FB

FB


Ads

Senin, 17 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 077

Bu Sin melompat dari tempat duduknya, matanya terbelalak lebar, keheranan memenuhi dada dan kepalanya.

“Kau bilang Kakak Bu Song itu Suling Emas? Jadi dia itu kakak kami sendiri....? Wah, pantas, pantas.... dia selalu menolong kami! Ah, memang patut ditampar kepalaku, Hwee-moi, wah, aku benar-benar goblok. Ha-ha-ha-ha!” Bu Sin tertawa-tawa girang, bergelak sambil menampari kepalanya sendiri. “Ha-ha-ha, benar! Dia selalu berpakaian sebagai seorang pelajar! Wah, kakakku demikian gagah perkasa.... ah, alangkah akan girangnya hati Ayah kalau mengetahul hal itu.... sayang, Ayah.... takkan pernah tahu....”

Dengan kepalan tangannya, pemuda yang ditusuk rasa haru ini menghapus dua titik air mata dari pelupuk matanya.

Sadar akan keadaannya yang tidak sewajarnya itu, Bu Sin memandang kepada Liu Hwee sambil tersenyum malu.

“Maaf Hwee-moi, aku telah memperlihatkan sikap lemah sekali. Kau harus tahu, selama hidupku, belum pernah aku bertemu dengan kakakku itu, dan yang lebih hebat lagi, dahulu kami bertiga kakak beradik malah menyangka bahwa Suling Emas adalah pembunuh ayah bunda kami. Karena hendak mencari Kakak Bu Song dan mencari musuh besar kami, maka hari ini aku bisa berada di sini. Siapa tahu dan siapa sangka, orang yang kami sangka membunuh orang tua kami itu malah kakak sulung kami!”

Liu Hwee menarik napas panjang.
“Kau tidak lemah, Sin-koko. Memang kehidupan Suling Emas semenjak kecilnya telah diselubungi banyak rahasia yang kadang-kadang membingungkan. Bahkan aku sendiri tidak tahu sejelasnya, juga Ayahku tidak tahu. Kau tahu, ibunya, yaitu Cici Liu Sian, sampai kini pun tidak ada orang tahu, hanya dapat menduga-duga, namun tak pernah aku atau Ayah dapat menjumpainya. Aneh, memang aneh sekali enci misanku itu, juga puteranya aneh.”

“Pertemuanku denganmu benar-benar mendatangkan rasa bahagia karena rahasia kakakku telah dapat kuketahui, Adik Liu Hwee. Sayang bahwa kebahagiaan itu kiranya takkan dapat berlangsung terus. Bagaimana aku akan dapat bertemu dengan kakakku itu kalau sekarang kita berada dalam tahanan di bawah tanah dan tidak ada jalan keluar? Ah, dasar aku yang tidak becus, tidak berhasil menyelamatkanmu, malah aku sendiri tertawan. Hwee-moi, kau yang berkepandaian tinggi, bagaimana kau sampai dapat ditawan pengemis-pengemis itu dan dimasukkan dalam karung dalam keadaan pingsan?”

“Belum kuceritakan hal itu kepadamu. Tadi telah kuceritakan bahwa aku dan Suling Emas melakukan penyelidikan. Tentu saja kami berpencar dan Suling Emas bertugas menyelidiki para tamu yang termasuk tokoh-tokoh tinggi, sedangkan aku menyelidiki ke tempat para tamu yang rendahan. Ketika aku tiba di ujung tempat-tempat pemondokan para tamu rombongan dari Kerajaan Sung, aku melihat dua orang pengemis yang mengempit tubuh dua orang pula sedang melarikan diri. Aku tertarik sekali, mengira bahwa mereka tentu melakukan kejahatan. “

“Karena mereka berada di negeriku, aku harus mencegah orang berbuat kejahatan, maka aku lalu mengejar mereka. Setelah tiba di dalam sebuah hutan, tiba-tiba dua orang itu melepaskan orang-orang yang dikempitnya dan.... ternyata dua orang yang dikempit tadi tidak apa-apa, malah juga berpakaian pengemis dan tertawa-tawa, lalu empat orang itu mengeroyokku! Mereka tidak menjawab pertanyaan-pertanyaanku, dan melihat betapa serangan-serangan mereka tidak ditujukan untuk membunuh, aku lalu menduga bahwa mereka bermaksud menculikku. “

“Akan tetapi dengan cambukku di tangan, dengan mudah aku mendesak mereka bertiga, malah berhasil merobohkan seorang di antara mereka. Pada saat aku sudah mendesak hebat dan takkan lama lagi mereka tentu akan roboh seorang demi seorang, muncullah It-gan Kai-ong! Aku melawan sampai seratus jurus lebih, akan tetapi dia bukan tandinganku. Terlampau kuat, akhirnya aku roboh pingsan dan selanjutnya kau menolongku.”

“Agaknya mereka itu memang hendak menculikmu, Hwee-moi. Apakah kehendak mereka?”

“Mungkin karena kecurigaanku, atau mungkin juga karena It-gan Kai-ong hendak mempergunakan aku sebagai jaminan. Akan tetapi dia tidak mungkin berani menggangguku, karena sekali dia berani membunuhku, dia akan berhadapan dengan Ayah dan seluruh warga Beng-kauw. Kalau terjadi demikian, biar di dunia ini ada seratus It-gan Kai-ong, mereka akan dibasmi semua!”

“Atau dia mempunyai rencana yang amat jahat! Ah, Moi-moi, kalau saja kita bisa keluar dari sini dan mendapat bantuan Kakak Bu Song....”

Bu Sin lalu berjalan memeriksa ruangan itu. Akan tetapi segera ia mendapat kenyataan bahwa tak mungkin keluar dari tempat itu. Ruangan ini tertutup semua oleh dinding batu karang yang amat kuat, adapun pintu satu-satunya adalah pintu terbuat daripada besi yang agaknya dipalang dari luar sehingga tak mungkin dibuka dari sebelah dalam.

“Sin-koko, tak usah dicari jalan keluar, tempat ini memang dahulu dipergunakan untuk tempat tahanan tawanan penting dan rahasia. Hanya ada satu cara....”






“Bagaimana caranya? Adik Liu Hwee yang baik, lekas katakan dan mari kita segera keluar dari sini!”

“Kita makan dan minum dulu sampai kenyang. Perutku lapar dan kita perlu memulihkan tenaga untuk menghadapi terjangan keluar.”

Gadis itu lalu meraih panci dan memilih roti, menawarkannya kepada Bu Sin yang ragu-ragu untuk makan roti itu. Akan tetapi ia melihat Liu Hwee menggigit roti dengan enaknya dan mendengar gadis itu berkata kemudian.

“Tak usah khawatir, roti dan arak serta air ini tidak beracun.”

Bu Sin tersenyum dan ia pun segera makan roti itu, karena selama ini ia hanya makan buah-buah saja maka roti sederhana itu terasa enak sekali,

“Bagaimana kau bisa begitu yakin bahwa makanan dan minuman ini tidak beracun?”

“Mudah saja. Kalau lawan hendak membunuh kita, apa sukarnya? Masa harus bersusah payah menaruh racun pada makanan atau minuman yang belum tentu kita sentuh?”

Bu Sin mengangguk-angguk dan diam-diam ia memuji kecerdikan dan ketenangan dara muda itu. Setelah mereka kenyang mengisi perut, Bu Sin yang sudah tidak sabar bertanya.

“Bagaimana caranya supaya kita dapat keluar dari neraka ini?”

Liu Hwee tersenyum.
“Neraka? Aku sama sekali tidak merasa berada di dalam neraka, Sin-ko. Senang malah disini seperti ini.”

Tiba-tiba jantung Bu Sin berdegupan keras. Gadis jelita ini senang berada disitu bersama dia? Tentu karena ada dia, masa kalau sendiri merasa senang di tempat seperti itu? Tak mungkin.

“Adikku yang baik. Aku pun merasa senang sekali karena ada engkau bersamaku di sini, akan tetapi alangkah akan lebih menyenangkan sekali kalau kita berada di luar tempat tahanan.”

Liu Bwee mengangkat muka memandang tajam. Kembali mereka saling berpandangan dan biarpun mulut mereka tidak mengeluarkan suara di saat itu, namun pancaran kasih terbawa sinar mata tampak nyata dan terasa oleh kedua fihak sehingga kembali kulit pipi menjadi merah sendiri dan keduanya untuk sejenak merenggut pandang mata yang saling peluk.

“Ruangan ini tidak mempunyai jalan keluar lain kecuali pintu itu. Pintu terkunci dan di luar pintu tentu dijaga. Kita tidak bersenjata, akan tetapi kalau tidak ada It-gan Kai-ong di situ, kita tidak perlu khawatir. Kalau sudah keluar dari ruangan ini, aku mengenal jalan-jalan rahasia di dalam terowongan ini yang belum tentu dikenal pula oleh mereka.”

“Kalau begitu, bagaimana kita bisa keluar dari ruangan ini?”

“Kau seranglah aku dan kita bertempur mati-matian, saling serang, akan tetapi jangan ragu-ragu untuk memukul dan merobohkan aku....”

“Apa kau bilang? Mana bisa.... apa artinya itu, Moi-moi?”

Melihat kebingungan pemuda itu, Liu Hwee merasa geli, juga besar hati karena pemuda yang telah membetot rasa kasihnya ini tentu saja bingung dan menolak untuk memukulnya roboh!

“Hanya ada satu cara untuk memancing mereka membuka pintu ini, Koko. Kau tadi dengar sendiri betapa It-gan Kai-ong memesan supaya mereka tidak mengganggu aku, ini hanya berarti bahwa It-gan Kai-ong tidak menghendaki aku mengalami malapetaka atau terganggu di sini karena dia tidak berani menghadapi kemarahan Ayah dan Beng-kauw. Maka kalau mereka tahu kita bertempur, tentu mereka merasa khawatir kalau-kalau aku sampai celaka, apalagi kalau mereka membuka pintu melihat kau memukul aku sampai roboh, tentu mereka menyerbu masuk untuk menghalangi maksudmu, atau untuk menolongku. Nah, saat itulah kita pergunakan untuk menerjang keluar. Mengertikah engkau?”

Bu Sin mengangguk-angguk, tapi alisnya berkerut.
“Tapi.... Moi-moi, aku hanya akan memukul secara pura-pura saja dan kau lalu menggulingkan diri roboh. Mana bisa aku memukulmu sungguh-sungguh?”

Kembali Liu Hwee tersenyum senang.
“Sin-koko, mereka itu bukanlah anak-anak atau orang-orang bodoh yang mudah kita bohongi atau kita tipu. Mereka itu adalah ahli-ahli silat yang akan dapat melihat pukulan palsu atau tulen. Kau pukullah sungguh-sungguh, biar keras asal jangan kau pergunakan lwee-kang. Percayalah, hanya dengan cara itu usaha kita akan berhasil. Kau boleh pukul punggung kananku, akan kuberi lowongan sambil miringkan tubuh. Begitu pintu dibuka, kau desak aku dan aku mengelak sambil miringkan tubuh begini, dan.... kau pukullah punggung kanan ini sampai aku terjungkal....”

Sambil berkata demikian Liu Hwee memperlihatkan gerakannya. Bu Sin mengangguk-angguk tanda mengerti biarpun hatinya merasa tidak enak sekali. Setelah mendengarkan petunjuk-petunjuk Liu Hwee, sepasang orang muda ini mulai berteriak-teriak, membuat gaduh dengan menyambitkan pecahan batu pada pintu, membentak dan berseru nyaring, pendeknya mereka membuat suara gaduh orang sedang bertempur hebat. Sampai lama mereka melakukan hal ini dan beberapa kali mereka menendang daun pintu.

Akhirnya daun pintu bergerak perlahan. Liu Hwee memberi isyarat kepada Bu Sin dan sekarang keduanya bertempur sungguh-sungguh! Begitu bertanding, kagetlah Bu Sin karena dara jelita itu benar-benar hebat kepandaiannya. Pertemuan lengan membuat tubuhnya kesemutan, dan gerakan-gerakan Liu Hwee selain aneh juga amat cepatnya. Maklumlah ia bahwa dalam pertandingan sungguh-sungguh, ia bukan lawan gadis perkasa ini.

“Jahanam, berani kau mengganggu puteri Beng-kauwcu?” Liu Hwee berseru nyaring sambil memperhebat terjangannya.

“Nona manis, kalau tidak mau menyerah kepadaku lebih baik kau mampus!” teriak Bu Sin dengan kata-kata dibuat kurang ajar.

Daun pintu terbuka makin lebar dan kini tampak muka yang bopeng mengintai ke dalam. Kiranya itu adalah muka pengemis bopeng tadi. Agaknya mereka yang berada di luar masih menaruh curiga, maka si bopeng tidak segera membuka pintu melainkan mengintai ke dalam.

Melihat itu, Bu Sin berseru keras dan melancarkan pukulan dengan jurus yang berbahaya, sambil mengerahkan sin-kang yang ia pelajari dari kakek sakti. Ayunan tangannya mendatangkan siutan angin. Liu Hwee mengeluarkan seruan kaget dan mengelak ke belakang sambil miringkan tubuh dan terhuyung-huyung karena kakinya tertumbuk batu. Saat itu dipergunakan oleh Bu Sin untuk mendesak maju dan pukulan tangan kirinya dengan tepat menghantam punggung kanan gadis jelita itu. Ia memukul dengan keras akan tetapi menyimpan tenaga lwee-kang, hanya mempergunakan gwa-kang atau tenaga kasar, yaitu tenaga gerakan otot.

“Bukkkkk....!” Kepalannya mengenai sasaran yang lunak dan halus sehingga hatinya serasa ditusuk.

“Aduhhhh....!”

Liu Hwee mengeluh, tubuhnya terlempar melayang ke belakang, menumbuk dinding batu dan terjungkal roboh. Bu Sin sampai menjadi pucat mukanya. Masa pukulannya yang hanya dilakukan dengan kasar itu dapat membuat Liu Hwee terlempar sampai begitu hebat? Ia lupa akan permainan sandiwaranya, dengan hati penuh kegelisahan ia meloncat ke dekat Liu Hwee, menjatuhkan diri berlutut dan memeluk gadis itu, merangkulnya untuk memeriksa keadaannya.

“Setan kurang ajar, kau sudah bosan hidup!”

Teriak si muka bopeng yang sekarang membuka daun pintu dan menerjang masuk, diikuti si mata juling dan si kepala besar.

Mereka bertiga menerjang Bu Sin dengan senjata mereka. Akan tetapi Bu Sin sudah siap, cepat ia mengelak dengan gerakan gesit ke kiri dan bagaikan kilat menyambar kakinya sudah melayang, tepat memasuki rongga perut si juling.

“Ngekkk!”

Demikian si juling mengeluarkan suara tertahan, napasnya terengah-engah, matanya yang juling itu berputaran sebelum ia roboh pingsan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar