FB

FB


Ads

Selasa, 11 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 059

Sian Eng diam-diam terkejut dan dapat menduga bahwa yang diculik oleh manusia liar itu tentulah Lin Lin. Maka tanpa banyak cakap lagi ia mengangguk dan bergerak mengikuti guru silat yang wajahnya sudah pucat karena gelisah itu.

Akan tetapi begitu keduanya keluar pintu, terdengar pekik mengerikan dan tubuh Sian Eng terhuyung ke belakang, masuk kembali ke ruangan itu disusul tubuh Ouw-kauwsu yang terlempar dan roboh di atas lantai dalam keadaan tak bernyawa lagi, pada pipinya terdapat luka kehitaman!

Toat-beng Koai-jin tertawa bergelak dan tubuhnya yang besar gendut itu melayang turun dengan amat ringannya. Biarpun tubuhnya gendut dan gerakannya kelihatan kaku, akan tetapi ternyata ia gesit dan cepat sekali. Begitu kedua kaki menyentuh lantai, kedua tangannya sudah bergerak menerjang Suling Emas, dari kuku-kuku jarinya yang panjang itu terdengar bunyi bercuitan!

“Sian Eng, jangan keluar, disini saja!”

Pesan Suling Emas dan tubuhnya berkelebat lenyap, berubah menjadi bayangan yang berkelebatan di sekeliling tubuh Toat-beng Koai-jin.

Kiranya dua orang sakti itu sudah saling terjang dengan hebatnya! Sian Eng menyelinap ke sudut ruangan itu, memandang penuh kekhawatiran. Ia cemas sekali, takut kalau-kalau Suling Emas kalah sedangkan dia sendiri tidak berdaya membantu karena maklum bahwa tingkat kepandaiannya masih jauh ketinggalan dan kalau ia membantu, hal itu malah akan membikin repot Suling Emas saja.

Suling Emas adalah seorang pendekar besar yang menjunjung tinggi kegagahan. Ia merasa khawatir sekali akan keselamatan Lin Lin, juga kini harus menjaga keselamatan Sian Eng, sedangkan lawannya yang sakti Toat-beng Koai-jin ini masih dibantu oleh orang-orang jahat dan sakti lain yang berada di luar pintu rumah! Tentu saja ia tahu bahwa tewasnya Ouw-kauwsu adalah karena serangan dari luar rumah, dan melihat luka hitam di mukanya itu, agaknya itulah hasil kerja Tok-sim Lo-tong, yaitu gigitan ular berbisa.

Biarpun demikian, namun melihat betapa Toat-beng Koai-jin hanya seorang diri saja menghadapinya dengan tangan kosong, ia tidak sudi menggunakan senjata yang paling ia andalkan, yaitu sulingnya. Ia pun menghadapi lawan ini dengan tangan kosong pula.

Toat-beng Koai-jin dan adiknya, Tok-sim Lo-tong, sebetulnya adalah dua orang penghuni pulau kosong di Lam-hai (Laut Selatan). Tadinya mereka berdua adalah kacung atau pelayan-pelayan cilik seorang tokoh besar di jaman Tang, seorang panglima yang tidak sudi menghambakan diri kepada musuh setelah Kerajaan Tang jatuh. Ia melarikan diri ke selatan dan mengasingkan diri di pulau kosong, hanya ditemani dua orang kacungnya. Panglima ini berilmu tinggi dan sampai mati ia tinggal di dalam pulau itu, tak pernah meninggalkan pulau. Semua ilmunya ia turunkan kepada dua orang kacungnya yang mendapat kemajuan sesuai dengan bakatnya masing-masing.

Akan tetapi, agaknya karena mereka tak pernah bergaul dengan dunia ramai, juga karena di pulau itu banyak terdapat binatang-binatang berbisa, kedua orang bersaudara ini hidup seperti tidak normal lagi. Mereka menjadi korban gigitan serangga-serangga berbisa yang meracuni otak mereka sehingga hidup mereka menjadi liar seperti binatang-binatang hutan.

Puluhan tahun kedua orang kakak beradik ini hidup di pulau setelah majikan dan guru mereka meninggal dunia. Usia mereka sudah lima puluhan tahun lebih ketika pada suatu hari secara kebetulan ada sebuah perahu dagang yang terdampar ke pulau itu setelah dipermainkan ombak dan badai.

Dapat dibayangkan betapa ngeri hati para penumpang perahu yang tiga puluh orang lebih jumlahnya itu ketika mereka melihat dua orang kakek gila yang telanjang bulat itu. Dua orang kakek itu segera menyerang mereka dan dalam waktu singkat saja, tiga puluh orang lebih telah tewas oleh mereka berdua!

Kemudian mereka secara ngawur mengembangkan layar dan berlayarlah mereka ke tengah samodera. Karena tidak biasa, mereka mabuk laut, mengamuk dan merusak isi perahu, kemudian roboh telentang di dalam perahu, pingsan!

Angin dan ombak yang kini mengemudikan perahu dan akhirnya mereka terdampar ke darat. Saat itulah mulai muncul dua orang sakti yang aneh di dunia kang-ouw. Sepuluh tahun lebih mereka berdua berkeliaran dan kemudian dunia persilatan mengenal mereka sebagai dua orang sakti jahat dan menggolongkan mereka dengan pentolan-pentolan dunia hitam lainnya sehingga terkenallah nama Toat-beng Koai-jin dan Tok-sim Lo-tong sebagai dua orang di antara si enam jahat!






Ilmu silat yang menjadi dasar dari kepandaian mereka adalah ilmu silat campuran dari barat dan utara. Akan tetapi karena mereka hidup puluhan tahun sebagai orang liar, di antara binatang-binatang dan serangga-serangga beracun, maka hawa pukulan dari sin-kang mereka bercampur dengan hawa beracun yang amat jahat.

Apalagi Toat-beng Koai-jin mempunyai kesukaan liar, yaitu makan daging manusia. Ini menambah hawa beracun di dalam tubuhnya dan membuat ia makin ganas dan berbahaya sekali. Sedangkan adiknya, Tok-sim Lo-tong, terkenal hebat permainannya yang mengerikan, yaitu dengan ular-ular beracun yang menjadi sahabat-sahabat baiknya, bahkan senjatanya pun seekor ular.

Suling Emas sudah banyak mendengar tentang dua orang liar ini, akan tetapi baru kali ini ia berkesempatan mengadu ilmu. Oleh karena ia harus memikirkan keselamatan Sian Eng dan juga harus menolong Lin Lin yang belum diketahui bagaimana nasibnya, ia tidak mau berlaku lambat.

Begitu merasa betapa tenaga yang dipergunakan lawannya mengeluarkan hawa panas dan bau amis menjijikkan, ia cepat mengerahkan seluruh sin-kang di tubuhnya, lalu ia mainkan ilmu silat yang ia dapat dari suhunya, yaitu mendiang Kim mo Taisu.

Sebetulnya ilmu ini adalah ilmu yang harus dimainkan dengan sebatang kipas pelajar, yaitu ilmu silat yang disebut Lo-hai-san-hoat (Ilmu Silat Kipas Pengacau Lautan). Akan tetapi karena lawannya bertangan kosong, maka Suling Emas juga bertangan kosong mainkan Ilmu Silat Pengacau Lautan ini.

Hebat memang kepandaian Toat-beng Koai-jin. Yang amat berbahaya adalah kuku-kuku jari tangannya. Biarpun ia tidak bersenjata, namun memiliki kuku-kuku panjang seperti itu, sama saja dengan memegang atau menggunakan sepuluh buah pedang-pedang kecil! Setiap buah jari mempunyai kuku panjang dan bukan hanya kuku runcing, melainkan kuku yang mengandung hawa beracun sehingga sekali saja kulit terkena guratan sebuah di antara kuku-kuku ini, akan melepuh kulit itu dan akan keracunan darahnya! Semua ini dipergunakan dengan gerakan cepat dan lincah, ditambah lagi dengan gerengan-gerengan seperti seekor singa dan muncratnya air ludah serta peluh yang memuakkan baunya!

Hampir Suling Emas tidak tahan menghadapi ini, terutama bau itu. Beberapa kali ia terpaksa melompat mundur untuk menyedot hawa segar. Akhirnya ia berseru keras,

“Toat-beng Koai-jin, lekas kau kembalikan nona yang kau culik. Kalau tidak, terpaksa aku membunuhmu. Aku tiada waktu lebih lama lagi untuk bermain-main denganmu!”

Sambil berkata demikian, Suling Emas mengeluarkan sebuah kipas yang dipegangnya dengan tangan kiri. Hanya kipasnya yang akan dapat membantunya mengusir bau memuakkan itu. Ia masih sungkan mengeluarkan sulingnya, melihat betapa lawannya tetap bertangan kosong.

Melihat bahwa lawannya hanya mengeluarkan kipas kain sutera yang halus dan kecil saja, Toat-beng Koai-jin tertawa ha-hah-he-heh, kemudian menubruk lagi melancarkan serangan-serangan dahsyat. Akan tetapi, sekarang Suling Emas bersilat Lo-hai-san-hoat dengan kipas di tangan, dan karena ilmu silat itu memang ilmu silat kipas, tentu saja kehebatannya lipat dua kali daripada tadi ketika ia mainkan dengan tangan kosong.

Seketika tampak gulungan sinar putih yang kadang-kadang menutupi pandangan mata Toat-beng Koai-jin, malah kakek liar ini merasa sesak napasnya oleh tiupan angin dari kipas itu. Tidak saja semua bau busuk dikembalikan kehidungnya sendiri, akan tetapi ditambah pula dengan angin kebutan kipas yang dilakukan dengan tenaga sin-kang seorang ahli. Dua kali sudah pundak Toat-beng Koai-jin kena disentuh ujung gagang kipas, sakitnya bukan kepalang.

Diam-diam Suling Emas terkejut dan kagum. “Sentuhannya” dengan ujung gagang kipas itu sebetulnya adalah totokan yang pasti akan merobohkan lawan. Akan tetapi kakek liar ini hanya menyeringai kesakitan saja, sama sekali tidak roboh malah maju makin nekat! Kiranya kakek ini telah kebal kulitnya dan agaknya pandai pula memindahkan jalan darah.

Betapapun juga, setelah Suling Emas mainkan kipasnya, Toat-beng Koai-jin terdesak hebat. Berkali-kali ia menggereng marah, namun semua tubrukan, cakaran hantaman dan tendangannya hanya mengenai angin belaka.

“Manusia liar, robohlah!”

Secepat kilat, kipas itu bergulung-gulung sinarnya menutupi pandang mata lawan dan tangan kiri Suling Emas sudah menyerang dengan jari tangan terbuka ke arah ulu hati yang telanjang itu. Akan tetapi, Toat-beng Koai-jin benar-benar hebat kepandaiannya. Begitu jari tangan Suling Emas yang mengandung tenaga sin-kang amat kuat itu menyentuh kulit dadanya, tubuh bagian ini secara tiba-tiba dapat di“tarik” masuk dan mulutnya menyemburkan uap ke depan, disusul pukulan kedua tangan!

“Ihhhhh!”

Suling Emas terpaksa mengipaskan kipasnya ke depan untuk mengebut pergi semburan uap bacin itu, lengannya dengan mudah menangkis pukulan lawan dan sebelum lawan mendesak terus, gerakan Suling Emas berubah. Ia telah menggunakan gerakan ilmu silat sakti Hong-in-bun-hoat yaitu jurus ilmu silat huruf yang ia terima dari Bu Kek Siansu.

Dengan gerakan jurus ilmu silat sakti ini, yang ia lakukan dengan menuliskan huruf LANGIT, sekaligus ia telah menyerang sampai empat kali. Serangan terakhir merupakan gerakan bertentangan karena baru saja ia menyerang dengan arah ke kiri bawah, sekarang tiba-tiba kipasnya menerjang dari atas ke bawah kanan.

“Auuuhhhhh....!”

Perubahan-perubahan yang amat cepat dan aneh dari jurus ini tak dapat diikuti dan diduga oleh Toat-beng Koai-jin, maka biarpun ia sudah mengelak dan menangkis tidak urung pahanya terpukul gagang kipas. Kelihatannya perlahan saja, akan tetapi kalau saja bukan Toat-beng Koai-jin yang menerima hantaman ini, tentu tulang pahanya akan remuk. Kakek liar ini hanya mengeluh dan tubuhnya bergulingan, akan tetapi ia sudah dapat melompat berdiri lagi lalu meloncat ke atas, membobol genteng melarikan diri.

“Iblis jahat, lari kemana kau?”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar