung mungil ini terkenal dengan sebutan “Gedung Merah”, karena memang cat rumah itu merah. Orang-orang hanya tahu bahwa rumah itu milik seorang bangsawan muda dari An-sui yang kadang-kadang saja datang ke rumah ini dimana ia mempunyai beberapa orang wanita penghibur yang menjadi selir-selirnya.

Kalau bangsawan muda itu datang, barulah tampak kesibukan di gedung merah ini. Tukang-tukang masak pandai dipanggil, rombongan penghibur, penari dan penyanyi, diundang dan sering kali diadakan pesta oleh bangsawan itu bersama selir-selirnya, kadang-kadang ditemani beberapa orang tamu.

Bangsawan muda itu bukan lain adalah Suma Boan, putera Pangeran Suma. Memang dia seorang pemuda penghambur nafsu dan uang. Sebetulnya, hanya kelihatannya saja Suma Boan merupakan seorang kongcu hidung belang yang menghabiskan waktunya dengan pelesir dan bersenang-senang. Padahal sebetulnya, dia seorang muda yang mempunyai penuh cita-cita. Tidak sia-sia ia menjadi murid orang sakti It-gan Kai-ong, karena tidak saja ia memiliki ilmu kepandaian tinggi, namun juga memiliki cita-cita setinggi langit.

Sudah banyak tokoh-tokoh kang-ouw ia hubungi, dan ia menghimpun tenaga untuk sewaktu-waktu bergerak melaksanakan tujuan dan cita-citanya, yaitu menggulingkan kedudukan kaisar dan mengangkat diri sendiri menjadi penggantinya! Tentu saja cita-citanya ini masih merupakan rahasia dalam hatinya dan kiranya hanya gurunya dan pembantu-pembantunya yang paling setia saja yang tahu. Orang lain hanya menganggap bahwa Suma Boan adalah seorang bangsa¬wan, putera pangeran, masih sanak dengan kaisar, kaya raya dan royal di samping memiliki ilmu kepandaian silat tinggi.

Maka dari itu, Bok Liong menjadi heran sekali ketika ia mengintai dari atas genteng gedung merah bersama Lin Lin, ia melihat bahwa tiga orang pengemis itu mengadakan pertemuan dengan Suma Boan. Hal ini sama sekali tak pernah diduganya. Suma Boan putera pangeran yang tinggal di An-sui itu berada disini? Benar-benar di luar dugaannya, yang sejak dahulu berkelana, Bok Liong mengenal siapa adanya Suma Boan, murid It-gan Kai-ong yang lihai.






Akan tetapi ia sama sekali tidak tahu akan rahasia putera pangeran ini. Ia tidak menjadi heran karena Suma Boan berhubungan dengan pengemis, karena guru pemuda bangsawan itu adalah raja pengemis sendiri! Akan tetapi yang membuat ia terheran-heran adalah munculnya pemuda bangsawan itu di gedung merah, karena tadinya ia mengira bahwa tiga orang pengemis itu hendak mengadakan persekutuan atau pertemuan rahasia dengan musuh-musuh Kerajaan Sung. Maka ia kecewa dan memberi isyarat kepada Lin Lin untuk pergi dari situ.

Akan tetapi, sebaliknya wajah Lin Lin menengang ketika ia mengenal Suma Boan. Ia malah memberi isyarat kepada Bok Liong untuk mendengarkan percakapan mereka di bawah, lalu mendekatkan mulut pada telinga Bok Liong sambil berbisik.

“Di rumah dia itulah aku berpisah dengan kedua kakakku.”

Mendengar ini, hati Bok Liong tertarik dan ia segera mendekam dan mendengarkan percakapan empat orang itu.

Terdengar Suma Boan bertanya.
“Mana Suhu? Kenapa tidak datang dan bagaimana hasilnya dengan surat yang dirampas Hek-giam-lo?”

“Kai-ong-ya tidak berhasil merampas kembali, tapi memberi tahu bahwa surat itu agaknya sudah terampas kembali oleh Siang-mou Sin-ni dari tangan Hek-giam-lo. Sekarang Ong-ya berkenan pergi sendiri menyelidik ke Yu-nan.”

“Apa? Suhu mendatangi wilayah Nan-cao?”

“Betul, Kongcu. Pada pertengahan bulan depan, tepat pada bulan purnama, di sana diadakan pesta menyambut hari raya kaum Agama Beng-kauw, sekalian memperingati hari wafat ke seribu dari Kauw-cu (Ketua Agama) yang telah meninggal dunia. Dalam kesempatan ini, tentu saja Kai-ong-ya dapat menghadiri karena para tokoh hitam dan putih semua diterima dengan tangan terbuka oleh Beng-kauw.”

“Bagus!” Suma Boan kelihatan girang sekali. “Hanya sayang sekali, kalau Suhu memberi tahu, tentu aku akan ikut kesana, untuk melihat dan menambah pengalaman.”

“Kai-ong-ya berpesan agar Kongcu suka menanti kedatangan Tok-sim Lo-tong yang sudah berjanji akan datang mengunjungi dan sudah siap memberi bantuan untuk menghadapi Suling Emas.”

“Hemmm, si keparat itu apakah sudah dapat diketahui Suhu dimana tempatnya kalau ia datang ke kota raja?”

“Menurut Kai-ong-ya, sering kali ia berada di dalam gedung perpustakaan istana.”

“Heeeee! Apa itu?”

Tubuh Suma Boan berkelebat, diikuti tiga orang pengemis itu yang sudah melompat keluar dan langsung melayang ke atas genteng.

Kiranya tadi ketika mendengar percakapan di bawah, Bok Liong dan Lin Lin menjadi tertarik sekali. Apalagi ketika nama Suling Emas disebut-sebut, Lin Lin menjadi begitu bernafsu sehingga ia bergerak untuk membuat lubang lebih besar. Karena kurang hati-hati dan hatinya tegang, gerakannya mengeluarkan bunyi dan terdengar oleh telinga Suma Boan yang tajam.

“Keparat, berani kalian main-main di depan Lui-kong-sian?” bentak Suma Boan sambil menerjang maju. Lui-kong-sian atau Dewa Geledek adalah julukannya.

Bok Liong maklum akan lihainya lawan, maka cepat ia memasang kuda-kuda dan menangkis. Dua lengan yang sama kuatnya bertemu dan akibatnya, keduanya terpental melayang dan tentu akan roboh terguling di atas genteng kalau tidak cepat-cepat mereka meloncat turun.

Lin Lin yang tahu bahaya, juga mendahului meloncat turun sambil mencabut pedangnya. Baru saja kakinya menginjak tanah, tiga orang pengemis itu sudah menerjangnya dengan tongkat, gerakan mereka cepat dan kuat. Namun Lin Lin sudah memutar pedangnya, tampak sinar kuning bergulung-gulung dari pedang itu menyambut datangnya tiga bayangan tongkat.

Adapun Suma Boan ketika tertangkis oleh lengan Bok Liong, terkejut bukan main dan ia menjadi penasaran.

“Siapakah kau? Apa perlunya kau malam-malam datang seperti pencuri?”

Bentaknya ketika ia sudah berhadapan dengan lawannya diatas tanah. Sayang keadaannya agak gelap sehingga ia tidak dapat mengenal siapa pemuda yang lihai di depannya ini.

“Suma-kongcu, suruh orang-orangmu mundur, dan kami akan segera pergi, tidak akan mengganggumu lagi,” kata Bok Liong sambil memandang ke arah pertempuran.

Akan tetapi ia tidak khawatir akan keselamatan Lin Lin karena tiga orang pengemis itu telah terdesak hebat oleh sinar pedang kuning yang bergulung-gulung dahsyat.

“Enak saja bicara, berani kau datang untuk memerintahku? Ke neraka kau!”

Suma Boan cepat menerjang dengan pukulan-pukulan maut. Keistimewaan pemuda bangsawan ini adalah ilmu pukulan tangan kosong. Tenaganya kuat dan ia memiliki banyak tipu muslihat, juga memiliki beberapa pukulan yang mengandung tenaga beracun.

Namun kali ini ia menghadapi lawan yang tangguh, murid seorang sakti pula, maka semua pukulannya dapat dihalau oleh Bok Liong. Karena dia seorang pendekar yang gagah dan memang suka mengadu ilmu, apalagi sudah lama mendengar akan nama besar Lui-kong-sian Suma Boan, Bok Liong juga tidak mau mencabut pedangnya dan melayani lawannya dengan tangan kosong pula. Keduanya sama kuat, sama cepat dan masing-masing mewarisi ilmu-ilmu silat yang tinggi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar