Akhirnya Suling Emas dapat menyusul Lin Lin di puncak bukit itu, puncak yang gundul tidak ada pohonnya sama sekali sehingga angin bertiup kencang membuat mereka sukar bernapas, membuat pakaian mereka berkibar-kibar.
“Lin Lin, untuk terakhir kali, mari kita bicara. Kalau kemudian kau masih penasaran kau boleh bunuh aku disini juga!” Suling Emas menangkap lengan Lin Lin dan tidak mau melepaskannya lagi.
Gadis itu membalikkan tubuh, tangannya meraba gagang pedang, mukanya penuh air mata. Sejenak mereka bertemu pandang, kemudian dengan terisak Lin Lin merangkul pinggang dan membenamkan mukanya di dada Suling Emas! Pendekar ini menahan napas, berdongak sambil meramkan mata. Tak terasa lagi pendekar sakti yang berhati baja ini menitikkan dua butir air mata.
Baju di bagian dada Suling Emas sudah basah oleh air mata Lin Lin dan rambut gadis itu tertiup angin melambai-lambai dan menyapu-nyapu muka pendekar itu. Suling Emas memeluk pundaknya dan membelai rambutnya.
“Lin Lin, dengarlah baik-baik. Tiada guna kita lanjutkan semua ini. Kau tahu bahwa tidak mungkin kita berjodoh....”
Lin Lin mengangkat mukanya yang basah.
“Kenapa tidak mungkin....? Kita.... kita saling mencinta. Katakanlah bahwa kau tidak mencintaiku! Katakanlah! Kalau kau tidak mencintaiku, baru aku menerima nasib, akan tahu diri....!”
Suling Emas menggeleng-geleng kepalanya. Tentu saja mudah bagi mulutnya untuk mengatakan hal ini, akan tetapi kalau ia katakan bahwa ia tidak mencinta Lin Lin maka itu berarti bahwa ia membohong, membohongi Lin Lin dan membohongi diri sendiri!
“Lin-moi, kau tahu bahwa aku pun mencintamu, adikku. Aku mencintaimu walaupun cinta kasihku ini tidak ada harganya. Sudah terlampau banyak aku menimbulkan peristiwa duka oleh cintaku. Cinta kasihku bernoda darah, Lin-moi. Aku tidak mau menyeretmu ke dalam kutukan ini, karena.... karena besarnya cintaku kepadamu. Aku tahu bahwa kau tidak peduli tentang usia, dan aku tahu bahwa cintamu kepadaku murni. Namun.... betapapun besar aku mencintamu, aku tetap tak dapat menerimanya, adikku. Dunia kang-ouw memusuhiku, hidupku selalu terancam bahaya, dan mereka semua sudah tahu bahwa kau adalah Kam Lin, adik angkatku. Mana mungkin kakak mengawini adik angkat sendiri? Alangkah akan hinanya nama kita, nama keluarga kita. Kau akan sengsara lahir batin kalau menjadi jodohku. Selain itu, kau pun harus ingat. Kau seorang puteri mahkota, bahkan kau calon ratu Khitan. Kau harus ingat akan tugas suci ini, ingat akan bangsamu. Jauh lebih mulia bagi seorang manusia untuk berbakti kepada bangsanya daripada menuruti nafsu hatinya.”
Biarpun angin menderu keras, namun karena Suling Emas mempergunakan khikang dalam suaranya, Lin Lin dapat mendengar jelas. Ia makin terharu. Semua kata-kata itu menikam ulu hatinya dan mau tak mau ia harus mengakui kebenarannya. Matanya serasa terbuka oleh kata-kata itu, mata hati yang selama ini seperti buta oleh cinta. Akan tetapi, teringat akan Suma Ceng ia masih meragu.
“Apakah.... apakah semua itu bukan hanya kau gunakan untuk menghiburku? Apakah tidak tepat kalau kau.... tak dapat menerima persembahan hatiku karena kau sudah mencinta orang lain, mencintai Suma Ceng?”
Suling Emas memegang dagu gadis itu, diangkatnya mukanya agar menentang mukanya sendiri.
“Kau pandanglah mataku, Lin-moi. Adakah mataku membayangkan kebohongan? Memang, dahulu aku pernah mencintai Suma Ceng, akan tetapi cinta itu tercabut akarnya meninggalkan luka di hati setelah ia menikah dengan orang lain. Banyak sudah hatiku terluka karena cinta gagal, dan aku tidak mau mengorbankan dirimu hanya untuk mengobati hatiku. Aku.... aku amat mencintamu, adikku, karena itulah, aku rela berkorban patah hati sekali lagi dan kali ini yang paling parah. Dengarlah, aku bersumpah takkan menikah dengan gadis lain, aku ingin mengikuti jejak mendiang suhu Kim-mo Taisu dan jejak locianpwe Bu Kek Siansu. Aku hanya memujikan semoga engkau mendapatkan seorang jodoh yang baik, adikku.”
“Ah.... Suling Emas.... aku mencintamu aku tidak akan menikah dengan orang lain aku bersump....”
Tiba-tiba Suling Emas menutup bibir yang akan bersumpah itu dengan tangannya, kemudian ia tersenyum dan mencium dahi Lin Lin dengan mesra dan penuh kasih sayang.
“Tak perlu bersumpah, adikku. Dan aku percaya akan cintamu seperti engkau percaya pula akan cintaku. Biarlah perasaan kita ini menjadi rahasia kita dan membahagiakan kita bahwa betapapun juga, kita saling mencinta. Nah, keringkanlah air matamu, adikku, dan bersiaplah engkau memimpin bangsamu. Lihat, mereka datang menjemputmu.”
Sekali lagi Suling Emas mencium gadis itu lalu melepaskan pelukannya. Lin Lin terisak dan menengok. Betul saja, dari bawah tampak rombongan pasukan Khitan yang dipimpin oleh Kayabu. Mereka itu berkuda, kelihatan keren dan garang. Tampak pula Kauw Bian Cinjin, Liu Hwee dan Bu Sin diantara rombongan ini. Lin Lin merasa bangga hatinya dan diam-diam ia menghapus air matanya, lalu bergandengan tangan dengan Suling Emas menuruni puncak bukit. Ketika mereka saling lirik, keduanya tersenyum dan di dalam kerling mata mereka terbayang haru dan bahagia.
Kayabu segera meloncat turun dari kudanya, diikuti semua pasukan dan mereka memberi hormat dengan membungkuk di depan Lin Lin.
“Hamba melapor bahwa pasukan kita berhasil menang dan menduduki Istana. Kini para panglima menanti Paduka untuk menerima perintah selanjutnya.”
Lin Lin mengangguk dengan sikap agung, lalu meloncat ke atas kuda yang sengaja dibawa untuknya. Suling Emas juga mendapatkan seekor kuda. Beramai-ramai mereka menuruni bukit itu. Lin Lin di depan bersama Suling Emas, Bu Sin dan Liu Hwee. Kauw Bian Cinjin agak di belakang. Di tengah perjalanan, Lin Lin bercakap-cakap dengan Bu Sin tentang Sian Eng. Ternyata, Sian Eng menghilang tanpa meninggalkan jejak. Tak seorang pun tahu kemana perginya gadis itu yang sudah berubah menjadi seorang yang aneh.
Pengangkatan Puteri Yalina sebagai Ratu Khitan dilakukan dengan suasana meriah sekali. Suling Emas, Bu Sin, Liu Hwee, dan Kam Bian Cinjin merupakan tamu-tamu agung yang menghadiri perayaan ini.
Ratu Yalina mengangkat Kayabu sebagai panglima tertinggi, menggantikan kedudukan Pek-bin-ciangkun yang tewas dalam pertempuran. Atas petunjuk Kayabu, Yalina mengangkat pula banyak panglima-panglima Khitan, diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian masing-masing. Sekali lagi, Khitan menjadi bangsa yang kuat di bawah pimpinan seorang ratu yang bijaksana dan mencinta bangsanya, terlepas dari kekejaman dan kelaliman seorang raja murka seperti Kubakan yang ternyata tewas oleh Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong.
Setelah upacara pengangkatan selesai, para tamu agung minta diri. Kauw Bian Cinjin mendapatkan kembali tongkat Beng-kauw. Tentang isi tongkat, yaitu rahasia peninggalan Pat-jiu Sin-ong, tidak disebut-sebut. Rahasia ini hanya diketahui oleh Lin Lin dan Suling Emas belaka, karena catatan-catatan itu sudah terlanjur dimusnahkan Lin Lin.
Dengan menahan keharuan hatinya, Lin Lin mengantar keberangkatan para tamu agung itu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Suling Emas, tak terasa lagi bulu matanya menjadi basah oleh air mata. Akan tetapi bibirnya tersenyum membayangkan kebahagiaan akan rahasia yang tersimpan di dalam hatinya dan hati Suling Emas, bahwa mereka saling mencinta dengan kasih sayang yang murni, dengan pengorbanan.
Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina dengan pakaian indah dan Pedang Besi Kuning menghias pinggangnya, berdiri mengantar tamunya sampai derap kaki kuda mereka tak terdengar lagi setelah lama bayangan mereka tak tampak. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan dengan bangga melihat pasukannya berdiri siap di depannya, siap menanti setiap perintahnya. Ia berjanji akan memimpin bangsanya ke arah kemuliaan dan kebesaran.
Demikianlah, kisah CINTA BERNODA DARAH ini berakhir sampai disini dengan catatan bahwa di antara tiga saudara yang turun dari Cin-ling-san, hanya Kam Bu Sin seoranglah yang berhasil dalam perjodohannya.
Beberapa bulan kemudian, Kam Bu Sin melangsungkan pernikahannya dengan Liu Hwee puteri ketua Beng-kauw, dilakukan dengan upacara yang amat meriah. Hanya sayangnya bagi Bu Sin, diantara saudaranya, hanya Suling Emas saja yang menghadiri perayaan itu. Sian Eng tetap tak pernah muncul, sedangkan Lin Lin yang sibuk dengan tugasnya yang baru, hanya mengirim barang-barang berharga sebagai sumbangan.
Setelah Bu Sin menikah, Suling Emas juga melenyapkan diri dari dunia ramai. Hanya kadang-kadang saja ia muncul di Nan-cao, akan tetapi sebentar saja lalu pergi lagi tanpa ada yang tahu kemana perginya dan dimana tempat tinggalnya yang tetap.
Apakah hanya berakhir sampai disini saja riwayat tokoh-tokoh seperti Lin Lin, Suling Emas, dan Sian Eng? Berakhir dengan menyedihkan karena mereka gagal dalam asmara dan menderita?
Pembaca budiman, selama manusia ini masih berada di atas tanah, belum masuk ke dalam tanah, takkan pernah peristiwa berhenti mengejarnya. Cerita mengenai diri manusia, selama manusia itu masih hidup, takkan pernah habis dan barulah riwayat manusia benar-benar tamat kalau dia sudah masuk ke dalam tanah.
Oleh karena itu, riwayat tentang diri Suling Emas, tentang diri Lin Lin, tentang Sian Eng dan juga Lie Bok Liong, sekali waktu akan dapat anda nikmati pula apabila pengarangnya telah siap dengan rangkaian cerita lain yang merupakan sambungan daripada cerita CINTA BERNODA DARAH. Tunggulah saatnya, dan anda pasti akan berjumpa pula dengan mereka dan.... dalam keadaan yang lebih menyenangkan!
Mengapa Suling Emas menjadi nekat merusak kebahagiaannya sendiri, padahal kebahagiaan itu sudah berada di depan mata, sudah menggapainya dalam bentuk cinta kasih timbal balik dengan Lin Lin? Mengapa ia menolak uluran tangan kebahagiaan cinta kasih? Hal ini akan terjawab apabila anda membaca cerita SULING EMAS, dimana anda akan menjumpai Suling Emas atau Kam Bu Song semenjak kecilnya, menjumpai pula pengalaman-pengalaman hebat dengan asmara berliku-liku dari ibunya, yaitu Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang cantik jelita, gagah perkasa dan genit.
Anda akan bertemu dengan tokoh-tokoh hebat seperti guru Suling Emas yang berjuluk Kim-mo Taisu, bertemu dengan ayah Suling Emas yang tampan perkasa, Jenderal Kam Si Ek yang menjadi perebutan antara gadis-gadis cantik dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang terlibat urusan ruwet dengan Tok-siauw-kui sehingga terjadi permusuhan yang akhirnya menimpa diri Suling Emas.
Dalam cerita SULING EMAS ini akan diceritakan pula tentang masa mudanya Hek-giam-lo, It-gan Kai-ong, Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin, Siang-mou Sin-ni, dan Cui-beng-kui, pendeknya keenam Thian-te Liok-koai akan muncul dimasa mudanya!
Akhirnya, anda akan menikmati kisah asmara antara Suling Emas dengan cinta pertamanya, kemudian dengan Suma-Ceng. Tak ketinggalan kisah menarik dari ibu Lin Lin, yaitu Puteri Tayami.
Demikianlah, semoga cerita CINTA BERNODA DARAH berhasil dalam menghidangkan cerita hiburan sehat bagi para pembaca budiman. Sampai jumpa di lain cerita!
“Lin Lin, untuk terakhir kali, mari kita bicara. Kalau kemudian kau masih penasaran kau boleh bunuh aku disini juga!” Suling Emas menangkap lengan Lin Lin dan tidak mau melepaskannya lagi.
Gadis itu membalikkan tubuh, tangannya meraba gagang pedang, mukanya penuh air mata. Sejenak mereka bertemu pandang, kemudian dengan terisak Lin Lin merangkul pinggang dan membenamkan mukanya di dada Suling Emas! Pendekar ini menahan napas, berdongak sambil meramkan mata. Tak terasa lagi pendekar sakti yang berhati baja ini menitikkan dua butir air mata.
Baju di bagian dada Suling Emas sudah basah oleh air mata Lin Lin dan rambut gadis itu tertiup angin melambai-lambai dan menyapu-nyapu muka pendekar itu. Suling Emas memeluk pundaknya dan membelai rambutnya.
“Lin Lin, dengarlah baik-baik. Tiada guna kita lanjutkan semua ini. Kau tahu bahwa tidak mungkin kita berjodoh....”
Lin Lin mengangkat mukanya yang basah.
“Kenapa tidak mungkin....? Kita.... kita saling mencinta. Katakanlah bahwa kau tidak mencintaiku! Katakanlah! Kalau kau tidak mencintaiku, baru aku menerima nasib, akan tahu diri....!”
Suling Emas menggeleng-geleng kepalanya. Tentu saja mudah bagi mulutnya untuk mengatakan hal ini, akan tetapi kalau ia katakan bahwa ia tidak mencinta Lin Lin maka itu berarti bahwa ia membohong, membohongi Lin Lin dan membohongi diri sendiri!
“Lin-moi, kau tahu bahwa aku pun mencintamu, adikku. Aku mencintaimu walaupun cinta kasihku ini tidak ada harganya. Sudah terlampau banyak aku menimbulkan peristiwa duka oleh cintaku. Cinta kasihku bernoda darah, Lin-moi. Aku tidak mau menyeretmu ke dalam kutukan ini, karena.... karena besarnya cintaku kepadamu. Aku tahu bahwa kau tidak peduli tentang usia, dan aku tahu bahwa cintamu kepadaku murni. Namun.... betapapun besar aku mencintamu, aku tetap tak dapat menerimanya, adikku. Dunia kang-ouw memusuhiku, hidupku selalu terancam bahaya, dan mereka semua sudah tahu bahwa kau adalah Kam Lin, adik angkatku. Mana mungkin kakak mengawini adik angkat sendiri? Alangkah akan hinanya nama kita, nama keluarga kita. Kau akan sengsara lahir batin kalau menjadi jodohku. Selain itu, kau pun harus ingat. Kau seorang puteri mahkota, bahkan kau calon ratu Khitan. Kau harus ingat akan tugas suci ini, ingat akan bangsamu. Jauh lebih mulia bagi seorang manusia untuk berbakti kepada bangsanya daripada menuruti nafsu hatinya.”
Biarpun angin menderu keras, namun karena Suling Emas mempergunakan khikang dalam suaranya, Lin Lin dapat mendengar jelas. Ia makin terharu. Semua kata-kata itu menikam ulu hatinya dan mau tak mau ia harus mengakui kebenarannya. Matanya serasa terbuka oleh kata-kata itu, mata hati yang selama ini seperti buta oleh cinta. Akan tetapi, teringat akan Suma Ceng ia masih meragu.
“Apakah.... apakah semua itu bukan hanya kau gunakan untuk menghiburku? Apakah tidak tepat kalau kau.... tak dapat menerima persembahan hatiku karena kau sudah mencinta orang lain, mencintai Suma Ceng?”
Suling Emas memegang dagu gadis itu, diangkatnya mukanya agar menentang mukanya sendiri.
“Kau pandanglah mataku, Lin-moi. Adakah mataku membayangkan kebohongan? Memang, dahulu aku pernah mencintai Suma Ceng, akan tetapi cinta itu tercabut akarnya meninggalkan luka di hati setelah ia menikah dengan orang lain. Banyak sudah hatiku terluka karena cinta gagal, dan aku tidak mau mengorbankan dirimu hanya untuk mengobati hatiku. Aku.... aku amat mencintamu, adikku, karena itulah, aku rela berkorban patah hati sekali lagi dan kali ini yang paling parah. Dengarlah, aku bersumpah takkan menikah dengan gadis lain, aku ingin mengikuti jejak mendiang suhu Kim-mo Taisu dan jejak locianpwe Bu Kek Siansu. Aku hanya memujikan semoga engkau mendapatkan seorang jodoh yang baik, adikku.”
“Ah.... Suling Emas.... aku mencintamu aku tidak akan menikah dengan orang lain aku bersump....”
Tiba-tiba Suling Emas menutup bibir yang akan bersumpah itu dengan tangannya, kemudian ia tersenyum dan mencium dahi Lin Lin dengan mesra dan penuh kasih sayang.
“Tak perlu bersumpah, adikku. Dan aku percaya akan cintamu seperti engkau percaya pula akan cintaku. Biarlah perasaan kita ini menjadi rahasia kita dan membahagiakan kita bahwa betapapun juga, kita saling mencinta. Nah, keringkanlah air matamu, adikku, dan bersiaplah engkau memimpin bangsamu. Lihat, mereka datang menjemputmu.”
Sekali lagi Suling Emas mencium gadis itu lalu melepaskan pelukannya. Lin Lin terisak dan menengok. Betul saja, dari bawah tampak rombongan pasukan Khitan yang dipimpin oleh Kayabu. Mereka itu berkuda, kelihatan keren dan garang. Tampak pula Kauw Bian Cinjin, Liu Hwee dan Bu Sin diantara rombongan ini. Lin Lin merasa bangga hatinya dan diam-diam ia menghapus air matanya, lalu bergandengan tangan dengan Suling Emas menuruni puncak bukit. Ketika mereka saling lirik, keduanya tersenyum dan di dalam kerling mata mereka terbayang haru dan bahagia.
Kayabu segera meloncat turun dari kudanya, diikuti semua pasukan dan mereka memberi hormat dengan membungkuk di depan Lin Lin.
“Hamba melapor bahwa pasukan kita berhasil menang dan menduduki Istana. Kini para panglima menanti Paduka untuk menerima perintah selanjutnya.”
Lin Lin mengangguk dengan sikap agung, lalu meloncat ke atas kuda yang sengaja dibawa untuknya. Suling Emas juga mendapatkan seekor kuda. Beramai-ramai mereka menuruni bukit itu. Lin Lin di depan bersama Suling Emas, Bu Sin dan Liu Hwee. Kauw Bian Cinjin agak di belakang. Di tengah perjalanan, Lin Lin bercakap-cakap dengan Bu Sin tentang Sian Eng. Ternyata, Sian Eng menghilang tanpa meninggalkan jejak. Tak seorang pun tahu kemana perginya gadis itu yang sudah berubah menjadi seorang yang aneh.
Pengangkatan Puteri Yalina sebagai Ratu Khitan dilakukan dengan suasana meriah sekali. Suling Emas, Bu Sin, Liu Hwee, dan Kam Bian Cinjin merupakan tamu-tamu agung yang menghadiri perayaan ini.
Ratu Yalina mengangkat Kayabu sebagai panglima tertinggi, menggantikan kedudukan Pek-bin-ciangkun yang tewas dalam pertempuran. Atas petunjuk Kayabu, Yalina mengangkat pula banyak panglima-panglima Khitan, diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian masing-masing. Sekali lagi, Khitan menjadi bangsa yang kuat di bawah pimpinan seorang ratu yang bijaksana dan mencinta bangsanya, terlepas dari kekejaman dan kelaliman seorang raja murka seperti Kubakan yang ternyata tewas oleh Pak-kek Sian-ong dan Lam-kek Sian-ong.
Setelah upacara pengangkatan selesai, para tamu agung minta diri. Kauw Bian Cinjin mendapatkan kembali tongkat Beng-kauw. Tentang isi tongkat, yaitu rahasia peninggalan Pat-jiu Sin-ong, tidak disebut-sebut. Rahasia ini hanya diketahui oleh Lin Lin dan Suling Emas belaka, karena catatan-catatan itu sudah terlanjur dimusnahkan Lin Lin.
Dengan menahan keharuan hatinya, Lin Lin mengantar keberangkatan para tamu agung itu. Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Suling Emas, tak terasa lagi bulu matanya menjadi basah oleh air mata. Akan tetapi bibirnya tersenyum membayangkan kebahagiaan akan rahasia yang tersimpan di dalam hatinya dan hati Suling Emas, bahwa mereka saling mencinta dengan kasih sayang yang murni, dengan pengorbanan.
Lin Lin yang kini menjadi Ratu Yalina dengan pakaian indah dan Pedang Besi Kuning menghias pinggangnya, berdiri mengantar tamunya sampai derap kaki kuda mereka tak terdengar lagi setelah lama bayangan mereka tak tampak. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan dengan bangga melihat pasukannya berdiri siap di depannya, siap menanti setiap perintahnya. Ia berjanji akan memimpin bangsanya ke arah kemuliaan dan kebesaran.
Demikianlah, kisah CINTA BERNODA DARAH ini berakhir sampai disini dengan catatan bahwa di antara tiga saudara yang turun dari Cin-ling-san, hanya Kam Bu Sin seoranglah yang berhasil dalam perjodohannya.
Beberapa bulan kemudian, Kam Bu Sin melangsungkan pernikahannya dengan Liu Hwee puteri ketua Beng-kauw, dilakukan dengan upacara yang amat meriah. Hanya sayangnya bagi Bu Sin, diantara saudaranya, hanya Suling Emas saja yang menghadiri perayaan itu. Sian Eng tetap tak pernah muncul, sedangkan Lin Lin yang sibuk dengan tugasnya yang baru, hanya mengirim barang-barang berharga sebagai sumbangan.
Setelah Bu Sin menikah, Suling Emas juga melenyapkan diri dari dunia ramai. Hanya kadang-kadang saja ia muncul di Nan-cao, akan tetapi sebentar saja lalu pergi lagi tanpa ada yang tahu kemana perginya dan dimana tempat tinggalnya yang tetap.
Apakah hanya berakhir sampai disini saja riwayat tokoh-tokoh seperti Lin Lin, Suling Emas, dan Sian Eng? Berakhir dengan menyedihkan karena mereka gagal dalam asmara dan menderita?
Pembaca budiman, selama manusia ini masih berada di atas tanah, belum masuk ke dalam tanah, takkan pernah peristiwa berhenti mengejarnya. Cerita mengenai diri manusia, selama manusia itu masih hidup, takkan pernah habis dan barulah riwayat manusia benar-benar tamat kalau dia sudah masuk ke dalam tanah.
Oleh karena itu, riwayat tentang diri Suling Emas, tentang diri Lin Lin, tentang Sian Eng dan juga Lie Bok Liong, sekali waktu akan dapat anda nikmati pula apabila pengarangnya telah siap dengan rangkaian cerita lain yang merupakan sambungan daripada cerita CINTA BERNODA DARAH. Tunggulah saatnya, dan anda pasti akan berjumpa pula dengan mereka dan.... dalam keadaan yang lebih menyenangkan!
Mengapa Suling Emas menjadi nekat merusak kebahagiaannya sendiri, padahal kebahagiaan itu sudah berada di depan mata, sudah menggapainya dalam bentuk cinta kasih timbal balik dengan Lin Lin? Mengapa ia menolak uluran tangan kebahagiaan cinta kasih? Hal ini akan terjawab apabila anda membaca cerita SULING EMAS, dimana anda akan menjumpai Suling Emas atau Kam Bu Song semenjak kecilnya, menjumpai pula pengalaman-pengalaman hebat dengan asmara berliku-liku dari ibunya, yaitu Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang cantik jelita, gagah perkasa dan genit.
Anda akan bertemu dengan tokoh-tokoh hebat seperti guru Suling Emas yang berjuluk Kim-mo Taisu, bertemu dengan ayah Suling Emas yang tampan perkasa, Jenderal Kam Si Ek yang menjadi perebutan antara gadis-gadis cantik dengan tokoh-tokoh kang-ouw yang terlibat urusan ruwet dengan Tok-siauw-kui sehingga terjadi permusuhan yang akhirnya menimpa diri Suling Emas.
Dalam cerita SULING EMAS ini akan diceritakan pula tentang masa mudanya Hek-giam-lo, It-gan Kai-ong, Tok-sim Lo-tong, Toat-beng Koai-jin, Siang-mou Sin-ni, dan Cui-beng-kui, pendeknya keenam Thian-te Liok-koai akan muncul dimasa mudanya!
Akhirnya, anda akan menikmati kisah asmara antara Suling Emas dengan cinta pertamanya, kemudian dengan Suma-Ceng. Tak ketinggalan kisah menarik dari ibu Lin Lin, yaitu Puteri Tayami.
Demikianlah, semoga cerita CINTA BERNODA DARAH berhasil dalam menghidangkan cerita hiburan sehat bagi para pembaca budiman. Sampai jumpa di lain cerita!
T A M A T
Solo, awal Oktober 1968
Solo, awal Oktober 1968
BalasHapusشركة تسليك مجاري بالاحساء
BalasHapusشركة تسليك مجاري بالاحساء