FB

FB


Ads

Sabtu, 29 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 104

“Lin-moi....! Jangan khawatir, aku akan menyusulmu....!”

Suara Bok Liong ini terdengar oleh Lin Lin yang berada di atas perahu, dan makin gemaslah hati Lin Lin kepada Suling Emas mengapa sampai begitu lama belum juga datang menolongnya sehingga Bok Liong harus mengalami derita yang demikian hebatnya. Tak tega lagi hatinya, maka ia lari memasuki pondok perahu, membanting diri di atas pembaringan yang disediakan untuknya, lalu menangis.

Tiba-tiba ia melihat benda bersinar dan ia segera meraih tongkat itu. Benda bersinar itu adalah ya-beng-cu yang selama ini memang menjadi benda permainannya. Sebetulnya, sebentar saja ia sudah bosan dengan tongkat itu, akan tetapi karena tongkat ini yang agaknya akan membawa ia bertemu kembali dengan Suling Emas, maka ia selalu main-main dengan tongkat itu. Ia merasa yakin bahwa Suling Emas pasti akan mengejar Hek-giam-lo untuk merampas kembali tongkat ini.

Ia meraba-raba tongkat itu. Baru sekarang ia memperhatikan tubuh tongkat, yang ternyata diukir-ukir indah. Tongkat itu sebesar lengannya, makin ke bawah makin kecil dan pada kepalanya terdapat mutiara-mutiara ya-beng-cu itu. Ketika Lin Lin menekan sana-sini, tanpa sengaja ia menekan bagian bawah dan tiba-tiba terdengar bunyi “klikkk!” dan bagian tengah tongkat itu bergerak memanjang! Lin Lin merasa heran sekali.

Ketika diperiksanya bagian ini, ternyata bagian tengah tongkat itu bersambung, akan tetapi sambungannya diatur sedemikian rupa sehingga takkan dapat diketahui begitu saja.

Agaknya tersentuh kunci pembuka sambungan itu maka otomatis sambungannya menjadi memanjang. Lin Lin menarik kedua ujung tongkat dan benar saja, tongkat itu kini menjadi dua potong. Bagian atas sebagai tutupnya dan bagian bawah sebagai wadah yang ternyata berlubang sebelah dalamnya. Dengan amat hati-hati Lin Lin memeriksa, mengetuk-ngetukkan kedua potongan tongkat yang berlubang itu dan keluarlah gulungan-gulungan kertas tipis dari dalamnya.

Dengan hati berdebar-debar Lin Lin memeriksa. Kiranya kertas-kertas bergulung itu ada tiga belas lembar banyaknya, lebarnya sekaki persegi dan penuh dengan tulisan kecil-kecil yang indah.

Lin Lin cepat membacanya dan alangkah girang dan tegang hatinya ketika membaca pelajaran ilmu silat aneh yang didahului dengan latihan samadhi yang aneh pula, karena disitu diterangkan bahwa untuk latihan ini orang harus bertelanjang bulat. Memang semua aliran menganjurkan bahwa di waktu samadhi, orang harus mengenakan pakaian yang longgar, jangan ada yang menekan agar kedudukan tubuh menjadi enak dan jalan darah tidak terganggu, dan memang harus diakui bahwa yang terbaik adalah bertelanjang bulat.

Akan tetapi pelajaran ini mengharuskan orang bertelanjang bulat dalam latihan ini, sungguh merupakan hal yang aneh dan luar biasa. Akan tetapi, karena hatinya amat ingin dapat membebaskan diri dari tangan Hek-giam-lo. Lin Lin berpengharapan bahwa ilmu ini merupakan ilmu mujijat yang akan dapat menolong dirinya. Tanpa ragu-ragu lagi ia lalu membuka semua pakaiannya, lalu berjungkir balik dan bersamadhi dalam keadaan aneh ini, kepala di bawah kaki di atas seperti yang dianjurkan di dalam gulungan kertas pertama.

Beberapa menit kemudian ia merasa kepalanya pening, akan tetapi ia memaksa diri, mendesak hawa sin-kang ke bagian menurut petunjuk dan.... sepuluh menit kemudian kakinya yang berada di atas itu terbanting ke bawah karena gadis ini sudah menjadi pingsan! Kebetulan sekali tubuhnya yang tak berpakaian lagi itu menimpa tongkat dan gulungan kertas sehingga tidak tampak dari luar.

Kalau saja keadaannya tidak seaneh itu, agaknya Lin Lin akan menimbulkan kecurigaan Hek-giam-lo. Dua kali anak buah Hek-giam-lo mengetuk pintu pondok untuk mempersilakan dia keluar makan, dan dua kali itu tidak ada jawaban dari dalam pondok.

Akhirnya Hek-giam-lo sendiri mendekati pintu pondok. Dengan perlahan didorongnya pintu dan ia menjenguk ke dalam. Dari dalam kedoknya iblis ini mendengus, lalu menutupkan kembali pintu pondok dari luar, kemudian memesan kepada semua anak buahnya agar jangan mengganggu tuan puteri yang sedang tidur nyenyak.

Betapapun juga, gadis itu akan diperisteri oleh kakaknya, Raja Khitan, maka Hek-giam-lo tidak suka mengganggunya. Apalagi gadis yang ia anggap liar dan gila itu kini tidur dalam keadaan telanjang bulat, tentu saja tidak boleh dilihat anak buahnya. Seorang gadis yang menjadi calon permaisuri mana boleh dilihat oleh anak buahnya dalam keadaan tak berpakaian? Sama sekali Hek-giam-lo tidak curiga, apalagi memang hawa pada siang hari itu amat panas.

Lin Lin siuman kembali dan cepat-cepat ia berpakaian. Ia maklum bahwa ilmu yang tertulis di dalam gulungan kertas itu merupakan ilmu mujijat yang luar biasa. Ia dapat menduga bahwa mempelajari ilmu ini tidak boleh secara serampangan belaka, maka ia mengambil keputusan untuk membacanya dengan teliti dan tidak akan melatihnya sebelum ia mengerti benar inti sarinya.

Tentu saja Lin Lin tidak tahu kerena kertas-kertas itu dahulu ditulis oleh pendiri Beng-kauw, yaitu Pat-jiu Sin-ong Liu Gan. Telah diceritakan di bagian depan yang menyinggung sedikit akan keadaan ketua Beng-kauw pertama itu dengan puterinya, yaitu mendiang Tok-siauw-kui Liu Lu Sian. Lu Sian mencuri Sam-po-cin-keng (Kitab Tiga Pusaka) yang menjadi pegangan ketua Beng-kauw itu, dan karenanya semua ilmu kesaktian Pat-jiu Sin-ong boleh dibilang telah diwarisi atau dicuri oleh anak perempuannya sendiri yang murtad (baca cerita Suling Emas).

Karena inilah maka diam-diam Pat-jiu Sin-ong lalu menciptakan ilmu pukulan mujijat yang seluruhnya berjumlah tiga belas macam dan secara rahasia ia tulis dan ia sembunyikan di dalam tongkatnya. Tiga belas macam ilmu gaib ini ia ciptakan dengan susah payah selama tiga belas tahun dan merupakan ilmu yang berat dan dalam.

Inilah sebabnya mengapa begitu melatih samadhi menurut petunjuk ilmu ini seketika Lin Lin menjadi pingsan! Baiknya Lin Lin dapat mengenal ilmu sejati, dan dengan tekun mempelajarinya secara diam-diam. Setelah hafal betul dan tahu bagaimana harus bersikap dalam latihan samadhi yang aneh itu, kini ia hanya berlatih samadhi di waktu malam dan sengaja ia menggelapkan kamar dan menutupi mutiara ya-beng-cu agar tidak mengeluarkan sinar.

Baru berlatih tiga malam saja, ia sudah mendapatkan perubahan hebat dalam dirinya. Hawa sakti yang amat aneh dan amat kuat bergolak di dalam dadanya dan berkali-kali ia mau muntah karena tidak dapat menahannya. Akan tetapi berkat petunjuk dari ilmu rahasia itu yang tekun dibacanya, ia dapat mengatur dan menyalurkan hawa sakti itu sehingga berkumpul di pusar.

Kemudian ia mulai mempelajari jurus-jurus rahasia yang tiga belas buah banyaknya. Tidaklah mudah untuk mempelajari ilmu yang diciptakan selama tiga belas tahun ini apalagi ilmu tingkat tinggi. Baiknya Lin Lin pernah menerima petunjuk dan gemblengan kakek Kim-lun Seng-jin sehingga sedikit banyak ia telah memiliki dasar untuk ilmu silat tingkat tinggi. Biarpun dengan susah payah dan sukar sekali, namun kecerdikannya membuat ia lambat-laun dapat pula memetik buahnya.

Semenjak mendapatkan kertas gulungan pelajaran rahasia yang kalau sudah baca ia simpan kembali ke dalam tongkat, Lin Lin bersikap tenang dan tidak lagi memaki-maki atau nekat mencari jalan pembebasan. Ia maklum bahwa untuk dapat bebas, ia harus dapat mengalahkan Hek-giam-lo dan untuk mencapai hal ini adalah tidak mudah.

Tak mungkin ia dapat mengalahkan orang sakti itu walaupun ia sudah mempelajari ilmu mujijat yang baru dilatihnya beberapa hari lamanya dan masih mentah. Ia ingin memperdalam ilmu ini, kalau perlu ia akan ikut terus sampai ke Khitan dan akan mencari jalan keluar agar supaya kehendak Kaisar Khitan atau pamannya itu ditangguhkan. Setelah ilmu itu ia fahami benar-benar, nah, baru ia akan melarikan diri menggunakan ilmu baru ini untuk menghadapi dan menghalau penghalang.

**** 104 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar