FB

FB


Ads

Kamis, 11 April 2019

Suling Emas Jilid 099

"Keluarkan senjatamu!" bentak Lo Keng Siong yang menjadi pimpinan sambil mengangkat ruyungnya ke atas.

"Aku sudah siap, seranglah. Mengeluarkan senjata tak usah kau perintah!" jawab Lu Sian seenaknya.

"Ciuuuttt.... siiing... weeerrrr!!"

Keempat senjata itu sudah menyambar ganas, sinarnya tertimpa cahaya bulan menyilaukan mata.

Akan tetapi keempatnya hanya mengenai angin karena tubuh Lu Sian sudah lenyap menjadi bayangan yang berkelebatan dan menyelinap di antara sinar keempat senjata itu. Bukan main hebatnya ginkang Coan-in-hui itu! Makin hebat empat senjata itu menyambar dan mengikuti gerakan bayangannya, makin cepat pula Lu Sian bergerak dan mendadak....

"Cranggg... cringgg... tranggg-trang!" bunga api berpijar dan berhamburan.

Tanpa dapat diikuti pandang mata lawan, tahu-tahu Lu Sian sudah memegang Toa-hong-kiam di tangan kanannya dan sekaligus ia telah menangkis keempat buah senjata lawan.

Hanya Tan Liu Nio seorang yang merasa betapa tangan kanannya yang memegang pedang serasa lumpuh karena ia kalah tenaga. Akan tetapi tiga orang murid Siauw-lim-pai yang lain dengan girang mendapat kenyataan bahwa biar pun dalam ginkang mereka kalah jauh oleh Lu Sian, namun mengenai tenaga sinkang, setidaknya mereka dapat mengimbangi. Maka mereka mendesak makin hebat, mengerahkan tenaga dan berusaha mengadu senjata agar pedang di tangan puteri Beng-kauwcu itu terpukul lepas.

Namun Lu Sian adalah seorang yang amat cerdik. Ia maklum bahwa tidak menguntungkan baginya kalau ia mengadu tenaga kekerasan dengan tiga orang laki-laki yang memiliki lweekang hampir sempurna ini, maka ia lebih mengandalkan kelincahan gerakannya untuk mengelak dan balas menyerang.

Karena ia lebih banyak mengelak inilah maka empat orang pengeroyoknya mengira bahwa ia terdesak. Orang-orang Siauw-lim-pai amat berdisiplin dan selalu mentaati guru mereka. Karena tadi mereka berempat sudah mendengar sendiri betapa suhu mereka, Kian Hi Hosiang, tidak menghendaki permusuhan dengan Beng-kauw, bahkan sudah mengampuni Lu Sian, kini mereka merasa tidak enak sekali kalau sampai membunuh Lu Sian.

"Tok-siauw-kwi, kami mentaati guru kami mengampunkan engkau. Pergilah dari sini dan jangan mencampuri urusan Siauw-lim-pai!" kata Lo Keng Siong dengan suara keras.

Inilah salahnya. Tadinya Lu Sian hanya ingin mempermainkan mereka saja, mengalahkan mereka dengan ilmunya kemudian lari lagi membawa pergi Yap Kwan Bi. Akan tetapi mendengar ucapan ini, bangkit kemarahan dan keangkuhannya. Dia memang seorang yang keras hati, pantang dikatakan kalah. Mendengar ini darahnya bergolak dan ia mengeluarkan seruan nyaring, merupakan lengking lebih mirip suara iblis siluman.

Akan tetapi pedangnya kini bergerak secara luar biasa, bergelombang dan berubah menjadi gulungan sinar yang membentuk lingkaran-lingkaran besar lalu berubah lagi menjadi gelombang-gelombang yang datang menerjang ganas. Inilah Toa-hong Kiam-sut yang kini telah menjadi ganas dan luar biasa dahsyatnya.

Di tengah-tengah lengkingnya yang belum putus, terdengar teriakan ngeri dan tampak Liong Kiat terguling roboh dalam keadaan mengerikan karena pundaknya telah terbabat putus berikut lengan kanannya. Ia bergelimpangan mandi darah, berkelojotan dan tak dapat mengeluarkan suara lagi.

"Tok-siauw-kwi, hutang jiwa harus dibayar jiwa!" teriak Lo Keng Siong marah sekali.

"Tok-siauw-kwi, berani kau membunuh Sute-ku?!" Tan Bhok juga membentak dan rantainya berdesing-desing menyambar.

Lu Sian tertawa bergelak, lalu melompat mundur. Ketika ketiga orang pengeroyoknya yang menyangka dia hendak kabur itu mendesaknya, tiba-tiba tangan kirinya bergerak dan... sinar merah menyambar ke arah mereka!

"Celaka....!" Tan Liu Nio berseru.






Karena dia berada paling belakang, maka ia sempat melihat gerakan ini dan dapat mengelak. Akan tetapi dua orang suheng-nya yang jaraknya terlalu dekat, terlambat mengelak. Mereka dapat melindungi tubuh atas dengan putaran senjata, akan tetapi paha kanan masing-masing telah terkena jarum Siang-tok-ciam! Seketika hidung mereka mencium bau amis akan tetapi harum, maka maklumlah mereka bahwa mereka terkena senjata beracun. Namun keduanya masih belum roboh dan masih memutar senjata.


Lu Sian tidak berhenti sampai disitu. Begitu tangan kirinya menyambitkan jarum, ia telah menerjang maju lagi mainkan pedangnya dengan jurus dari Ilmu Pedang Toa-hong Kiam-sut yang dahsyat. Dua kali pedangnya berkelebat dan robohlah Lo Keng Siong yang tertembus pedang lehernya, dan Tan Bhok yang hampir putus pinggangnya, perutnya robek dan isi perutnya ke luar. Mereka berdua tidak menderita lama, cepat menghembuskan napas terakhir menyusul arwah Liong Kiat yang tewas lebih dulu.

"Tok-siauw-kwi, kau benar-benar keji dan ganas...!" Tan Liu Nio marah sekali dan menjadi nekat, lalu menyerbu dengan pedangnya.

Sambil tersenyum Lu Sian menangkis dan mengerahkan tenaga.

"Tranggg...!" pedang Tan Liu Nio terlepas dari tangannya.

Dengan kakinya Lu Sian menendang, membuat tubuh Tan Liu Nio roboh terguling, kemudian matanya yang sudah menjadi beringas itu berkilat ketika pedangnya ditusukkan ke bawah.

"Trangggg!"

Lu Sian meloncat ke belakang, wajahnya pucat, matanya terbelalak memandang kepada Yap Kwan Bi yang ternyata telah menangkis pedangnya.

"Kau... kau Tok-siauw-kwi....??" dengan pedangnya Kwan Bi menuding kepada kekasihnya.

"Orang menamakan aku begitu, namaku Lu Sian, kau tahu...."

"Kau... kau perempuan hina...! Kau telah membunuh tiga orang Suheng-ku dan hendak membunuh Suci-ku? Keparat jahanam! Kubunuh engkau....!"

Yap Kwan Bi menyerang, akan tetapi karena tubuhnya masih lemah, sekali ditangkis ia roboh terguling.

Lu Sian yang mukanya menjadi pucat itu tiba-tiba meludah.
"Cih, kiranya kau pun sama saja! Laki-laki berhati palsu! Mual perutku melihatmu!" Setelah berkata demikian, sekali berkelebat Lu Sian lenyap dari tempat itu.

Yap Kwan Bi menangis menggerung-gerung ketika menyaksikan keadaan tiga orang suheng-nya yang tewas dalam keadaan demikian mengerikan. Ia menjambaki rambutnya dan memukuli kepalanya sendiri seperti orang gila. Percuma saja Tan Liu Nio menghiburnya.

Akhirnya murid wanita Siauw-lim-pai itu berlari cepat melaporkan ke kuil Siauw-lim-si. Tentu saja berita ini menimbulkan geger. Cheng Han Hwesio dan Cheng Hie Hwesio sendiri bersama beberapa orang sute berlari-lari ke arah hutan itu dan apa yang mereka dapatkan? Yap Kwan Bi telah tewas di samping ketiga orang suheng-nya, lehernya hampir putus dan tangan kanan penuh darahnya sendiri. Ia telah membunuh diri karena telah menyesal!

Sementara itu Lu Sian sudah mempergunakan Ilmu Coat-in-hui untuk berlari cepat sekali. Ia merasa kecewa dan menyesal. Ia benar-benar muak mengingat kepalsuan cinta kasih Kwan Bi yang tadinya dikira benar-benar suci murni. Bahkan pengalaman ini membuat ia makin muak terhadap laki-laki, makin tidak percaya, dan makin sakit hati.

Di samping kekecewaannya, ia pun merasa girang bahwa ia berhasil mengambil kitab Ilmu Im-yang-tiam-hoat dari Siauw-lim-pai. Ia gemas kepada orang-orang Siauw-lim-pai yang telah menghancurkan ikatan cinta kasihnya dengan Kwan Bi, maka kini pikirannya tertuju kepada Su Pek Hong atau Su-nikouw di Kuil Kwan-im-bio. Ia harus dapat merampas kepandaian nikouw itu, ilmu yang membuat ia selamanya takkan menjadi tua! Ia akan memaksa pendekar wanita Siauw-lim-pai itu untuk menyerahkan rahasia kepandaiannya!

Hari telah malam ketika ia tiba di Kuil Kwan-im-bio. Kuil itu telah menutup daun pintu depan, akan tetapi sebuah lampu gantung menerangi ruangan depan. Lu Sian menghampiri pintu dan mengetuk. Terdengar suara langkah kaki dari dalam menuju pintu dan sebelum daun pintu dibuka, suara lembut seorang pendekar wanita bertanya.

"Siapakah yang datang di luar dan ada keperluan apa malam-malam mengunjungi Kwan-im-bio?"

"Aku Lu Sian, mohon bertemu dengan Su-nikouw!"

Ketika Su-nikouw keluar dan melihat Lu Sian, ia tersenyum ramah dan menegur.
"Eh, kiranya Lu-lihiap yang datang. Keperluan apakah gerangan yang membawa Lihiap malam-malam datang mengunjungi tempatku yang buruk? Dan dimana adanya Kwan Bi?"

Akan tetapi nikouw ini mengerutkan keningnya ketika melihat pandang mata Lu Sian amat berlainan dengan beberapa hari yang lalu, bahkan ia melihat Lu Sian membanting kaki lalu berkata tak manis.

"Tak perlu kita berpanjang kata, Su-nikouw. Kedatanganku ini hanya perlu minta kepadamu agar kau membuka rahasiamu tentang ilmu awet muda!" Lu Sian mengancam dengan suara dan pandang matanya.

Kalau kemarin dulu ketika datang kesini bersama Kwan Bi ia merasa suka kepada pendeta wanita yang awet muda ini, sekarang ia memandangnya dengan mata benci. Su-nikouw kelihatan tidak menyenangkan hatinya lagi. Memang pengaruh rasa benci amat jahat, membutakan mata. Karena ia merasa sakit hati kepada Siauw-lim-pai, menimbulkan benci di hatinya dan siapa pun orangnya yang sudah mabok rasa benci, pandang matanya akan berbalik!

Akan tetapi Su-nikouw orangnya sabar. Ia sudah mampu menguasai batinnya dan ia memandang Lu Sian dengan senyum wajar.

"Lihiap, biarpun pinni merasa heran sekali atas perubahan sikapmu ini, namun penolakan pinni bukan disebabkan oleh sikapmu, melainkan karena rahasia ini kalau terjatuh ke tangan wanita yang belum sadar akan kebenaran, hanya akan merugikan dirinya sendiri saja. Kemudaan dan kecantikan pada usia tua hanya akan menyelewengkan hati, membesarkan nafsu, dan percayalah, kelak di waktu kau sudah berusia tua, kecantikan dan kemudaan yang disertai nafsu itu akan menyeretmu ke lembah kesengsaraan belaka.”

"Tak usah banyak cerewet!" Lu Sian membentak. Lazim, orang yang sudah membenci seorang yang lain, apa pun yang keluar dari mulut orang yang di benci itu selalu diterima keliru dan tak dipercaya. "Kau mau serahkan secara baik-baik atau dengan paksaan, aku tetap harus mendapatkan rahasia itu!"

Su-nikouw menghela napas.
"Lu-lihiap, pikiranmu sedang kacau, batinmu sedang gelap. Biarlah lain kali kau datang kembali bersama Yap Kwan Bi, kita bicarakan hal ini perlahan-lahan secara baik-baik."

Alis yang hitam kecil itu bergerak, disusul gerakan tangan kiri. Su-nikouw cepat mengelak dengan menjatuhkan diri ke belakang, namun terlambat, jalan darah di pundak kirinya tertusuk sebatang Siang-tok-ciam! Nikouw itu terhuyung lalu menjatuhkan dirinya di atas sebuah kursi, memandang pada Lu Sian dengan mata terbuka lebar saking heran dan kagetnya.

Sambil tersenyum dingin Lu Sian berkata perlahan.
"Kau sudah terluka Siang-tok-ciam, obat pemunahnya hanya padaku. Lekas kau keluarkan rahasia ilmu awet muda untuk ditukar dengan obat pemunahku."

Su-nikouw yang masih duduk di atas kursi kelihatan tenang-tenang saja.
"Omitihud.... kau ini wanita muda sungguh ganas, kasihan sekali kau tersesat jauh tanpa kau sadari! Seorang pertapa seperti aku ini menganggap kematian sebagai pembebasan jiwa dari pada kurungan raga yang banyak kehendak dan lemah. Racun jarummu yang mengancam nyawaku sama sekali tidak membikin pinni takut."

Diam-diam Lu Sian menjadi kecewa sekali. Celaka, pikirnya. Ia tidak bermaksud membunuh, hanya mengancam, akan tetapi kalau wanita gundul ini nekat menghadapi kematian, tidak mau menukar obat pemunah dengan rahasia ilmu awet muda, bagaimana?






Tidak ada komentar:

Posting Komentar