FB

FB


Ads

Selasa, 04 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 049

Nan-cao adalah sebuah negeri kecil, atau lebih tepat lagi sebuah kerajaan kecil yang berada di daerah Yu-nan. Di antara kerajaan-kerajaan di daerah selatan dan barat, Kerajaan Nan-cao yang kecil ini terhitung kerajaan yang paling kuat dan paling gigih menentang dan tidak mau tunduk kepada Kerajaan Sung.

Lain-lain kerajaan seperti Kerajaan Nan-ping di Hu-pei dan Kerajaan Su di Se-cuan, suka mengakui Kerajaan Sung dan pemimpin mereka oleh Kaisar Sung malah diganjar pangkat dan kedudukan. Akan tetapi Nan-cao tidak mengakui kedaulatan Kaisar Sung.

Yang memperkuat kedudukan Kerajaan Nan-cao sesungguhnya adalah Agama Beng-kauw. Agama ini dipimpin oleh orang-orang sakti dan karena kaisarnya sendiri juga termasuk pemeluk Agama Beng-kauw, maka boleh dibilang para pemimpin agama ini adalah keluarga raja di istana.

Apakah sebetulnya yang disebut Agama Beng-kauw? Mari kita mengenalnya dari catatan sejarah, Beng-kauw yang berarti Agama Terang aslinya disebut Manicheism, yaitu menurut nama penemunya yang bernama MANI. Mani seorang berbangsa Persia (Iran), putera seorang bangsawan.

Pada hahekatnya, Agama Manicheism atau Beng-kauw ini merupakan perkawinan antara Agama Kristen dan Agama Zoroastrianism yang dianut oleh sebagian besar bangsa Persia. Agama ini mendasarkan filsafatnya pada filsafat kuno tentang Im Yang (Positive & Negative). Menurut ajaran agama ini, segala kejahatan lahir daripada kegelapan yang merupakan sebuah Kerajaan Gelap yang dirajai setan. Oleh karena inilah, Mani menamakan diri sendiri sebagai Duta Terang, dan ini pula yang menyebabkan mengapa agama ini disebut Agama Terang atau Beng-kauw. Segala macam kotoran harus dibersihkan, segala macam kegelapan harus dikalahkan dan diusir oleh Terang.

Agaknya karena banyak orang berilmu tinggi dan memiliki kesaktian mendukung lahirnya agama ini, maka sebertar saja Beng-kauw menjadi sebuah agama yang besar dan dianut manusia secara luas. Seperti juga dengan agama-agama lain, Agama Beng-kauw tersebar luas setelah penemunya, Mani meninggal dunia (dihukum mati pada tahun 274 Masehi). Agama ini meluas sampai jauh ke barat menurut catatan sampai ke Perancis dan pada tahun 694 Masehi mulailah agama ini masuk ke Tiongkok yang oleh para penganutnya lalu disebut Beng-kauw (Agama Terang). Dua abad lebih kemudian, biarpun di Tiongkok Agama Beng-kauw sudah amat menurun pengaruhnya, namun masih berpusat dan bersisa di selatan, di negara Nan-cao.

Puluhan tahun, ketua Beng-kauw adalah seorang tokoh yang amat terkenal akan kesaktiannya, bernama Liu Gan yang berjuluk Pat-jiu Sin-ong (Raja Sakti Tangan Delapan). Hebat kepandaian ketua Beng-kauw ini dan orang-orang, terutama para pemeluk agama itu, percaya bahwa tokoh ini adalah seorang yang tidak bisa mati!

Usianya pun katanya lebih dari seratus lima puluh tahun. Agaknya hal ke dua ini mungkin sekali karena semua tokoh kang-ouw yang paling tua tidak ada yang tidak mendengar nama besarnya yang berarti bahwa Pat-jiu Sin-ong ini sudah amat lama tersohor di dunia kang-ouw. Akan tetapi agaknya tidak benarlah desas-desus yang mengatakan bahwa ia tidak bisa mati karena buktinya bulan depan ini disana akan diadakan sembahyangan untuk memperingati dan menghormat seribu hari wafatnya Pat-jiu Sin-ong!

Pernah disebut dalam cerita ini bahwa Pat-jiu Sin-ong Liu Gan mempunyai seorang puteri bernama Liu Lu Sian yang berjuluk Tok-siauw-kui (Iblis Cilik Berbisa)! Tiga puluh tahun yang lalu, Liu Lu Sian merupakan seorang tokoh besar pula di dunia kang-ouw, amat tersohor karena kecantikannya yang seperti bidadari, kecantikan yang aneh dan asing karena darahnya adalah darah campuran antara Tiongkok dan Persia, matanya agak kebiruan, kulitnya yang putih agak kemerah-merahan.

Tidak hanya kecantikannya yang luar biasa itu saja yang membuat ia terkenal, akan tetapi juga kepandaiannya yang tinggi, yang ia warisi dari ayahnya dan terutama sekali ia tersohor karena keganasannya. Inilah agaknya yang membuat ia dihadiahi julukan Setan Cilik Berbisa!

Seperti banyak sekali wanita di waktu itu, Liu Lu Sian juga tergila-gila kepada jenderal muda Kam Si Ek yang terkenal tampan dan gagah perkasa. Sebaliknya, Jenderal Kam juga jatuh hati terhadap puteri ketua Beng-kauw ini. Sungguhpun Jenderal Kam cukup sadar akan keadaan gadis ini yang terkenal ganas dan merupakan seorang tokoh yang bernama buruk, namun cinta selalu mengalahkan perasaan dan kesadaran hati manusia muda. Ia menikah dengan Liu Lu Sian, hal yang amat menggemparkan dunia kang-ouw di waktu itu. Perkawinan ini mendatangkan seorang putera, yaitu Kam Bu Song.

Sayang sekali, mungkin karena perbedaan watak, pernikahan itu tak dapat dipertahankan terlalu lama dan jiwa petualang Liu Lu Sian tak dapat dikekang lagi. Akhirnya, wanita ini pergi meninggalkan suaminya setelah mereka bercekcok. Bu Song yang ditinggalkan ibunya itu baru berusia empat tahun dan selanjutnya telah kita ketahui bahwa anak ini pun akhirnya meninggalkan ayahnya, agakya darah ibunya mengalir di tubuhnya mewariskan jiwa petualang yang besar.

Pengganti Pat-jiu Sin-ong Liu Gan yang telah wafat adalah adiknya sendiri, bernama Liu Mo yang usianya juga sudah amat tua, sukar diketahui berapa usia ketua baru ini. Tubuhnya sama dengan kakaknya, tinggi besar dengan kulit hitam dan mata agak biru. Ia pendiam, namun kabarnya juga amat sakti.






Beng-kauwcu (Ketua Agama Beng) Liu Mo ini tidak mempunyai julukan yang menyeramkan, namun seperti juga kakaknya, ia mempunyai pengaruh yang amat besar di negara Nan-cao dan menjabat kedudukan sebagai koksu (guru/penasehat kerajaan) yang agaknya menentukan keputusan yang diambil oleh raja.

Seperti juga mendiang kakaknya, biarpun dia sendiri sudah tua dan usianya tak ada yang mengetahui berapa, namun ia masih kuat dan mempunyai empat orang isteri muda-muda dan cantik! Akan tetapi, hanya seorang saja di antara isterinya itu yang mempunyai anak, seorang anak perempuan yang pada saat itu sudah berusia dewasa, sedikitnya sembilan belas tahun. Gadis remaja ini diberi nama Liu Hwee.

Demikianlah sedikit tentang keadaan negara Nan-cao dan Agama Beng-kauw yang selain berpengaruh besar di sana, juga agaknya yang membuat negara ini angkuh dan biarpun kecil merupakan negara yang kuat juga. Para penghuni istana, dari raja sampai para pengawal semua merupakan pemeluk dan penganut Agama Beng-kauw yang setia.

Pada waktu itu, semua penghuni Kerajaan Nan-cao sibuk dengan persiapan mengadakan pesta besar-besaran untuk merayakan tujuh abad lahirnya Beng-kauw, juga untuk memperingati seribu hari wafatnya mendiang Pat-jiu Sin-ong Liu Gan.

Semua orang bergembira, kota raja dihias indah dan di dekat istana dibangun ruangan besar untuk menyambut para tamu agung yang pasti akan memenuhi tempat itu. Seperti biasa di waktu menghadapi perayaan besar, para pimpinan Beng-kauw dan keluarga raja bekerja sama karena sebetulnya para pimpinan Beng-kauw adalah keluarga raja juga. Malah kedua orang saudara Liu yang berturut-turut menjadi ketua Beng-kauw adalah paman dari Raja Nan-cao.

Akan tetapi, seperti telah terjadi belasan tahun sampai saat itu, keluarga bangsawan ini dalam kegembiraan persiapan pesta, merasa kecewa kalau teringat akan Tok-siauw-kui Liu Lu Sian yang belum pernah pulang ke Nan-cao. Bahkan semenjak wanita ini meninggalkan suaminya, Jenderal Kam, ia tak pernah muncul lagi, dan tak seorang pun tahu dimana adanya Tok-siauw-kui Liu Lu Sian, tak tahu pula apakah ia masih hidup.

Kita tinggalkan dulu Kerajaan Nan-cao yang sedang sibuk membuat persiapan untuk menyambut datangnya para tamu dari empat penjuru untuk menghadiri perayaan kerajaan dan Agama Beng-kauw. Perlu kita kembali dan ikuti pengalaman Lin Lin agar jalan cerita menjadi lancar.

Dengan hati ngeri, Lin Lin merasa betapa tubuhnya terjeblos dan melayang ke bawah, ke dalam gedung perpustakaan yang amat gelap itu. Cepat ia mengerahkan gin-kangnya, akan tetapi karena ia tidak tahu betapa tingginya tempat itu, tetap saja ia berada dalam ancaman bahaya terbanting keras.

Akan tetapi tiba-tiba ada tenaga yang mendorongnya dari bawah, mengurangi kecepatan tubuhnya yang meluncur ke bawah bahkan kemudian tenaga yang sama pula mendorongnya sedemikian rupa sehingga ia tahu-tahu telah berdiri di atas lantai yang halus licin! Lin Lin membuka matanya yang tadi ia tutup saking ngeri.

Kiranya ia berada di ruangan yang amat lebar dan di balik tikungan ada sinar penerangan menyorot sehingga ruangan itu menjadi remang-remang. Di depannya berdiri seseorang, entah laki-laki entah wanita karena hanya tampak bayangannya yang hitam.

Bayangan itu mengeluarkan seruan kaget dan heran, kemudian melangkah maju, berbisik dengan suara menggetar,

“Aaahhhhh.... kaukah ini....? Kau datang menyusulku....? Dan tikus-tikus itu berani mengganggumu....? Jangan takut, Kanda akan melindungimu.... ah, betapa rinduku kepadamu....”

Saking bingung dan herannya Lin Lin sampai tak dapat berkutik ketika tiba-tiba bayangan itu merangkul dan memeluknya. Baru setelah bayangan itu menciuminya, yang membuat ia merasa seakan-akan lantai yang diinjaknya amblong ke bawah dan membuat matanya melihat ribuan bintang berjoget di depannya, ia meronta dan tangannya melayang ke depan.


“Plak-plak!” kedua telapak tangan Lin Lin bertemu dengan pipi yang keras.

“Kurang ajar kau.... monyet celeng keparat kau! Kubunuh kau, binatang kurang ajar! Berani kau me.... me....!”

Seperti hiu betina mencium darah, Lin Lin menerjang maju, memukul mencakar menendang!

Semua pukulan dan tendangannya tepat mengenai sasaran seperti tamparannya tadi. Bayangan itu sama sekali tidak mengelak, akan tetapi sedikit pun tidak tampak bahwa pukulan dan tendangan itu terasa olehnya. Hanya terdengar ia menggumam.

“Ah, celaka.... aku sudah gila.... maaf Nona....”

Lin Lin penasaran setengah mati. Pukulan dan tendangannya tadi bukan main-main akan tetapi mengapa yang dipukul dan ditendang tidak apa-apa, sebaliknya malah telapak tangannya panas-panas dan gares (tulang kering) kakinya linu dan seperti mau patah-patah? Ia marah sekali, kini mengerahkan tenaga sakti Khong-in-ban-kin dan menyerang lagi.

Kalau tadi ia tidak mengeluarkan tenaga ini adalah karena ia masih belum begitu marah, hanya terlalu kaget saja. Sekarang kemarahannya memuncak. Biarpun, andaikata orang ini telah menolongnya tidak terbanting jatuh, akan tetapi dosanya terlalu besar. Dosa tak berampun. Memeluk dan menciumnya, kemudian menerima pukulan tendangan dan tamparan tanpa merasakan sakit sedikit pun juga.

“Uhhh, apa ini? Dari mana kau dapatkan ini?”

Bayangan itu agaknya terkejut menghadapi jurus lihai dan tenaga sakti itu, cepat ia mengelak dan sekali melompat ia telah lenyap di tikungan depan. Lin Lin mengejar, matanya silau karena kini ia berada di sebuah ruangan yang terang sekali, diterangi lampu besar yang tergantung di setiap ujung dan di tengah-tengah ruangan. Dinding tertutup lemari yang penuh dengan buku. Dan di tengah-tengah ruangan, di bawah lampu berdirilah seorang laki-laki tampan berjubah hitam dengan gambar suling di depan dada.

Sejenak kedua orang itu berdiri terpaku, saling pandang. Wajah laki-laki itu penuh ketegangan, matanya tak berkedip menatap wajah Lin Lin. Sukar menduga apa yang berada di balik sinar mata itu. Ada kagum, ada gembira, tapi juga kecewa, duka, dan terharu.

Di lain fihak, Lin Lin merasa seakan-akan sudah terlalu sering ia melihat wajah seperti ini. Di alam mimpi. Ya, di dalam mimpi yang menjadi rahasia hatinya. Wajah ini! Ia tahu bahwa orang ini tentulah Suling Emas, dan tahu pula bahwa selama hidupnya, baru kali ini ia bertemu muka. Akan tetapi wajah ini.... dan tadi ia diciumnya. Mendadak wajahnya menjadi merah dan terasa panas, matanya mengembang air mata, jantungnya berdenyar-denyar seakan-akan hendak meledak, dadanya bergelora dan.... kedua kakinya gemetar.

“Kau....? Kau tentu Suling Emas....! Biarpun kau Suling Emas, suling bambu maupun suling bobrok, aku tidak takut. Kau harus mampus!”

Lin Lin sudah mencelat ke depan, menerjang dengan pukulan-pukulan dahsyat dari jurus Ilmu Silat Khong-in-liu-san!

“Eh, eh, nanti dulu.... salah faham.... salah duga, maafkan. Kita bicara.”

“Bicara apa?” Lin Lin makin “menyala” karena pukulan-pukulannya bertubi-tubi itu hanya mengenai angin belaka, agaknya amat mudah Suling Emas mengelak, “Kau.... kau kurang ajar....!”






Tidak ada komentar:

Posting Komentar