FB

FB


Ads

Selasa, 12 Maret 2019

Suling Emas Jilid 026

"Kau aneh sekali, Nona Lai. Mengapakah kau hendak menceritakan hal itu ? Akan tetapi biarlah, karena kulihat bahwa orang yang hendak kujumpai di sini belum datang di puncak, baiklah kau bercerita. Nah, sekarang aku bertanya, bagaimana kau bisa bertemu dan tertawan oleh Bayisan ? Duduklah biar enak kita bicara."

Lai Kui Lan bernapas lega, lalu ia duduk di atas sebuah batu, berhadapan dengan Kwee Seng yang duduk di atas tanah.

"Kemarin, setelah Taihiap meninggalkan aku di hutan itu." Ia mulai bicara, suaranya menggetar, "aku tak dapat menahan hatiku yang merasa kasihan dan kagum kepada Taihiap. Aku kecewa karena Taihiap tidak sudi menerima undanganku, kami sesungguhnya membutuhkan petunjuk-petunjuk orang sakti seperti Taihiap. Aku tidak putus asa dan berusaha mengejar Taihiap yang menunggang kuda."

Ia berhenti sebentar untuk melihat dan menunggu reaksi dari Kwee Seng, akan tetapi pemuda ini diam saja maka ia melanjutkan ceritanya.

"Setelah keluar dari hutan itu, tiba-tiba muncul Bayisan. Dia menyatakan kehendaknya, yaitu bermaksud untuk membujuk sute untuk bersekutu dengan orang-orang Khitan. Tentu saja aku menjadi marah dan memaki lalu kami bertempur dengan kesudahan aku kalah dan tertawan. Dia lihai bukan main, orang Khitan keparat itu. Demikianlah, dalam keadaan tak berdaya aku dibawa ke rumah penginapan itu. Untung Tuhan melindungi diriku sehingga dapat bertemu dengan Taihiap. Kwee-taihiap, kuulangi lagi permohonanku, sudilah kiranya Taihiap berkunjung ke benteng, berkenalan dengan Suteku dan kami mohon petunjuk-petunjuk dari Tahiap dalam suasana yang kacau balau ini. Kami seakan-akan hampir kehilangan pegangan, Taihiap, demikian banyaknya muncul raja-raja yang membangun kerajaan-kerajaan kecil sehingga sukar bagi kami untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk."

Di dalam hatinya Kwee Seng memuji. Nona ini, seperti juga Kam Si Ek, adalah seorang yang amat cinta kepada negara, orang-orang berjiwa patriot yang akan rela mengorbankan jiwa raga demi negara dan bangsa. Tak enaklah kalau menolak terus.

"Baiklah, Nona Lai. Setelah selesai urusanku di sini, aku akan singgah di benteng Jenderal Kam."

"Terima kasih, Taihiap, terima kasih...!" Dengan suara penuh kegembiraan Kui Lan menjura, berkali-kali.

"Ssttt, ada orang di puncak. Nona Lai, karena kau sudah terlanjur berada di sini, aku pesan, kau bersembunyilah dan jangan sekali-kali kau keluar, jangan sekali-kali memperlihatkan diri, apapun juga yang terjadi. Maukah kau memenuhi permintaanku ini?"

Lai Kui Lan dapat mengerti isi hati Kwee Seng, dengan muka sedih ia mengangguk. Akan tetapi karena muka itu tertutup bayangan, Kwee Seng tidak melihat kesedihan ini, Kwee Seng lalu bangkit dan meninggalkan Kui Lan, mendaki puncak.

Benar saja dugaannya, ketika ia tiba di puncak, di sana telah berdiri Liu Lu Sian. Bukan main jelitanya gadis ini. Di bawah sinar bulan yang tak terhalang sesuatu, gadis ini seperti seorang dewi dari khayangan. Sinar bulan membungkus dirinya, rambutnya mengeluarkan cahaya, matanya seperti bintang.

"Kiranya kau tidak lupa akan janjimu. Kwee Seng, aku sudah berada di sini, siap menerima ilmu seperti yang kau janjikan dahulu."

Kata Liu Lu Sian, akan tetapi suaranya amat tidak menyenangkan hati, karena terdengar dingin, alangkah jauh bedanya dengan pribadinya yang seakan-akan menciptakan kehangatan dan kemesraan.

Ia tahu bahwa gadis itu selain tidak membalas cinta kasihnya, juga mendendam kepadanya. Karena itu, ia pun tidak mau menggunakan sebutan moi-moi (adinda), karena kuatir kalau-kalau hal itu akan menambah kemarahan Si Gadis dan akan menimbulkan cemoohan terhadap dirinya yang sudah terang tergila-gila kepada Lu Sian.

"Lu Sian, sebetulnya ilmu yang kupergunakan untuk menandingimu dahulu itu hanyalah Ilmu Silat Pat-sian-kun biasa saja."

"Tak perlu banyak alasan, Kwee Seng. Kalau ada ilmu yang hendak kau turunkan kepadaku seperti janjimu, lekas beri ajaran!"

Kwee Seng menggigit bibirnya, lalau berkata,
"Kau lihatlah baik-baik. Inilah ilmu silat itu."






Ia lalu bersilat dengan gerakan lambat dan memang ia mainkan Ilmu Silat Pat-sian-kun-hwat dengan tangan kosong, akan tetapi jelas bahwa gerakan-gerakan ini diperuntukkan senjata pedang. Sebetulnya ilmu silat ini ada enam puluh jurus banyaknya.

Akan tetapi ketika Kwee Seng menerima petunjuk dari Bukek Siansu Si Manusia Dewa, ia hanya meringkasnya menjadi seperempatnya saja, jadi hanya enam belas jurus inti yang sudah meliputi seluruhnya dan mencakup semua gerak kembang atau gerak pancingan, gerak serangan atau gerak pertahanan. Setelah mainkan enam belas jurus itu, Kwee Seng berhenti dan memandang kepada Lu Sian sambil berkata.

"Nah, inilah ilmu silatku yang hendak kuajarkan kepadamu, Lu Sian, Sudahkah kau memperhatikan gerakannya ? Harap kau coba latih, mana yang kurang jelas akan kuberi penjelasan."

"Ah, kau membohongi aku!" Lu Sian berseru marah. "Ilmu silat macam itu saja, dilihat dari gerakannya jauh kalah lihai daripada Pat-mo Kiam-hoat ciptaan Ayah ! Mana bisa kau kalahkan aku dengan ilmu itu ? Kwee Seng, aku tahu, setelah kau tidak bisa mendapatkan cintaku, kau hendak membalasnya dengan menyuguhkan ilmu silat pasaran untuk menghinaku!"

Gemas hati Kwee Seng, dan perih perasaannya. Gadis ini terlalu kejam kepada orang yang tidak menjadi pilihan hatinya.

"Lu Sian, siapa membohongimu ? Ketika aku menghadapimu dahulu, aku tidak menggunakan ilmu lain kecuali ini!"

"Aku tidak percaya ! Coba kau sekarang jatuhkan aku dengan ilmu itu!"

"Baiklah. Biar kugunakan ini sebagai pedang." Kwee Seng mengambil sebuah ranting pohon yang berada di tempat itu. "Kau mulailah dan lihat baik-baik, aku hanya akan menggunakan Pat-sian-kun!"

Lu Sian mencabut pedangnya, lalu menerjang dengan gerakan kilat, mainkan jurus berbahaya dari ilmu pedang ciptaan ayahnya, yaitu Pat-mo Kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis) yang memang diciptakan untuk menghadapi Pat-sian-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa).

Melihat pedang nona itu berkelebat menusuk ke arah dadanya dengan kecepatan luar biasa, Kwee Seng menggeser kakinya ke kiri lalu ranting di tangan kanannya melayang dari samping menempel pedang dari atas dan menekan pedang lawan itu ke bawah disertai tenaga sin-kang. Pedang Lu Sian tertekan dan tertempel seakan-akan berakar pada ranting itu ! Betapapun Lu Sian berusaha melepaskan pedang, sia-sia belaka.

"Nah, tangkisan ini dari jurus keempat yaitu pat-sian-khat-bun (Delapan Dewa Buka Pintu) dan dapat dilanjutkan dengan serangan jurus ke delapan Pat-sian-hian-hwa (Delapan Dewa Serahkan Bunga), pedang menyambar sesuka hati, boleh memilih sasaran, akan tetapi untuk contoh aku hanya menyerang bahu."

Tiba-tiba ranting yang tadinya menekan pedang itu lenyap tenaga tekannya dan selagi pedang Lu Sian yang terlepas dari tekanan ini meluncur ke atas, ranting cepat melesat dan menyabet bahu kanan Lu Sian !

Lu Sian meringis, tidak sakit, akan tetapi amat penasaran.
"Coba hadapi ini!"

Teriaknya dan pedangnya membuat lingkaran-lingkaran lebar, dari dalam lingkaran itu ujung pedang menyambar-nyambar laksana burung garuda mencari mangsa, mengancam tubuh bagian atas dari lawan.

"Seranganmu ini kuhadapi dengan jurus ke lima yang disebut Pat-sian-hut-si (Delapan Dewa Kebut Kipas) untuk melindungi diri."

Kata Kwee Seng dan tiba-tiba ranting di tangannya berputar cepat merupakan segunduk sinar bulat melindungi tubuh atasnya dan dilanjutkan dengan serangan jurus ke empat belas yang disebut “Delapan Dewa Menari Payung!"

Tiba-tiba gulungan sinar bulat itu berubah lebar seperti payung dan tahu-tahu dari sebelah bawah, ranting telah meluncur dan menyabet paha Lu Sian sehingga mengeluarkan suara "plak!" keras. Kalu saja ranting itu merupakan pedang tentu putus paha gadis itu !

"Aduh ...!" Lu Sian menjerit karena pahanya yang disabet terasa pedas dan sakit. "Kwee Seng, kau kurang ajar...!"

"Maaf, bukan maksudku menyakitimu. Sudah percayakah kau sekarang?"

"Tidak ! Kau akali aku ! Aku minta kau ajarkan ilmu-ilmi silatmu yang terkenal, seperti Lo-hai-san-hoat (Ilmu Kipas Menaklukan Lautan), atau Cap-jit-seng-kiam (Ilmu Pedang Tujuh Belas Bintang), atau Ilmu Pukulan Bian-sin-kun (Tangan Sakti Kapas)!"

Kwee seng terkejut. Bagaimana nona ini bisa tahu akan ilmu-ilmu silat rahasia simpanannya itu ? Ia menjadi curiga. Kalau Pat-jiu Sin-ong mungkin tahu, akan tetapi nona ini ? Suaranya keren berwibawa ketika ia menjawab.

"Liu Lu Sian, harap kau jangan minta yang bukan-bukan. Aku hanya hendak mengajarkan kau Pat-sian-kun, dan kau harus menerima apa yang hendak kuberikan kepadamu."

"Kau hendak melanggar janji??"

"Sama sekali tidak. Aku berjanji kepada ayahmu hendak mengajarkan ilmu yang dapat mengalahkan ilmu pedangmu itu, dan kurasa Pat-sian-kun yang dapat menjadi Pat-sian Kiam-hoat dapat mengalahkan ilmu pedangmu Pat-mo Kiam-hoat!"

"Hoa-ha-ha-ha ! Kau menggunakan akal untuk menipu anak kecil, Kwee-hiante. Sungguh keterlaluan sekali!"

Kwee Seng kaget dan cepat menengok. Kiranya Pat-jiu Sin-ong sudah berdiri disitu, tinggi besar dan bertolak pinggang sambil tertawa. Cepat Kwee Seng memberi hormat sambil berkata,

"Ah, kiranya Beng-kauwcu telah berada disini!"

Akan tetapi di dalam hatinya ia tidak senang dan tahulah ia sekarang mengapa Lu Sian mengenal semua ilmu simpanannya, tentu sebelumnya telah diberi tahu oleh orang tua ini yang hendak mempergunakan puterinya untuk menjajaki kepandaiannya dan kalau mungkin mempelajari ilmu simpanannya.

"Beng-kauwcu, apa maksudmu dengan mengatakan bahwa aku menggunakan akal untuk menipu puterimu?"

"Ha-ha-ha ! Kau bilang tadi bahwa Pat-sian-kun dapat menangkan Pat-mo Kiam-hoat ! Tentu saja kau dapat menangkan Lu Sian karena memang tingkat kepandaianmu agak lebih tinggi daripada tingkatnya."

Dengan ucapan "agak lebih tinggi" ini terang orang tua itu memandang rendah kepada Kwee Seng, akan tetapi pemuda itu mendengarkan dengan tenang dan sabar.

"Andaikata aku yang mainkan Pat-mo Kiam-hoat, apakah kau juga masih berani bilang dapat mengalahkannya dengan Pat-sian-kun?"

"Orang tua yang baik, mana aku yang muda berani main-main denganmu? Kita sama-sama tahu bahwa ilmu silat sama sekali bukan merupakan syarat mutlak untuk menangkan pertandingan, melainkan tergantung daripada kemahiran seseorang. Betapa indah dan sulitnya sebuah ilmu kalau si pemainnya kurang menguasai ilmu itu, dapat kalah oleh seorang ahli mainkan sebuah ilmu biasa saja dengan mahir. Puterimu dahulu kuhadapi dengan Pat-sian-kun, hal ini kau sendiri tahu. Aku berjanji hendak menurunkan ilmu yang kupakai mengalahkan dia, malam ini kuturunkan kepadanya Pat-sian-kun, apalagi yang harus diperbincangkan?"

"Orang muda she Kwee ! Dua kali kau menghina kami keluarga Liu!"

Si Ketua Beng-kauw membentak, suaranya mengguntur sehingga bergema di seluruh puncak, membikin kaget burung-burung yang tadinya mengaso di pohon. Dari jauh terdengar auman binatang-binatang buas yang merasa kaget pula mendengar suara aneh ini.

"Pa-jiu Sin-ong, aku tidak mengerti maksudmu." Jawab Kwee Seng, tetap tenang.

"Dengan setulus hati aku menjatuhkan pilihanku kepadamu, aku akan girang sekali kalau kau menjadi suami anakku. Akan tetapi kau pura-pura menolak ketika berada di sana. Ini penghinaan pertama. Kemudian kau mengadakan perjalanan dengan puteriku, kuberi kebebasan karena memang aku senang mempunyai mantu engkau. Dalam perjalanan ini kau jatuh cinta kepada Lu Sian, sikapmu menjemukan seperti seorang pemuda lemah. Ini masih kumaafkan karena memang kukehendaki kau mencintainya dan menjadi suaminya. Akan tetapi Lu Sian melihat kelemahanmu dan tidak mau membalas cintamu, melainkan mengharapkan ilmumu. Dan sekarang, kau yang katanya mencintainya mati-matian, ternyata hanya hendak menipunya, karena kalau betul mencinta, mengapa tidak rela mewariskan ilmu simpananmu ? Inilah penghinaan ke dua!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar