FB

FB


Ads

Minggu, 07 Juli 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 117

Mereka serentak menjatuhkan diri berlutut dan menghujani Lin Lin dengan pelbagai pujian. Lin Lin merasa bangga sekali. Alangkah senangnya menjadi ratu, pikirnya. Dilayani, dihormati, dan menjadi orang terpenting diantara bangsa yang mempunyai laki-laki gagah dan wanita cantik ini.

Akan tetapi ketika ia teringat bahwa ia akan dijadikan permaisuri oleh paman tirinya sendiri, yang bernama Kubakan dan sekarang menjadi Raja Khitan, ia bergidik dan cepat-cepat ia melepaskan pakaian asing itu, mengenakan pakaian sendiri. Ia tidak mempedulikan protes para dayang itu, bahkan lalu meloncat keluar dari perkemahan dengan maksud hendak lari.

Akan tetapi alangkah kagetnya ketika selosin orang dayang yang muda-muda dan cantik itu tiba-tiba mengejar dan mengurungnya dengan pedang di tangan. Mereka ternyata bukanlah dayang biasa, melainkan gadis-gadis yang terlatih baik dan kini mereka membentuk barisan pedang yang mengurung Lin Lin dengan gerakan yang cekatan dan sigap.

“Harap Tuan Puteri jangan pergi meninggalkan perkemahan ini. Hamba semua telah menerima perintah Sri Baginda untuk menjaga Paduka, Lo-ciangkun (Panglima Tua) tadi memesan bahwa kalau perlu hamba semua harus mempergunakan kekerasan mencegah Paduka pergi.” Kata seorang di antara mereka.

“Perempuan rendah! Bukankah aku ini ratumu? Berani kau menghalangi kehendakku?” gertak Lin Lin dengan marah.

“Ampun, Tuan Puteri. Paduka adalah calon ratu dan hamba sekalian tentu saja mentaati semua perintah Paduka. Akan tetapi lebih dulu hamba harus mentaati Sri Baginda, kemudian Lo-ciangkun, baru Paduka.”

“Kalian berani? Hemmm, agaknya sudah bosan hidup. Majulah!” tantang Lin Lin, akan tetapi selosin dayang itu tidak bergerak, hanya tetap mengurung.

“Mana hamba berani menyerang Paduka? Hanya kalau Paduka hendak melarikan diri, terpaksa hamba sekalian harus mencegah.”

“Oh, begitukah? Nah, aku mau pergi, hendak kulihat kalian bisa berbuat apa!”

Sambil berkata demikian Lin Lin meloncat ke kiri menerjang dua orang dayang yang menjaga disitu. Akan tetapi dengan gerakan cepat sekali mereka menggerakkan pedang, merupakan dinding pedang yang menghalangi perginya. Gerakan mereka jelas membuktikan bahwa dua belas orang dayang ini merupakan tenaga-tenaga terlatih baik dan agaknya mereka betul-betul akan menyerangnya kalau ia bersikeras melarikan diri dari tempat itu. Dan pada saat itu, sudah datang pula para orang Khitan berlari-lari, jumlah mereka lebih dari dua puluh orang!

Bangkit kemarahan di hati Lin Lin. Sebetulnya ia tidak mempunyai rasa benci kepada orang-orang Khitan karena setelah ia menjadi tawanan Hek-giam-lo beberapa lamanya, ia mendapat kesan yang amat baik terhadap orang-orang Khitan. Mereka adalah orang-orang yang berani, jujur, dan amat setia. Mereka hanya melakukan perintah atasan mereka dan semua tugas mereka jalankan dengan taruhan nyawa.

“He, dengarlah kalian semua!” serunya sambil mencabut pedang dengan tangan kanan sedangkan tongkat Beng-kauw berada di tangan kirinya. “Aku Puteri Yalina amat suka kepada bangsaku, akan tetapi aku benci kepada paman tiriku Kubakan yang menjadi raja lalim dan hendak memperisteri aku, keponakannya sendiri! Aku juga benci kepada Lo-ciangkun Hek-giam-lo yang kejam! Dengarlah, aku bersedia menjadi ratu kalian kalau kedua orang itu sudah tidak ada. Demi arwah ibuku, Puteri Tayami yang gagah perkasa, dan demi arwah kakekku, Raja Kulukan yang bijaksana, aku suka menjadi Ratu Khitan asalkan kedua orang jahat itu sudah tewas! Sekarang, terserah kepada kalian, adakah yang masih hendak menangkap aku? Boleh maju!”

Beberapa orang dayang dan beberapa orang penjaga ketika menyaksikan Lin Lin berdiri sambil mengucapkan kata-kata ini penuh wibawa, serta-merta menjatuhkan diri berlutut. Bahkan disebutnya nama-nama mendiang Kulukan dan Tayami membuat beberapa orang dayang menangis.

“Hamba setia kepada Puteri Yalina!” teriakan-teriakan ini terdengar riuh-rendah.

Akan tetapi tidak semua dayang dan tidak semua penjaga berlutut dan menyatakan setianya, bahkan sebagian besar merasa lebih taat kepada Raja Kubakan dan lebih takut kepada Hek-giam-lo. Jumlah mereka yang menentang Lin Lin ini ada dua pertiga bagian dan kini sembilan orang dayang menerjang maju dengan pedang-pedang mereka menyerang Lin Lin!

“Trang-cring-tranggggg....!”

Terdengar jerit kesakitan dan pedang-pedang beterbangan ketika Lin Lin menggerakkan pedang dan tongkat Beng-kauw, diputar untuk menangkis disertai pengerahan tenaga sin-kang. Tidak hanya pedang sembilan orang dayang itu runtuh beterbangan, juga sebagian ada yang terguling roboh karena hebatnya tenaga tangkisan Lin Lin, sebagian meloncat mundur dengan muka pucat.






Lin Lin sendiri terheran-heran. Bagaimana tangkisannya bisa begitu hebat? Sama sekali ia tidak menduga bahwa semua ini adalah berkat ilmu baru yang didapatkannya, yaitu ilmu dari lembaran-lembaran rahasia di dalam tongkat Beng-kauw.

Namun sembilan orang dayang itu, seperti juga para petugas lain, amat setia kepada tugasnya. Biarpun pedang mereka sudah hilang dan mereka semua maklum bahwa tuan puteri yang mereka harus cegah perginya ini memiliki ilmu kepandaian yang jauh lebih tinggi daripada mereka, mereka tidak mundur dan kini dengan tangan kosong mereka menubruk maju dengan maksud menangkap Lin Lin.

Lin Lin tidak tega untuk menggunakan senjata menghadapi mereka, maka ia cepat menyimpan pedangnya yang tadi membuat banyak orang Khitan berlutut karena pedang itu adalah Pedang Besi Kuning yang dahulu menjadi pusaka keramat Kerajaan Khitan, kemudian dengan dorongan tangan kanannya ia menerima serangan para dayang itu.

“Wuuuttttt....!”

Dari tangan kanan Lin Lin menyambar angin pukulan dahsyat karena gadis ini sudah menggunakan tenaga dari ilmunya yang baru yang pernah dilatihnya dalam perahu dan yang angin pukulannya menggetarkan dinding sehingga pernah Hek-giam-lo menjadi curiga.

Hebat akibatnya. Sembilan orang dayang itu seperti daun-daun kering tertiup angin, mereka terlempar dan menjerit kesakitan. Ketika mereka terbanting roboh, hanya enam orang saja yang mampu merangkak bangun dengan muka pucat dan lemah, sedangkan yang tiga orang lagi, yang paling depan, tak dapat bangun lagi karena mereka telah tewas dengan mulut, hidung dan telinga mengeluarkan darah!

Alangkah kagetnya hati Lin Lin. Ia sampai berdiri melongo dan tercengang, hatinya dipenuhi rasa menyesal dan rasa girang. Ia menyesal karena tanpa ia sengaja ia telah melukai para dayang, bahkan membunuh tiga orang di antara mereka, akan tetapi juga girang karena mendapat kenyataan bahwa ilmu mujijat yang ia dapat dari dalam tongkat Beng-kauw itu ternyata merupakan ilmu yang ampuh! Hatinya menjadi besar sekali dan ia kini menghadapi para penjaga yang belasan orang banyaknya itu dengan bentakan nyaring.

“Yang berani kurang ajar terhadapku sudah terhukum! Mundur kalian semua, kalau tidak, calon ratumu akan turun tangan besi. Aku sayang kepada mereka yang taat, akan tetapi aku harus membasmi mereka yang mencoba menahan kepergianku!”

Sejenak para perajurit Khitan itu tertegun. Mereka terheran-heran melihat betapa gadis ini yang tadinya biarpun cukup lihai, namun masih dapat mereka atasi, kini mendadak memiliki ilmu pukulan yang demikian dahsyatnya. Sebagai ahli-ahli silat yang mengerti akan ilmu silat tinggi, belasan orang Khitan itu mengenal ilmu pukulan dahsyat, maka diam-diam mereka menyesal sekali mengapa Hek-giam-lo sudah pergi dari situ.

Biarpun mereka dapat mengandalkan tenaga banyak teman, namun dengan ilmu pukulan sakti seperti itu, agaknya sukar mencegah gadis ini melarikan diri. Mereka tidak takut terhadap Lin Lin biarpun gadis itu memiliki ilmu dahsyat, mereka jauh lebih takut dan ngeri kalau sampai gadis ini lenyap, takut akan kemarahan dan hukuman yang akan dijatuhkan Hek-giam-lo terhadap mereka!

“Tuan Puteri, hamba sekalian harus mencegah kepergian Paduka dengan taruhan nyawa!”

Teriak seorang penjaga dan mereka lalu maju mengurung Lin Lin, merupakan pagar manusia yang tak dapat dilalui begitu saja tanpa membuka jalan berdarah!

Lin Lin menarik napas panjang.
“Kalian keras kepala!”

Setelah berkata demikian, Lin Lin kembali mengayun tangan kanannya mengirim pukulan jarak jauh. Kali ini dua orang laki-laki terguling roboh dan beberapa orang lagi terhuyung-huyung. Akan tetapi dari kanan kiri dan belakang mereka mendesak maju, siap untuk merobohkan Lin Lin atau kalau mungkin menangkapnya.

Kembali Lin Lin mengirim pukulan, kini malah tongkat Beng-kauw di tangan kiri ia pergunakan untuk menyapu kaki mereka. Ada beberapa orang lagi roboh, dan dua orang malah patah tulang kaki mereka terbabat tongkat pusaka Beng-kauw.

“Mundur kalian! Hemmm, apakah kalian sudah bosan hidup?”

Bentak Lin Lin karena mereka demikian nekat sudah menyerbu lagi sehingga ia tidak melihat jalan keluar.

Kembali beberapa orang ia robohkan dan ia sudah menggerakkan kaki meloncat keluar dari kepungan melalui tempat mereka yang sudah roboh ketika tiba-tiba para pengeroyoknya terpelanting dan terdengar suara orang mendengus marah.

Lin Lin berdiri tegak dan memandang kepada Hek-giam-lo yang sudah berdiri di depannya! Berdebar jantung gadis ini, akan tetapi ia sama sekali tidak takut, malah ia menentang pandang mata Hek-giam-lo dengan pandangan menantang.

“Tuan Puteri, Sri Baginda sudah mengirim joli untuk menjemput Paduka, kenapa Paduka membikin ribut disini? Apa yang Paduka kehendaki?”

Kini suara Hek-giam-lo malah lebih hormat daripada yang sudah-sudah, agaknya hal ini karena mereka sudah dekat dengan Raja Khitan, akan tetapi di dalam suara ini pun terkandung kemarahan tertahan.

“Aku mau pergi dari sini! Aku tidak sudi dijadikan isteri paman tiriku! Tua bangka tak tahu malu dia, dan kau tidak tahu diri, hendak memaksa aku menjadi isteri seorang kakek. Hemmm, andaikata kakekku masih hidup, atau ibuku, kau tentu akan dihajar, Hek-giam-lo!”

Kembali iblis hitam itu mendengus.
“Tangkap dia!” bentaknya kepada para pembantunya.

Karena Hek-giam-lo sudah hadir disitu, orang-orang itu menjadi lega hatinya. Kalau sebelum iblis itu datang Lin Lin sampai terlepas dari tangan mereka, pasti mereka akan mengalami hukuman siksa sampai mati yang amat mengerikan, akan tetapi sekarang Hek-giam-lo berada disitu, berarti iblis itulah yang bertanggung jawab sepenuhnya. Pula, kehadiran iblis ini membesarkan hati mereka, membuat mereka tidak takut akan kelihaian sang puteri. Serentak mereka maju mendesak, hendak menangkap Lin Lin.

Lin Lin kembali mengayun tangannya, kini ia tidak hendak menyembunyikan lagi ilmunya. Terdengar Hek-giam-lo mendengus keras dan iblis ini pun menggerakkan tangannya sehingga angin pukulan yang dahsyat menyambar ke arah Lin Lin, bertemu dengan angin pukulan Lin Lin.

Akibatnya, Lin Lin terdorong dan terjengkang ke belakang, akan tetapi Hek-giam-lo juga terhuyung-huyung. Hal ini membuat Hek-giam-lo kaget setengah mati. Dari mana tiba-tiba gadis itu memiliki sin-kang yang sedemikian hebatnya? Ia berseru keras dan melompat maju, ketika itu Lin Lin juga sudah bangkit kembali dan memutar kedua senjatanya, yaitu Pedang Besi Kuning dan tongkat Beng-kauw.

“Semua mundur, biarkan aku menghadapinya!” Hek-giam-lo membentak ketika tiga orang pembantunya dalam sekejap mata saja roboh oleh kedua senjata Lin Lin.

Kini Hek-giam-lo sendiri yang maju dan berhadapan dengan Lin Lin yang memandangnya penuh ketabahan. Lin Lin sama sekali tidak jerih. Kalau sebelum ia mendapatkan ilmu muiijat saja ia sama sekali tidak takut, apalagi sekarang. Ilmu itu membuat ia laksana seekor harimau betina mendapat sayap.

“Hek-giam-lo, kau kira aku takut kepadamu?”

Katanya dan kini ia menggerakkam kedua senjatanya dengan gerakan ilmu silat yang ia pelajari dari dalam gulungan-gulungan kertas.

Dua sinar berkilauan menyambar, bergulung-gulung dan mengeluarkan bunyi bersuitan. Hek-giam-lo terkejut dan melompat mundur, kedua lengan bajunya bergerak ke depan untuk menangkis.

“Heh, dari mana kau mendapatkan ilmu ini?” bentaknya.

Lin Lin tidak menjawab hanya tertawa mengejek sambil menerjang maju lagi. Sayang sekali bahwa dia kurang latihan sehingga biarpun kedua senjatanya mengeluarkan hawa pukulan yang berdesir-desir, namun ia belum mampu mengerahkan tenaga sepenuhnya dan gerakan-gerakannya masih kaku.

Namun tak dapat disangkal lagi bahwa terjangannya ini dahsyat sekali sehingga diam-diam Hek-giam-lo menjadi kaget dan kagum. Tokoh sakti ini pun mengerti bahwa jika ilmu gadis ini terlatih baik, tentu gadis ini akan merupakan lawan yang berat dan sedikitnya setingkat dengan kepandaiannya!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar