“Suling Emas....!”
Di dalam gua ia membalikkan tubuh. Kiranya Lin Lin yang memanggilnya dan kini gadis itu yang berlari cepat sudah masuk gua, serta-merta gadis ini merangkul dan menangis, membenamkan muka ke dadanya! Suling Emas memejamkan dan mendongak ke atas, sekuat tenaga berusaha menekan guncangan hatinya, namun sia-sia.
“Ah, betapa gelisah dan khawatir hatiku tadi.... aku sedang mengejar Enci Sian Eng ketika aku teringat akan keadaanmu. Aku hendak kembali ke pondok namun sesat jalan. Aku.... aku gelisah dan melihat kau berjalan dengan muka pucat bersama pemuda itu, aku heran dan mengikuti.... pertemuanmu dengan gadis baju hijau yang aneh. Ah, Suling Emas, betapa khawatir hatiku. Dia.... dia mencintamu dan.... ah syukurlah. Kini aku bahagia. Kiranya kau hanya mencinta aku seorang, seperti juga aku hanya mencinta engkau seorang di dunia ini....!”
Suling Emas tidak menjawab, tidak mampu menjawab karena jantungnya yang berdebar-debar seakan-akan hendak pecah itu mencekik tenggorokannya. Karena itu ia hanya dapat menggelengkan kepalanya keras-keras. Gerakan ini agaknya terasa oleh Lin Lin yang segera mengangkat muka memandang. Suling Emas menunduk, muka mereka berdekatan, dua pasang mata saling pandang. Kembali Suling Emas menggeleng kepala dan pandang matanya sayu.
Lin Lin memeluk lebih erat lagi.
“Kenapa kau menggeleng kepala? Apa maksudmu hendak menyangkal? Suling Emas, betapapun kau hendak berpura-pura, hatimu tidak akan dapat menipuku, tidak akan menipumu. Debar jantungmu meneriakkan betapa kau mencintaku. Ah, jangan kau goda aku....!”
Kembali Lin Lin membenamkan mukanya pada dada yang bidang itu. Sejenak Suling Emas tenggelam ke dalam alam perasaan indah dan nikmat yang membuat ia membelai-belai rambut hitam halus dan menciuminya penuh nafsu. Biarpun mereka tak berkata-kata, dengan muka Lin Lin terbenam di dada Suling Emas dan muka Suling Emas terbenam di rambut Lin Lin, namun keduanya sama-sama tenggelam dalam kebahagiaan yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang terbuai asmara. Mereka tidak menghiraukan bahkan tidak tahu betapa angin makin keras mengamuk di luar gua.
“Koko (kanda).... sebetulnya siapakah namamu?” Lin Lin berbisik lirih.
Akan tetapi bagi Suling Emas, bisikan lirih ini seakan-akan merupakan halilintar menyambar kepalanya yang menghancurkan semua mimpi indah dan menyeretnya kembali kepada kenyataan. Dengan halus akan tetapi pasti ia memegang kedua pundak Lin Lin dan mendorong gadis itu sehingga terlepas dari padanya kemudian ia melangkah mundur dan memutar tubuhnya membelakangi Lin Lin sambil berseru keras,
“Tidak.... tidak mungkin....!”
Tentu saja Lin Lin terkejut sekali dan memandang dengan muka pucat dan hati khawatir.
“Ada apakah? Apa yang tidak mungkin....?”
Katanya sambil memegang lengan Suling Emas, akan tetapi pendekar ini tetap membuang muka dan kedua matanya dipejamkan.
“Tak mungkin kita lanjutkan kegilaan ini. Lin Lin, aku.... betapapun perih rasa hatiku, aku.... aku tak mungkin begitu gila untuk menerima perasaanmu yang murni. Tak mungkin!”
Kata-kata terakhir ini keluar dari mulut Suling Emas seperti keluhan dengan suara gemetar dan parau.
Lin Lin tersentak bagaikan disambar petir. Dua titik air mata meloncat turun di atas pipinya yang pucat dan sepuluh jari tangannya bergerak-gerak saling remas membayangkan hati yang bingung, perih dan gelisah.
“Kenapa....? Kenapa....? Suling Emas, bukankah kau mencintaiku? Sejak pertama kali kita bertemu di kota raja.... sikapmu selama ini.... pengakuanmu di depan gadis tadi.... bukankah itu semua membuktikan bahwa kau pun mencintaiku seperti aku mencintamu? Ataukah.... aku telah salah duga? Suling Emas, katakanlah, sebagai seorang laki-laki yang gagah, katakanlah, apakah kau menolak kasihku? Apakah kau tidak.... tidak mencintaku seperti yang kuduga?”
Suling Emas bersedakap memangku lengan, ia masih membuang muka dengan mata terpejam karena tidak kuasa ia memandang wajah gadis yang bicara dengan suara begitu tergetar memilukan. Akhirnya ia dapat menjawab, suaranya lirih dan tersendat-sendat menahan goncangan hati.
“Adik Lin Lin, semata-mata bukan aku menolak cinta kasihmu, bukan pula membencimu, akan tetapi justeru aku sangat menyayangkan nasibmu kelak apabila kau menjadi jodohku. Lin Lin, engkau cantik jelita, muda remaja, engkau berhak memperoleh seorang suami yang lebih segala-galanya daripada aku. Masih banyak kesempatan bagimu untuk bertemu jodoh yang tampan dan gagah perkasa, seorang satria sejati yang tepat menjadi teman hidupmu selamanya. Aku.... ah, aku sudah tua untukmu, Lin Lin!”
Di belakang punggungnya, Suling Emas mendengar isak tangis Lin Lin. Ia mengeraskan hatinya. Apa yang ia ucapkan tadi adalah suara hatinya. Lin Lin adalah adiknya, sungguhpun bukan adik kandung dan berasal dari orang lain, namun gadis ini sudah menggunakan she (keturunan) ayahnya, bernama Kam Lin, adik Kam Bu Song, dia sendiri!
Ayahnya sudah meninggal dunia, berarti dia sebagai putera sulung menjadi pengganti ayahnya. Dia adalah kakak Lin Lin, juga wakil ayah Lin Lin. Dia yang berkewajiban mencarikan jodoh untuk adiknya ini, jodoh yang tepat. Mana mungkin dia sendiri terlibat cinta kasih dengan Lin Lin! Mana mungkin dia memperisteri Lin Lin, mengambilnya sendiri menjadi jodohnya. Dunia akan mentertawakannya, arwah ayahnya akan mengutuknya, Thian akan menghukumnya. Kalau saja Lin Lin bukan bernama Kam Lin, bukan adik angkatnya, agaknya ia akan membuka kedua lengannya, karena hanya pada Lin Lin ia melihat pengganti Suma Ceng!
“Tidak....! Kau tidak tua bagiku. Aku tidak sudi menjadi jodoh orang lain. Aku hanya mencintaimu seorang! Suling Emas, apakah cinta kasih murni mengenal usia? Ah, Suling Emas, aku yakin betul akan cinta kasihmu, mengapa kau harus berpura-pura, menipu diri sendiri? Mengapa kau hendak merenggut pertalian kasih antara kita, rela merobek hatimu sendiri dan menghancurkan hatiku, hanya karena alasan usia? Tak tahukah engkau bahwa sikapmu ini mengakibatkan hati kita robek-robek berdarah, dan selama hidup akan menyiksa kita sendiri? Aku hanya mencinta engkau seorang, dan kau pun cinta kepadaku.... ah, aku mohon kepadamu.... jangan patahkan ikatan suci ini.... Suling Emas....!” Lin Lin menangis sesenggukan dan tiba-tiba ia berlutut dan merangkul kedua kaki Suling Emas!
“Jangan....! Jangan begitu....!” Suling Emas berseru kaget sambil melangkah mundur.
“Biarlah! Kau lihat. Demi cinta kasihku kepadamu, aku berlutut dan bermohon kepadamu! Aku merendahkan diri, aku bersikap hina, karena.... karena cintaku. Kau telah mengenalku, kalau bukan demi cintaku, lebih baik aku mati daripada merendahkan diri seperti ini....!” Tiba-tiba Lin Lin mengangkat mukanya dan berteriak, “Suling Emas....!”
Akan tetapi pendekar itu sudah lenyap, tidak berada di dalam gua lagi. Dengan isak tertahan Lin Lin melompat keluar, disambut angin dan air hujan. Matanya sukar dibuka dan lebih sukar lagi melakukan pengejaran dalam keadaan seperti itu.
“Suling Emas....!”
Berkali-kali ia menjerit, memanggil-manggil dan lari ke sana ke mari mencari pendekar itu sambil menangis. Air matanya bercucuran menyaingi air hujan. Beberapa jam kemudian tubuh Lin Lin menggeletak pingsan di antara siraman air hujan.
Di dalam gua ia membalikkan tubuh. Kiranya Lin Lin yang memanggilnya dan kini gadis itu yang berlari cepat sudah masuk gua, serta-merta gadis ini merangkul dan menangis, membenamkan muka ke dadanya! Suling Emas memejamkan dan mendongak ke atas, sekuat tenaga berusaha menekan guncangan hatinya, namun sia-sia.
“Ah, betapa gelisah dan khawatir hatiku tadi.... aku sedang mengejar Enci Sian Eng ketika aku teringat akan keadaanmu. Aku hendak kembali ke pondok namun sesat jalan. Aku.... aku gelisah dan melihat kau berjalan dengan muka pucat bersama pemuda itu, aku heran dan mengikuti.... pertemuanmu dengan gadis baju hijau yang aneh. Ah, Suling Emas, betapa khawatir hatiku. Dia.... dia mencintamu dan.... ah syukurlah. Kini aku bahagia. Kiranya kau hanya mencinta aku seorang, seperti juga aku hanya mencinta engkau seorang di dunia ini....!”
Suling Emas tidak menjawab, tidak mampu menjawab karena jantungnya yang berdebar-debar seakan-akan hendak pecah itu mencekik tenggorokannya. Karena itu ia hanya dapat menggelengkan kepalanya keras-keras. Gerakan ini agaknya terasa oleh Lin Lin yang segera mengangkat muka memandang. Suling Emas menunduk, muka mereka berdekatan, dua pasang mata saling pandang. Kembali Suling Emas menggeleng kepala dan pandang matanya sayu.
Lin Lin memeluk lebih erat lagi.
“Kenapa kau menggeleng kepala? Apa maksudmu hendak menyangkal? Suling Emas, betapapun kau hendak berpura-pura, hatimu tidak akan dapat menipuku, tidak akan menipumu. Debar jantungmu meneriakkan betapa kau mencintaku. Ah, jangan kau goda aku....!”
Kembali Lin Lin membenamkan mukanya pada dada yang bidang itu. Sejenak Suling Emas tenggelam ke dalam alam perasaan indah dan nikmat yang membuat ia membelai-belai rambut hitam halus dan menciuminya penuh nafsu. Biarpun mereka tak berkata-kata, dengan muka Lin Lin terbenam di dada Suling Emas dan muka Suling Emas terbenam di rambut Lin Lin, namun keduanya sama-sama tenggelam dalam kebahagiaan yang hanya dapat dirasakan oleh mereka yang terbuai asmara. Mereka tidak menghiraukan bahkan tidak tahu betapa angin makin keras mengamuk di luar gua.
“Koko (kanda).... sebetulnya siapakah namamu?” Lin Lin berbisik lirih.
Akan tetapi bagi Suling Emas, bisikan lirih ini seakan-akan merupakan halilintar menyambar kepalanya yang menghancurkan semua mimpi indah dan menyeretnya kembali kepada kenyataan. Dengan halus akan tetapi pasti ia memegang kedua pundak Lin Lin dan mendorong gadis itu sehingga terlepas dari padanya kemudian ia melangkah mundur dan memutar tubuhnya membelakangi Lin Lin sambil berseru keras,
“Tidak.... tidak mungkin....!”
Tentu saja Lin Lin terkejut sekali dan memandang dengan muka pucat dan hati khawatir.
“Ada apakah? Apa yang tidak mungkin....?”
Katanya sambil memegang lengan Suling Emas, akan tetapi pendekar ini tetap membuang muka dan kedua matanya dipejamkan.
“Tak mungkin kita lanjutkan kegilaan ini. Lin Lin, aku.... betapapun perih rasa hatiku, aku.... aku tak mungkin begitu gila untuk menerima perasaanmu yang murni. Tak mungkin!”
Kata-kata terakhir ini keluar dari mulut Suling Emas seperti keluhan dengan suara gemetar dan parau.
Lin Lin tersentak bagaikan disambar petir. Dua titik air mata meloncat turun di atas pipinya yang pucat dan sepuluh jari tangannya bergerak-gerak saling remas membayangkan hati yang bingung, perih dan gelisah.
“Kenapa....? Kenapa....? Suling Emas, bukankah kau mencintaiku? Sejak pertama kali kita bertemu di kota raja.... sikapmu selama ini.... pengakuanmu di depan gadis tadi.... bukankah itu semua membuktikan bahwa kau pun mencintaiku seperti aku mencintamu? Ataukah.... aku telah salah duga? Suling Emas, katakanlah, sebagai seorang laki-laki yang gagah, katakanlah, apakah kau menolak kasihku? Apakah kau tidak.... tidak mencintaku seperti yang kuduga?”
Suling Emas bersedakap memangku lengan, ia masih membuang muka dengan mata terpejam karena tidak kuasa ia memandang wajah gadis yang bicara dengan suara begitu tergetar memilukan. Akhirnya ia dapat menjawab, suaranya lirih dan tersendat-sendat menahan goncangan hati.
“Adik Lin Lin, semata-mata bukan aku menolak cinta kasihmu, bukan pula membencimu, akan tetapi justeru aku sangat menyayangkan nasibmu kelak apabila kau menjadi jodohku. Lin Lin, engkau cantik jelita, muda remaja, engkau berhak memperoleh seorang suami yang lebih segala-galanya daripada aku. Masih banyak kesempatan bagimu untuk bertemu jodoh yang tampan dan gagah perkasa, seorang satria sejati yang tepat menjadi teman hidupmu selamanya. Aku.... ah, aku sudah tua untukmu, Lin Lin!”
Di belakang punggungnya, Suling Emas mendengar isak tangis Lin Lin. Ia mengeraskan hatinya. Apa yang ia ucapkan tadi adalah suara hatinya. Lin Lin adalah adiknya, sungguhpun bukan adik kandung dan berasal dari orang lain, namun gadis ini sudah menggunakan she (keturunan) ayahnya, bernama Kam Lin, adik Kam Bu Song, dia sendiri!
Ayahnya sudah meninggal dunia, berarti dia sebagai putera sulung menjadi pengganti ayahnya. Dia adalah kakak Lin Lin, juga wakil ayah Lin Lin. Dia yang berkewajiban mencarikan jodoh untuk adiknya ini, jodoh yang tepat. Mana mungkin dia sendiri terlibat cinta kasih dengan Lin Lin! Mana mungkin dia memperisteri Lin Lin, mengambilnya sendiri menjadi jodohnya. Dunia akan mentertawakannya, arwah ayahnya akan mengutuknya, Thian akan menghukumnya. Kalau saja Lin Lin bukan bernama Kam Lin, bukan adik angkatnya, agaknya ia akan membuka kedua lengannya, karena hanya pada Lin Lin ia melihat pengganti Suma Ceng!
“Tidak....! Kau tidak tua bagiku. Aku tidak sudi menjadi jodoh orang lain. Aku hanya mencintaimu seorang! Suling Emas, apakah cinta kasih murni mengenal usia? Ah, Suling Emas, aku yakin betul akan cinta kasihmu, mengapa kau harus berpura-pura, menipu diri sendiri? Mengapa kau hendak merenggut pertalian kasih antara kita, rela merobek hatimu sendiri dan menghancurkan hatiku, hanya karena alasan usia? Tak tahukah engkau bahwa sikapmu ini mengakibatkan hati kita robek-robek berdarah, dan selama hidup akan menyiksa kita sendiri? Aku hanya mencinta engkau seorang, dan kau pun cinta kepadaku.... ah, aku mohon kepadamu.... jangan patahkan ikatan suci ini.... Suling Emas....!” Lin Lin menangis sesenggukan dan tiba-tiba ia berlutut dan merangkul kedua kaki Suling Emas!
“Jangan....! Jangan begitu....!” Suling Emas berseru kaget sambil melangkah mundur.
“Biarlah! Kau lihat. Demi cinta kasihku kepadamu, aku berlutut dan bermohon kepadamu! Aku merendahkan diri, aku bersikap hina, karena.... karena cintaku. Kau telah mengenalku, kalau bukan demi cintaku, lebih baik aku mati daripada merendahkan diri seperti ini....!” Tiba-tiba Lin Lin mengangkat mukanya dan berteriak, “Suling Emas....!”
Akan tetapi pendekar itu sudah lenyap, tidak berada di dalam gua lagi. Dengan isak tertahan Lin Lin melompat keluar, disambut angin dan air hujan. Matanya sukar dibuka dan lebih sukar lagi melakukan pengejaran dalam keadaan seperti itu.
“Suling Emas....!”
Berkali-kali ia menjerit, memanggil-manggil dan lari ke sana ke mari mencari pendekar itu sambil menangis. Air matanya bercucuran menyaingi air hujan. Beberapa jam kemudian tubuh Lin Lin menggeletak pingsan di antara siraman air hujan.
**** 151 ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar