FB

FB


Ads

Kamis, 24 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 053

"Hushhh....! Biruang yang baik, jangan berkelahi!"

Sin Liong sudah menangkap kaki depan biruangnya dan mengelus kepalanya, menenangkannya. Akan tetapi sekali ini agak sukar karena biruang itu marah sekali, meronta-ronta dan apalagi melihat harimau itu masih menggereng hendak menyerangnya.

"Ihh, kucing licik! Hayo mundur kau!"

Soan Cu melangkah maju, menggerakkan cambuknya ke depan untuk menghalau harimau itu.

"Tar-tar-tarr.....!!"

Harimau merasa jerih menghadapi cambuk, akan teapi bukan berarti dia takut karena dia masih menggereng-gereng memperlihatkan taringnya dan matanya merah bersinar-sinar.

"Hayo pergi! Kalau tidak akan kuhajar kau!" Soan Cu membentak.

"Siapa dia berani kurang ajar hendak mengganggu harimau kami?" Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dan muncullah banyak orang di tempat itu.

Serombongan orang yang berpakaian seragam telah bergerak mengurung tempat itu, dan orang yang berseru tadi, seorang kakek tinggi besar yang brewok, pakaiannya ringkas, tubuhnya membayangkan tenaga yang kuat, matanya lebar membayangkan kekerasan dan kejujuran, akan tetapi tarikan bibirnya membayangkan kekejaman. Di sampingnya berjalan seorang gadis yang cantik sekali, dengan pakaian yang mewah dan indah, rambutnya ditekuk ke atas dan diikat dengan kain kepala dari sutera merah, dihias dengan bunga emas permata, pakaian yang indah itu membungkus ketat tubuhnya sehingga membayangkan lekuk lengkung tubuhnya yang padat dan ramping, di pinggang yang kecil ramping itu melibat sehelai sabuk sutera merah. Telinganya terhias anting-anting batu kemala panjang berwarna hijau, menambah kemanisan wajahnya yang mendaun sirih bentuknya itu.

Sin Liong cepat menjura dengan hormat dan berkata halus,
"Harap Locian-pwe sudi memaafkan kami yang secara tidak sengaja memasuki daerah ini," kata Sin Liong sambil memegangi kaki depan biruangnya.

Kakek itu memandang tajam. Jawaban penuh kesopanan dan sepasang mata bersinar halus tanpa rasa takut sedikit pun itu mencengangkan hatinya.

"Melanggar daerah ini masih bukan apa-apa, akan tetapi kalian berani mengganggu harimau peliharaanku. Apakah karena mempunyai biruang itu maka kalian menjadi sombong?"

"Kami tidak menggangu, Locianpwe. Hanya karena harimau itu dan biruang kami akan berkelahi maka kami melerai dan mencegahnya."

"Hemm... dua ekor binatang akan berkelahi, apa anehnya? Hanya kalau manusia sudah mencampurinya, maka manusia itu lebih rendah daripada binatang!"

"Eh, tahan tuh mulut!" Soan Cu membentak dan menudingkan telunjuknya ke arah mulut kakek gagah itu. Dara ini tidak lagi dapat menahan kemarahan hatinya mendengar ucapan yang menghina tadi. "Kami melerai karena yakin bahwa kucing hutan busuk ini tentu akan mampus dirobek-robek oleh biruang kami, engkau ini orang tua tidak berterima kasih, malah mengucapkan kata-kata menghina!"

Sepasang mata kakek itu besinar-sinar, bukan hanya marah akan tetapi juga kagum. Kakek ini memang orang aneh. Melihat keberanian orang, apalagi seorang dara muda seperti Soan Cu yang pada saat itu muncul kembali sifat liarnya karena marah, dia kagum bukan main.

Kakek ini adalah Siangkoan Houw yang terkenal dengan julukan Tee-tok (Racun Bumi), seorang gagah yang jujur dan terbuka sikapnya, maka kasar sekali dan kalau dia sudah marah, kejamnya melebihi harimau peliharaannya. Dia terkenal sekali di dunia kang-ouw sebagai seorang di antara tokoh-tokoh besar. Dia hidup di Puncak Awan Merah itu dengan tentram, bersama puteri tunggalnya, yaitu gadis cantik yang datang bersamanya dan yang sejak tadi diam saja.

Tee-tok Siangkoan Houw sudah duda, dan hanya hidup berdua dengan puterinya yang bernama Siangkoan Hui. Adapun orang-orang lain yang berada di situ adalah para murid-muridnya yang juga menjadi anak buahnya, kurang lebih lima belas orang banyaknya, di antaranya seorang kakek yang usianya sebaya dengan dia dan rambutnya sudah putih semua. Kakek inilah yang merupakan murid kepala dan yang telah memiliki kepandaian tinggi pula, bernama Thio Sam dan berjuluk Ang-in Mo-ko (Iblis Awan Merah).






"Bagus sekali!" Kakek ini memuji. "Kalau begitu, mari kita adukan kedua binatang itu. Hendak kulihat apakah benar-benar biruangmu dapat mengalahkan harimauku!"

"Boleh!" Soan Cu menjawab.

"Jangan! Soan Cu, tidak boleh begitu!" Sin Liong berseru, kemudian dia berkata kepada kakek itu, "Harap Locianpwe suka memaafkan kami dan biarlah kami pergi dari sini sekarang juga. Bukan maksud kami untuk mengganggu siapa pun."

"Kucing hitam macam itu saja, biar ada lima akan diganyang oleh biruang kami!" Soan Cu masih marah-marah. "Kakek sombong mengandalkan harimaunya menakut-nakuti orang. Kalau aku tidak cepat datang, agaknya harimau itu sudah makan orang tadi! Perlu diberi hajaran!"

"Hayo kita adukan mereka!" Tee-tok berteriak-teriak dengan kumis bangkit saking marahnya. "Sebelum kedua binatang peliharaan kita saling diadu, jangan harap kalian akan dapat pergi dari sini!"

"Kami tidak takut!" Soan Cu menjerit lagi.

Mendengar ucapan kakek itu, Sin Liong menyesal bukan main. Kalau dia tidak membolehkan biruang diadu, tentu kakek itu bersama teman-temannya akan menghalangi dia dan Soan Cu pergi dan akibatnya lebih hebat lagi. Maka dia menghela napas dan berkata,

"Baiklah, mari kita lepaskan mereka dan melihat apakah mereka memang mau berkelahi. Kuharap saja setelah ini, kami diperbolehkan pergi."

"Koko, lepaskan biruang kita, biar dihancur lumatkan kucing keparat itu. Tar-tar-tarrr...!!" Soan Cu sudah membunyikan cambuknya di udara berkali-kali.

Sin Liong melepaskan biruangnya dan dia menghampiri Soan Cu, memegang lengannya dan berbisik,

"Soan Cu, kau tenangkanlah hatimu, jangan marah-marah. Ingat, kita tidak mau melibatkan diri dalam permusuhan dengan siapapun juga, bukan?"

Dipegang lengannya secara demikian halus oleh Sin Liong, seketika api yang bernyala dalam hati Soan Cu padam seperti tertimpa hujan, semangat dan tubuhnya lemas dan dia menunduk sambil menganggukkan kepalanya. Dia seperti seekor harimau liar yang tiba-tiba menjadi jinak!

Sementara itu, setelah kini dilepas keduanya dan tidak ada yang menghalangi, kedua ekor binatang itu mengeluarkan suara auman dan gerengan yang dahsyat dan menggetarkan.

Mula-mula mereka saling pandang dan masing-masing hendak menggetarkan lawan dengan kekuatan suara, kemudian harimau yang ganas itulah yang mulai menerjang maju! Dengan berdiri di atas kedua kaki belakangnya, harimau itu menubruk dan menerkam.

Akan tetapi, dengan gerakannya yang agak lamban dan tenang, namun kuat dan tetap sekali, biruang menangkis terkaman dan balas mencengkeram dengan kuku jari kakinya yang biarpun tidak seruncing kuku harimau, namun tidak kalah kuatnya. Kena tamparan biruang yang amat kuat itu, harimau terguling-guling!

Hanya sepasang matanya saja yang bersinar-sinar girang, akan tetapi Soan Cu tidak berani berkutik di dekat Sin Liong. Ingin hatinya bersorak dan mulutnya mengeluarkan kata-kata mengejek melihat betapa harimau itu terguling-guling, namun dia merasa segan terhadap Sin Liong.

Harimau itu meloncat lagi dan menerkam makin dahsyat. Terjadilah perkelahian yang amat dahsyat, ditengah-tengah suara gerengan yang menggetarkan seluruh bukit. Pada saat itulah koki warung yang menemani saudara misannya mengantar kayu bakar, mendapat kesempatan menonton harimau bertanding melawan biruang, akan tetapi karena merasa ngeri dan takut, dia cepat meninggalkan tempat itu dan berlari turun lagi.

Perkelahian yang dahsyat, seru dan mati-matian. Biruang itu sudah menderita banyak luka di tubuhnya akibat cakaran dan gigitan harimau, akan tetapi akhirnya dia berhasil mencengkeram kepala harimau, menindihnya dan menggigit leher harimau, sampai robek dan terus luka di leher itu dirobeknya sampai keperut! Harimau berkelojotan dan mati tak lama kemudian.

"Heiii....!" Soan Cu berteriak, namun terlambat.

Sinar hitam menyambar ke arah leher biruang dan binatang ini mengeluarkan pekik mengerikan lalu roboh dan tak bergerak lagi, mati diatas bangkai harimau yang tadi menjadi lawannya.

"Kau membunuh biruang kami!"

Soan Cu melompat dan menuding dengan marah kepada kakek yang tadi menyerang biruang dengan Hek-tok-ting (Paku Hitam Beracun).

"Dia pun membunuh harimau kami!" Tee-tok menjawab dengan mata mendelik saking marahnya.

"Manusia curang kau!"

Soan Cu sudah menerjang maju dan cambuknya mengeluarkan suara meledak-ledak di udara.

"Tar-tar-cring-tranggggg.....!!"

Bunga api berpijar ketika cambuk itu tertangkis oleh sepasang pedang yang bersinar hitam. itulah pedang Ban-tok-siang-kiam (Sepasang Pedang Selaksa Racun) yang ampuh dari Tee-tok. Akan tetapi bukan main kagetnya ketika tadi pedangnya menangkis cambuk duri, dia merasakan lengannya tergetar, tanda bahwa dara muda itu memiliki sinkang yang amat kuat.

"Heii, jangan bertempur.....!"

Sin Liong cepat menegur, akan tetapi sekali ini Soan Cu pura-pura tidak mendengarnya, apalagi kakek itu pun sudah marah dan sudah membalas serangannya dengan sepasang pedangnya.

Terjadi pertempuran hebat sekali antara gadis itu dan Tee-tok. Melihat gerakan sepasang pedang itu lihai bukan main dan ada menyambar hawa yang kuat dari lawannya, Soan Cu tidak berani memandang ringan dan tangan kanannya sudah mencabut pedangnya. Pedang di tangan gadis ini adalah pemberian kakeknya, ketua Pulau Neraka dan seperti juga cambuknya, pedang ini aneh dan ampuh sekali.

Bentuk pedang itu juga berduri seperti cambuknya dan pedang itu terbuat dari tulang ular dan namanya pun Coa-kut-kiam (Pedang Tulang Ular) terbuat dari pada tulang ular beracun yang telah dikeraskan dan diperkuat dalam rendaman tetumbuhan beracun sehingga keras seperti baja. Sedangkan cambuknya itu pun bukan cambuk biasa karena cambuk itu terbuat dari ekor ikan hiu yang itimewa dan yang hanya terdapat di pantai Pulau Neraka. Seperti juga pedangnya, cambuknya itu pun mengandung bisa yang tidak dapat diobati, kecuali oleh dia sendiri yang selalu membawa obat penolaknya!

Sin Liong sudah mengenal kakek itu ketika muncul tadi, dan dia memang tadinya tidak mau memperlihatkan bahwa dia telah mengenalnya. Tentu saja dia mengenal kakek ini yang dahulu pernah pula membujuknya untuk ikut dan menjadi muridnya, ketika para tokoh kang-ouw datang memperebutkan dia dilereng Pegunungan Jeng-hoa-san. Kini, melihat betapa Soan Cu sudah bertanding mati-matian melawan kakek itu, dia menjadi khawatir sekali dan cepat dia berkata,

"Locianpwe, seorang tokoh besar yang berjuluk Tee-tok dan disegani di seluruh dunia Kang-ouw, benar-benar mengecewakan dan merendahkan nama besarnya kalau sekarang melayani bertanding melawan seorang dara remaja!"

Mendengar ucapan itu, Tee-tok menjadi merah mukannya. Dia menangkis pedang Soan Cu sekuat tenaga sampai pedang itu hampir terlepas dari tangan Soan Cu, melompat mudur dan menghadapi Sin Liong.

"Hemm, orang muda! Kau sudah mengenal aku, kalau begitu majulah kau menggantikan gadis itu!"

Sin Liong menjura.
"Bukan maksudku dengan kata-kata itu menantangmu, Locianpwe. Saya hanya hendak mengatakan bahwa kami berdua sama sekali bukan datang untuk bertanding."

"Tapi kalian datang dan mengakibatkan harimau peliharaan kami mati. Kalau kalian tidak datang mengacau, mana biasa harimau kami mati?"

"Dia mampus karena kalah dalam pertandingan yang adil!"

Soan Cu membentak, akan tetapi menjadi tenang kembali karena Sin Liong mendekatinya dan minta gadis itu menyimpan pedang dan cambuknya kembali.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar