FB

FB


Ads

Jumat, 26 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 083

Begitu mendengar dari Sin Kiat bahwa adiknya ditawan Puteri Nirahai, kemarahan Han Han memuncak dan tanpa pamit ia meninggalkan Sin Kiat, menggunakan kepandaiannya pergi menuju ke kota raja untuk mengejar dan menolong adiknya.

Tidak ada seorang pun yang menyangka bahwa pemuda berkaki buntung yang berjalan terpincang-pincang memasuki kota raja itu mengandung perasaan marah dan sakit hati yang akan menggegerkan kota raja! Han Han berjalan perlahan memasuki kota raja, suara tongkatnya yang membantunya terpincang-pincang itu mengeluarkan bunyi “tak-tok-tak-tok!” mengetuk jalan berbatu yang keras.

Beberapa orang menoleh dan memandangnya dengan perasaan kasihan. Juga banyak yang menjadi heran melihat pemuda tampan yang wajahnya menyinarkan sesuatu yang aneh menyeramkan, yang pakaiannya amat sederhana dan rambutnya yang hitam panjang dibiarkan terurai di atas kedua pundak dan punggungnya, rambut yang kusut.

Han Han tidak tahu ke mana adiknya dibawa oleh Puteri Nirahai, akan tetapi ia teringat betapa dahulu adiknya itu diculik oleh Ouwyang Seng, maka ia dapat menduga bahwa antara Puteri Nirahai dan keluarga Pangeran Ouwyang tentu ada hubungan erat. Karena itu dengan perasaan marah memenuhi dada, dengan hati panas oleh dendam, ia lalu menujukan langkahnya yang terpincang-pincang itu ke arah gedung Pangeran Ouwyang Cin Kok!

Lima orang penjaga pintu gerbang di luar pekarangan gedung besar Pangeran Ouwyang Cin Kok cepat menghadang dan memandang heran ketika melihat pemuda buntung itu seenaknya saja memasuki pintu gerbang.

“Haiii! Berhenti! Tidak boleh mengemis di sini!” Seorang di antara mereka membentak, kemudian menodongkan tombaknya ke depan dada Han Han. “Pergi!”

Han Han tidak marah mendengar makian ini. Baginya, dikatakan pengemis bukan merupakan makian atau penghinaan.

“Minggirlah, aku hendak mencari Ouwyang Seng!”

Lima orang penjaga itu tercengang. Mendengar seorang pemuda kaki buntung yang mereka anggap pengemis itu menyebut nama Ouwyang-kongcu begitu saja, timbul dugaan bahwa tentu pengemis buntung ini miring otaknya.

“Eh, orang gila. Pergilah kalau tidak mau kami pukul!” bentak penjaga ke dua.

“Kalian minggirlah jangan halangi aku!”

Han Han berkata dengan suara dingin dan tanpa mempedulikan mereka, dia jalan terus memasuki pekarangan gedung besar. Lima orang penjaga itu menjadi marah dan berkelebatlah tombak-tombak mereka ke arah Han Han.

“Trang-trang-krek-krek-krekkk!”

Lima batang tombak patah-patah dan beterbangan disusul tubuh lima orang penjaga itu yang terlempar ke kanan kiri seperti daun-daun kering tertiup angin! Han Han tidak mempedulikan mereka lagi dan terus dia berloncatan menuju gedung.

Teriakan-teriakan para penjaga ini menarik perhatian para penjaga di gedung dan mereka ini dua belas orang banyaknya datang berlari-lari. Mereka terkejut melihat para penjaga pintu gerbang roboh semua dan melihat pemuda buntung itu berloncatan ke ruangan depan.

Cepat mereka mengurung, akan tetapi Han Han yang tidak sabar sudah meloncat tinggi ke atas kepala mereka, kedua tangan didorong ke bawah dan dua belas orang itu roboh terbanting tunggang-langgang.

“Ouwyang Seng! Keluarlah! Kalau tidak, kuhancurkan tempat ini!”

Han Han berteriak-teriak dan sekali sambar ia mengangkat singa-singaan batu yang belum tentu dapat terangkat oleh sepuluh orang biasa, mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepala dan melontarkan singa-singa batu itu ke dalam.

“Braaaaakkkkk!”

Pecahlah pintu ruangan depan itu dan Han Han meloncat ke dalam ruangan itu, suaranya lantang berteriak,

“Ouwyang Seng! Puteri Nirahai! Keluarlah dan serahkan kembali adikku Lulu! Kalau tidak, akan kuhancurkan kota raja!”

Tiba-tiba dari sebelah dalam menyambar senjata rahasia yang berupa gelang-gelang kecil. Cepat dan kuat sekali sambaran ini, akan tetapi dengan tenang Han Han menggerakkan tubuh meloncat tinggi sehingga sambaran senjata-senjata rahasia itu lewat di bawah kakinya. Di udara, tubuh Han Han berjungkir balik dan ia sudah meloncat keluar karena kalau ada lawan tangguh menghadapinya, lebih baik ia berada di luar gedung.

Benar saja dugaannya, dari dalam berkelebat bayangan yang cepat sekali dan tahu-tahu seorang pemuda yang memegang sebatang golok telah berdiri di depannya. Pemuda itu bukan lain adalah Gu Lai Kwan! Ketika Lai Kwan melihat Han Han, ia pun terkejut dan marah.

“Keparat! Kiranya engkau setan buntung!”

Lai Kwan memaki dan goloknya sudah menyambar, menjadi sinar putih yang menyilaukan dan mengeluarkan suara berdesing ketika golok itu membelah angin.

“Singggg....!”

Lai Kwan terkejut karena tiba-tiba lawannya lenyap. Cepat ia memutar tubuh dan mengelebatkan goloknya ke belakang, akan tetapi Han Han yang sudah berada di sebelah belakangnya, mudah saja mengelak sambil berkata.

“Gu Lai Kwan, aku menjadi setan buntung karena engkau! Sekarang bukan maksudku datang untuk membalas dendam, aku tidak mendendam kepadamu. Akan tetapi suruhlah Nirahai dan Ouwyang Seng keluar membawa adikku Lulu, kalau tidak.... hemmm.... siapa pun yang menghalangiku akan kubunuh, termasuk engkau!”

“Buntung sombong!”

Lai Kwan malah menyerang lagi. Han Han yang memang sedang berduka dan marah sekali melihat betapa pemuda bekas suhengnya ini nekat, menjadi gemas, akan tetapi ia masih tidak bergerak, hanya mengelebatkan tongkat bututnya menangkis sambil mengerahkan tenaga memutar tongkat yang menangkis itu.

“Trakkk! Aihhhhhh....!”

Lai Kwan terkejut bukan main dan betapapun ia mempertahankan diri sambil mengerahkan tenaga, tetap saja ia terpelanting dan cepat ia bergulingan karena takut kalau-kalau Han Han menyerangnya. Akan tetapi Han Han masih berdiri tegak dan tenang. Melihat ini, sambil meloncat bangun Lai Kwan berteriak keras.

“Suhu....! Sian-kouw....! Harap bantu....!”

Setelah berteriak demikian Lai Kwan sudah menerjang lagi sambil mengerahkan seluruh tenaganya, akan tetapi ia berhati-hati sekali ini, maklum bahwa lawannya yang buntung ini biarpun dahulu hanyalah seorang sutenya, namun kini telah memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa.






“Syuuuttt.... syuuuttt.... singgggg!” Sinar berkilauan dari golok Lai Kwan menyambar ganas bertubi-tubi.

“Wuuuttttt!”

Tubuh Han Han sudah melayang lagi keluar dari ruangan depan menuju ke pekarangan. Lai Kwan mengejar dan Han Han berhenti di atas anak tangga depan ruangan. Lai Kwan yang memang memiliki ilmu kepandaian tinggi, tidak memberi kesempatan kepadanya, sudah membacok lagi dengan goloknya mengarah kepala Han Han.

Pemuda buntung ini tidak begitu mempedulikan Lai Kwan, hanya menundukkan muka mengelak sambil siap menghadapi lawan yang lebih tangguh, yang ia duga tentu akan muncul mendengar teriakan Lai Kwan.

Dan pada saat itu, terdengar suara lengkingan dahsyat dibarengi suara ringkik kuda dan muncullah Ma-bin Lo-mo Si-angkoan Lee dari pintu samping, langsung ia memukul ke arah Han Han dengan ilmu pukulan dahsyat Swat-im Sin-ciang! Juga tampak berkelebatnya bayangan Toat-beng Ciu-sian-li Bu Ci Goat nenek lihai itu melayang turun dari atas dengan jari tangan mencengkeram ke arah kepala Han Han menggunakan ilmu sakti Toat-beng Tok-ciang! Dan berbareng di saat itu juga, Lai Kwan sudah membabat kearah kaki Han Han!

“Desss!”

Pukulan Ma-bin Lo-mo telah ditangkis oleh Han Han dengan telapak tangan kanannya, sambaran golok Lai Kwan didiamkannya saja karena dalam gugupnya Lai Kwan menyerang ke bawah untuk membabat kaki Han Han, lupa bahwa kaki kiri Han Han telah tidak ada lagi sehingga goloknya menyerang angin kosong!

Han Han lebih memperhatikan cengkeraman si nenek ke arah kepalanya. Ia tidak mengelak, melainkan memapaki tubuh nenek yang menyerang dari atas itu dengan tongkatnya, gerakan pertama menotok telapak tangan kiri nenek itu dan ketika Toat-beng Ciu-sian-li terkejut menarik kembali tangannya, Han Han melanjutkan serangan tongkatnya dengan totokan pada pinggang nenek itu.

“Aiiihhhhh!”

Toat-beng Ciu-sian-li memutar tubuh di udara, berjungkir balik dan dari kedua tangannya menyambar dua buah gelang, yaitu senjata rahasia yang amat ampuh!

Han Han telah memutar tongkat menangkis bacokan susulan Lai Kwan dari belakang, dan kembali tangan kanannya menangkis pukulan Ma-bin Lo-mo. Melihat datangnya sambaran dua buah senjata rahasia ini, teringatlah ia akan Kim Cu yang dahulu hampir tewas akibat senjata rahasia ini, maka ia menjadi gemas sekali.

Kepalanya bergerak, rambutnya yang panjang menyambar ke depan dan.... dua gumpal ujung rambutnya berhasil melibat dua buah gelang yang menyambar, kemudian secara kontan dan keras gelang-gelang itu ia retour kembali ke arah pemiliknya, menyambar dahi dan tenggorokan Ciu-sian-li yang menjadi terkejut dan cepat mengelak sambil terus menubruk maju mengirim pukulan sakti dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya kembali mengarah ubun-ubun kepala Han Han dengan cengkeraman maut.

Juga Ma-bin Lo-mo yang menjadi kagum dan terkejut menyaksikan gerakan Han Han yang mendapat kemajuan secara aneh dan hebat, kini telah membarengi menyerang dengan pengerahan tenaga Swat-im Sin-ciang sekuatnya.

Bukan main hebatnya serangan yang dilakukan secara berbareng oleh Ciu-sian-li dan Ma-bin Lo-mo ini, dahsyat dan mengingat bahwa keduanya merupakan datuk-datuk golongan hitam yang sudah mencapai tingkat di puncak, tentu saja amat sukar bagi lawan yang dikeroyok dua orang ini untuk dapat menyelamatkan diri dari serangan mereka yang dilakukan berbareng.

Namun, betapa kaget dan heran hati kedua orang tokoh hitam ini ketika secara tiba-tiba tubuh Han Han lenyap dari tengah-tengah antara mereka, telah menghindarkan diri dengan sebuah loncatan yang luar biasa sekali, secepat kilat menyambar sehingga mereka berdua hampir tak dapat mengikuti dengan pandang mata mereka!

Akan tetapi, Lai Kwan yang berada di luar gelanggang, dapat melihat gerakan Han Han yang menggunakan ilmunya Soan-hong-lui-kun, gerakan kilat yang membuat tubuhnya seperti mencelat dan keluar dari kepungan dua orang datuk hitam itu.

Gu Lai Kwan adalah murid Toat-beng Ciu-sian-li yang paling setia dan paling disayang oleh nenek itu dan Ma-bin Lo-mo dan pemuda ini amat benci kepada Han Han karena sesungguhnya pemuda ini mencinta Kim Cu. Peristiwa yang menimpa diri Kim Cu sebagai akibat gadis itu membela Han Han, membuat Gu Lai Kwan menaruh dendam kebencian kepada Han Han. Maka kini melihat Han Han meloncat keluar dari kepungan kedua orang gurunya, Lai Kwan mengeluarkan bentakan nyaring dan menggunakan goloknya menyambut tubuh Han Han yang masih melayang diudara.

“Mampuslah engkau, manusia buntung keparat!” bentaknya, goloknya menyambar seperti naga mengamuk.

Han Han dapat melihat sinar maut terpancar dari pandang mata Gu Lai Kwan, maka ia pun membentak,

“Begitu kejamkah hatimu?”

Biarpun tubuh Han Han baru meloncat dan kini disambut dengan serangan golok yang ganas, namun loncatannya itu memang merupakan keampuhan ilmunya yang mujijat yang ia pelajari dari nenek Khu Siauw Bwee, maka sambil meloncat, ia melihat menyambarnya golok, Han Han lalu menggerakkan tongkatnya, dengan tenaga sin-kang yang dahsyat tongkatnya menempel pada golok dengan sepenuhnya mengandung daya melekat!

Betapapun Lai Kwan berusaha menarik kembali goloknya, sia-sia saja karena goloknya telah melekat pada tongkat seperti berakar di situ! Tiba-tiba Han Han melepas golok itu sambil mendorong, pada saat Lai Kwan menarik golok. Tak dapat ditahan lagi golok itu menyambar ke arah Gu Lai Kwan sendiri.

Gu Lai Kwan terkejut, matanya terbelalak dan ia berusaha menggulingkan tubuhnya, namun golok di tangannya itu lebih cepat, tahu-tahu sudah membacok lehernya. Teriakan mengerikan seperti leher tercekik keluar dari mulut Lai Kwan dan tubuhnya yang tadi bergulingan itu rebah menelungkup, kepalanya miring secara aneh, golok masih di tangan dan tanah di bawah lehernya perlahan-lahan menjadi basah dan merah. Pemuda ini tewas oleh goloknya sendiri, lehernya hampir putus!

Peristiwa ini terjadi cepat sekali, hanya beberapa detik selagi tubuh Han Han masih mengapung di udara. Kini Han Han mencelat ke depan, tidak mempedulikan lagi kepada Gu Lai Kwan yang seolah-olah telah melakukan “bunuh diri” dengan golok sendiri itu.

“Toat-beng Ciu-sian-li dan Ma-bin Lo-mo, mundurlah, aku tidak ingin bermusuhan denganmu atau dengan siapa pun juga!”

Bentak Han Han dan suaranya mengandung wibawa yang sedemikian hebatnya sehingga dua orang datuk hitam itu sampai tercengang dan sejenak mereka itu memandang Han Han dengan mata terbelalak. Akhirnya Toat-beng Ciu-sian-li memaki.

“Bocah setan, murid murtad! Begini sikapmu terhadap bekas guru?”

Han Han mengerutkan keningnya.
“Aku bukan muridmu lagi, Nenek yang bewatak ganas. Aku datang untuk mencari adikku, dan siapapun dia yang menghalangi aku mencari adikku, akan kuhancurkan!” Teringat akan Lulu, kembali Han Han menjadi merah mukanya dan kemarahannya memuncak. “Di mana Puteri Nirahai? Hayo keluarlah dan serahkan Lulu kepadaku.”

Teriakannya ini amat nyaring sehingga bergema sampai jauh. Kembali Ma-bin Lo-mo dan Ciu-sian-li bergidik.

Mereka berdua maklum bahwa pemuda ini telah menjadi ahli waris Pulau Es dan memiliki kepandaian yang luar biasa sekali, akan tetapi melihat pemuda ini setelah buntung kakinya menjadi makin lihai dan gerakan-gerakannya seperti orang yang pandai menghilang, benar-benar membuat mereka berdua menjadi ngeri!

Betapapun juga, tentu saja dua orang yang menjadi tokoh dunia hitam itu tidak merasa takut dan mendengar tantangan Han Han terhadap Puteri Nirahai, mereka marah dan cepat menerjang lagi dengan hebatnya.

Nenek itu selain menggerakkan kedua tangannya yang mengandung tenaga sakti Toat-beng Tok-ciang, juga menggerakkan rantai gelang yang tergantung di kedua telinganya sebagai senjata yang ampuh dan aneh, tubuhnya melayang-layang dengan ringannya, persis seperti keganasan seorang kuntilanak dalam dongeng dunia setan.

Adapun Ma-bin Lo-mo yang sudah mengerti bahwa lawannya biarpun buntung dan masih amat muda, memiliki ilmu kepandaian yang tidak lumrah manusia, juga telah menerjang maju dengan pukulan-pukulan Swat-im Sin-ciang sekuat tenaga.

Han Han tidak ingin berkelahi dan tidak ingin pula bermusuh dengan mereka, akan tetapi karena mereka berdua menghalangi usahanya mencari Lulu, ia menjadi marah dan cepat mainkan ilmu silatnya yang membuat tubuhnya mencelat ke sana ke mari dengan gerakan yang tak terduga-duga dan cepat bukan main.

Ciu-sian-li dan Ma-bin Lo-mo menjadi pening kepala mereka karena harus mengikuti gerakan-gerakan kilat pemuda buntung itu dan setiap serangan mereka selalu mengenai tempat kosong. Dengan penasaran kedua orang itu menubruk dengan pukulan-pukulan sakti.

“Wuuuttt!” Pukulan Swat-im Sin-ciang yang mengandung hawa dingin menyambar dari kiri.

“Singggg.... syuuuttttt!”

Serangan tangan ampuh beracun dari Ciu-sian-li dibarengi sambaran rantai gelang di telinganya tidak kalah ampuh dan berbahayanya. Dua serangan ini menyambar dari kanan kiri ketika kaki buntung Han Han baru saja turun menyentuh tanah.

Akan tetapi tiba-tiba saja Han Han kembali mencelat ke atas dengan kecepatan yang sukar dapat dipercaya, mengatasi kecepatan serangan kedua lawannya dan tahu-tahu tubuhnya sudah menukik dari atas dan tongkatnya melakukan dua kali totokan ke arah ubun-ubun kepala dua orang pengeroyoknya.

“Hayaaa....!”

Ma-bin Lo-mo berseru kaget dan cepat menggulingkan tubuhnya yang ia lempar ke atas tanah sambil berteriak.

“Aiiihhhhh....!”

Toat-beng Ciu-sian-li juga mengelak, melempar tubuh bagian atas ke belakang lalu berjungkir balik sampai lima kali sehingga rambutnya menjadi awut-awutan dan saling belit dengan kedua rantai gelang yang tergantung di kedua telinganya.

Pada saat itu, serombongan pasukan pengawal datang berlari dan mengurung Han Han. Jumlah mereka lebih tiga puluh orang, semua bersenjata tajam dan rata-rata memiliki ilmu kepandaian silat dan bertubuh kuat.

Pada waktu itu, yang berada di gedung Pangeran Ouwyang Cin Kok hanyalah Ma-bin Lo-mo, Toat-beng Ciu-sian-li dan muridnya yang terkasih, Gu Lai Kwan. Adapun tokoh-tokoh lain telah ikut membantu penyerbuan ke Se-cuan. Ketika melihat pemuda buntung mengamuk, semua pasukan pengawal dikerahkan dan Pangeran Ouwyang Cin Kok sendiri yang bersembunyi sambil mengintai menjadi gelisah bukan main.

Betapapun juga, pembesar ini masih mengharapkan kemenangan karena di situ terdapat dua orang tokoh sakti dan di lubuk hatinya ia tidak percaya apakah seorang pemuda yang buntung kakinya akan mampu melawan Ciu-sian-li serta Ma-bin Lo-mo dan puluhan orang pasukan pengawal.

Akan tetapi, Han Han sudah marah sekali dan pemuda ini mengamuk secara menggiriskan hati. Tubuhnya berkelebat, lebih banyak di udara daripada di darat, karena setiap kali ujung tongkat atau ujung kaki tunggalnya menyentuh sesuatu, baik tanah, pundak atau kepala lawan, tubuhnya sudah mencelat lagi ke atas, seperti capung bermain di atas bunga-bunga di permukaan air, cepatnya seperti kilat sehingga setiap kali tubuhnya menukik ke bawah tentulah roboh dua tiga orang pengawal secara berbareng, menjadi korban ujung tongkat atau kedua tangannya!

Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li marah dan penasaran sekali, juga mereka berdua merasa malu mengapa mereka tidak mampu merobohkan pemuda buntung itu, padahal dibantu puluhan orang pengawal. Ma-bin Lo-mo meringkik keras dan kedua tangannya mendorong ke arah Han Han ketika pemuda itu turun ke atas tanah.

“Wuuusssss!”

Angin yang mengandung hawa dingin sekali menyambar. Han Han sudah menangkap seorang pengawal dan melemparkan ke depan. Terdengar jerit mengerikan dan tubuh pengawal itu terbanting kaku, darahnya membeku muka biru! Dan seorang pengawal lain roboh pula karena oleh Han Han dipergunakan untuk menangkis pukulan beracun Ciu-sian-li, roboh dengan tubuh menghitam terkena hantaman pukulan Toat-beng Tok-ciang!

Ketika para pengawal menubruk dengan senjata mereka, Han Han sudah mencelat ke atas lagi, meloncat sambil menyambar dua orang pengawal, kemudian ketika tubuhnya membalik, dua orang itu ia lemparkan ke arah Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li, disusul tubuhnya yang meluncur dengan serangan kilat.

Dua orang kakek dan nenek itu terkejut. Mereka dapat menduga bahwa tentu pemuda buntung yang lihai itu menyusul dengan serangan, maka apa boleh buat mereka menangkis keras sehingga dua orang pengawal itu terbanting roboh dengan tulang-tulang iga remuk.

Benar saja seperti yang mereka duga, tubuh Han Han menyambar seperti seekor burung garuda, dan saking cepatnya hanya tampak bayangan berkelebat. Dua orang datuk hitam ini cepat meloncat untuk mengelak, namun masih kurang cepat sehingga pukulan tangan Han Han yang amat panas karena mengandung inti tenaga Hwi-yang Sin-ciang itu telah mampir di dada Ma-bin Lo-mo sedangkan ujung tongkatnya telah menotok pundak Toat-beng Ciu-sian-li.

“Hyaaaaahhhhh....!”

“Haiiikkkkk....!”

Ma-bin Lo-mo terjengkang dan bergulingan, mukanya menjadi pucat sekali dan dadanya sesak, terasa panas seperti dibakar. Adapun nenek sakti itu juga terbanting ke belakang, cepat duduk bersila untuk menyelamatkan nyawanya karena dia telah terkena totokan yang hebat.

Kalau saja Han Han tidak ingat bahwa kedua orang itu pernah menjadi gurunya, biarpun pada saat itu ada puluhan orang pengawal yang menerjangnya, tentu ia akan mudah saja melanjutkan serangan membunuh kedua orang datuk hitam itu. Akan tetapi Han Han tidak ingin membunuh mereka dan dia hanya menggerakkan tangan dan tongkatnya, melempar-lemparkan para pengawal seperti orang melempar-lemparkan rumput saja.

Gegerlah para pengawal dan mereka mundur-mundur dengan muka ketakutan. Pemuda buntung itu terlalu kuat bagi mereka, seperti sekumpulan nyamuk melawan api saja. Melanjutkan pengeroyokan sama artinya dengan membunuh diri bagi mereka.

Adapun Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li yang sudah menderita luka, tidak berani melanjutkan pertandingan sebelum mengobati luka mereka, maka mereka berdua pun sudah lenyap memasuki gedung itu, menyelinap di antara sisa para pengawal yang hanya berani mengurung dari jauh sambil bersiap-siap untuk melarikan diri apabila Han Han mengejar. Namun pemuda itu tidak mengejar, hanya berdiri tegak, bersandar pada tongkatnya, menengadah dan mengeluarkan suara nyaring memekakkan telinga.

“Puteri Nirahai! Kembalikan adikku....!”

Setelah beberapa kali berteriak tanpa ada jawaban, Han Han lalu meloncat ke arah gedung Pangeran Ouwyang Cin Kok. Melihat ini, biarpun hati mereka dicekam rasa gentar dan ngeri, namun para pengawal tentu saja segera menghadang dan berusaha mencegah pemuda buntung itu memasuki gedung.

Han Han mengeluarkan seruan keras dan begitu tongkatnya berkelebat, para pengawal itu roboh terpelanting ke kanan kiri seperti disambar kilat dan mereka tidak mungkin dapat menghalang lagi ketika pemuda itu berloncatan cepat melesat ke dalam gedung. Sambil berteriak-teriak para pengawal ini kalang kabut mengejar kedalam.

Han Han sudah marah sekali. Dia mengamuk seperti gila, menggeledah seluruh kamar gedung itu, mencari Ouwyang Seng dan Pangeran Ouwyang Cin Kok. Setiap orang pengawal yang berusaha menerjangnya dirobohkan dengan sekali gerakan saja. Namun hasil penggeledahannya sia-sia. Tidak tampak batang hidung Ouwyang Seng yang dicarinya.

Ketika ada lima orang perwira pengawal dengan nekat menerjangnya, ia melompat ke atas dan dari atas sinar tongkatnya bergulung-gulung, empat orang perwira roboh dan seorang lagi ia jambak rambutnya dan ia seret ke sudut ruangan. Dengan ujung tongkat ditodongkan di leher perwira itu ia membentak.

“Di mana Ouwyang Seng? Hayo jawab!”

Wajah perwira itu pucat sekali, tubuhnya menggigil dan ia dipaksa jatuh berlutut. Dengan napas sengal-sengal ia menjawab.

“Ham.... hamba.... tidak tahu. Sudah lama tidak berada di sini....”

“Mana Ouwyang Cin Kok?”

“Tadi.... ketika ribut-ribut.... beliau lari.... mungkin ke istana....”

“Dan di mana kakek dan nenek tadi? Mana Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li?”

“Lari.... mereka lari.... ke istana....”

Han Han menjadi sebal dan marah. tubuhnya bergerak dan perwira itu sudah ia lemparkan ke sudut, tubuh perwira itu menabrak dinding dan tak dapat bangun lagi karena pingsan saking takutnya. Han Han meloncat keluar dan kini ia melesat amat cepatnya meninggalkan gedung Pangeran Ouwyang Cin Kok yang sudah diobrak-abriknya itu, menuju ke istana!

Kemarahan membuat manusia menjadi mata gelap dan lupa diri, lupa akan bahaya dan demikian pula dengan Han Han. Dia sedang marah sekali. Penderitaan batin yang ia alami bertubi-tubi ditambah kemarahannya mendengar bahwa adiknya ditawan membuat Han Han menjadi nekat dan tidak memakai perhitungan lagi, lupa bahwa tidaklah mungkin bagi seseorang, betapapun saktinya, untuk menyerbu seorang diri ke istana kaisar!

Tentu saja penjagaan di istana tidak dapat dibandingkan dengan penjagaan para pengawal di gedung Pangeran Ouw-yang Cin Kok. Pasukan pengawal yang dipusatkan menjaga istana amat besar jumlahnya, dan di situ pun banyak terdapat pengawal yang berilmu tinggi di samping keadaan istana sendiri yang merupakan semacam benteng yang amat kuat!

Maka, begitu Han Han tiba di depan pintu gerbang, ia sudah dikurung oleh puluhan bahkan lebih dari seratus orang pengawal mengepung ketat, dan ia sudah dikeroyok secara hebat!

“Tangkap pemberontak!”

“Bunuh pemberontak!”

Para pengawal berteriak-teriak biarpun dalam beberapa gebrakan saja Han Han telah merobohkan tujuh orang pengeroyok, namun mereka tetap maju menerjang sehingga Han Han terpaksa memutar tongkat melindungi dirinya sambil berteriak.

“Aku bukan pemberontak! Aku hanya ingin bertemu dengan Puteri Nirahai dan minta supaya adikku dibebaskan!”

Tentu saja teriakannya sia-sia karena para pengawal sudah mendengar betapa hebatnya pemuda buntung ini mengacau gedung Pangeran Ouwyang Cin Kok, kini pemuda itu akan mencelakakan keluarga kaisar ditambah pula, Pangeran Ouwyang Cin Kok sendiri, dengan dikawal oleh Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li sudah lari mengungsi ke istana karena itu disitupun diadakan penjagaan yang ketat.

Biarpun para pengawal tidak pernah berkurang jumlahnya karena setiap ada yang roboh tentu tempatnya digantikan yang lain, namun dengan ilmunya yang mujijat, yaitu gerakan kilat Soan-hong-lui-kun, Han Han dapat menembus pintu gerbang dan memasuki halaman istana.

Betapapun juga, dia tidak pernah dapat membebaskan diri dari kepungan yang makin lama makin ketat. Setelah dia memasuki pekarangan istana yang luas, pintu gerbang itu ditutup oleh para pengawal sehingga Han Han kini kehilangan jalan keluar!

“Bebaskan Lulu....! Lepaskan adikku!”

Han Han berteriak-teriak dan mengamuk seperti seekor harimau terjebak. Betapapun juga, pemuda ini masih ingat bahwa kedatangannya bukan untuk menyebar kematian di antara para pengawal yang ia tahu hanya menjalankan kewajiban mereka menjaga keamanan istana.

Oleh karena itu, dia hanya merobohkan mereka tanpa membunuh dan hal ini tentu saja amat mudah ia lakukan karena pasukan pengawal itu bukan tandingannya. Hanya dengan hawa pukulan yang keluar dari kedua tangan dan tongkatnya saja sudah cukup baginya untuk membuat kocar-kacir seperti serombongan semut mengeroyok seekor jengkerik.

Kalau hanya pasukan pengawal yang mengepungnya, biar ditambah sampai seribu orang, kiranya akan mudah baginya untuk menyelamatkan diri dan keluar dari tempat itu. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan keras, aba-aba dari komandan penjaga yang menyuruh semua pasukan mundur dan mengepung dari jarak jauh.

Para pengawal yang tadinya mengeroyok secara mati-matian, kini mundur dengan hati lega dan tampaklah oleh Han Han munculnya orang-orang sakti yang kini menghadapinya.

Mereka itu bukan lain adalah Ma-bin Lo-mo, Toat-beng Ciu-sian-li, Thian Tok Lama, Thai Li Lama dan Kang-thouw-kwi Gak Liat. Lima orang tokoh sakti yang memiliki ilmu kepandaian hebat!

Han Han maklum bahwa lima orang lawan ini merupakan lawan yang amat berat, terutama sekali dua orang hwesio Tibet itu merupakan wakil dari Pangeran Kiu yang mengkhianati perjuangan Bu Sam Kwi dan para orang gagah dengan mengadakan persekutuan gelap dengan pemerintah Mancu! Ia tersenyum dingin dan berkata.

“Ji-wi Losuhu, aku tidak mau mencampuri urusan kalian, tidak mau melibatkan diri dengan segala kepalsuan orang-orang yang mencari kedudukan melalui perang, fitnah, pengkhianatan dan lain-lain kekotoran lagi. Aku datang hanya untuk menuntut agar adikku Lulu yang ditawan Puteri Nirahai dibebaskan. Biarlah Puteri Nirahai sendiri keluar menemuiku! Aku datang bukan untuk mengacau, bukan untuk mencari musuh, melainkan semata-mata untuk menolong adikku. Bebaskan adikku, dan aku bersama adikku akan mengangkat kaki dari sini dan selamanya tidak akan mencampuri urusan perang yang terkutuk!”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar