FB

FB


Ads

Kamis, 25 Juli 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 162

Terbukalah mata Kayabu. Mulai ia dapat melihat siapa sesungguhnya gadis cantik jelita yang berpakaian seperti gadis Han, yang memiliki kesaktian yang luar biasa itu. Tahulah ia sekarang mengapa Panglima Khitan yang paling dipercaya oleh raja, yang merupakan orang terkuat dan boleh dibilang paling berkuasa di Khitan, dijadikan pembantu oleh raja padahal orang itu terkenal sebagai seorang iblis yang jahat.

Hek-giam-lo berlaku sewenang-wenang dan kejam terhadap bangsanya sendiri, akan tetapi maklum betapa saktinya Hek-giam-lo, dia tak dapat berbuat sesuatu selain mengadu kepada ayahnya yang hanya menggeleng kepala, bahkan melarangnya menentang Hek-giam-lo yang sakti dan jahat.

Pemuda yang dapat berpikir panjang ini segera menjatuhkan diri berlutut di depan Lin Lin sambil berkata,

“Maafkan hamba yang tidak mau melihat kenyataan dan telah bersikap tidak pantas terhadap Tuan Puteri....”

“Awasss....!”

Tiba-tiba kaki Lin Lin menendang pundak Kayabu, membuat pemuda itu terlempar bergulingan sampai enam meter lebih jauhnya. Semua orang kaget sekali, terutama Kayabu sendiri dan juga Pek-bin-ciangkun. Mereka terkejut dan kecewa, mengira bahwa Lin Lin tiada bedanya dengan Hek-giam-lo, yang berwatak ganas dan kejam, tak dapat memberi ampun kepada orang lain.

Akan tetapi, keraguan dan kekecewaan ini segera lenyap terganti kekaguman dan kegirangan ketika Lin Lin membungkuk dan memungut tiga batang benda hitam yang menancap di atas tanah, tepat dimana tadi Kayabu berlutut. Ternyata itu adalah tiga buah pisau hitam yang entah bagaimana tahu-tahu telah berada disitu tanpa terlihat orang lain, kecuali Lin Lin tentu saja, yang telah berhasil menyelamatkan Kayabu.

“Kebetulan sekali, belum dicari sudah datang! Hek-giam-lo iblis busuk, keluarlah terima binasa!”

Teriak Lin Lin sambil melompat ke kiri dengan pedang di tangan dan tangan kirinya bergerak menyambitkan tiga batang pisau hitam tadi ke semak-semak.

Akan tetapi tiga batang pisau itu lenyap ke dalam semak-semak tanpa mendatangkan akibat apa-apa. Hek-giam-lo memang hebat. Baru saja ia menyambitkan pisau-pisaunya dari semak-semak itu untuk membunuh Kayabu, tahu-tahu ia sudah lenyap dari situ dan tiba-tiba keadaan sebelah kanan menjadi ribut.

Ketika Lin Lin meloncat ke bagian ini, wajahnya menjadi merah saking marahnya karena tanpa ada yang tahu apa yang menjadi sebab, dua belas orang perajurit telah menggeletak mati dengan muka hitam seluruhnya, tanda terkena racun yang amat jahat!

“Keparat Hek-giam-lo! Pengecut kau! Hayo keluar dan bertanding seribu jurus melawanku!”

Akan tetapi terpaksa Lin Lin cepat memutar pedangnya ketika telinganya menangkap desir angin senjata rahasia dari arah belakang. Terdengar bunyi “ting-ting-ting” ketika pedangnya berhasil menyampok pergi belasan batang jarum hitam, akan tetapi kembali ada enam orang perajurit terjungkal roboh dan mati seketika!

Lin Lin makin marah. Gadis ini berkelebatan ke sana ke mari untuk mencari tempat persembunyian musuhnya, namun Hek-giam-lo benar-benar jahat dan licin. Agaknya iblis ini sengaja hendak mempermainkan Lin Lin dan para pengikutnya. Berturut-turut roboh para perajurit dan sebagian daripada para perwira. Setiap kali roboh tentu enam orang dan dalam waktu beberapa menit saja sudah tiga puluh enam orang roboh binasa dalam keadaan mengerikan!

“Berpencar....! Masing-masing berlindung....!”

Kayabu berteriak nyaring dan bersama ayahnya yang banyak pengalaman dalam pertempuran, pemuda ini mengatur sisa orang-orangnya. Dalam sekejap mata saja para perajurit yang tadinya kebingungan dan kacau-balau kehilangan pimpinan itu, berserabutan dan lenyap dari pandangan mata, berlindung dan bersembunyi di balik pohon-pohon dan semak-semak. Tinggal Lin Lin seorang diri yang masih tinggal berdiri tegak disitu sambil memaki-maki dan menantang-nantang.

Tiba-tiba dari arah depan terdengar deru angin senjata rahasia dan cepat gadis ini memutar pedangnya. Hujan senjata rahasia berupa pisau-pisau dan jarum-jarum beracun itu dengan gencar menyambar datang, namun semua dapat ditangkis oleh gulungan sinar kuning yang merupakan benteng sinar yang melindungi tubuh Lin Lin. Sambil menangkis, Lin Lin memaki-maki.

“Hek-giam-lo iblis jahanam! Hayo keluarlah kau kalau memang laki-laki! Inilah anak tunggal Puteri Tayami. Aku Puteri Mahkota Yalina, hayo kau lawanlah kalau memang gagah. Jangan main sembunyi dan melepas senjata rahasia seperti seorang pengecut rendah!”






Akan tetapi tidak pernah ada jawaban dan hujan senjata rahasia pun berhenti. Tiba-tiba kesunyian itu terpecah oleh lengking tinggi dan kagetlah Lin Lin karena pendengarannya yang tajam menangkap suara angin pukulan. Desir angin pukulan seperti itu hanya dapat terdengar kalau ada tokoh-tokoh sakti mengadu kepandaian.

Cepat gadis ini melompat dari tempat itu menuju ke arah suara. Benar saja dugaannya, tak jauh dari situ, terhalang oleh pohon-pohon rindang, tampak tiga orang tengah bertanding hebat. Dan Lin Lin kaget bukan main ketika mengenal mereka. Yang sedang bertanding hebat itu bukan lain adalah Hek-giam-lo yang dikeroyok oleh dua orang, Gan-lopek dan Lie Bok Liong!

Hek-giam-lo memang hebat sekali. Sebetulnya iblis ini masih belum sembuh dari lukanya yang hebat ketika ia bertanding menghadapi Suling Emas di puncak Thai-san. Luka akibat pukulan Suling Emas yang bagi lain orang tentu akan mengakibatkan maut itu, bagi Hek-giam-lo hanya mendatangkan luka sebelah dalam yang amat hebat dan membutuhkan pengobatan dan istirahat lama.

Namun, keadaannya yang terluka hebat ini tidak mengurangi keganasannya sehingga ketika ia mendengar tentang maksud pemberontakan orang-orang Khitan yang dipimpin oleh Lin Lin, iblis ini segera keluar dan turun tangan, berhasil dengan jarum-jarum hitamnya membunuh sampai tiga puluh enam orang banyaknya.

Bahkan ketika dia menghujankan senjata rahasia kepada Lin Lin dan tiba-tiba muncul Gan-lopek dan Lie Bok Liong yang menyerangnya, iblis ini masih sanggup untuk melakukan perlawanan yang hebat. Gan-lopek tokoh kang-ouw kawakan yang selalu bergembira dan lucu itu, sebagaimana diceritakan di bagian depan, berpisah dari Lin Lin ketika mereka tiba di pucak Thai-san karena Lin Lin membantu Suling Emas dan bertemu dengan saudara-saudaranya. Merasa bahwa dia adalah “orang luar”, kakek ini menjauhkan diri.

Akan tetapi kemudian ia berjumpa dengan muridnya, Lie Bok Liong, dan alangkah kecewa dan menyesal hatinya ketika melihat muridnya yang terkasih itu menderita batin. Apalagi ketika ia mendengar pengakuan Lie Bok Liong tentang penolakan kasih sayang Lin Lin, kakek ini tidak mau mengerti.

“Ah, tak mungkin!” bantahnya. “Lin Lin suka kepadamu, ini aku tahu benar!”

“Suka tidak sama dengan cinta, Suhu....”

“Apa bedanya? Dari suka menjadi cinta. Hayo, mana dia? Mana gadis liar itu?”

“Teecu (murid) khawatir bahwa dia sudah berangkat ke Khitan, Lin-moi memiliki hasrat besar untuk menuntut kembali haknya atas mahkota Kerajaan Khitan.”

“Wah-wah, bocah lancang dia! Mana dia mampu menghadapi Hek-giam-lo dan orang-orang Khitan seorang diri? Dia bisa celaka. Hayo, Bok Liong, kita harus menyusulnya.”

Demikianlah, guru dan murid ini muncul di Khitan. Kebetulan sekali pada hari itu mereka menyaksikan Hek-giam-lo secara pengecut menyerang Lin Lin dari tempat sembunyi dengan senjata-senjata rahasia. Tanpa banyak cakap lagi Gan-lopek lalu menerjang iblis itu dengan senjatanya yang istimewa, yaitu Hek-pek-mou-pit (Pensil Bulu Hitam dan Pu¬tih). Terjadilah pertandingan hebat dan mati-matian antara dua orang sakti.

Hek-giam-lo memang menderita luka dalam, namun ketika menyambut terjangan Gan-lopek, gerakannya masih hebat, senjatanya yang mengerikan, sabit tajam panjang itu, menyambar-nyambar seperti seekor naga siluman mengamuk di angkasa raya.

Menyaksikan kehebatan iblis ini, Bok Liong tidak mau tinggal diam, lalu mencabut Gwat-kong-kiam dan menyerbu dengan hebat. Karena maklum akan keganasan dan kelihaian si iblis hitam, apalagi karena ia maklum pula akan isi hati Bok Liong yang tidak mau ketinggalan dalam usaha membantu dan menolong Lin Lin, maka Gan-lopek tidak melarangnya melakukan pengeroyokan terhadap Hek-giam-lo.

Melihat Bok Liong, Lin Lin merasa tertusuk hatinya. Terharu sekali ia melihat pemuda ini, yang pernah secara terus terang menyatakan cinta kasihnya kepadanya, dan dengan tegas ia menolaknya. Entah berapa kali sudah pemuda gagah perkasa ini menolongnya, membelanya, membantunya tanpa menghiraukan keselamatannya sendiri. Betapa mulianya hati pemuda ini, betapa gagahnya sehingga tidak takut-takut menghadapi Hek-giam-lo dan anak buahnya untuk menolongnya, sungguhpun pemuda itu cukup maklum bahwa kepandaiannya tidak akan mampu dipakai menghadapi Hek-giam-lo. Cinta kasih murni yang amat mengharukan hatinya. Dan kini pemuda itu muncul lagi, membelanya lagi, malah bersama gurunya.

Lin Lin berdiri terbelalak kagum. Tak tahu ia bagaimana harus berbuat. Ia maklum bahwa Gan-lopek adalah seorang tokoh sakti dan kini menghadapi Hek-giam-lo dengan bantuan muridnya sendiri. Apakah ia harus pula bantu mengeroyok? Pengalamannya selama merantau dan bergalang-gulung dengan para tokoh kang-ouw yang sakti mendatangkan pengertian bahwa membantu seorang tokoh sakti bertanding dapat diartikan menghinanya!

Pertandingan itu hebat sekali. Hek-giam-lo agaknya mengerahkan seluruh tenaganya, terbukti dari bunyi lengking yang panjang bersambung-sambung dari kerongkongannya, sedangkan senjata sabitnya menyambar-nyambar cepat sekali dan mengeluarkan angin bercuitan.

Akan tetapi permainan sepasang pena bulu di tangan Gan-lopek amat kokoh kuat dan tenang, sungguhpun sinar senjata sabit yang gilang-gemilang itu seakan-akan mengurung dan menyelimutinya, bahkan menekannya. Bok Liong juga mainkan pedangnya dengan sekuat tenaga dan mengeluarkan seluruh kepandaiannya. Mengagumkan sekali betapa guru dan murid ini dapat main bersama. Gerakan mereka begitu mirip dan biarpun senjata mereka berbeda, namun kerja sama mereka amat baik, isi mengisi, bantu-membantu.

Hek-giam-lo memang amat sakti. Andaikata ia tidak menderita luka dalam, apalagi kalau Bok Liong tidak membantu, agaknya Gan-lopek sendiri tak dapat bertahan melawannya. Kini, keadaannya yang terluka dan ditambah pengeroyokan Bok Liong yang sudah memiliki kepandaian tinggi, membuat pertandingan itu menjadi seimbang, malah boleh dikata Hek-giam-lo banyak tertekan sungguhpun sabitnya kelihatan garang dan amat berbahaya.

Melihat ini, Lin Lin menjadi tidak sabar. Ia ingin terjun ke dalam gelanggang pertandingan, ingin ia dengan tangannya sendiri membunuh iblis yang dahulu pernah membunuh kakeknya, menghina ibunya dan mencemarkan nama baik bangsa Khitan. Akan tetapi sebelum ia sempat bergerak, tiba-tiba terdengar bunyi terompet dan disusul sorakan keras.

“Basmi pemberontak! Hancurkan pemberontak!”

Dari arah utara muncullah banyak sekali pasukan Khitan dengan senjata di tangan menyerbu.

“Pasukan siaaaaappp! Dengan darah dan jiwa kita bela Puteri Yalina, keturunan langsung Raja Besar Kulukan! Basmi pengkhianat Bayisan dan Kubakan!”

Demikian terdengar teriakan-teriakan keluar dari mulut Kayabu dan ayahnya, Pek-bin-ciangkun yang sudah mempersiapkan pasukannya pula.

Terjadilah perang tanding hebat antara mereka. Melihat ini, Lin Lin tidak jadi membantu Gan-lopek, melainkan ia sendiri memimpin para pendukungnya menghadapi penyerbuan tentara pengawal kerajaan.

Hebat sepak terjang gadis ini. Tubuhnya lenyap terbungkus sinar kuning emas dan kemanapun juga sinar ini menyambar, terdengar teriakan-teriakan dan senjata terlempar dari tangan disusul robohnya tentara musuh yang terluka tangan atau kakinya. Akan tetapi tak seorang pun yang tewas di tangan Lin Lin, karena gadis ini merasa tidak tega membunuhi tentara bangsanya sendiri.

Jumlah pasukan pengawal yang berpihak Hek-giam-lo sebetulnya lebih besar. Maklum karena memang tadinya semua pasukan Khitan merupakan anak buah Hek-giam-lo, suka atau pun tidak. Akan tetapi ketika pasukan itu melihat bahwa “pemberontak” itu dipimpin oleh Pek-bin-ciangkun dan Kayabu, dua orang tokoh yang mereka hormati, mereka menjadi ragu-ragu.

Tak seorang pun diantara mereka yang suka kepada Hek-giam-lo, kecuali beberapa orang perwira dan pasukan yang memang dipergunakan oleh Hek-giam-lo dan yang mengenyam pula hasil kejahatan dan kekejaman iblis ini. Oleh karena itu, timbullah kekacauan yang hebat ketika sebagian dari tentara ini membalik dan malah membantu gerakan Pek-bin-ciangkun.

Lebih-lebih setelah mereka menyaksikan sepak terjang Lin Lin yang mereka dengar adalah Puteri Mahkota Yalina yang sejak kecil lenyap dan disangka mati. Sepak terjang Lin Lin yang hebat itu selain mendatangkan rasa gentar juga mendatangkan rasa kagum dan suka karena ternyata bahwa tak seorang pun yang roboh di bawah tangan gadis ini tewas.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar