“Heh-heh, tidak ada yang gila, Tuan Puteri. Jamak laki-laki beristerikan wanita, muda lagi cantik. Ibu Paduka memang seayah dengan hamba dan Sri Baginda, akan tetapi berlainan ibu, jadi diantara kita sudah bukan apa-apa. Paduka akan menjadi ratu di Khitan, menjadi junjungan di samping Sri Baginda, karena itulah hamba juga menjadi hamba Paduka. Hanya karena Paduka tidak mau suka rela pergi ke Khitan, terpaksa hamba membelenggu Paduka.”
“Gila....! Kau dan semua orang Khitan yang gila ataukah aku yang berubah gila? Raja Khitan, kakakmu itu selamanya belum pernah melihat aku, kenapa dia bersikeras hendak menawanku dan mengambilku sebagai permaisuri? Di dunia ini, mana ada peristiwa yang lebih gila daripada ini?”
“Paduka akan menyesal mengeluarkan caci maki seperti itu, Tuan Puteri. Kakak hamba Sri Baginda mengambil keputusan ini berdasarkan kebijaksanaan yang luar biasa. Mengingat bahwa Paduka masih keturunan langsung dari kaisar tua, dan banyak panglima tua yang mengharapkan Paduka duduk menjadi yang dipertuan di Khitan, kebijaksanaan yang paling tepat adalah mengangkat Paduka menjadi permaisuri. Sudahlah, harap Paduka sudi mengaso.”
“Tidak! Aku tidak sudi, tidak mau....! Aku tidak sudi pergi ke Khitan!”
Pada saat itu, sesosok bayangan hitam berkelebat cepat sekali dan tahu-tahu Lie Bok Liong sudah ada di belakang Lin Lin. Tangan kirinya berusaha merenggut putus sabuk sutera yang mengikat tangan gadis itu, sedangkan tangan kanannya menodongkan pedangnya ke dada Hek-giam-lo!
“Jangan takut, Lin-moi, aku membelamu,” bisik pemuda itu sambil mengerahkan tenaga tangan kirinya untuk melepaskan ikatan kedua tangan Lin Lin.
Gadis itu terkejut sekali. Andaikata Suling Emas yang menolongnya pada saat itu, tentu ia akan merasa bahagia dan girang sekali. Akan tetapi Lie Bok Liong? Ia cukup mengenal sahabat ini dan tahu sampai di mana tingkat kepandaiannya. Tidak jauh selisihnya dengan kepandaiannya sendiri. Mana bisa menang menghadapi Hek-giam-lo yang berdiri dengan tegak dan tak bergerak itu? Tidak saja akan sia-sia usaha pertolongan Bok Liong, malah sebaliknya selain ia sendiri tidak akan tertolong, pemuda ini malah akan menghadapi bahaya pula.
Para anak buah perahu bermunculan, akan tetapi mereka hanya berdiri tertegun, tidak berani turun tangan sebelum menerima perintah Hek-giam-lo yang tampak tenang-tenang itu. Agaknya iblis tengkorak ini sengaja membiarkan Bok Liong melepaskan belenggu Lin Lin, buktinya ia diam saja, hanya berdiri bertolak pinggang, seakan-akan ia gentar karena ditodong pedang oleh Lie Bok Liong.
Akhirnya terlepas juga ikatan tangan Lin Lin dan pemuda itu segera menarik tubuh Lin Lin supaya berada di belakangnya, sedangkan ia sendiri memasang kuda-kuda, siap menghadapi lawan. Sikapnya gagah sekali dan pemuda yang tegap ini sudah siap sedia mengorbankan nyawanya untuk membela gadis yang telah merampas hatinya.
Tiba-tiba Lin Lin teringat akan sesuatu dan wajahnya berseri, timbul harapan di hatinya. Tentu, pikirnya, tentu guru pemuda ini ikut datang, kalau tidak, masa Bok Liong akan seberani ini menghadapi Hek-giam-lo?
“Liong-koko, mana gurumu?” bisik Lin Lin penuh harap.
Bok Liong tidak menjawab, matanya bergerak-gerak memandang Hek-giam-lo dan para anak buah Khitan yang bermunculan dan mengurungnya di atas perahu yang lebar itu. Perahu mulai bergoyang sedikit karena pergerakan mereka. Ia tidak dapat menjawab karena memang ia datang tidak bersama suhunya. Pemuda ini ketika melihat Lin Lin lenyap secara aneh bersama orang-orang Khitan, merasa khawatir sekali. Hatinya sudah terampas oleh senyum dan sinar mata Lin Lin.
Lie Bok Liong pemuda perkasa murid Gan-lopek itu telah jatuh cinta kepada Lin Lin. Karena itu, tanpa mempedulikan lagi peristiwa yang amat aneh dan menyeramkan yang terjadi di ruangan sembahyang Beng-kauw, ia menyelinap pergi dan secepat kilat ia lari menyusul rombongan orang Khitan.
Ia terus membayangi mereka sampai mereka tiba di pinggir sungai dan melihat kekasih hatinya itu dihadapkan Hek-giam-lo dan dirampas pedangnya lalu diikat tangannya, Lie Bok Liong lupa segala, menjadi nekat dan cepat ia bertindak untuk menolong Lin Lin. Tentu saja ia cukup maklum betapa lihainya Hek-giam-lo, akan tetapi untuk membela Lin Lin yang dipuja di dalam hatinya, jangankan hanya menghadapi seorang Hek-giam-lo, biar disitu ada sepuluh orang Hek-giam-lo sekalipun, ia tidak akan mundur selangkah dan siap mengorbankan nyawanya untuk membela Lin Lin!
Melihat cara Bok Liong menodongkan pedang dengan tubuh agak bergoyang-goyang, Hek-giam-lo mengeluarkan suara mendengus,
“Huh, orang muda, mana gurumu Gan-lopek si badut gila itu? Suruh dia yang keluar menghadapi aku!”
Diam-diam Bok Liong terkejut. Dengan melihat cara ia memasang kuda-kuda saja iblis ini sudah mengenal ilmu silatnya, terang bahwa sekarang ia bertemu lawan yang seimbang gurunya. Akan tetapi ia tidak gentar dan tidak menjawab ucapan Hek-giam-lo, melainkan menjawab pertanyaan Lin Lin tadi.
“Lin-moi, jangan takut. Untuk menolongmu dari para iblis ini, tidak usah Suhu yang maju, cukup dengan aku saja.” Kemudian ia menghadap Hek-giam-lo dan berkata lantang.
“Hek-giam-lo, kau seorang Locianpwe yang berilmu tinggi. Tidak seharusnya kau memaksa Nona ini yang tidak mau ikut ke Khitan. Harap kau orang tua suka memandang muka Suhuku dan membebaskannya, biarkan dia pergi bersamaku ke mana ia suka. Kelak kalau aku atau Suhu lewat Khitan, tentu tidak lupa singgah untuk menyampaikan terima kasih dan hormat.”
Ucapan Bok Liong ini adalah ucapan gagah seorang tokoh kang-ouw terhadap tokoh kang-ouw lain, dan biasanya orang-orang kang-ouw tunduk akan “sopan sentun” kang-ouw seperti ini.
Akan tetapi Hek-giam-lo mendengus dan berkata singkat,
“Bocah gila, melihat muka tolol gurumu, aku mau ampunkan kau. Hayo lekas kau minggat dari sini dan jangan mengganggu urusan kami. Tuan Puteri Yalina akan ikut bersama kami, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya denganmu. Pergi!”
Berbareng dengan ucapan ini, Hek-giam-lo menggerakkan lengan bajunya yang berubah menjadi sinar hitam menyambar ke arah dada Lie Bok Liong.
Tenaga sakti yang dahsyat merupakan angin yang kuat sekali menyambar ke depan. Bok Liong sudah siap sedia, cepat ia lompat menghindar ke samping tubuhnya bergoyang-goyang, pinggulnya megal-megol akan tetapi tahu-tahu pedangnya sudah menyelinap di antara sambaran angin, mengirim tusukan balasan ke arah lambung si iblis tengkorak.
Diam-diam Hek-giam-lo kaget dan kagum. Seorang muda yang dapat menghindarkan serangannya dan seketika dapat balas menyerang, jarang sekali terdapat di dunia kang-ouw. Maklumlah ia bahwa pemuda murid Gan-lopek ini sudah lumayan kepandaiannya. Tentu saja dengan mudah ia dapat menangkis tusukan pedang itu dengan kibasan lengan bajunya.
Ketika pedangnya terkena kibasan ujung lengan baju, hampir saja pedang itu terlepas dari tangannya. Bok Liong kaget bukan main, namun ia tetap melanjutkan serangannya, kini pedangnya membuat tiga lingkaran lebar yang makin lama makin sempit lalu menjurus ke arah dada lawan.
Hebat serangan ini, dan kuat sekali. Namun dengan mudah pula Hek-giam-lo menghindar, lalu dari samping pukulan jarak jauh dengan ujung lengan baju membuat Bok Liong terhuyung-huyung, hampir menabrak seorang anak buah Khitan. Anehnya, orang Khitan ini sama sekali tidak bergerak atau menyerang, dan ini merupakan bukti betapa teguh mereka memegang disiplin. Tanpa perintah kepala mereka, orang-orang Khitan ini tidak berani sembarangan bergerak. Dan mereka memang betul, karena andaikata ada yang bergerak, hal itu berarti membantu Hek-giam-lo tanpa diperintah dan ini berarti pula menghina tokoh besar itu yang mungkin hukumannya adalah maut!
Lin Lin yang melihat perlawanan gigih dari Bok Liong terhadap Hek-giam-lo, menjadi kagum. Tiba-tiba ia lari menerobos memasuki bilik perahu. Juga orang-orang Khitan mendiamkannya saja, apalagi gadis itu adalah “tuan puteri” bagi mereka, tanpa ada perintah Hek-giam-lo mereka tidak akan berani mengganggunya sedikit pun juga.
Tak lama kemudian Lin Lin sudah berlari keluar lagi, di tangannya memegang tongkat Beng-kauw yang kepalanya dihias permata ya-beng-cu! Kiranya gadis ini memasuki bilik untuk mencari senjata karena pedangnya sudah terampas oleh Hek-giam-lo. Setelah tiba di luar, ia melihat Bok Liong terkurung sinar hitam yang dibuat oleh lengan baju Hek-giam-lo, maka tanpa banyak cakap lagi ia lalu menggerakkan tongkat Beng-kauw mengemplang dari belakang ke arah kepala Hek-giam-lo!
“Werrrrr!”
Tongkat itu lewat dekat kepala ketika Hek-giam-lo menghindar, kemudian sekali lompat iblis tengkorak ini sudah tiba dekat Bok Liong. Lengan baju kiri digerakkan melibat pedang Bok Liong, tangan kanan mengirim pukulan dari atas ke bawah yang kalau mengenai kepala Bok Liong tentu akan pecah seketika.
“Hayaaaaa....!”
Bok Liong menjatuhkan diri ke belakang dan bergulingan, pukulan itu menyambar lewat dan “brakkk!” papan perahu terkena pukulan tangan Hek-giam-lo menjadi amblong berlubang besar!
Biarpun Bok Liong sudah terhindar daripada bahaya maut, namun pedangnya, pedang pusaka Goat-kong-kiam, kini sudah terampas dan berada di tangan si iblis tengkorak! Hek-giam-lo mengeluarkan suara seperti orang tertawa, tangan kanannya bergerak dan pedang rampasan meluncur ke belakang menangkis tongkat Beng-kauw yang sudah menyambarnya lagi.
“Traaanggggg!”
Biarpun pedang itu disambitkan untuk menangkis, namun tenaga sambitannya membuat Lin Lin mengaduh karena telapak tangannya terasa panas dan perih, baiknya tongkatnya tidak terlepas. Pedang itu terbentur dan meluncur seperti anak panah ke arah kaki Bok Liong! Pemuda ini cepat melompat menghindar agar jangan sampai kakinya terbabat pedangnya sendiri. Cappp! Pedang Goat-kong-kiam menancap sampai setengah lebih di atas papan perahu.
“Bocah gila, lekas minggat. Sekali lagi aku tidak memberi ampun!”
Kata Hek-giam-lo sambil menggerakkan tangan kiri menyambut tongkat yang kembali telah dipukulkan oleh Lin Lin ke arah kepalanya. Kali ini Hek-giam-lo menerima tongkat itu, menarik lalu mendorong kuat sekali. Lin Lin menjerit dan tubuhnya terlempar.... keluar perahu!
“Byurrrrr....!” Tubuhnya menimpa air yang muncrat tinggi.
“Tolong.... auppp....!”
Lin Lin kaget sekali karena tubuhnya kaku, kaki tangannya lumpuh tak dapat digerakkan untuk berenang, maka dengan panik ia minta tolong.
Sesosok bayangan melompat ke air. Dia adalah Bok Liong yang cepat menyelam dan menyambar tubuh Lin Lin yang sudah tenggelam itu, kemudian memeluknya dan membawanya berenang ke pinggir perahu. Tongkat Beng-kauw masih berada di tangan gadis itu yang tidak mau melepaskannya. Dengan agak sukar Bok Liong menyambar pinggiran perahu, lalu menaikkan tubuh Lin Lin, yang masih kaku karena tadi terkena totokan lihai Hek-giam-lo. Ia sendiri meloncat ke atas perahu dan kembali mencabut pedangnya.
“Hek-giam-lo, kau bukan lawanku. Sekali lagi, memandang muka Suhu, harap kau suka membebaskan Lin-moi dan aku. Kalau kau mau berkelahi, lawanlah Suhu, baru sebanding. Akan tetapi kalau kau tidak mau membebaskan Lin-moi, terpaksa aku mengadu nyawa denganmu!”
“Heh, bocah edan! Nona ini adalah Tuan Puteri kami, dia adalah calon Permaisuri Khitan! Kau ini bocah gila berani jatuh hati kepadanya?”
Marahlah Bok Liong. Ia melompat maju dengan serangan pedangnya. Kali ini Hek-giam-lo melibat ujung pedang lawan dengan lengan bajunya, menggerakkan ke bawah dan.... tubuh Bok Liong terbanting ke atas papan perahu.
Seketika tubuh Bok Liong amblas sampai sepinggang karena kebetulan sekali ia terbanting pada papan yang telah bolong terkena pukulan Hek-giam-lo tadi. Kasihan pemuda itu, ia berusaha melepaskan diri namun sia-sia karena pinggangnya terjepit sehingga ia seperti seekor tikus masuk perangkap. Namun ia masih memaki-maki,
“Hek-giam-lo, kau bunuhlah aku, tapi bebaskan Lin-moi!”
“Tidak dibunuh buat apa?”
Berkata demikian, Hek-giam-lo menghampiri tubuh Bok Liong yang masih terjepit papan perahu.
Pemuda ini biarpun sudah tidak berdaya, namun pedangnya masih berada di tangan dan ia dengan sikap menantang siap untuk melakukan serangan terakhir dengan senjatanya sebelum tewas, sedikitpun tidak terbayang rasa takut di wajahnya.
“Hek-giam-lo, jangan bunuh dia!” tiba-tiba Lin Lin berseru keras.
“Gila....! Kau dan semua orang Khitan yang gila ataukah aku yang berubah gila? Raja Khitan, kakakmu itu selamanya belum pernah melihat aku, kenapa dia bersikeras hendak menawanku dan mengambilku sebagai permaisuri? Di dunia ini, mana ada peristiwa yang lebih gila daripada ini?”
“Paduka akan menyesal mengeluarkan caci maki seperti itu, Tuan Puteri. Kakak hamba Sri Baginda mengambil keputusan ini berdasarkan kebijaksanaan yang luar biasa. Mengingat bahwa Paduka masih keturunan langsung dari kaisar tua, dan banyak panglima tua yang mengharapkan Paduka duduk menjadi yang dipertuan di Khitan, kebijaksanaan yang paling tepat adalah mengangkat Paduka menjadi permaisuri. Sudahlah, harap Paduka sudi mengaso.”
“Tidak! Aku tidak sudi, tidak mau....! Aku tidak sudi pergi ke Khitan!”
Pada saat itu, sesosok bayangan hitam berkelebat cepat sekali dan tahu-tahu Lie Bok Liong sudah ada di belakang Lin Lin. Tangan kirinya berusaha merenggut putus sabuk sutera yang mengikat tangan gadis itu, sedangkan tangan kanannya menodongkan pedangnya ke dada Hek-giam-lo!
“Jangan takut, Lin-moi, aku membelamu,” bisik pemuda itu sambil mengerahkan tenaga tangan kirinya untuk melepaskan ikatan kedua tangan Lin Lin.
Gadis itu terkejut sekali. Andaikata Suling Emas yang menolongnya pada saat itu, tentu ia akan merasa bahagia dan girang sekali. Akan tetapi Lie Bok Liong? Ia cukup mengenal sahabat ini dan tahu sampai di mana tingkat kepandaiannya. Tidak jauh selisihnya dengan kepandaiannya sendiri. Mana bisa menang menghadapi Hek-giam-lo yang berdiri dengan tegak dan tak bergerak itu? Tidak saja akan sia-sia usaha pertolongan Bok Liong, malah sebaliknya selain ia sendiri tidak akan tertolong, pemuda ini malah akan menghadapi bahaya pula.
Para anak buah perahu bermunculan, akan tetapi mereka hanya berdiri tertegun, tidak berani turun tangan sebelum menerima perintah Hek-giam-lo yang tampak tenang-tenang itu. Agaknya iblis tengkorak ini sengaja membiarkan Bok Liong melepaskan belenggu Lin Lin, buktinya ia diam saja, hanya berdiri bertolak pinggang, seakan-akan ia gentar karena ditodong pedang oleh Lie Bok Liong.
Akhirnya terlepas juga ikatan tangan Lin Lin dan pemuda itu segera menarik tubuh Lin Lin supaya berada di belakangnya, sedangkan ia sendiri memasang kuda-kuda, siap menghadapi lawan. Sikapnya gagah sekali dan pemuda yang tegap ini sudah siap sedia mengorbankan nyawanya untuk membela gadis yang telah merampas hatinya.
Tiba-tiba Lin Lin teringat akan sesuatu dan wajahnya berseri, timbul harapan di hatinya. Tentu, pikirnya, tentu guru pemuda ini ikut datang, kalau tidak, masa Bok Liong akan seberani ini menghadapi Hek-giam-lo?
“Liong-koko, mana gurumu?” bisik Lin Lin penuh harap.
Bok Liong tidak menjawab, matanya bergerak-gerak memandang Hek-giam-lo dan para anak buah Khitan yang bermunculan dan mengurungnya di atas perahu yang lebar itu. Perahu mulai bergoyang sedikit karena pergerakan mereka. Ia tidak dapat menjawab karena memang ia datang tidak bersama suhunya. Pemuda ini ketika melihat Lin Lin lenyap secara aneh bersama orang-orang Khitan, merasa khawatir sekali. Hatinya sudah terampas oleh senyum dan sinar mata Lin Lin.
Lie Bok Liong pemuda perkasa murid Gan-lopek itu telah jatuh cinta kepada Lin Lin. Karena itu, tanpa mempedulikan lagi peristiwa yang amat aneh dan menyeramkan yang terjadi di ruangan sembahyang Beng-kauw, ia menyelinap pergi dan secepat kilat ia lari menyusul rombongan orang Khitan.
Ia terus membayangi mereka sampai mereka tiba di pinggir sungai dan melihat kekasih hatinya itu dihadapkan Hek-giam-lo dan dirampas pedangnya lalu diikat tangannya, Lie Bok Liong lupa segala, menjadi nekat dan cepat ia bertindak untuk menolong Lin Lin. Tentu saja ia cukup maklum betapa lihainya Hek-giam-lo, akan tetapi untuk membela Lin Lin yang dipuja di dalam hatinya, jangankan hanya menghadapi seorang Hek-giam-lo, biar disitu ada sepuluh orang Hek-giam-lo sekalipun, ia tidak akan mundur selangkah dan siap mengorbankan nyawanya untuk membela Lin Lin!
Melihat cara Bok Liong menodongkan pedang dengan tubuh agak bergoyang-goyang, Hek-giam-lo mengeluarkan suara mendengus,
“Huh, orang muda, mana gurumu Gan-lopek si badut gila itu? Suruh dia yang keluar menghadapi aku!”
Diam-diam Bok Liong terkejut. Dengan melihat cara ia memasang kuda-kuda saja iblis ini sudah mengenal ilmu silatnya, terang bahwa sekarang ia bertemu lawan yang seimbang gurunya. Akan tetapi ia tidak gentar dan tidak menjawab ucapan Hek-giam-lo, melainkan menjawab pertanyaan Lin Lin tadi.
“Lin-moi, jangan takut. Untuk menolongmu dari para iblis ini, tidak usah Suhu yang maju, cukup dengan aku saja.” Kemudian ia menghadap Hek-giam-lo dan berkata lantang.
“Hek-giam-lo, kau seorang Locianpwe yang berilmu tinggi. Tidak seharusnya kau memaksa Nona ini yang tidak mau ikut ke Khitan. Harap kau orang tua suka memandang muka Suhuku dan membebaskannya, biarkan dia pergi bersamaku ke mana ia suka. Kelak kalau aku atau Suhu lewat Khitan, tentu tidak lupa singgah untuk menyampaikan terima kasih dan hormat.”
Ucapan Bok Liong ini adalah ucapan gagah seorang tokoh kang-ouw terhadap tokoh kang-ouw lain, dan biasanya orang-orang kang-ouw tunduk akan “sopan sentun” kang-ouw seperti ini.
Akan tetapi Hek-giam-lo mendengus dan berkata singkat,
“Bocah gila, melihat muka tolol gurumu, aku mau ampunkan kau. Hayo lekas kau minggat dari sini dan jangan mengganggu urusan kami. Tuan Puteri Yalina akan ikut bersama kami, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya denganmu. Pergi!”
Berbareng dengan ucapan ini, Hek-giam-lo menggerakkan lengan bajunya yang berubah menjadi sinar hitam menyambar ke arah dada Lie Bok Liong.
Tenaga sakti yang dahsyat merupakan angin yang kuat sekali menyambar ke depan. Bok Liong sudah siap sedia, cepat ia lompat menghindar ke samping tubuhnya bergoyang-goyang, pinggulnya megal-megol akan tetapi tahu-tahu pedangnya sudah menyelinap di antara sambaran angin, mengirim tusukan balasan ke arah lambung si iblis tengkorak.
Diam-diam Hek-giam-lo kaget dan kagum. Seorang muda yang dapat menghindarkan serangannya dan seketika dapat balas menyerang, jarang sekali terdapat di dunia kang-ouw. Maklumlah ia bahwa pemuda murid Gan-lopek ini sudah lumayan kepandaiannya. Tentu saja dengan mudah ia dapat menangkis tusukan pedang itu dengan kibasan lengan bajunya.
Ketika pedangnya terkena kibasan ujung lengan baju, hampir saja pedang itu terlepas dari tangannya. Bok Liong kaget bukan main, namun ia tetap melanjutkan serangannya, kini pedangnya membuat tiga lingkaran lebar yang makin lama makin sempit lalu menjurus ke arah dada lawan.
Hebat serangan ini, dan kuat sekali. Namun dengan mudah pula Hek-giam-lo menghindar, lalu dari samping pukulan jarak jauh dengan ujung lengan baju membuat Bok Liong terhuyung-huyung, hampir menabrak seorang anak buah Khitan. Anehnya, orang Khitan ini sama sekali tidak bergerak atau menyerang, dan ini merupakan bukti betapa teguh mereka memegang disiplin. Tanpa perintah kepala mereka, orang-orang Khitan ini tidak berani sembarangan bergerak. Dan mereka memang betul, karena andaikata ada yang bergerak, hal itu berarti membantu Hek-giam-lo tanpa diperintah dan ini berarti pula menghina tokoh besar itu yang mungkin hukumannya adalah maut!
Lin Lin yang melihat perlawanan gigih dari Bok Liong terhadap Hek-giam-lo, menjadi kagum. Tiba-tiba ia lari menerobos memasuki bilik perahu. Juga orang-orang Khitan mendiamkannya saja, apalagi gadis itu adalah “tuan puteri” bagi mereka, tanpa ada perintah Hek-giam-lo mereka tidak akan berani mengganggunya sedikit pun juga.
Tak lama kemudian Lin Lin sudah berlari keluar lagi, di tangannya memegang tongkat Beng-kauw yang kepalanya dihias permata ya-beng-cu! Kiranya gadis ini memasuki bilik untuk mencari senjata karena pedangnya sudah terampas oleh Hek-giam-lo. Setelah tiba di luar, ia melihat Bok Liong terkurung sinar hitam yang dibuat oleh lengan baju Hek-giam-lo, maka tanpa banyak cakap lagi ia lalu menggerakkan tongkat Beng-kauw mengemplang dari belakang ke arah kepala Hek-giam-lo!
“Werrrrr!”
Tongkat itu lewat dekat kepala ketika Hek-giam-lo menghindar, kemudian sekali lompat iblis tengkorak ini sudah tiba dekat Bok Liong. Lengan baju kiri digerakkan melibat pedang Bok Liong, tangan kanan mengirim pukulan dari atas ke bawah yang kalau mengenai kepala Bok Liong tentu akan pecah seketika.
“Hayaaaaa....!”
Bok Liong menjatuhkan diri ke belakang dan bergulingan, pukulan itu menyambar lewat dan “brakkk!” papan perahu terkena pukulan tangan Hek-giam-lo menjadi amblong berlubang besar!
Biarpun Bok Liong sudah terhindar daripada bahaya maut, namun pedangnya, pedang pusaka Goat-kong-kiam, kini sudah terampas dan berada di tangan si iblis tengkorak! Hek-giam-lo mengeluarkan suara seperti orang tertawa, tangan kanannya bergerak dan pedang rampasan meluncur ke belakang menangkis tongkat Beng-kauw yang sudah menyambarnya lagi.
“Traaanggggg!”
Biarpun pedang itu disambitkan untuk menangkis, namun tenaga sambitannya membuat Lin Lin mengaduh karena telapak tangannya terasa panas dan perih, baiknya tongkatnya tidak terlepas. Pedang itu terbentur dan meluncur seperti anak panah ke arah kaki Bok Liong! Pemuda ini cepat melompat menghindar agar jangan sampai kakinya terbabat pedangnya sendiri. Cappp! Pedang Goat-kong-kiam menancap sampai setengah lebih di atas papan perahu.
“Bocah gila, lekas minggat. Sekali lagi aku tidak memberi ampun!”
Kata Hek-giam-lo sambil menggerakkan tangan kiri menyambut tongkat yang kembali telah dipukulkan oleh Lin Lin ke arah kepalanya. Kali ini Hek-giam-lo menerima tongkat itu, menarik lalu mendorong kuat sekali. Lin Lin menjerit dan tubuhnya terlempar.... keluar perahu!
“Byurrrrr....!” Tubuhnya menimpa air yang muncrat tinggi.
“Tolong.... auppp....!”
Lin Lin kaget sekali karena tubuhnya kaku, kaki tangannya lumpuh tak dapat digerakkan untuk berenang, maka dengan panik ia minta tolong.
Sesosok bayangan melompat ke air. Dia adalah Bok Liong yang cepat menyelam dan menyambar tubuh Lin Lin yang sudah tenggelam itu, kemudian memeluknya dan membawanya berenang ke pinggir perahu. Tongkat Beng-kauw masih berada di tangan gadis itu yang tidak mau melepaskannya. Dengan agak sukar Bok Liong menyambar pinggiran perahu, lalu menaikkan tubuh Lin Lin, yang masih kaku karena tadi terkena totokan lihai Hek-giam-lo. Ia sendiri meloncat ke atas perahu dan kembali mencabut pedangnya.
“Hek-giam-lo, kau bukan lawanku. Sekali lagi, memandang muka Suhu, harap kau suka membebaskan Lin-moi dan aku. Kalau kau mau berkelahi, lawanlah Suhu, baru sebanding. Akan tetapi kalau kau tidak mau membebaskan Lin-moi, terpaksa aku mengadu nyawa denganmu!”
“Heh, bocah edan! Nona ini adalah Tuan Puteri kami, dia adalah calon Permaisuri Khitan! Kau ini bocah gila berani jatuh hati kepadanya?”
Marahlah Bok Liong. Ia melompat maju dengan serangan pedangnya. Kali ini Hek-giam-lo melibat ujung pedang lawan dengan lengan bajunya, menggerakkan ke bawah dan.... tubuh Bok Liong terbanting ke atas papan perahu.
Seketika tubuh Bok Liong amblas sampai sepinggang karena kebetulan sekali ia terbanting pada papan yang telah bolong terkena pukulan Hek-giam-lo tadi. Kasihan pemuda itu, ia berusaha melepaskan diri namun sia-sia karena pinggangnya terjepit sehingga ia seperti seekor tikus masuk perangkap. Namun ia masih memaki-maki,
“Hek-giam-lo, kau bunuhlah aku, tapi bebaskan Lin-moi!”
“Tidak dibunuh buat apa?”
Berkata demikian, Hek-giam-lo menghampiri tubuh Bok Liong yang masih terjepit papan perahu.
Pemuda ini biarpun sudah tidak berdaya, namun pedangnya masih berada di tangan dan ia dengan sikap menantang siap untuk melakukan serangan terakhir dengan senjatanya sebelum tewas, sedikitpun tidak terbayang rasa takut di wajahnya.
“Hek-giam-lo, jangan bunuh dia!” tiba-tiba Lin Lin berseru keras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar