Perbuatan seperti ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesaktian, yang tenaga sin-kangnya sudah mencapai tingkat tinggi. Akan tetapi sungguh suatu cara menyombongkan kepandaian yang amat menggelikan kalau kepandaian seperti ini dibuat pamer, apalagi terhadap dia! Karena merasa yakin bahwa dua orang ini sengaja memamerkan kepandaian kepadanya maka terpaksa Suling Emas harus melayani mereka. Ia mendekati kakek putih yang berendam di dalam air sebatas leher itu.
“Ah, Locianpwe, memang kau benar, hawanya amat panas, membuat orang ingin mandi terus. Akan tetapi aku tidak ada kesempatan mandi, biar kurendam saja kepalaku!”
Setelah berkata demikian, Suling Emas lalu membenamkan kepalanya ke dalam air dan tidak dikeluarkannya dari dalam air sampai lama sekali! Biarpun perbuatan ini hanya demonstrasi atau main-main, akan tetapi jelas menang setingkat kalau dibandingkan dengan kakek putih yang biarpun tubuhnya terendam air, akan tetapi hanya sebatas leher, kepalanya tidak. Dan merendamkan kepala ke dalam air sedingin itu, apalagi sampai lama sekali, tentu lebih sukar daripada merendam tubuh saja.
Ketika mendengar air itu berguncang cepat Suling Emas mengangkat kepalanya. Ia maklum bahwa pukulan dari dalam air dapat membuat air bergelombang dan kepalanya akan terancam bahaya luka di dalam kalau tergencet hawa pukulan melalui gelombang itu. Kiranya kakek putih sudah berdiri dalam air yang tingginya hanya sebatas pahanya, bajunya yang serba putih basah kuyup dan kakek itu memandang dengan mata marah.
Akan tetapi Suling Emas tidak mempedulikannya, melainkan segera menghapus muka dan kepalanya yang basah sambil menghampiri kakek merah yang duduk dikurung api unggun dan main-main air mendidih.
“Kau kedinginan, Locianpwe? Memang hawanya dingin bukan main. Untung kau membuat api unggun!”
Sambil berkata demikian, Suling Emas menghampiri api dan memasukkan kedua tangannya ke dalam api yang bernyala-nyala, bahkan membiarkan api itu bernyala menjilat leher dan mukanya!
“Bocah sombong! Berani kau memamerkan kepandaian kepada kami?” Kakek putih membentak marah dari dalam sungai.
“Huah-hah-hah, orang muda, bukankah kau anjing penjaga Kim-sim Yok-ong? Apakah kau menantang kami?”
“Ji-wi Locianpwe, aku hanya mengimbangi cara kalian. Sama sekali bukan bermaksud pamer. Aku bukan penjaga, melainkan sahabat baik Kim-sim Yok-ong yang kalian ganggu dengan cara keji melukai banyak orang.”
“Huah-hah-hah, ada delapan orang yang mampus, kan? Mengapa dia tidak mampu menghidupkan mereka?” kata lagi kakek merah sambil berdiri di tengah-tengah api unggun.
“Kalian dua orang tua benar-benar terlalu. Ji-wi ini siapakah dan mengapa melakukan pembunuhan keji hanya untuk menguji kepandaian Kim-sim Yok-ong? Apakah dosanya orang-orang itu dan apa pula kesalahan Yok-ong yang selalu menolong orang tanpa pandang bulu? Tidak ada orang di dunia kang-ouw ini yang tidak menaruh sayang dan hormat kepada Yok-ong yang berhati emas, akan tetapi kalian ini telah mempermainkannya.”
“Heh, bocah lancang! Siapakah kau berani bicara seperti ini kepada kami?” bentak si kakek putih.
“Ha-hah, apa peduliku dengan orang-orang kang-ouw cacing-cacing tiada guna itu?” kata pula kakek merah. “Kau siapakah, bocah lancang?”
“Orang mengenalku dengan sebutan Kim-siauw-eng, Si Suling Emas!”
“Suling Emas, agaknya kau merasa menjadi pendekar muda. Usiamu paling banyak tiga puluh tahun, masih bocah! Mana kau mengenal kami? Yang tua-tua pun belum tentu mengenal kami. Akan tetapi kalau kau mau tahu, aku adalah Lam-kek Sian-ong (Dewa Kutub Selatan) dan dia si putih itu adalah Pak-kek Sian-ong (Dewa Kutub Utara)! Nah, kau sudah mengenal kami sekarang, dan kau harus mampus!”
Si kakek merah ini tiba-tiba menggerakkan tangannya ke arah api dan.... bagaikan bintang-bintang beterbangan, lidah-lidah api itu menyambar ke arah tubuh Suling Emas!
Suling Emas kaget sekali. Baru ia tahu bahwa demonstrasi yang dilakukan kakek ini tadi hanyalah demonstrasi kecil saja, mungkin dilakukan karena memandang rendah kepadanya. Akan tetapi serangan yang dilakukannya kali ini, benar-benar hebat luar biasa, merupakan “pukulan berapi” yang luar biasa, mengandung sifat panas melebihi api sendiri. Ia maklum bahwa inti tenaga Yang ini amat kuat, ia takkan mampu menandinginya kalau melawan dengan kekerasan, maka cepat Suling Emas menggunakan kipasnya mengebut sambil meloncat ke sana ke mari.
Api menyala-nyala yang menyambar itu merupakan api yang didorong oleh tenaga pukulan jarak jauh, begitu terkena dikebut, menyeleweng arahnya dan karena kakek itu terus melakukan pukulan sedangkan Suling Emas terus mengibas sambil mengelak tampaklah pemandangan yang indah. Api-api itu beterbangan, merah menyala dan padam apabila runtuh menyentuh tanah, seperti kembang api yang dinyalakan orang untuk menyambut datangnya musim semi!
“Serahkan dia padaku!”
Seru si muka putih dan tiba-tiba dari arah sungai melayang sinar-sinar putih berkeredepan dan setelah dekat Suling Emas merasa hawa dingin yang menembus kulit menyelinap ke tulang-tulang.
Kagetlah ia dan maklum bahwa juga kakek putih ini benar-benar sakti. Inti tenaga Im yang dimiliki kakek itu sudah sedemikian hebatnya sehingga ia mampu membuat air sungai dikepal menjadi salju atau es dan dilontarkan merupakan peluru-peluru yang mengandung hawa pukulan dingin mematikan!
Seperti juga serangan api tadi, kini serangan es yang dingin tak mampu ia menghadapinya dengan perlawanan tenaga, maka ia pun cepat mengelak ke sana ke mari sambil menyelewengkan hujan es itu. Sebentar saja Suling Emas menjadi sibuk sekali, kipasnya mengibas hujan api dari kanan, sulingnya menangkis hujan peluru es dari kiri!
Adapun kedua orang kakek itu agaknya begitu penasaran sehingga mereka tidak mau menggunakan cara lain untuk menyerang. Berkali-kali terdengar mereka berseru kaget dan kagum.
“Aneh, dia dapat bertahan!” disusul seruan-seruan tak percaya, “Masa semua tidak mengenai sasaran?”
Agaknya karena penasaran inilah mereka terus melontarkan pukulan seperti tadi dan Suling Emas terus-menerus menangkis dan meloncat ke sana ke mari menyelamatkan diri tanpa mampu balas menyerang. Namun gin-kangnya memang sudah hebat dan gerakan kaki tangannya sudah sempurna, maka biarpun dihujani api dan es dari kanan kiri, pendekar ini tetap dapat mempertahankan diri.
Sementara itu, senja sudah mulai terganti malam dan bulan mulai menampakkan dirinya. Bulan bundar dan penuh, kebetulan tidak ada awan menghalang, halimun pun sudah pergi, maka keadaan menjadi terang benderang.
“Suling Emas....! Mengapa kau tidak muncul? Takutkah engkau?” Terdengar teriakan yang bergema, datangnya dari arah puncak.
Suling Emas sibuk sekali. Dua orang kakek ini lihai bukan main, tak mungkin ia dapat meninggalkan mereka. Ia pun tahu akan kelihaian dan kejahatan iblis-iblis yang berada di puncak. Kalau mereka tahu bahwa ada dua orang kakek asing yang amat sakti memusuhinya, tentu mereka akan mempergunakan kesempatan baik ini untuk memukul roboh padanya. Maka ia pun diam saja.
“Huah-hah-hah, agaknya bocah ini banyak musuhnya. Pek-bin-twako (Kakak Muka Putih), biar kita beri kesempatan padanya untuk menghadapi musuhnya, baru nanti kita turun tangan, takkan terlambat.”
“Baiklah, Ang-bin-siauwte (Adik Muka Merah) kita nonton, sampai dimana kepandaian tokoh-tokoh jaman sekarang!”
Seketika hujan api dan hujan es itu terhenti dan ketika Suling Emas memandang, kedua orang kakek itu sudah lenyap dari tempat itu! Ia menarik napas panjang, menyusut peluhnya dan berkata seorang diri,
“Berbahaya....! Mereka benar lihai. Apa maksud kedatangan mereka di dunia ramai? Nama mereka tidak dikenal di dunia kang-ouw, tanda bahwa mereka adalah pertapa-pertapa yang puluhan tahun menyembunyikan diri, mengapa sekarang tiba-tiba mereka muncul dan mengganggu Kim-sim Yok-ong?”
Suling Emas mengerutkan keningnya dan diam-diam ia ingin melihat gerakan ilmu silat mereka untuk mencoba-coba menerka, dari golongan manakah kakek merah dan kakek putih itu. Tingkat tenaga inti dari Im dan Yang sedemikian tingginya, kiranya hanya dicapai oleh para guru besar dari partai-partai persilatan besar pula, hasil latihan matang selama puluhan tahun
“Suling Emas! Apakah kau tidak berani muncul?”
Kembali terdengar seruan suara parau yang menggunakan khi-kang. Suling Emas mengenal suara ini, suara It-gan Kai-ong, maka ia lalu mengerahkan khi-kangnya, berseru keras.
“Aku Kim-siauw-eng datang!”
Tubuhnya berkelebat cepat bagaikan terbang menuju ke puncak itu. Bulan purnama bersinar terang, dan Suling Emas memang sudah sering kali mendaki pegunungan ini sehingga ia hafal akan jalannya, maka di bawah penerangan bulan purnama, sebentar saja ia sudah sampai di puncak.
Ternyata mereka sudah hadir lengkap di puncak yang merupakan tanah terbuka ditumbuhi rumput hijau. Lengkap hadir para anggauta Thian-te Liok-koai yang kini hanya tinggal lima orang itu. It-gan Kai-ong, Siang-mou Sin-ni, Hek-giam-lo, Toat-beng Koai-jin, dan adiknya, Tok-sim Lo-tong. Mereka sudah tidak sabar lagi menanti, dan mengomel panjang pendek ketika akhirnya Suling Emas muncul.
“Anggauta Thian-te Liok-koai selalu berlumba untuk lebih dulu hadir dalam pertemuan mengadu kepandaian, membuktikan bahwa ia berani. Dia ini main lambat-lambatan, anggauta macam apa ini!” Toat-beng Koai-jin mendengus dan marah-marah.
“Memang dia tidak patut menjadi anggauta Thian-te Liok-koai! Cuhhh!” It-gan Kai-ong meludah dengan sikap menghina sekali.
“Sudah menjadi pendirian Thian-te Liok-koai bahwa anggauta-anggautanya terdiri daripada orang-orang gagah yang suka melakukan perbuatan berani dan gagah! Akan tetapi dia ini tidak gagah berani, melainkan lemah dan pengecut, buktinya dia selalu memperlihatkan watak lemahnya dengan menolong orang-orang!”
Mendengar ucapan Hek-giam-lo ini semua orang mengangguk-angguk membenarkan. Diam-diam Suling Emas mengeluh di dalam hatinya. Memang, baik dan jahat, gagah dan pengecut, semua hanya sebutan manusia, dan karenanya baik atau pun buruk, gagah ataupun pengecut, sepenuhnya tergantung daripada orang yang mengatakannya, yaitu berdasarkan pandangannya.
Iblis-iblis berupa manusia ini memang wataknya berlainan dengan manusia biasa, akan tetapi mereka tidak sengaja bersikap demikian, karena memang menurut pendapat mereka, pandangan mereka itu pun benar pula!
Dari jaman dahulu sampai kini banyak terdapat orang-orang seperti ini, yang hatinya sudah tertutup dan kotor sehingga pandangannya pun kotor dan nyeleweng tanpa mereka sadari. Perbuatan ugal-ugalan, mengganggu orang, menindas, mengandalkan kekuasaan dan kekuatan, mengganggu wanita baik-baik, menonjolkan kekurang ajaran, semua perbuatan ini mereka anggap sebagai perbuatan gagah berani, atau setidaknya sebagai bukti bahwa mereka ini gagah berani dan mereka bahkan menjadi bangga karena perbuatan-perbuatan itu.
Sebaliknya, orang-orang yang menghindari perbuatan-perbuatan semacam ini, yang selalu berusaha mengasihi sesamanya, mengulurkan tangan menolong sesamanya, dianggap sebagai tanda dari watak penakut dan pengecut!
“Hi-hi-hik!” Siang-mou Sin-ni tertawa terkekeh dan memasang muka semanis-manisnya ketika ia mendekati Suling Emas, memandang wajah yang tampan itu, lalu berkata, “Betapapun juga, kepandaiannya cukup lumayan untuk membuat ia patut menjadi anggauta Thian-te Liok-koai. Tentang sifat-sifat gagah berani itu, biarlah kelak aku sendiri yang akan membimbingnya. Aku akan membuat hatinya lebih kuat daripada hati kalian, aku akan mengajarnya menjadi seorang yang paling gagah dan paling berani di dunia ini!”
Kembali iblis betina itu terkekeh dan dari rambutnya semerbak bau wangi. Tentu saja yang dimaksudkan dengan “hati kuat” adalah hati yang kejam dan ganas, sedangkan “gagah berani” adalah suka melakukan perbuatan yang paling jahat mengerikan. Ketika Siang-mou Sin-ni mengulurkan tangan hendak menggandengnya, Suling Emas melangkah mundur sambil mengelak.
“Eh, Suling Emas, mengapa kau mundur? Bukankah tadi kita sudah main-main dan permainan bersama kita menghasilkan perpaduan yang sedap didengar? Percayalah, kalau kau dan aku bersatu, kelak kita akan mempunyai seorang putera yang akan menjadi raja yang menguasai seluruh jagad!”
“Ah, Locianpwe, memang kau benar, hawanya amat panas, membuat orang ingin mandi terus. Akan tetapi aku tidak ada kesempatan mandi, biar kurendam saja kepalaku!”
Setelah berkata demikian, Suling Emas lalu membenamkan kepalanya ke dalam air dan tidak dikeluarkannya dari dalam air sampai lama sekali! Biarpun perbuatan ini hanya demonstrasi atau main-main, akan tetapi jelas menang setingkat kalau dibandingkan dengan kakek putih yang biarpun tubuhnya terendam air, akan tetapi hanya sebatas leher, kepalanya tidak. Dan merendamkan kepala ke dalam air sedingin itu, apalagi sampai lama sekali, tentu lebih sukar daripada merendam tubuh saja.
Ketika mendengar air itu berguncang cepat Suling Emas mengangkat kepalanya. Ia maklum bahwa pukulan dari dalam air dapat membuat air bergelombang dan kepalanya akan terancam bahaya luka di dalam kalau tergencet hawa pukulan melalui gelombang itu. Kiranya kakek putih sudah berdiri dalam air yang tingginya hanya sebatas pahanya, bajunya yang serba putih basah kuyup dan kakek itu memandang dengan mata marah.
Akan tetapi Suling Emas tidak mempedulikannya, melainkan segera menghapus muka dan kepalanya yang basah sambil menghampiri kakek merah yang duduk dikurung api unggun dan main-main air mendidih.
“Kau kedinginan, Locianpwe? Memang hawanya dingin bukan main. Untung kau membuat api unggun!”
Sambil berkata demikian, Suling Emas menghampiri api dan memasukkan kedua tangannya ke dalam api yang bernyala-nyala, bahkan membiarkan api itu bernyala menjilat leher dan mukanya!
“Bocah sombong! Berani kau memamerkan kepandaian kepada kami?” Kakek putih membentak marah dari dalam sungai.
“Huah-hah-hah, orang muda, bukankah kau anjing penjaga Kim-sim Yok-ong? Apakah kau menantang kami?”
“Ji-wi Locianpwe, aku hanya mengimbangi cara kalian. Sama sekali bukan bermaksud pamer. Aku bukan penjaga, melainkan sahabat baik Kim-sim Yok-ong yang kalian ganggu dengan cara keji melukai banyak orang.”
“Huah-hah-hah, ada delapan orang yang mampus, kan? Mengapa dia tidak mampu menghidupkan mereka?” kata lagi kakek merah sambil berdiri di tengah-tengah api unggun.
“Kalian dua orang tua benar-benar terlalu. Ji-wi ini siapakah dan mengapa melakukan pembunuhan keji hanya untuk menguji kepandaian Kim-sim Yok-ong? Apakah dosanya orang-orang itu dan apa pula kesalahan Yok-ong yang selalu menolong orang tanpa pandang bulu? Tidak ada orang di dunia kang-ouw ini yang tidak menaruh sayang dan hormat kepada Yok-ong yang berhati emas, akan tetapi kalian ini telah mempermainkannya.”
“Heh, bocah lancang! Siapakah kau berani bicara seperti ini kepada kami?” bentak si kakek putih.
“Ha-hah, apa peduliku dengan orang-orang kang-ouw cacing-cacing tiada guna itu?” kata pula kakek merah. “Kau siapakah, bocah lancang?”
“Orang mengenalku dengan sebutan Kim-siauw-eng, Si Suling Emas!”
“Suling Emas, agaknya kau merasa menjadi pendekar muda. Usiamu paling banyak tiga puluh tahun, masih bocah! Mana kau mengenal kami? Yang tua-tua pun belum tentu mengenal kami. Akan tetapi kalau kau mau tahu, aku adalah Lam-kek Sian-ong (Dewa Kutub Selatan) dan dia si putih itu adalah Pak-kek Sian-ong (Dewa Kutub Utara)! Nah, kau sudah mengenal kami sekarang, dan kau harus mampus!”
Si kakek merah ini tiba-tiba menggerakkan tangannya ke arah api dan.... bagaikan bintang-bintang beterbangan, lidah-lidah api itu menyambar ke arah tubuh Suling Emas!
Suling Emas kaget sekali. Baru ia tahu bahwa demonstrasi yang dilakukan kakek ini tadi hanyalah demonstrasi kecil saja, mungkin dilakukan karena memandang rendah kepadanya. Akan tetapi serangan yang dilakukannya kali ini, benar-benar hebat luar biasa, merupakan “pukulan berapi” yang luar biasa, mengandung sifat panas melebihi api sendiri. Ia maklum bahwa inti tenaga Yang ini amat kuat, ia takkan mampu menandinginya kalau melawan dengan kekerasan, maka cepat Suling Emas menggunakan kipasnya mengebut sambil meloncat ke sana ke mari.
Api menyala-nyala yang menyambar itu merupakan api yang didorong oleh tenaga pukulan jarak jauh, begitu terkena dikebut, menyeleweng arahnya dan karena kakek itu terus melakukan pukulan sedangkan Suling Emas terus mengibas sambil mengelak tampaklah pemandangan yang indah. Api-api itu beterbangan, merah menyala dan padam apabila runtuh menyentuh tanah, seperti kembang api yang dinyalakan orang untuk menyambut datangnya musim semi!
“Serahkan dia padaku!”
Seru si muka putih dan tiba-tiba dari arah sungai melayang sinar-sinar putih berkeredepan dan setelah dekat Suling Emas merasa hawa dingin yang menembus kulit menyelinap ke tulang-tulang.
Kagetlah ia dan maklum bahwa juga kakek putih ini benar-benar sakti. Inti tenaga Im yang dimiliki kakek itu sudah sedemikian hebatnya sehingga ia mampu membuat air sungai dikepal menjadi salju atau es dan dilontarkan merupakan peluru-peluru yang mengandung hawa pukulan dingin mematikan!
Seperti juga serangan api tadi, kini serangan es yang dingin tak mampu ia menghadapinya dengan perlawanan tenaga, maka ia pun cepat mengelak ke sana ke mari sambil menyelewengkan hujan es itu. Sebentar saja Suling Emas menjadi sibuk sekali, kipasnya mengibas hujan api dari kanan, sulingnya menangkis hujan peluru es dari kiri!
Adapun kedua orang kakek itu agaknya begitu penasaran sehingga mereka tidak mau menggunakan cara lain untuk menyerang. Berkali-kali terdengar mereka berseru kaget dan kagum.
“Aneh, dia dapat bertahan!” disusul seruan-seruan tak percaya, “Masa semua tidak mengenai sasaran?”
Agaknya karena penasaran inilah mereka terus melontarkan pukulan seperti tadi dan Suling Emas terus-menerus menangkis dan meloncat ke sana ke mari menyelamatkan diri tanpa mampu balas menyerang. Namun gin-kangnya memang sudah hebat dan gerakan kaki tangannya sudah sempurna, maka biarpun dihujani api dan es dari kanan kiri, pendekar ini tetap dapat mempertahankan diri.
Sementara itu, senja sudah mulai terganti malam dan bulan mulai menampakkan dirinya. Bulan bundar dan penuh, kebetulan tidak ada awan menghalang, halimun pun sudah pergi, maka keadaan menjadi terang benderang.
“Suling Emas....! Mengapa kau tidak muncul? Takutkah engkau?” Terdengar teriakan yang bergema, datangnya dari arah puncak.
Suling Emas sibuk sekali. Dua orang kakek ini lihai bukan main, tak mungkin ia dapat meninggalkan mereka. Ia pun tahu akan kelihaian dan kejahatan iblis-iblis yang berada di puncak. Kalau mereka tahu bahwa ada dua orang kakek asing yang amat sakti memusuhinya, tentu mereka akan mempergunakan kesempatan baik ini untuk memukul roboh padanya. Maka ia pun diam saja.
“Huah-hah-hah, agaknya bocah ini banyak musuhnya. Pek-bin-twako (Kakak Muka Putih), biar kita beri kesempatan padanya untuk menghadapi musuhnya, baru nanti kita turun tangan, takkan terlambat.”
“Baiklah, Ang-bin-siauwte (Adik Muka Merah) kita nonton, sampai dimana kepandaian tokoh-tokoh jaman sekarang!”
Seketika hujan api dan hujan es itu terhenti dan ketika Suling Emas memandang, kedua orang kakek itu sudah lenyap dari tempat itu! Ia menarik napas panjang, menyusut peluhnya dan berkata seorang diri,
“Berbahaya....! Mereka benar lihai. Apa maksud kedatangan mereka di dunia ramai? Nama mereka tidak dikenal di dunia kang-ouw, tanda bahwa mereka adalah pertapa-pertapa yang puluhan tahun menyembunyikan diri, mengapa sekarang tiba-tiba mereka muncul dan mengganggu Kim-sim Yok-ong?”
Suling Emas mengerutkan keningnya dan diam-diam ia ingin melihat gerakan ilmu silat mereka untuk mencoba-coba menerka, dari golongan manakah kakek merah dan kakek putih itu. Tingkat tenaga inti dari Im dan Yang sedemikian tingginya, kiranya hanya dicapai oleh para guru besar dari partai-partai persilatan besar pula, hasil latihan matang selama puluhan tahun
“Suling Emas! Apakah kau tidak berani muncul?”
Kembali terdengar seruan suara parau yang menggunakan khi-kang. Suling Emas mengenal suara ini, suara It-gan Kai-ong, maka ia lalu mengerahkan khi-kangnya, berseru keras.
“Aku Kim-siauw-eng datang!”
Tubuhnya berkelebat cepat bagaikan terbang menuju ke puncak itu. Bulan purnama bersinar terang, dan Suling Emas memang sudah sering kali mendaki pegunungan ini sehingga ia hafal akan jalannya, maka di bawah penerangan bulan purnama, sebentar saja ia sudah sampai di puncak.
Ternyata mereka sudah hadir lengkap di puncak yang merupakan tanah terbuka ditumbuhi rumput hijau. Lengkap hadir para anggauta Thian-te Liok-koai yang kini hanya tinggal lima orang itu. It-gan Kai-ong, Siang-mou Sin-ni, Hek-giam-lo, Toat-beng Koai-jin, dan adiknya, Tok-sim Lo-tong. Mereka sudah tidak sabar lagi menanti, dan mengomel panjang pendek ketika akhirnya Suling Emas muncul.
“Anggauta Thian-te Liok-koai selalu berlumba untuk lebih dulu hadir dalam pertemuan mengadu kepandaian, membuktikan bahwa ia berani. Dia ini main lambat-lambatan, anggauta macam apa ini!” Toat-beng Koai-jin mendengus dan marah-marah.
“Memang dia tidak patut menjadi anggauta Thian-te Liok-koai! Cuhhh!” It-gan Kai-ong meludah dengan sikap menghina sekali.
“Sudah menjadi pendirian Thian-te Liok-koai bahwa anggauta-anggautanya terdiri daripada orang-orang gagah yang suka melakukan perbuatan berani dan gagah! Akan tetapi dia ini tidak gagah berani, melainkan lemah dan pengecut, buktinya dia selalu memperlihatkan watak lemahnya dengan menolong orang-orang!”
Mendengar ucapan Hek-giam-lo ini semua orang mengangguk-angguk membenarkan. Diam-diam Suling Emas mengeluh di dalam hatinya. Memang, baik dan jahat, gagah dan pengecut, semua hanya sebutan manusia, dan karenanya baik atau pun buruk, gagah ataupun pengecut, sepenuhnya tergantung daripada orang yang mengatakannya, yaitu berdasarkan pandangannya.
Iblis-iblis berupa manusia ini memang wataknya berlainan dengan manusia biasa, akan tetapi mereka tidak sengaja bersikap demikian, karena memang menurut pendapat mereka, pandangan mereka itu pun benar pula!
Dari jaman dahulu sampai kini banyak terdapat orang-orang seperti ini, yang hatinya sudah tertutup dan kotor sehingga pandangannya pun kotor dan nyeleweng tanpa mereka sadari. Perbuatan ugal-ugalan, mengganggu orang, menindas, mengandalkan kekuasaan dan kekuatan, mengganggu wanita baik-baik, menonjolkan kekurang ajaran, semua perbuatan ini mereka anggap sebagai perbuatan gagah berani, atau setidaknya sebagai bukti bahwa mereka ini gagah berani dan mereka bahkan menjadi bangga karena perbuatan-perbuatan itu.
Sebaliknya, orang-orang yang menghindari perbuatan-perbuatan semacam ini, yang selalu berusaha mengasihi sesamanya, mengulurkan tangan menolong sesamanya, dianggap sebagai tanda dari watak penakut dan pengecut!
“Hi-hi-hik!” Siang-mou Sin-ni tertawa terkekeh dan memasang muka semanis-manisnya ketika ia mendekati Suling Emas, memandang wajah yang tampan itu, lalu berkata, “Betapapun juga, kepandaiannya cukup lumayan untuk membuat ia patut menjadi anggauta Thian-te Liok-koai. Tentang sifat-sifat gagah berani itu, biarlah kelak aku sendiri yang akan membimbingnya. Aku akan membuat hatinya lebih kuat daripada hati kalian, aku akan mengajarnya menjadi seorang yang paling gagah dan paling berani di dunia ini!”
Kembali iblis betina itu terkekeh dan dari rambutnya semerbak bau wangi. Tentu saja yang dimaksudkan dengan “hati kuat” adalah hati yang kejam dan ganas, sedangkan “gagah berani” adalah suka melakukan perbuatan yang paling jahat mengerikan. Ketika Siang-mou Sin-ni mengulurkan tangan hendak menggandengnya, Suling Emas melangkah mundur sambil mengelak.
“Eh, Suling Emas, mengapa kau mundur? Bukankah tadi kita sudah main-main dan permainan bersama kita menghasilkan perpaduan yang sedap didengar? Percayalah, kalau kau dan aku bersatu, kelak kita akan mempunyai seorang putera yang akan menjadi raja yang menguasai seluruh jagad!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar