FB

FB


Ads

Kamis, 23 Mei 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 022

“Kam-goanswe? Heh, Ayah angkatmu itu seorang yang keras hati, seorang perajurit sejati yang jujur dan setia. Kejujuran dan kesetiaannya ditambah kekerasan hatinya itulah yang membuat ia dipandang orang, kepandaiannya sih tidak ada artinya. Akan tetapi ia pernah menggemparkan dunia kang-ouw ketika ia dahulu berhasil mencuri hati Liu Lu Sian, seorang gadis sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cantik Beracun).”

“Lalu bagaimana, Kek?”

Tanya Lin Lin, dapat menduga bahwa Tok-siauw-kwi Liu Lu Sian ini tentulah ibu Bu Song yang oleh Kui Lan Nikouw disebut wanita dari golongan hitam yang telah bercerai dari ayah angkatnya.

“Entah bagaimana selanjutnya aku tidak dengar lagi. Akan tetapi perkawinan mereka menggemparkan. Setan cantik itu adalah anak seorang Kepala Agama Beng-kauw yang amat sakti, seorang berpengaruh besar sekali dan masih ada hubungan keluarga dengan raja-raja di Nan-cao (Yu-nan Barat). Liu Gan, seorang sakti ini, tidak setuju puterinya menikah dengan Ayah angkatmu, akan tetapi kerena Liu Lu Sian amat keras hati dan nekat, orang tua itupun tak dapat berbuat apa-apa. Akan tetapi kudengar hubungan antara ayah dan puterinya ini menjadi putus. Selanjutnya entah.”

Lin Lin tahu selanjutnya. Liu Lu Sian melahirkan seorang putera, yaitu yang bernama Kam Bu Song dan yang sekarang sedang ia cari, dan Liu Lu Sian telah bercerai dari ayah angkatnya.

“Dimana sekarang adanya Liu Lu Sian dan ayahnya yang bernama Liu Gan itu, Kek?”

“Heh, mana aku tahu? Bukankah Liu Lu Sian itu Ibu angkatmu?”

“Bukan. Dia sudah bercerai lama sekali, meninggalkan seorang putera yang sekarang pergi pula, entah kemana. Kalau ada orang yang amat benci Ayah, agaknya Liu Gan itu, Kek. Dimana dia sekarang?”

“Mana aku tahu? Dia orang yang amat tinggi kedudukannya. Kemudian ia menghilang, tidak ada kabarnya lagi. Pula, aku tidak ada hubungan dengannya, aku pun tidak sudi menyelidiki. Dia orang.... hemmm, orang golongan hitam, aku takut kedua tanganku menjadi hitam juga kalau berhubungan dengannya.”

Daging itu sudah matang. Kim-lun Seng-jin menelan air liurnya dan dengan lahap ia menyambar daging paha kelinci yang diangsurkan Lin Lin terus diganyang panas-panas.

“Wah, kau hebat! Heran aku, kenapa kalau aku yang memanggang tidak bisa begini sedap dan gurih? Tanganmu memang luar biasa!” katanya sambil menikmati daging panas.

Lin Lin tersenyum. Bukan tangannya yang membikin daging itu menjadi sedap dan gurih, melainkan garam dan bumbu, terutama daun harum dan kayu manis yang ia dapatkan di hutan itu, yang ia pergunakan sebagai bumbu. Agaknya kakek yang pandai makan ini tidak pandai masak, buta akan rahasia bumbu masak.

“Aku sudah masak seenak-enaknya untukmu, tapi apa balasanmu?”

“Ihhh, bukankah aku setiap hari melatihmu dengan ilmu-ilmu itu?”

“Segala Ilmu Khong-in (Awan Kosong), agaknya juga kosong gunanya. Apa artinya kalau dipakai menghadapi musuh besarku, Si Suling Emas?”

Kakek itu mencak-mencak, tapi masih menggerogoti daging,
“Kau pandang rendah sekali, ya? Hendak kulihat, kalau Suling Emas mampu menangkapmu, aku berani mempertaruhkan kedua mataku! Jangan kau main-main, bocah nakal. Dengan Khong-in-ban-kin sudah terlatih sempurna, biar It-gan Kai-ong takkan mampu mengejarmu, tahu?”






“Jadi, aku hanya akan mampu melarikan diri saja? Kau melatihku untuk berlari-lari menyelamatkan diri kalau bertemu orang sakti?”

“Heh, apa kau kira hal itu tidak perlu? Itulah yang paling penting, menyelamatkan diri lebih dulu. Apa artinya pandai memukul orang kalau akhirnya kita pun kena pukul mampus? Ilmu pukulan Khong-in-liu-san itu, jangan kau pandang ringan. Dengan mempelajari ini, sekarang kepandaianmu sudah lipat menjadi sepuluh kali daripada yang sudah-sudah, kau tahu?”

Tentu saja Lin Lin tidak percaya akan hal ini, akan tetapi diam-diam ia girang juga.
“Apa kau kira sekarang aku sudah dapat melawan Suling Emas?”

Kim-lun Seng-jin membelalakkan kedua matanya dengan alis diangkat.
“Enak saja bicara! Melawan segala macam penjahat masih boleh, tapi menghadapi dia? Kau kira orang macam apa Suling Emas itu?”

“Orang apa sih dia? Bagaimana kepandaiannya?”

“Dia sih orang biasa saja, tapi ilmu kepandaiannya hebat. Sukar dipegang ekornya. Dia orang yang seperti juga aku, tidak mau berdekatan dengan keramaian. Selalu bekerja dengan diam-diam secara rahasia. Aku sendiri pun hanya mengetahuinya sebagai Suling Emas, orang muda yang amat lihai, tapi siapa dia sebetulnya tidak ada orang tahu. Entah dari mana datangnya, hanya dunia kang-ouw mengenalnya selama tujuh delapan tahun ini.”

“Kenapa kau mengira bahwa mungkin dia yang membunuh orang tua angkatku, Kek?”

“Orang macam dia itu bisa berbuat apa saja. Pendeknya, tidak ada yang mengherankan andaikata mendengar pada suatu hari bahwa Suling Emas membunuh Kaisar, atau membunuh ketua Kun-lun-pai. Sepak terjangnya tidak dapat diikuti orang. Mungkin orang tuamu dibunuhnya karena ada kesalahan terhadapnya, mungkin juga karena sikap Ayahmu terhadap kerajaan, atau pun karena urusan lain, siapa bisa tahu?”

“Kek apakah dia benar-benar lihai?”

“Dia hebat.”

“Kau takut terhadap Suling Emas?”

Kakek itu mencak-mencak lagi, tulang kelinci yang sudah tak berdaging lagi digigit pecah dan disedot sumsumnya.

“Takut apa? Kim-lun Seng-jin tidak pernah mengenal takut.”

“Kalau begitu kau berani melawannya? Kau dan dia siapa lebih lihai, Kek? Apa kau bisa menangkan dia?”

Kakek itu duduk kembali, menarik napas.
“Jangan kau kira bisa mengadu aku dengan Suling Emas. Tentu saja kalau dia mengganggumu, aku akan turun tangan. Akan tetapi aku tidak bisa memastikan apakah aku akan menang. Betapapun juga saat ini ingin aku mencoba kepandaiannya.”

Girang hati Lin lin.
“Kalau begitu, mari cepat kita mencarinya di kota raja, Kek. Kau bilang dia berada disana, bukan?”

“Kira-kira begitulah. Akan tetapi orang macam dia memang sukar diikuti bayangannya. Kita lihat saja nanti, di kota raja kita dapat mencari keterangan tentang dia. Sebaiknya kau melatih lagi ilmu pukulan itu.”

Demikianlah, sambil melakukan perjalanan mencari Suling Emas, Lin Lin terus dilatih ilmu silat oleh Kim-lun Seng-jin dan tanpa disadarinya sendiri kepandaian Lin Lin meningkat dengan cepat. Gadis ini sama sekali tidak sadar bahwa Kim-lun Seng-jin sengaja mengambil jalan memutar, melalui gunung-gunung dan hutan-hutan sehingga waktu yang mereka pergunakan untuk sampai di kota raja menjadi lima kali lebih panjang, perjalanan menjadi amat jauh dan sukar.

Kakek ini sengaja berbuat demikian karena ia ingin melihat Lin Lin dapat melatih diri sampai matang dalam ilmu silat itu sehingga keselamatan Lin Lin dapat terjaga. Sering kali, di waktu mereka tidur dalam hutan, kakek itu duduk dan memandang wajah Lin Lin sampai berjam-jam. Kakek itu menarik napas panjang dan menggeleng-geleng kepala.

“Serupa benar.... serupa benar....”

**** 022 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar