FB

FB


Ads

Kamis, 24 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 052

"Hemm... kalau begitu engkau sudah merencanakan untuk mengunjungi Puncak Awan Merah, Twako?"

"Tidak begitukah kehendakmu? Agaknya sangat boleh jadi biruang itu milik suhengmu. hong-moi, karena di tempat tinggal seorang seperti teek-tok, segala apa mungkin saja terjadi. Tentu saja amat mencurigakan dan hatiku tidak akan merasa puas kalau belum menyelidiki ke sana. Kalau ternyata suhengmu tidak berada di sana kita turun lagi karena aku tidak mempunyai urusan dengan Tee-tok."

Swat Hong mengangguk.
"Baiklah, kalau begitu mari kita berangkat. Entah mengapa, betapa pun sedikit kemungkinannya bahwa suheng berada di sana, akan tetapi hatiku merasakan sesuatu yang aneh. Kita harus menyelidiki ke sana."

Setelah membayar harga makanan berangkatlah kedua orang itu ke Pulau Awan Merah, tentu saja diikuti pandang mata penuh keheranan dan kegelisahan oleh pelayan warung yang mereka tanyai di mana adanya puncak itu.

Setelah mereka mendekati bukit dan tiba di lereng atas, tampaklah bangunan besar di puncak yang dimaksudkan itu. Mereka tidak mengerti mengapa puncak itu disebut Puncak Awan Merah, padahal ketika mereka tiba di situ di siang hari itu, awannya tidak berwarna merah melainkan biru dan putih seperti biasa.

"Twako, kedatangan kita hanya menyelidiki apakah suheng berada di sana. Oleh karena itu, tidak baik kalau kita datang berterang, biasanya menimbulkan kecurigaan orang dan kita tidak berniat mencari perkara dengan tokoh kang-ouw itu, bukan? Maka, sebaiknya kita berpencar dan kau menyelidiki dengan memutar dari kiri, aku dari kanan, sampai kita saling bertemu dan kalau suheng tidak ada di sana, dan biruang itu bukan biruangnya, kita segera kembali ke dusun tadi dan bermain saja di sana."

"Baik, Hong-moi, dengan demikian, penyelidikan dapat dilakukan lebih leluasa dan lebih cepat."

Mereka mendaki terus dan setelah tiba di luar pagar tembok gedung besar di puncak itu, mereka berpencar. Swat Hong yang mengambil jalan dari kanan menyelinap di atas pohon-pohon dan batu gunung. Tak lama kemudian dia mendengar suara orang dan cepat dia menghampiri dan mengintai. Apa yang dilihatnya membuat dia hampir berteriak saking kagetnya!

Dapat dibayangkan betapa heran dan kagetnya ketika dia melihat suhengnya, Kwa Sin Liong, terbelenggu kedua pergelangan tangannya dan setengah tergantung pada pohon! Tubuh atas suhengnya itu telanjang dan hanya celana dan sepatunya saja yang menutupi tubuhnya. Sin Liong kelihatan tenang saja biarpun dahinya berpeluh, dan agaknya pemuda itu memang sengaja membiarkan dirinya terbelenggu, karena Swat Hong yakin sekali bahwa apabila dikehendaki oleh suhengnya itu, apa sukarnya membebaskan diri dari belenggu seperti itu? Tentu ada sesuatu yang aneh telah terjadi di sini!

Swat Hong menahan kemarahannya yang membuat dia ingin menyerbu, dan dia memandang kepada orang-orang lain itu. Dua orang yang berpakaian seragam, memakai topi aneh, menjaga di belakang pohon dan tangan mereka meraba gagang golok. Seorang kakek yang tinggi besar, brewok dan matanya lebar dengan marah-marah menghampiri Sin Liong, tangan kanannya memegang senjata yang aneh. Bukan senjata, pikir Swat Hong, melainkan tanduk rusa yang agaknya hendak dipakai sebagai senjata. Tanduk rusa seperti itu saja apa artinya bagi suhengnya? Yang membuat dia terheran-heran adalah melihat suhengnya berada di tempat itu dan mudah saja dibelenggu dan dihina! Apa yang telah terjadi?

Seperti telah kita ketahui, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang hendak mencari ayahnya. Sebetulnya, mencari ayahnya ini hanya merupakan alasan yang dicari-cari saja oleh Ouw Kong Ek, ketua Pulau Neraka.

Puteranya Ouw Sin Kok, ayah kandung Soan Cu, telah menghilang selama belasan tahu, tak pernah kembali dan tidak pula ada kabarnya sehingga menimbulkan dugaan besar bahwa Ouw Sian Kok telah meninggal dunia. Selain itu, andaikata masih hidup, tak seorang pun mengetahui di mana tempat tinggalnya. Soan Cu ditinggal ayah kandungnya sejak bayi bagaimana mungkin dia dapat mencari ayahnya yang belum pernah dilihatnya dan tak diketahui ke mana perginya itu?

Kalau Ouw Kong Ek mengunakan alasan ini dan mendesak kepada Sin Liong agar membawa dara itu bersama, keluar dari Pulau Neraka, adalah karena sebenarnya dia ingin agar cucunya itu dapat berjodoh dengan Sin Liong. Dia sering kali mengingat akan nasib cucu yang di cintanya itu. Jauh dari dunia ramai, akhirnya cucunya itu terpaksa hanya akan berjodoh dengan seorang penghuni Pulau Neraka!

Maka munculnya Sin Liong untuk pertama kalinya itu sudah mendatangkan harapan untuk menjodohkan cucunya dengan pemuda itu. Apalagi ketika Sin Liong datang untuk kedua kalinya, bahkan pemuda itu telah menolong Soan Cu, dan menolong Pulau Neraka yang diserbu bajak laut. Tentu saja dia tidak dapat memaksa pemuda itu untuk menjadi calon suami cucunya, akan tetapi dengan kesempatan melakukan perantauan bersama, dia harap akan timbul cinta di dalam hati pemuda itu terhadap cucunya yang dia tahu merupakan seorang gadis yang cantik jelita dan berilmu tinggi, juga berwatak baik.






Demikianlah, Sin Liong meninggalkan Pulau Neraka bersama Soan Cu dan juga biruang raksasa yang menjadi jinak itu. Dengan sebuah perahu yang disediakan oleh Ouw Kong Ek, berangkatlah mereka meninggalkan Pulau Neraka, berlayar melalui pulau-pulau di daerah itu. Akhirnya, karena tidak berhasil menemukan Swat Hong yang dicari-carinya, juga tidak tampak seorang pun manusia tinggal di daerah lautan berbahaya itu, Sin Liong mengemudikan perahunya menuju ke arah barat, ke daratan besar.

"Besar kemungkinan Sumoi mendarat, dan kalau sampai belasan tahun ayahmu tidak pernah pulang dan tidak ada beritanya, juga bukan tidak mungkin Ayahmu tinggal di sana," katanya kepada Soan Cu. "Mari kita mencari jejak mereka di daratan besar."

Soan Cu tidak membantah dan demikianlah akhirnya mereka mendarat dan hanya beberapa hari lebih dulu dari pendaratan yang dilakukan oleh Swat Hong yang tersesat jalan dan mendarat jauh di selatan sehingga dia bertemu dengan Kwee Lun. Karena dari pantai ke barat banyak melalui daerah yang sunyi, pegunungan dan hutan, maka adanya biruang bersama meraka tidak terlalu mengganggu benar. Pula, binatang itu sudah jinak sekali, bahkan dapat disuruh untuk mencari buah-buahan, pandai pula mencari air di dalam hutan yang lebat.

Pada suatu hari, tibalah mereka di pegunungan Tai-hang-san. Tanpa mereka ketahui, mereka tiba di lereng puncak Awan Merah, daerah kekuasan Tee-tok. Ketika mereka memasuki sebuah hutan besar, tiba-tiba terdengar auman harimau yang amat keras sehingga suara itu menggetarkan hutan. Mendengar auman ini, biruang menjadi marah sekali. Sin Liong cepat memegang dan memeluk binatang itu, khawatir kalau-kalau biruang itu akan lari dan berkelahi dengan harimau yang mengaum itu.

"Hai.......! Ada harimau! Biar kutangkap dia!"

Sian Cu sudah berlari-lari membawa senjatanya yang aneh dan istimewa yaitu sebatang cambuk berduri yang menjadi senjata kesayangannya disamping pedang. Dia tertawa-tawa gembira sehingga Sin Liong tidak tega untuk melarangnya.

Dara itu masih remaja, masih bersifat kanak-kanak dan hanya kadang-kadang saja tampak kedewasaanya. Dia maklum bahwa gadis yang sejak bayi dibesarkan di tempat seperti Pulau Neraka itu, tentu saja memiliki sifat-sifat liar, akan tetapi dia pun mengenal dasar-dasar baik dari hati Soan Cu. Selain membiarkan gadis itu bergembira, juga dia percaya penuh bahwa ilmu kepandaian Soan Cu sudah tinggi sekali, cukup tinggi untuk melindungi diri sendiri.

Soan Cu berlari cepat sekali dan dalam berlari ini timbullah kegembiraan yang luar biasa di dalam hatinya. Di depan Sin Liong, dia selalu harus menekan perasaannya karena sikap pemuda ini sungguh penuh wibawa dan membuat dia tunduk, takut dan hormat seolah-olah pemuda itu menjadi pengganti kakeknya.

Akan tetapi sesunguhnya semenjak dia meninggalkan Pulau Neraka, ada perasaan gembira yang disembunyikannya dan baru sekarang dia memperoleh kesempatan untuk melepaskan kegembiraannya yang meluap-luap. Ingin dia bersorak gembira kalau saja tidak takut terdengar oleh Sin Liong! Maka kegembiraannya itu disalurkannya lewat kedua kakinya yang berloncatan dan berlari-lari menuju ke arah suara harimau yang mengaum.

Karena auman harimau itu keras sekali, mudah saja bagi Soan Cu untuk menuju ke tempat itu dan akhirnya dia melihat seekor harimau yang amat besar dan kuat, berbulu indah sekali, loreng-loreng hitam kuning berdiri memandang ke arah seorang laki-laki yang berdiri ketakutan.

Harimau itu membuka-buka moncongnya, seperti seorang anak kecil yang menggoda kakek itu, menakut-nakutinya, kadang-kadang mengaum dan tiap kali dia mengaum, kedua kaki orang itu menggigil dan terdengar suara terputus-putus dan dia mencoba untuk bersembunyi di belakang sebatang pohon,

"Kakak harimau yang baik..... saya..... saya..... A-siong pedagang kayu bakar..... hendak mengirim kayu bakar kepada Lo-enghiong....... harap jangan mengganggu saya......"

Harimau itu sebetulnya adalah harimau peliharaan Tee-tok dan biasanya dikurung dalam kerangkeng dan hanya pada waktu-waktu tertentu saja dibiarkan berkeliaran di hutan. Agaknya penjaga harimau pada hari itu terlupa sehingga harimau itu tetap berkeliaran pada waktu A-siong sedang mengirim kayu bakar ke Puncak Awan Merah. A-siong adalah seorang di antara pedagang-pedagang kayu bakar yang suka menjual kayu bakar di tempat itu.

Melihat harimau itu, Soan Cu lalu berseru,
"Kucing besar, kau nakal sekali!"

Harimau itu menggereng dan menoleh. Ketika dia melihat seorang wanita memegang cambuk, dia menggereng dan cepat sekali berlawanan dengan tubuhnya yang besar, dia sudah membalik dan menubruk.

"Celaka......!"

A-siong berseru kaget, memeluk batang pohon dan menahan napas, membelalakkan matanya.

Akan tetapi, tanpa mengelak Soan Cu sudah menggerakan cambuknya. "Tar-tar!" ujung cambuk itu menyambar dan membelit kaki depan kanan harimau itu dan sekali tarik, tubuh harimau yang sedang meloncat itu terbanting ke atas tanah.

Harimau itu menggereng dan kelihatan marah sekali. Kembali dia menubruk, akan tetapi sekali ini, Soan Cu yang sedang gembira meloncat ke kiri dan melihat tubuh harimau itu menyambar lewat, dengan tangan kirinya dia menangkap ekor harimau yang panjang dan sekali tubuhnya bergerak, dia telah berada di atas punggung harimau!

Sambil tersenyum-senyum dan membuat gerakan seperti orang menunggang kuda, Soan Cu menggerak-gerakan ujung cambuk menyabeti moncong harimau itu. Tentu saja harimau itu merasa kesakitan karena ujung cambuk itu berduri. Dengan kemarahan meluap harimau itu berusaha mencakar dan menggigit ujung cambuk yang mungkin dikira seekor ular yang ganas, namun tak pernah berhasil bahkan bagaikan buntut seekor ular, ujung cambuk itu terus melecuti hidung dan bibirnya sampai berdarah!

"Hiyooooo.... kucing binal, hayo jalan baik-baik!"

Seperti seorang pemain sirkus yang mahir, Soan Cu menunggang harimau, tangan kiri mencengkeram kulit leher, tangan kanan mempermainkan cambuknya dan harimau itu yang mengejar ujung cambuk yang digerak-gerakan, melangkah perlahan-lahan!

A-siong yang menonton sambil berusaha menyembunyikan diri di balik batang pohon, terbelalak dan hampir tak percaya kepada matanya sendiri. Beberapa kali tangan kirinya menggosok kedua matanya dengan ujung lengan baju karena dia mengira bahwa dia sedang dalam mimpi, akan tetapi tetap saja penglihatan yang luar biasa itu masih tampak oleh kedua matanya.

"Soan Cu, turunlah......!!"

Tiba-tiba terdengar teguran dan mengenal suara Sin Liong, lenyaplah semua kegembiraan yang liar dari gadis itu. Dia masih tersenyum, akan tetapi matanya kehilangan sinar yang berapi-api dan liar tadi, dan dia berkata,

"Liong-koko, dia.... dia hendak menerkam orang....." ucapannya ini bersifat membela diri karena dia ketakutan oleh pemuda itu sedang mengganggu harimau.

"Turunlah berbahaya sekali permainanmu itu!"

Soan Cu meloncat turun dan tentu saja harimau yang marah itu cepat mencakar dengan kecepatan luar biasa. Namun dia hanya mencakar tempat kosong kerena gerakan Soan Cu lebih cepat lagi. Dara ini telah meloncat ke dekat Sin Liong dan mengejek ke arah harimau dengan meruncingkan mulutnya dan mengeluarkan bunyi,

"Hiii.....! Hiiiiii!!"

Sementara itu, biruang yang tadinya sudah dapat ditenangkan oleh Sin Liong dan diajak menyusul Soan Cu, setelah kini melihat harimau, timbul kembali kemarahannya, bahkan lebih hebat dari pada tadi. Pada saat Sin Liong lengah karena menegur gadis itu, tiba-tiba biruang itu melompat ke depan dan menggereng sambil memperlihatkan taringnya, memandang harimau dengan mata merah.

Harimau itu agaknya tidak merasa gentar menghadapi tantangan ini. Dia pun menggereng dan menubruk. Akan tetapi biruang itu sudah siap. Ketika harimau itu menubruk dengan kedua kaki depan lebih dulu, dia menggerakan kaki depan kanan yang amat kuat, memukul dari samping dan menangkis kedua kaki depan harimau . karena tubuh harimau itu berada di udara, tentu saja dia kalah kuat dan tubuhnya terlempar ke bawah. Akan tetapi dia sudah meloncat lagi dan siap untuk melanjutkan serangannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar