FB

FB


Ads

Sabtu, 13 April 2019

Suling Emas Jilid 105

Hebat penyerangan ini karena gulungan sinar pedang tidak memberi kesempatan kepada rambut Lu Sian untuk melibat pedang, sedangkan tubuh Kim Bwee seakan-akan terlindung dari atas ke bawah, tak mungkin diserang seperti tadi.

Lu Sian duduk, memperhitungkan detik yang paling baik lalu berseru,
"Lihat senjataku!"

Dan kini sekali kepalanya bergerak, semua rambutnya berkelebat ke depan merupakan ratusan ribu batang kawat-kawat halus yang amat lemas. Tentu saja ada sebagian rambut bertemu pedang, akan tetapi karena Lu Sian mempergunakan ‘tenaga halus’ sehingga rambutnya menjadi lemas dan ulet, maka rambut itu tidak dapat terbabat putus, bahkan sebagian lagi terus membelit ke arah pergelangan lengan tangan yang memegang pedang, sebagian membelit lengan kiri, sebagian lagi membelit leher terus mencekik!

Kim Bwee kaget setengah mati. Kedua lengannya serasa lumpuh dan lehernya tercekik membuat ia tidak mampu bernapas lagi. Ia meronta-ronta, persis seperti seekor lalat tertangkap sarang laba-laba dan terdengar suara ketawa cekikikan lalu disusul robohnya tubuh Kim Bwee, terpelanting dan pedangnya sudah terlempar ke sudut kamar!

Sejenak nanar rasa kepala Kim Bwee. Kamar itu serasa berputaran. Ia telah mengalami kekalahan hebat dan andai kata bukan Lu Sian yang melakukan hal itu, andai kata dalam hati Kim Bwee tidak ada maksud hendak mengeduk ilmu, tentu penghinaan ini takkan dibiarkan begitu saja. Seorang selir raja tersayang dihina seperti ini! Sekali ia menjerit minta tolong tentu istana ini akan dikepung pengawal istana.

Akan tetapi Kim Bwee tidak mau melakukan perbuatan bodoh ini. Ia maklum bahwa seorang sakti seperti perempuan itu, belum tentu akan dapat ditawan dan sebelum para pengawal datang, dia sendiri tentu akan dibunuh. Pula, perempuan ini bersikap baik kepadanya dan lebih banyak untungnya dari pada ruginya kalau ia dapat menjadi murid wanita ini.

Memang ia amat cerdik, dan demi tercapainya maksud hati ia rela melakukan hal apa saja, yang kejam, yang rendah, yang hina pun akan ia jalani. Maka setelah berpikir sejenak dalam pertemuan pandang ini, Kim Bwee tanpa ragu-ragu lagi serta-merta menjatuhkan diri berlutut.

Lu Sian tertawa senang dan berkata, suaranya berwibawa.
"Kau mengakui keunggulanku? Nah, bangkitlah, dan mari kita duduk dan bicara yang baik."

Lu Sian sendiri menggerakkan tangan menyentuh pundak Kim Bwee dan seketika Kim Bwee terangkat naik! Kim Bwee memandang kagum lalu duduk, sikapnya menjadi jinak, tidak galak seperti tadi, malah pandang matanya penuh penyerahan.

"Adikku yang manis, kau bernama Coa Kim Bwee dan menjadi selir ke tujuh dari Raja?"

Kim Bwee mengangguk.
"Dan kau tahu siapakah aku ini?"

"Kau isteri bekas Jenderal Kam Si Ek..."

"Bekas isterinya, sudah belasan tahun kami bercerai! Dan kau tahu siapa namaku?"

"Kau... kau puteri Beng-kauwcu dan kau bernama Liu Lu Sian dengan julukan Tok-siauw-kwi."

"Semua memang benar dan tepat! Akan tetapi sekarang aku mengajukan syarat, kalau kau menerimanya kita tetap bersahabat dan aku mau menurunkan beberapa macam ilmu kepadamu."






"Ilmu mempergunakan rambut sebagai senjata?"

Tanya Kim Bwee penuh gairah. Ia kagum sekali akan ilmu itu yang dianggapnya amat hebat.

Lu Sian mengangguk.
"Boleh, dan beberapa macam ilmu lagi yang hebat-hebat. Pendeknya, setelah belajar dariku, kau akan menjadi seorang tokoh yang sukar dikalahkan lawan."

Girang sekali hati Kim Bwee dan kembali ia telah berlutut.

Akan tetapi Lu Sian mencegahnya dan membentak.
"Duduk kau!"

Kim Bwee terkejut dan cepat ia duduk lagi menghadapi Lu Sian.

"Kau menerima syaratku? Nah, dengar baik-baik. Pertama, kau tidak boleh menyebut guru kepadaku dan tidak boleh berlutut seperti murid terhadap guru. Kita tetap hanya sahabat baik, kau panggil Cici kepadaku dan aku panggil adik padamu. Kita kakak beradik yang sama-sama mencari kesenangan di dalam istana ini. Mengerti?"

Tentu saja makin girang hati Kim Bwee. Sambil tersenyum ia mengangguk dan matanya bersinar-sinar ketika ia menjawab.

"Enci Liu Lu Sian yang baik, tentu saja aku mentaati semua permintaanmu."

"Bukan Cici Liu Lu Sian, melainkan Enci Sian begitu saja. Syarat ke dua, tidak boleh kau memberitahukan orang lain tentang namaku yang sebenarnya. Kalau kau memberitahukan orang lain, aku akan membunuhmu lalu pergi dari sini. Mengerti?"

Kembali Kim Bwee mengangguk, kini tidak berani tersenyum karena ia dapat melihat pandang mata Lu Sian bahwa wanita itu sungguh-sungguh dan ancamannya bukan main-main belaka.

"Syarat ke tiga, kau tidak boleh menghalangi semua perbuatanku dalam istana ini. Aku tahu bahwa di antara engkau dan Kong Hian terjadi hubungan gelap. Pemuda itu menjadi pilihanku, engkau tidak boleh mengganggunya atau mendekatinya. Mengerti?"

Kembali Kim Bwee mengangguk. Ah, kiranya antara dia dan wanita ini terdapat persamaan! Sekilas terbayang dalam benaknya betapa mudahnya untuk membaiki wanita ini. Ia tahu caranya. Dalam lingkungan istana, terdapat banyak sekali pangeran yang tampan, pengawal yang muda dan gagah. Mudah untuk mencari muka dan menyenangkan hati ‘gurunya’ ini, mudah menyuguhkan muda remaja tampan ganteng untuk ditukar dengan ilmu!

"Baiklah, Cici yang cantik, baiklah. Dalam gedungku terdapat sebuah kamar dengan taman bunganya yang indah. Lebih baik Cici pindah ke sana agar lebih mudah kita bertemu. Tentang Kong Hian... tentu saja aku suka mengalah. Dan...jangan khawatir..." Ia mengedipkan matanya, "masih banyak aku mengenal pangeran-pangeran muda dan pengawal-pengawal yang menarik dan pasti menyenangkan!" Ia tertawa genit.

Lu Sian tersenyum manis. Terhadap perempuan liar ini tidak perlu ia menyembunyikan perasaannya. Ia mengangguk tanda setuju.

Demikianlah, Lu Sian hidup bergelimang dalam kemewahan dan pengejaran kesenangan, pemuasan nafsu dalam istana Kerajaan Hou-han. Ia tidak mendapat gangguan karena dilindungi oleh Coa Kim Bwee yang menganggap dia seorang kakak misan sendiri.

Setahun lebih Lu Sian hidup memuaskan nafsunya, disuguhi pangeran-pangeran dan pengawal-pengawal muda yang tampan, yang menarik hatinya. Selain itu, untuk membalas ‘jasa’ dan kebaikan selir muda raja itu, ia menurunkan beberapa macam ilmu yang hebat kepada Kim Bwee. Di antaranya adalah ilmu mempergunakan rambut sebagai senjata, bahkan Ilmu I-kin-swe-jwe yang mendasari ilmu awet muda serta latihan dan obat untuk membikin keringat dan rambut berbau harum!

Segala macam perjalanan ke arah kemaksiatan dimulai dengan langkah kecil ke arah itu. Sekali keliru melangkah, orang akan tersesat makin jauh, tenggelam makin dalam. Semua perbuatan maksiat dimulai dengan iseng-iseng, dengan kecil-kecilan lebih dahulu, seperti orang mencicipi arak. Mula-mula setetes dua tetes, setelah termakan racunnya, makin lama makin banyak dan akhirnya menjadi pemabok lupa daratan.

Tidak ada seorang penjudi di dunia ini yang membuka langkah perjudian dengan taruhan besar. Mula-mula kecil-kecilan, makin lama makin mencandu dan menjadilah ia penjudi besar. Tidak ada pencuri yang mulai ‘pekerjaannya’ dengan pencurian besar-besaran. Mula-mula kecil-kecilan, makin lama makin nekat. Demikian pula dengan segala macam nafsu, termasuk nafsu birahi. Makin dituruti, makin tak kenal puas, makin menggila dan makin haus!

Salah langkah pertama yang dilakukan Lu Sian adalah kebosanannya berumah tangga dengan Kam Si Ek. Kalau di waktu itu ia kuat bertahan, mempergunakan kebijaksanaan dan kesadarannya, ingat kewajibannya, ia takkan tersesat. Akan tetapi sekali ia salah langkah, ia tersesat makin dalam dan akhirnya tenggelam oleh gelombang permainan nafsunya sendiri!

Manusia memang makhluk lemah, maka perlu manusia selalu ingat dan waspada. Ingat selalu kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan waspada selalu akan langkah hidupnya sendiri. Jalan menuju kehancuran kelihatan lebar dan menyenangkan, padahal amat lincah menyembunyikan jurang-jurang kehinaan di kanan kirinya.

Sebaliknya jalan menuju kesempurnaan hidup kelihatan amat buruk dan sukar dilalui. Sekali salah pilih, sesal pun tiada gunanya. Dalam kesadaran dan penyesalan, hendak bertaubat sekali pun akan merupakan perjuangan yang lebih sukar lagi!

**** 105 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar