FB

FB


Ads

Sabtu, 13 April 2019

Suling Emas Jilid 104

Lu Sian menggerakkan kepala sambil memutar tubuh. Rambutnya yang panjang itu bagaikan cambuk yang banyak sekali menyambar ke depan, menggulung keenam orang penyerangnya. Terdengar ia berseru,

"Pergi kalian, tikus-tikus busuk!"

Hebat bukan main. Enam orang pelayan itu sama sekali tidak berdaya karena dalam sedetik saja tubuh mereka, terutama tangan dan kaki, telah terbelit rambut dan tiba-tiba bentakan itu ditutup dengan gerakan kepala. Akibatnya, enam orang pelayan itu terlempar ke luar pintu bagaikan daun-daun kering terhembus angin keras. Mereka menjerit-jerit dan jatuh tunggang-langgang di luar kamar, babak-bundas dan ada yang terluka oleh senjata pedang mereka sendiri!

"Nah, Adik yang manis. Tutuplah daun pintu dan mari kita bicara baik-baik tanpa gangguan orang lain,"

Kata Lu Sian sambil tetap tersenyum dan menyibakkan rambutnya yang menutupi sebagian mukanya.

Coa Kim Bwee berdiri melongo. Selama hidupnya, belum pernah ia menyaksikan kepandaian seperti ini. Ia kagum dan gentar. Kagum menyaksikan betapa seorang bertangan kosong, sambil masih enak-enak duduk dapat menghalau keluar enam orang penyerangnya hanya mengandalkan rambut yang panjang dan harum! Pula, bau harum yang merangsang ke luar dari tubuh Lu Sian membuat ia makin kagum.

Hebat wanita ini, pikirnya, dan patut ia jadikan guru! Ketika melihat enam orang pembantunya itu merangkak bangun memungut pedang dan melongok ke dalam, ia memberi perintah singkat menyuruh mereka mundur! Kemudian ia menutup daun pintu dan melangkah dekat, pedangnya masih di tangan.

"Engkau hebat! Ilmu siluman apakah yang kau gunakan? Akan tetapi jangan mengira bahwa aku takut...."

"Adik yang manis, ilmu lweekang begitu saja kau herankan? Mari, mari kita main-main sebentar agar kau tidak menyangka aku seorang siluman. Akan kuhadapi pedangmu dengan duduk saja, hanya kugunakan rambutku, bagaimana?"

"Hemm, kau mencari mampus. Jangan samakan aku dengan pelayan-pelayanku yang lemah!"

"Kalau aku kalah dan tewas di ujung pedangmu, aku takkan mengeluh karena hal itu menandakan bahwa kepandaianku masih rendah. Akan tetapi, kalau kau yang kalah bagaimana?"

Coa Kim Bwee bukan seorang bodoh. Tidak, ia bahkan cerdik sekali. Dia dahulu adalah puteri seorang jenderal, yaitu Jenderal Coa Leng yang bertugas di Shan-si, tangan kanan Gubernur Li Ko Yung.

Akan tetapi semenjak kecil Coa Kim Bwee mempunyai pula dua kesukaan, yaitu mengumbar nafsu mencari menang sendiri dan mengejar ilmu silat. Banyak orang pandai menjadi gurunya, dan karena memang ia berwajah cantik jelita, banyaklah pemuda tergila-gila kepadanya.

Sebagai puteri tunggal yang amat dimanjakan, Kim Bwee wataknya makin menjadi-jadi, bahkan ia berani mulai bermain gila dengan pemuda-pemuda tampan. Ketika terjadi perang, ayahnya tewas dalam perang dan begitu Kerajaan Hou-han bangkit, Kim Bwee yang terkenal cantik dan pandai mengambil hati itu dipilih menjadi selir ke tujuh oleh Raja Hou-han!

Di dalam istana inilah terkabul semua nafsunya. Selain kedudukannya yang tinggi sebagai selir raja, juga kepandaian silatnya yang lihai membuat ia sebentar saja menjadi orang paling berpengaruh. Di samping ini nafsunya yang buruk membuat ia makin binal dan cabul dan mulailah di belakang punggung suaminya, Sang Raja, ia bermain gila dengan para pangeran dan pengawal yang tampan!

Kini bertemu dengan Lu Sian ia merasa kagum dan juga penasaran. Diam-diam ia berpikir bahwa kepandaiannya yang sudah tinggi ini, apalagi ilmu pedangnya, kalau sampai kalah oleh wanita yang melawannya sambil duduk dan hanya mempergunakan rambut, benar-benar hebat! Kalau benar ia kalah, jalan paling baik adalah menarik wanita cantik ini sebagai sahabat, bahkan kalau mungkin sebagai guru. Maka tanpa bersangsi lagi ia berkata.

"Kalau pedangku ini kalah menghadapi rambutmu, biarlah aku mengangkatmu menjadi guruku!"






Lu Sian tertawa.
“Bagus,” pikirnya. “Wanita ini agaknya mempunyai pengaruh yang besar di istana. Jika menjadi gurunya, berarti kedudukanku akan tetap menyenangkan. Selain itu, sebagai guru aku dapat melarang wanita selir raja ini memberitakan di luar bahwa aku adalah Nyonya Jenderal Kam Si Ek.”

"Baik, nah, kau mulailah!"

Katanya tenang sambil duduk menghadapi lawannya dengan rambut panjang tergantung di kanan kiri.

Coa Kim Bwee tidak mau sungkan-sungkan lagi karena maklum bahwa wanita di depannya ini memang memiliki kepandaian tinggi. Kalau ia menang dan pedangnya membunuh wanita ini, berarti ia menyingkirkan seorang ‘saingan’ berat, sebaliknya kalau benar-benar ia kalah, ia akan mengambil hati wanita ini untuk mendapatkan pelajaran ilmunya.

"Lihat pedang!" bentaknya nyaring.

Tubuhnya langsung bergerak, didahului sinar pedangnya yang berkelebat. Terdengar suara berdesing tanda bahwa gerakannya cepat sekali dan tenaga yang menggerakkan pedang memiliki sinkang cukup kuat. Lu Sian memandang rendah kepada lawannya, namun menyaksikan kecepatan gerakan ini, timbul niatnya mencoba sampai dimana kekuatan si Wanita Cantik. Maka ia menggerakkan kepalanya sedikit dan....

"Werrrr!" segumpal rambut panjang menyambar ke depan.

Hebat memang tingkat kepandaian Lu Sian sekarang. Setelah ia melatih diri dengan tekun menurut isi kitab-kitab yang dicurinya, selain kepandaiannya meningkat tinggi juga tenaga sinkang-nya menjadi hebat luar biasa. Rambut yang lemas dan halus itu sekali digerakkan dapat menjadi benda keras seperti kawat-kawat baja dan kini rambut segumpal itu telah menangkis pedang Coa Kim Bwee dan ujung rambut melibat pedang. Berbahaya sekali perbuatan ini.

Betapa pun tinggi kepandaian dan betapa pun kuat sinkang-nya, namun rambut tetap merupakan benda yang lemah, hanya menjadi kuat oleh gerakan beberapa detik. Mungkin cukup kuat untuk melibat benda tumpul dan merupakan pengikat yang ampuh, akan tetapi menghadapi mata pedang yang amat tajam, sungguh sebuah permainan yang banyak resikonya.

Coa Kim Bwee kaget sekali melihat betapa pedangnya tertangkis sehingga tangannya gemetar tadi, terutama setelah ia merasa pedangnya terlibat dan tak dapat ditarik kembali. Cepat ia mengerahkan lweekang-nya dan berseru keras sambil mendorong pedang dengan mata pedang ke depan.

Mereka bersitegang sebentar, dan tiba-tiba Lu Sian melepaskan libatan rambutnya. Coa Kim Bwee terhuyung ke pinggir terdorong oleh tenaganya sendiri, akan tetapi belasan helai rambut rontok karena putus terbabat mata pedang yang tajam!

"Boleh juga kau!"

Lu Sian berkata sambil tertawa, tetap duduk tenang dan rambutnya sudah tergantung kembali ke depan dadanya.

Coa Kim Bwee penasaran. Tentu saja ia tidak merasa puas melihat hasil gebrakan pertama tadi, hanya beberapa helai rambut yang terbabat putus, sedangkan dia sendiri terhuyung-huyung. Kalau dinilai, malah dia yang berada di bawah angin, maka seruan Lu Sian tadi di anggap sebagai ejekan yang membuat pipinya berubah merah karena marah.

"Aku masih belum kalah!"

Bentaknya dan kembali ia menerjang maju, kini ia memutar pedangnya cepat sekali untuk mencegah libatan rambut lawannya.

Kelihatannya Lu Sian diam saja, akan tetapi ketika pedang menyambar ke arah lehernya, tubuh Lu Sian yang duduk di atas bangku pendek itu seperti hendak roboh ke kiri sehingga pedang lewat di pinggir tubuhnya, dan pada saat itu juga kaki kanannya menyambar bagaikan kilat cepatnya ke arah pusar Coa Kim Bwee.

Hebat sekali serangan balasan yang tiba-tiba dan tak tersangka-sangka ini, namun hebat pula reaksi selir raja itu. Untung bahwa ia tidak memandang rendah kepada Lu Sian, bahkan sudah merasa yakin bahwa wanita cantik ini memang berilmu tinggi sehingga dalam penyerangannya yang kedua ini ia tidak membuta, tidak hanya mencurahkan seluruh perhatiannya kepada penyerangan, melainkan membagi perhatian untuk menjaga diri dengan memperhatikan gerakan lawan.

Maka begitu melihat berkelebatnya kaki dari bawah mengancam perutnya, Kim Bwee cepat menarik kembali pedangnya yang gagal, memutar pedang itu ke bawah membabat kaki sambil melompat ke kanan belakang. Tendangan gagal, namun penyerangan Kim Bwee juga gagal.

Mereka kini saling pandang tanpa bergerak, berpisah dua meter lebih. Seorang berdiri dengan pasangan kuda-kuda, tangan kiri ditekuk di depan dada, tangan kanan memegang pedang di atas kepala, sedangkan yang seorang lagi duduk enak-enak, kaki kanan bertumpang ke atas kaki kiri, tangan kiri mengelus rambut dan tangan kanan menggaruk-garuk belakang telinga. Lu Sian kelihatan enak-enak saja menghadapi pasangan kuda-kuda lawan yang siap menyerang lagi.

"Awas, Adik manis, sekali ini kau akan jatuh!" kata Lu Sian dengan suara perlahan, pandang mata berseri dan mulut tersenyum.

Diam-diam ia merasa girang karena telah menciptakan ilmu berkelahi mempergunakan rambutnya ini. Melihat gerakan-gerakannya tadi, selir raja ini sudah memiliki ilmu silat yang cukup tinggi sehingga untuk merobohkannya tentu memerlukan waktu yang agak lama.

Namun dengan ilmunya mempergunakan rambut sebagai senjata, ia sudah dapat memastikan bahwa ia akan dapat menjatuhkannya, karena sebagai seorang ahli, ia dapat melihat kelemahan dalam gerakan pedang Kim Bwee.

Diejek demikian, makin panas hati Kim Bwee. Matanya memancarkan sinar bengis dan liar, bibirnya bergerak-gerak, cuping hidungnya berkembang-kempis. Tiba-tiba ia mengeluarkan jeritan nyaring, tubuhnya menerjang ke depan dan pedangnya diputar seperti kitiran angin di depan dada!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar