FB

FB


Ads

Selasa, 02 Juli 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 105

Suling Emas terus melarikan diri, dikejar oleh tokoh-tokoh kang-ouw yang mabuk dendam itu. Pendekar sakti ini menjadi serba bingung. Lari terus dari orang-orang yang berkepandaian tinggi ini merupakan hal yang amat sukar, bahkan tidak mungkin karena mereka itu rata-rata memiliki gin-kang dan ilmu lari cepat yang mencapai tingkat tinggi.

Berhenti dan melawan, boleh jadi ia akan dapat mengatasi mereka dengan mengandalkan ilmu-ilmunya, terutama ilmu kesaktian yang ia terima dari Bu Kek Siansu. Akan tetapi kalau ia ingin memperoleh kemenangan dalam pertempuran sehingga ia dapat lolos, jalan satu-satunya hanya merobohkan mereka dan justeru hal ini yang tidak ia kehendaki.

Mereka itu adalah orang-orang yang dibikin sakit hati oleh mendiang ibunya, yang kini menuntut keadilan dan menuntut balas kepadanya. Kalau ia merobohkan mereka, melukai apalagi membunuh, hal itu benar-benar tidak patut dan berarti ia menambah dosa-dosa yang agaknya sudah ditumpuk oleh ibunya. Berpikir demikian, makin sedih hatinya dan hampir saja ia menyerah, hampir timbul pikiran untuk menebus dosa-dosa ibunya dengan menyerahkan nyawa di tangan mereka!

Akhirnya Suling Emas terpaksa berhenti di sebuah lapangan rumput di lereng bukit. Lari terus tiada gunanya lagi, juga hal ini akan membuat ia makin jauh dari kedua orang adiknya yang sudah melarikan diri ke jurusan timur karena ia sendiri lari ke arah barat. Dengan mengangkat sulingnya tinggi-tinggi ia berseru.

“Tahan, aku hendak bicara!”

Dalam waktu beberapa menit saja mereka sudah tiba di depannya. Sebagian daripada mereka terengah-engah karena untuk beberapa lama melakukan pengejaran dengan pengerahan gin-kang sepenuhnya.

“Kau mau bicara apa lagi, Suling Emas?” bentak Cheng San Hwesio tokoh Siauw-lim-pai sambil melintangkan tongkat hwesio di depan dadanya. “Kau yang terkenal sebagai seorang pendekar muda yang sakti, ternyata hanyalah seorang pengecut yang berlari-lari menyelamatkan diri. Hemmm....”

“Buah takkan jatuh jauh dari pohonnya, anak tidak akan jauh bedanya dari ibu kandungnya. Ibunya pengecut, melakukan kejahatan lalu bersembunyi puluhan tahun, mana anaknya tidak pengecut pula?” kata Kok Seng Cu, tokoh Hoa-san-pal sambil menudingkan pedangnya ke arah Suling Emas.

Yang lain-lain ikut pula bicara sehingga ramailah di situ, hiruk-pikuk. Suling Emas melihat betapa gadis baju hijau yang berada di barisan terdepan, yang tidak terengah-engah tanda bahwa gin-kangnya mencapai tingkat tinggi, tidak berkata apa-apa, malah menundukkan muka dan kadang-kadang saja mengerling ke arahnya dengan sikap bingung dan ragu-ragu.

“Cu-wi Locianpwe (Para Orang Tua Sakti) harap jangan terburu nafsu,” kata Suling Emas setelah menarik napas panjang. “Sesungguhnya aku sama sekali tidak tahu akan urusan Cu-wi (Kalian) dengan mendiang ibuku. Akan tetapi percayalah, andaikata benar ibu telah melakukan kesalahan-kesalahan, aku sebagai puteranya takkan mengingkarinya dan sanggup untuk mempertanggungjawabkannya. Akan tetapi, ada dua hal yang harus dipecahkan lebih dulu.”

“Apakah dua hal itu? Hayo bicara yang betul, jangan plintat-plintut!”

Bentak Hek Bin Hosiang, si hwesio muka hitam tokoh Go-bi-pai yang sudah gatal-gatal tangannya hendak mengemplang kepala putera musuh besarnya ini dengan senjatanya. Ia memang jujur dan galak.

“Pertama,” sambung Suling Emas tanpa menghiraukan sikap galak ini. “Cu-wi begini banyak, yang masing-masing hendak membalas dendam yang ditimpakan kepadaku. Ada yang hendak menawan, ada yang hendak membunuh. Mana mungkin hal ini dapat dilakukan? Kedua, biarpun Cu-wi semua mempunyai cerita masing-masing yang menuduhkan kejahatan-kejahatan kepada mendiang ibuku, bagaimana aku dapat merasa yakin bahwa semua tuduhan itu benar belaka? Bagaimana kalau tuduhan itu hanya fitnah dan tidak benar adanya?”

“Fitnah? Jelas Tok-siauw-kwi adalah iblis betina yang jahat, musuh semua orang gagah di dunia kang-ouw. Kau putera tunggalnya, kau harus menebus dosanya setelah ia mampus, dan kita semua akan saling memperebutkan engkau, baik mati maupun hidup!” bentak Hek Bin Hosiang sambil menghantam dengan toya baja di tangannya.

Hantaman toya baja ini luar biasa kerasnya karena selain toya baja itu sendiri beratnya lebih dari seratus kati, juga tenaga hwesio muka hitam tokoh Go-bi-pai ini melebihi gajah! Terdengar angin bersiutan ketika toya itu lenyap bentuknya berubah menjadi sinar hitam menyambar kepala Suling Emas!

“Syuuuuur!”

Pita rambut yang panjang berwarna hitam itu berkibaran ketika toya baja menyambar lewat di atas kepala Suling Emas yang sudah merendahkan tubuh mengelak. Namun toya itu membuat gerakan membelok dan meliuk panjang, lalu datang lagi menyambar dengan lebih kuat lagi. Kini yang diterjang adalah punggung Suling Emas.






Pendekar sakti ini cepat menotolkan ujung kaki ke tanah dan tubuhnya mencelat mumbul ke atas membiarkan toya itu menyambar lewat di bawah kakinya. Sebelum tubuhnya turun, Suling Emas sudah menggerakkan sulingnya ke belakang dan kipasnya ia kebutkan ke kiri karena pada saat itu ia telah diserang dari dua fihak oleh lawan yang lain!

Terdengar bunyi nyaring ketika pedang di tangan Kok Seng Cu tokoh Hoa-san-pai itu tertangkis suling. Kok Seng Cu melompat ke belakang dengan kaget dan kagum. Ia seorang tokoh Hoa-san-pai tingkat dua, lwee-kangnya sudah mencapai tingkat tinggi, akan tetapi benturan pedangnya dengan suling itu membuat telapak tangannya panas.

Lebih kaget lagi adalah Cheng San Hwesio tokoh Siauw-lim-pai, karena tongkat hwesionya yang ia pukulkan ke arah kepala, tiba-tiba menyeleweng ketika dikebut oleh kipas di tangan Suling Emas. Tentu saja hwesio tua ini menjadi penasaran dan juga kaget sekali. Tenaga pukulannya dengan tongkat itu mendekati tiga ratus kati, bagaimana dapat dikebut begitu saja oleh sebuah kipas dan menjadi meleset?

Suling Emas menarik napas panjang mengumpulkan sin-kang dan menggetarkan sulingnya sambil mengebut-ngebutkan kipasnya karena pada saat itu, hujan senjata menyerangnya dari segenap penjuru.

Terdengar bunyi nyaring dan semua senjata itu dapat ia pentalkan mundur oleh getaran sulingnya, sedangkan yang lain dapat dikebut menceng oleh kipasnya. Ia kembali mengeluh dalam hatinya. Sedih ia melihat sikap orang-orang kang-ouw ini yang amat membencinya, yang ingin melihat ia roboh, melihat ia mati, memperlakukannya seolah-olah ia seorang penjahat besar yang keji dan patut dibasmi!

Mengingat akan hal ini, melihat sinar kebencian berpancaran dari mata mereka, Suling Emas tak dapat menahan kesedihannya, tak dapat lagi ia mengangkat senjata melawan mereka dan setelah memutar sulingnya dengan gerakkan memanjang sehingga sinar senjata ampuh ini berubah menjadi pelangi memanjang yang membuat para pengeroyoknya berlompatan mundur, Suling Emas lalu membalikkan tubuhnya dan melarikan diri lagi!

“Pengecut, jangan lari! Begitu sajakah nama besar Suling Emas? Kini merasa takut dan lari terbirit-birit?” seru Kok Seng Cu tokoh Hoa-san-pai sambil mengejar, nada suaranya penuh ejekan.

“Ho-ho-ho! Putera tunggal Tok-siauw-kui yang jahat dan keji mana bisa menjadi orang gagah? Tentu licik, curang dan pengecut!” It-gan Kai-ong tertawa sambil mengejar paling depan.

“It-gan Kai-ong! Kalau kau menghendaki bertempur, hayo kita mencari tempat. Jangan kira aku takut padamu, memang aku masih ada perhitungan denganmu yang belum diselesaikan.”

“Ha-ha-ho-ho! Kau menantang sambil berlari! Bilang saja kau takut!”

Memang Suling Emas terus melarikan diri, dikejar oleh banyak orang. Ejekan It-gan Kai-ong memanaskan perutnya, akan tetapi ia cukup maklum bahwa ejekan yang dikeluarkan oleh pengemis tua mata satu itu sekali-kali bukanlah merupakan tantangan si pengemis sakti, melainkan merupakan akal bulus untuk mencegahnya melarikan diri dan memaksanya menghadapi pengeroyokan begitu banyak tokoh kang-ouw.

“Jembel busuk, aku sama sekali tidak takut menghadapi pengeroyokan, aku hanya tidak mau melayani mereka!”

“Ha-ha-ho-ho, akal bulus!”

It-gan Kai-ong tertawa, akan tetapi biarpun hatinya mendongkol, Suling Emas melanjutkan larinya.

Para pengejarnya juga mengerahkan gin-kang dan mulai menghujankan senjata rahasia lagi, didahului oleh It-gan Kai-ong. Suling Emas berhasil menyelamatkan diri dengan memutar suling di belakang tubuhnya dan berloncatan ke depan secara berbelok-belok ke kanan kiri.

Mendadak pendekar sakti itu berseru kaget dan terpaksa menghentikan larinya. Daerah ini belum dikenalnya dan ia sama sekali tidak mengira bahwa tadi ia melarikan diri ke jurusan yang buntu! Kini di depannya terbentang jurang yang amat dalam dan luas, lebarnya lebih dari seratus meter dan dalamnya tak dapat diukur lagi. Ia telah masuk perangkap, di depannya menghalang jurang yang tak mungkin dapat dilampaui, di belakangnya mengejar puluhan orang yang merupakan lawan-lawan berat dan terutama sekali, merupakan lawan yang tak ingin ia hadapi bukan karena takut melainkan karena enggan.

“Ha-ha-ha, sekarang tamatlah riwayatmu, Suling Emas!” It-gan Kai-ong melompat maju dan menerjang dengan pukulan dahsyat.

Karena diantara para tokoh kang-ouw itu boleh dibilang It-gan Kai-ong merupakan orang yang tingkat kepandaiannya paling tinggi, maka jembel iblis ini dapat menyerang lebih dulu daripada orang lain.

Serangan dahsyat sekali kedua tangannya melontarkan pukulan dengan hawa pukulan jarak jauh sedangkan tangan kanannya menghantamkan tongkatnya ke arah kepala. Sukar untuk dikatakan mana yang lebih berbahaya, karena sesungguhnya pukulan tangan kiri itu, biarpun jaraknya jauh dan tidak akan langsung mengenai kulit lawan, namun bahayanya tidak kalah oleh kemplangan tongkat pada kepala.

Namun Suling Emas cepat menangkis tongkat dengan sulingnya dan mengebut hawa pukulan beracun tangan kiri lawan itu dengan kipasnya, malah kakinya digeser ke depan, kemudian kipas yang tadinya menghembus hawa pukulan lawan terus menyelonong ke depan dan digetarkan sedemikian rupa sehingga kedua ujungnya berturut-turut menotok jalan darah kin-teng-hiat di pundak kiri dan tiong-cu-hiat di leher!

It-gan Kai-ong terkejut sekali. Hampir saja totokan pada pundak itu mengenai sasaran. Ia cepat miringkan tubuh dan totokan ke dua ke arah lehernya itu ia papaki dengan air ludah!

Sudah terkenal di dunia persilatan bahwa It-gan Kai-ong memiliki ilmu kepandaian meludah yang amat mengerikan. Tubuh yang terkena air ludah yang keluar dari mulutnya akan bolong-bolong dan sekali saja terkena air ludahnya, lawan yang kurang kuat akan tewas! Tentu saja penggunaan air ludah ini cukup kuat untuk menangkis kipas yang menotok leher.

Di lain fihak, Suling Emas tidak sudi membiarkan kipasnya terkena ludah kakek menjijikkan itu, maka terpaksa ia menarik sedikit kipasnya dan mengerahkan tenaganya mengebut. Air ludah itu terkena kebutan kipas membalik dan menyambar muka It-gan Kai-ong sendiri! Akan tetapi kakek ini membuka mulutnya dan menerima kembali air ludahnya dengan mulut.

“Kawan-kawan, hayo tangkap putera iblis keji Tok-siauw-kui ini sebelum ia sempat melarikan diri!”

Teriak It-gan Kai-ong yang diam-diam merasa gentar juga menghadapi pendekar yang lihai itu.

Memang para tokoh kang-ouw itu sudah tiba pula di situ dan sudah siap menerjang, maka tanpa menanti komando ke dua lagi mereka beramai-ramai terjun ke gelanggang pertempuran dan sibuklah Suling Emas menggerakkan sepasang senjatanya untuk menangkis ke sana ke mari.

Tentu saja ia banyak melihat lowongan-lowongan yang kalau mau dapat dimasukinya dan merobohkan beberapa orang pengeroyok. Akan tetapi justeru hal ini yang tidak ia kehendaki, maka ia menjadi terdesak hebat dan tidak melihat jalan keluar lagi. Jalan keluar ke arah kebebasan hanya melalui jalan darah, yaitu dengan merobohkan beberapa orang pengeroyok.

Bingunglah hati Suling Emas. Tanpa merobohkan beberapa orang diantara mereka tak mungkin ia bisa lolos kali ini. Hanya kepada It-gan Kai-ong seorang ia mau balas menyerang karena ia maklum akan kejahatan kakek itu, sedangkan yang lain adalah tokoh-tokoh yang ia dengar namanya sebagai tokoh-tokoh terhormat yang bernama baik.

Akan tetapi balasan serangannya kepada It-gan Kai-ong tidak ada artinya lagi karena ia hanya dapat mempergunakan sepersepuluh bagian saja daripada perhatiannya yang harus ia pergunakan untuk menangkis dan menghindar daripada serbuan lawan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar