FB

FB


Ads

Jumat, 26 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 082

“Hemmm.... pemberontak cilik bosan hidup!”

Nirahai berseru dan tiba-tiba mata Sin Kiat menjadi gelap ketika ada sinar hitam lebar menutupi tubuh lawannya kemudian dari tengah bayangan hitam itu meluncur sinar putih yang menusuk ke arah lambungnya.

“Cringgg....!”

Sin Kiat terkejut sekali. Ternyata bayangan hitam itu adalah sebatang payung yang tiba-tiba sudah berada di tangan Nirahai dan payung itu berkembang, kemudian ujung payung yang runcing seperti pedang menusuknya. Tangkisannya membuat tangannya tergetar, tanda bahwa puteri Mancu itu memiliki sin-kang amat kuat.

Sin Kiat memutar pedangnya dan bergerak cepat, namun semua serangannya kena dihalau oleh tangkisan kuat, dan dalam beberapa gebrakan saja ia sudah terdesak oleh serangan balasan ujung payung yang menyembunyikan gerakan lengan dan pundak lawan.

“Plak.... cring....! Aaaihhh!”

Sin Kiat terpaksa meloncat ke belakang dan hampir saja lututnya kena disambar ujung payung yang gerakannya amat lihai itu. Sin Kiat memandang tajam, kemudian ia berkata.

“Hemmm.... kalau tidak salah dugaanku, tentu engkaulah Puteri Nirahai yang terkenal licik itu, pengadu domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai!” katanya sambil melintangkan pedang di depan dada. Kemudian ia menoleh ke arah Lulu dengan wajah berseri, “Lu-moi, engkau pergilah. Han Han mencarimu. Biar aku yang menghadapi iblis betina ini!”

“Wah, melihat gerakan pedangmu, engkau tentu Hoa-san Gi-hiap seperti yang pernah diceritakan Lulu kepadaku. Ah, tidak kecewa engkau menjadi murid Im-yang Seng-cu, akan tetapi engkau harus belajar seratus tahun lagi untuk dapat melawanku!”

Nirahai berseru dan kembali payung pedangnya mengirim serangan hebat. Sin Kiat tidak berani berlaku lengah dan cepat ia menangkis sambil meloncat ke samping kemudian mengirim serangan balasan yang dapat dielakkan secara mudah oleh Nirahai dengan sikap mengejek.

“Wan-twako, jangan....! Jangan campuri, biar aku sendiri hadapi suci!”

Wan Sin Kiat terkejut bukan main dan untuk kedua kalinya ia meloncat mundur.
“Apa? Sucimu....?”

Nirahai tersenyum dan memandang wajah tampan itu dengan tajam. Diam-diam ia kagum kepada pemuda yang tampan dan gagah ini, akan tetapi karena ia tahu bahwa pemuda inipun seorang panglima Se-cuan, maka dia menganggap pemuda ini musuhnya.

“Benar, Wan Sin Kiat, ataukah Wan-ciangkun? Engkau seorang panglima pemberontak, bukan? Lulu adalah sumoiku, akan tetapi mencampuri urusan kami atau tidak, setelah engkau berada di daerah ini, engkau harus menyerah menjadi tawananku atau terpaksa aku akan membunuhmu sebagai tokoh pemberontak!”

“Lu-moi....! Eh, bagaimana ini....?”

Sin Kiat bingung sekali, akan tetapi Nirahai telah menyerangnya kembali dengan hebat.

“Tranggg.... cringgggg....!”

Dua kali Sin Kiat menangkis dan ia terhuyung ke belakang. Nirahai terus menerjang maju dan mendesak pemuda yang terhuyung itu dengan ujung payungnya.

“Trikkkkk!”

Nirahai mencelat mundur. Lulu telah mencabut pedang dan menangkis gagang payung itu, menolong Sin Kiat.

“Suci, tidak boleh kau bunuh dia. Mari kita lanjutkan pertandingan kita.”

“Sumoi, kau makin tersesat! Membantu pemberontak di depanku, ya?”

Nirahai menyerang dengan hebat dan kembali kedua orang gadis yang sama cantik jelita dan sama lincah itu saling serang, kini menggunakan senjata. Melihat ini, serta merta Sin Kiat membantu dan mengeroyok Nirahai. Pertempuran hebat berlangsung di dalam hutan yang sunyi itu. Kelebatan sinar pedang menyliaukan mata dan gerakan mereka amat cepatnya.






Diam-diam Sin Kiat menjadi heran sekali, heran dan kagum. Kini ia mendapat kenyataan betapa Lulu telah memperoleh kemajuan pesat, bahkan dari gerakan-gerakan gadis yang dicintanya itu ia mendapat kenyataan bahwa kepandaian Lulu kini telah jauh melampaui tingkatnya sendiri!

Akan tetapi, dengan kaget ia pun mendapat kenyataan bahwa ilmu kepandaian Puteri Nirahai yang terkenal ini lebih hebat lagi, dikeroyok dua sama sekali tidak terdesak, bahkan beberapa kali dia dan Lulu terancam oleh ujung gagang payung yang luar biasa aneh dan lihainya itu. Pantas saja tokoh-tokoh besar seperti orang ke enam dan ke tujuh dari Siauw-lim Chit-kiam tewas di tangan gadis puteri Kaisar Mancu ini!

Karena dibantu Sin Kiat, kini tidaklah begitu mudah bagi Nirahai untuk dapat mengalahkan Lulu, sungguhpun ia masih terus mendesak karena memang tingkat kepandaiannya jauh di atas kedua orang pengeroyoknya.

Setelah lewat seratus jurus, Nirahai mulai penasaran dan marah. Kalau tadinya ia ingin merobohkan Lulu tanpa membunuhnya, bahkan kalau mungkin tidak melukainya, kini ia tidak peduli lagi dan kalau perlu hendak membunuh mereka berdua. Ia mengeluarkan lengking nyaring sekali dan tampaklah sinar emas berkilau.

Lulu dan Sin Kiat terkejut sekali, mata mereka menjadi silau dan permainan pedang mereka kacau-balau oleh suara yang keluar dari sebatang suling emas yang kini dimainkan oleh Nirahai. Itulah senjata pusaka Suling Emas yang ampuhnya menggila!

“Trang-cringgg....!” Lulu dan Sin Kiat terhuyung, kedua tangan mereka tergetar hebat.

“Lu-moi, pergilah.... cepat pergilah.... selamatkan dirimu....!”

Sin Kiat berkata sambil memutar pedangnya dengan cepat membentuk gulungan sinar pedang seperti perisai baja.

“Tidak, Wan-twako! Engkau saja pergilah, jangan menyia-nyiakan nyawa untuk aku. Biar kuhadapi urusanku sendiri!” Lulu berkata sambil memutar pedangnya.

“Trang-trangg...!”

Kini kedua orang muda itu tidak hanya terhuyung, bahkan terlempar ke belakang dan bergulingan. Nirahai tertawa dan terus menerjang maju.

“Moi-moi.... pergilah selamatkan dirimu....!” Sin Kiat mendesak.

“Twako, kenapa sih engkau hendak mengorbankan diri untukku?” Lulu bertanya penasaran.

“Moi-moi, kau tahu. Aku cinta padamu, aku rela berkorban untukmu. Pergilah dan temui Han Han.... di Se-cuan....!” Sin Kiat menangkis,

“Trakkk!”

Pedangnya patah menjadi dua bertemu dengan suling emas! Tendangan kaki Nirahai menyerempet pahanya dan pemuda itu terguling.

“Wan-twako....!”

Lulu berteriak dan ia memutar pedangnya menghalangi Nirahai mengirim serangan terakhir kepada pemuda itu.

“Cringgg....!”

“Sumoi, dia mencintamu, apakah engkau juga mencintanya?”

Lulu tidak menjawab, mukanya merah dan ia menyerang dengan tusukan kilat yang dapat ditangkis oleh Nirahai. Sin Kiat sudah meloncat bangun lagi. Ia terkejut melihat betapa Puteri Nirahai kini menangkis pedang dan memutar-mutar suling emas sehingga Lulu ikut pula terputar-putar, kemudian pedang itu tak dapat dipertahankan lagi, terlepas dari tangan Lulu!

“Hi-hik, kau menyerahlah, sumoi!” Nirahai berkata.

Lulu makin marah, menubruk maju akan tetapi sebuah dorongan membuat ia terjengkang.

“Moi-moi....!” Sin Kiat menghampiri Lulu lega hatinya mendapat kenyataan bahwa Lulu tidak terluka. “Cepat kau lari.... biar aku saja yang mati....!”

Tanpa menanti jawaban Lulu, Sin Kiat mengeluarkan bentakan keras dan ia sudah menubruk dengan nekat ke arah Nirahai! Melihat kenekatan pemuda ini, Nirahai terkejut sekali dan hampir saja pundaknya kena dicengkeram Sin Kiat. Terpaksa puteri yang lihai ini melempar diri ke belakang dan bergulingan. Kemudian ia meloncat dan memandang pemuda itu dengan mata marah.

“Hemmm, kau mau bunuh diri, ya? Nah, mampuslah!”

Sinar kuning emas menyambar dan Sin Kiat terpelanting. Baru kena dorongan hawa pukulan senjata ampuh itu saja ia sudah terpelanting. Nirahai melangkah maju, mengayun payungnya.

“Biar aku mati bersamamu, twako!” Lulu menubruk maju dari belakang, menyerang Nirahai.

“Hemmm.... kau mencintanya juga, bukan?”

Nirahai membalikkan tubuh tanpa menghentikan tusukannya pada Sin Kiat, akan tetapi ujung gagang payungnya hanya menusuk pundak, sedangkan sulingnya menotok ke arah jalan darah di leher Lulu. Hebat bukan main gerakan Nirahai, terlalu cepat bagi dua orang muda yang nekat itu.

“Krekkk!” Tubuh Sin Kiat terkulai, tulang pundaknya patah.

“Cusss!” Tubuh Lulu lemas karena jalan darahnya terkena totokan suling emas secara tepat sekali.

Nirahai tersenyum, menyimpan suling dan payung, menyambar tubuh Lulu dan dipanggulnya, kemudian memandang Sin Kiat yang duduk sambil memegangi pundak kirinya yang patah.

“Wan Sin Kiat, karena melihat kau dan Lulu saling mencinta, aku mengampuni dan takkan membunuhmu. Akan tetapi pada pertemuan ke dua, kalau engkau masih menjadi pemberontak, tentu mengakibatkan kematianmu di tanganku.”

Sambil berkata demikian, Nirahai membalikkan tubuh, tidak mempedulikan pemuda yang memandangnya dengan mata mendelik itu.

“Nirahai! Aku bersumpah, kalau engkau mengganggu Lulu, kelak aku akan mencarimu dan akan membunuhmu!”

Nirahai menoleh, tersenyum mengejek lalu tubuhnya berkelebat pergi dari tempat itu bersama Lulu yang terkulai lemas di atas pundaknya. Sin Kiat mengerutkan keningnya, masih terheran-heran mengapa Lulu menjadi sumoi puteri itu, dan heran pula mengapa keduanya saling serang mati-matian. Ia menggeleng-geleng kepala, menghela napas panjang penuh sesal mengapa dia tidak mampu melindungi Lulu dari tangan puteri yang luar biasa lihainya itu. Akan tetapi diam-diam masih terngiang di telinganya suara Lulu ketika membantunya tadi.

“Biar aku mati bersamamu, twako!”

Betapa merdunya suara ini. Bukankah kata-kata itu merupakan pencerminan hati yang mencinta? Secara kebetulan saja ia bertemu dengan Lulu di tempat ini. Dia bersusah payah mencari dan mengikuti jejak Han Han semenjak pemuda buntung itu meninggalkannya. Dan di tempat sunyi ini, bukan Han Han yang ia temukan, melainkan Lulu! Ke manakah perginya Han Han? Tentu tidak jauh dari tempat ini karena jejaknya menuju ke tempat ini. Dia harus mencari Han Han! Kiranya hanya Han Han seorang yang akan mampu menandingi Nirahai yang begitu lihai!

Setelah tiga hari tiga malam berkeliaran di dalam hutan-hutan sambil mengobati sendiri pundaknya yang patah tulangnya, akhirnya pada suatu pagi Sin Kiat melihat sesosok tubuh yang duduk bagaikan arca di bawah pohon, di tengah hutan yang amat sunyi dan liar. Dan orang itu bukan lain adalah Han Han!

“Han Han....!” Sin Kiat berteriak girang.

Akan tetapi Han Han tidak menjawab, tetap duduk bersila dalam keadaan siulian dan matanya terpejam. Tongkat butut melintang di depan lututnya. Luka di pahanya sudah mengering, dan luka di dalam dadanya pun sudah sembuh, akan tetapi pemuda ini terus saja bersamadhi seolah-olah sudah berubah menjadi arca dan tidak ada nafsu untuk sadar kembali. Han Han mengalami pukulan batin yang amat hebat secara bertubi-tubi sehingga membuat dia seolah-olah sudah bosan hidup.

Pertama-tama urusan dengan Kim Cu sudah merupakan tekanan batin yang berat, disusul lagi dengan kematian Lu Soan Li yang juga menjadi korban cinta kasihnya kepadanya. Pertemuannya dengan Tan Hian Ceng yang mencintanya membuat hatinya makin terhimpit dan satu-satunya harapan hatinya untuk dapat keluar dari himpitan dan mendapatkan hiburan batin adalah pertemuannya kembali dengan Lulu.

Akan tetapi, begitu berjumpa dengan adiknya yang tercinta itu, ia malah menerima hantaman batin yang lebih berat lagi, yaitu dengan kenyataan bahwa Lulu telah menjadi seorang pemimpin pasukan Mancu! Lebih celaka lagi, dia tidak dapat mengendalikan kemarahannya yang timbul karena baru saja ia dikeroyok dan hampir celaka di tangan para pemimpin Mancu sehingga dia menampar adiknya itu, membuat Lulu sakit hati dan gadis itu melarikan diri dengan kebencian terkandung di hati adiknya yang merupakan satu-satunya manusia yang ia harapkan akan dapat menghibur hatinya yang sakit!

“Han Han, mengapa engkau menjadi begini? Apa yang telah terjadi denganmu? Sadarlah, aku telah berjumpa dengan Lulu!”

Han Han membuka matanya, memandang Sin Kiat dan bertanya dengan suara lesu,
“Di manakah dia? Mana Lulu?”

“Han Han, celaka sekali! Aku bertemu dengan Lulu, akan tetapi dia dan aku tidak dapat melawan Puteri Nirahai. Aku dirobohkan dan terluka, sedangkan Lulu dia dilarikan Nirahai. Anehnya Lulu menyebutnya suci, dan....”

Akan tetapi Sin Kiat melongo ketika tiba-tiba tubuh Han Han mencelat dan lenyap dari tempat itu!

“Han Han....!”

Sin Kiat berteriak, akan tetapi tubuh Han Han sudah berloncatan jauh sekali. Sin Kiat menggeleng-geleng kepala mengerti bahwa tidak mungkin ia dapat mengejar pemuda buntung itu, terpaksa ia pun meninggalkan tempat itu. Dengan hati berat Sin Kiat lalu kembali ke Se-cuan, minta diri dari Raja Muda Bu Sam Kwi dan meletakkan jabatan untuk pergi mencari Han Han dan terutama sekali Lulu.

**** 082 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar