FB

FB


Ads

Kamis, 06 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 051

Hemmm, celaka sekali ini aku, pikir Suling Emas dan ia sudah menyesal mengapa tadi ia memberi janji segala macam. Jangan-jangan gadis liar ini akan menyeretnya untuk melakukan hal yang bukan-bukan. Diam-diam ia gemas sekali dan ingin rasanya ia menangkap bocah ini, menelungkupkannya di atas pangkuan dan menghajar pantatnya sampai matang biru!

Akan tetapi Lin Lin yang cerdik pura-pura tidak melihat mata yang melotot kepadanya itu, melainkan ia cepat-cepat menyambung kata-katanya.

“Pertama, kau tidak boleh bercerita kepada siapapun juga di dunia ini, kepada isterimu pun tidak....”

“Aku tidak punya isteri!”

“Masa....?” Lin Lin duduk menunjang dagu dengan kedua tangan dan memandang tajam. Mereka sudah sejak tadi duduk berhadapan lagi, terhalang meja. “Kenapa sih? Usiamu sudah lebih daripada cukup. Kurasa tiga puluh tahun sudah ada....”

Suling Emas menarik napas panjang, sejenak memandang wajah Lin Lin, kemudian menunduk dan menggerakkan kedua pundaknya yang bidang.

“Aku takkan punya isteri.... siapa akan sudi padaku....?” Tiba-tiba pandang mata Suling Emas merenung dan tampak sedih sekali.

“Akan tetapi kelak kau tentu akan mengubah pendirian ini dan kelak kau tentu akan punya seorang isteri yang cantik jelita dan baik....”

Suling Emas menggebrak meja dan.... keempat kaki meja itu amblas sampai belasan sentimeter ke dalam lantai yang keras. Tiba-tiba meja menjadi pendek.

“Apa-apaan semua ini? Melantur-lantur urusan isteri dan pernikahan segala macam?”

Lin Lin sadar, menurunkan kedua tangannya, keningnya berkerut-kerut, mengingat-ingat,

“Ah, oh.... sampai dimana aku tadi? Oya, permintaan pertama, kepada siapapun juga di dunia ini, juga tidak kepada.... calon isterimu, kau tidak boleh bercerita tentang yang tadi itu. Sanggupkah?”

Lega bukan main hati Suling Emas. Kiranya hanya macam begini saja permintaan dara gila ini. Saking gembiranya dan lega hatinya mendengar bahwa permintaan yang belum apa-apa sudah ia janji menyanggupi itu ternyata bukan permintaan yang bukan-bukan, timbul kegembiraannya untuk menggoda. Ia pura-pura tidak mengerti dan bertanya,

“Tentu saja aku sanggup kalau hanya untuk tutup mulut, tapi harus dijelaskan, tidak boleh bercerita tentang apa?”

“Tentang tadi itu, lho.”

“Tentang tadi? Ada apa sih tadi? Tentang kau datang ke istana dan bertempur melawan para penjaga?”

“Bukan.... bukan....! Kalau tentang itu saja boleh kau ceritakan kepada setiap orang yang kau jumpai. Bukan itu, tapi tentang.... eh, tentang antara kita tadi itu.”

Suling Emas menarik muka bodoh, longang-longong seakan-akan ia benar-benar tidak mengerti.

“Eh, tentang pertandingan kita tadi? Baik, aku akan tutup mul....”

“Kau buka sehari semalam juga peduli amat kalau tentang itu. Wah, tidak nyana bahwa Suling Emas yang namanya lebih tinggi dari puncak Thai-san, kiranya hanya seorang laki-laki yang amat bodoh. Itu lho, tentang kekurang-ajaranmu tadi, kau peluk aku dan kau.... kau....”

Melihat betapa wajah itu di bawah sinar lampu yang terang menjadi amat merah, Suling Emas merasa kasihan juga. Ia mengangguk-angguk.

“Baik-baik, aku mengerti sudah. Aku sanggup untuk tutup mulut tentang hal itu.”

Lin Lin menarik napas panjang. Ia merasa lega dan hal itu akan merupakan rahasia antara mereka berdua saja.

“Dan kau akan membantu usaha kami mencari Kakak Kam Bu Song dan pembunuh ayah bunda kami.”






“Sanggup!” tanpa banyak pikir lagi Suling Emas menjawab sambil mengangguk.

“Dan kau akan membawa aku bersamamu dalam usaha mencari Kakak Kam Bu Song dan musuh besarku. Sanggup?”

“Wah.... ini.... ini....” Suling Emas meragu.

Lin Lin tersenyum mengejek dan menudingkan telunjuk kanannya ke arah hidung Suling Emas.

“Nah-nah, janjinya menyanggupi segala macam permintaan, baru begitu saja sudah menolak....”

“Menolak sih tidak, tapi.... mencari orang yang tidak tentu tempatnya, membutuhkan waktu yang tidak dapat diduga berapa lamanya. Pula, besok aku akan pergi ke Nan-cao mengunjungi perayaan Agama Beng-kauw....” Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, “Ah, di sana berkumpul semua tokoh kang-ouw, kurasa akan dapat bertemu dengan pembunuh ayah bundamu disana.”

“Nah, kalau begitu bawalah aku kesana.”

“Tapi.... pembunuh ayah bundamu tentulah seorang yang amat lihai lagi jahat!”

“Takut apa? Kau kira aku takut? Lagi pula, aku tidak minta perlindunganmu! Aku hanya minta kau mengajak aku dalam usaha mencarinya. Nah, bagaimana jawabnya?”

Suling Emas mengerutkan kening, berpikir-pikir, lalu mengangguk-angguk.
“Perlu juga seorang bocah seperti kau ini menghadapi banyak pengalaman. Di Nan-cao kau akan melihat dan mendengar banyak. Baiklah, aku sanggup. Besok aku akan menjemputmu di kelenteng itu.”

Bukan main girangnya hati Lin Lin. Ia dapat membayangkan sudah betapa encinya akan membuka matanya yang jeli itu lebar-lebar memandangnya kalau mendengar akan janji-janji Suling Emas kepadanya!

“Sebuah permintaan lagi, kau harus memperkenalkan nama aslimu kepadaku dan aku pasti akan merahasiakannya kalau memang kau kehendaki itu.”

Suling Emas tampak terkejut sekali, akan tetapi ia segera mengangkat telunjuknya ke atas dan berkata ketus,

“Anak nakal, sekali ini aku takkan menyanggupi apa-apa lagi. Kau minta aku memegang teguh kata-kata yang sudah keluar, akan tetapi kau sendiri mengapa hendak melanggar omongan sendiri?”

“Aku? Melanggar omonganku sendiri? Mana bisa....?”

“Kau tadi bilang hendak mengajukan tiga macam permintaan. Pertama, aku tidak boleh bercerita kepada orang lain bahwa aku sudah memeluk dan menciummu. Ke dua, aku akan membantumu mencari kakakmu dan musuh besarmu. Ke tiga, aku akan membawamu serta ke Nan-cao. Nah, sudah cukup tiga, bukan? Tak boleh diberi embel-embel lagi!”

Lin Lin menyesal bukan main.
“Wah, aku salah. Kalau begitu boleh ditukar. Permintaan pertama itu kutukar dengan permintaan ini dan....”

“Cukup! Aku tidak mau bicara lagi. Sekarang kau kembali ke kuil dan besok aku akan menjemputmu, kita bersama berangkat ke Nan-cao!”

Setelah berkata demikian, kedua tangannya bergerak dan.... tiba-tiba semua lampu penerangan di dalam ruangan itu padam.

“Ikuti aku keluar....” Bayangan hitam itu berkata perlahan.

Lin Lin terpaksa mengikuti dan ternyata mereka keluar dari pintu samping yang ditutup kembali oleh Suling Emas dari luar. Orang aneh itu sekali bergerak sudah melompat tinggi dan ternyata ia menyambar benderanya di atas genteng, lalu melayang turun lagi. Gerakannya demikian ringan dan cepat laksana seekor burung garuda terbang melayang saja, membuat Lin Lin kagum bukan main.

Suling Emas bergerak lagi dan Lin Lin mengikuti terus. Dapat dibayangkan betapa heran dan kagumnya hati Lin Lin ketika Suling Emas membawanya keluar dari lingkungan istana itu dengan enak saja, berjalan melalui jalan di antara gedung-gedung besar, kemudian menerobos keluar dari pintu gerbang. Para penjaga yang berada di situ terang melihat mereka berdua, akan tetapi jangankan mengganggu, berkata sepatah pun tidak seakan-akan Suling Emas dan Lin Lin merupakan dua sosok bayangan yang tidak tampak oleh mereka!

Setibanya di luar, Suling Emas berkata,
“Nah, selamat malam. Besok kujemput di kuil,” Begitu habis kata-katanya orangnya pun lenyap!

Bukan main, pikir Lin Lin. Lebih hebat lagi, ia sudah berhasil “menundukkan” orang luar biasa macam itu! Mulai besok, dia akan melakukan perjalanan jauh bersama Suling Emas! Lin Lin berjingkrak-jingkrak dan berlari-lari cepat sekali. Ingin ia lekas-lekas sampai di kuil untuk menceritakan hal yang amat membanggakan hatinya itu kepada encinya. Betapa akan terlongong heran enci Sian Erg, bisik debar jantung Lin Lin.

Akan tetapi alangkah heran dan kemudian bingung hatinya ketika ia tiba di kuli, Sian Eng ternyata tidak berada disitu. Para hwesio yang ditanyainya menerangkan bahwa encinya itu pergi meninggalkan kuil tidak lama setelah Lin Lin pergi petang tadi.

“Pinceng semua tidak tahu kemana perginya, dia tidak meninggalkan pesan dan pinceng (saya) tidak berani bertanya.”

Memang para hwesio di kuil itu amat menghormati Sian Eng dan hal ini adalah karena yang membawa datang gadis itu adalah Suling Emas.

Tergesa-gesa Lin Lin memasuki kamar di sebelah belakang kuil itu. Kamar itu kosong dan hatinya tidak enak sekali rasanya ketika melihat bahwa bukan hanya Sian Eng yang lenyap dari kamar itu, melainkan bungkusan pakaian encinya, juga pedangnya, turut lenyap. Hal ini hanya berarti bahwa encinya memang sengaja pergi dari situ. Bukan pergi dekat-dekatan saja, melainkan pergi melakukan perjalan jauh, karena kalau tidak demikian, apa perlunya membawa-bawa bekal pakaian.

Akan tetapi, kalau benar demikian, mana bisa jadi? Masa encinya pergi jauh tanpa memberi tahu kepadanya? Hanya satu hal yang melegakan hatinya. Agaknya encinya itu tidak diculik orang atau dibawa pergi orang dengan kekerasan, karena kalau demikian halnya, tentu encinya tidak membawa serta pakaiannya.

Lin Lin semalam tak dapat tidur. Baru saja bertemu dengan encinya, sekarang ia ditinggal pergi lagi dengan aneh. Sekali lagi ia berpisah dari Bu Sin dan Sian Eng, tanpa mengetahui dimana adanya mereka berdua. Diam-diam Lin Lin mendongkol sekali. Mengapa Sian Eng meninggalkannya begitu saja? Ada rahasia apakah di balik perbuatan yang amat ganjil ini?

Hatinya baru tenteram dan kebingungannya berkurang banyak kalau ia teringat akan Suling Emas. Orang itu hebat, kepandaiannya seperti setan. Sekarang ia sudah dapat “bersahabat” dengan Suling Emas, tentang lenyapnya Sian Eng, apa sih sukarnya bagi Suling Emas? Besok aku akan minta dia mencari Slan Eng lebih dulu, pikirnya. Akan tetapi segera ia teringat betapa aneh dan sukar watak Suling Emas. Belum tentu ia mau menuruti permintaannya, buktinya, ditanya nama sesungguhnya saja tidak mau memberi tahu. Lin Lin bersungut-sungut dan duduk termenung di dalam kamarnya tak dapat tidur.

Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali seorang hwesio pelayan memberi tahu bahwa ada seorang tamu mencarinya. Lin Lin meloncat dari pembaringan, langsung keluar dari dalam kamar. Dengan rambut kusut dan wajah gelisah ia berlari keluar untuk menyambut Suling Emas dan cepat bercerita tentang lenyapnya Sian Eng.

Akan tetapi wajahnya berubah ketika ia melihat bahwa laki-laki yang duduk di ruangan depan itu sama sekali bukan Suling Emas yang diharap-harap kedatangannya, melainkan Lie Bok Liong! Akan tetapi, hanya sebentar saja rasa kecewa ini menekan hatinya, karena ia segera meraih harapan bahwa sahabat ini berhasil mendapat tahu tentang dimana adanya Bu Sin kakaknya.

“Liong-twako, bagaimana dengan Sin-ko? Sudah tahukah kau dimana adanya Sin-ko?”

Sejenak Bok Liong menatap wajah dengan rambut kusut itu dengan hati berguncang. Selama dua hari berpisah dari Lin Lin, makin terasalah ia betapa ia tak mungkin dapat terpisah dari gadis ini. Yang dua hari itu ia merasakan siksaan batin yang kosong dan sunyi, akibat daripada kebahagiaan yang selama ini ia rasai di dekat Lin Lin telah direnggutkan dari padanya. Betapa rindunya kepada dara itu, akan tetapi ia menguatkan hati dan dengan tekun ia mencari keterangan tentang diri kakak nona itu sampai keluar kota raja.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar