FB

FB


Ads

Sabtu, 11 Mei 2019

Suling Emas Jilid 162

Suling Emas sudah menyimpan sulingnya dan cepat ia mengelak lalu balas menyerang, juga ia mempergunakan kecepatan gerakannya. Ketika merendahkan tubuh dengan menekuk kedua lutut sampai hampir berjongkok untuk menghindarkan hantaman kedua tangan kearah dada dan leher tadi, sambil secepat kilat membalas dengan tusukan jari-jari tangannya ke arah pusar lawan, dengan amat cepatnya tubuh lawannya itu sudah melambung tinggi sehingga tusukannya tak berhasil.

Dari atas pengemis itu sudah berjungkir balik dan kini melakukan serangan dari atas, dengan kepala di bawah kaki di atas, tangan kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala dan tangan bergerak membentuk lingkaran-lingkaran untuk mencegah jalan keluar!

Suling Emas maklum bahwa menghadapi serangan ini, tidak ada jalan untuk mengelak. Satu-satunya jalan hanyalah mengadu tenaga. Karena lawan ini melayang turun sehingga tenaganya ditambah oleh berat tubuh serta tenaga luncuran turun, tentu saja orang itu lebih menguntungkan keadaannya.

Namun ia tidak gentar, bahkan ia lalu memasang kuda-kuda. Kedua kakinya seakan berakar di atas tanah, membiarkan lawan melayang turun sampai dekat lalu tiba-tiba kedua tangannya bergerak mengimbangi kedudukan kedua tangan lawan untuk menangkis.

"Dukkk...!!"

Dua pasang tangan bertemu dan akibatnya, tubuh pengemis itu mencelat ke atas sampai lima meter lebih, sedangkan kuda-kuda Suling Emas sungguhpun tidak tergeser, namun kedua kakinya melesak ke dalam tanah sampai lewat sepatunya!

Pengemis ini memang hebat. Walaupun tubuhnya terlempar begitu tinggi, namun ia tidak kehilangan akal. Beberapa kali pinggangnya bergerak, tubuhnya melentik seperti ular dan ia sudah berhasil memulihkan keseimbangan tubuhnya dan meloncat turun dengan gerakan ringan, tepat berdiri menghadapi Suling Emas. Keduanya saling pandang, penuh kekaguman.

"Kepandaianmu luar biasa sekali, sobat!" kata Suling Emas sambil tersenyum.

Kata-kata ini keluar dari hatinya yang tulus, karena memang ia kagum menyaksikan kepandaian pengemis ini. Pula, ketika terlempar ke atas, caping pengemis itu terlepas dan tampaklah kini wajahnya yang cukup tampan dan gagah. Wajah yang banyak membayangkan kepahitan hidup, rambutnya awut-awutan, namun bersih dan mengandung cahaya bersemangat.

Di lain pihak, pengemis itu agaknya merasa penasaran, kagum, dan juga kaget. Tentu saja ia tidak menyangka akan berhadapan dengan orang yang begini sakti. Mendengar ucapan Suling Emas dan melihat senyum itu, ia salah sangka, mengira bahwa lawannya mengejek. Maka ia lalu memandang dengan sinar mata tajam, mulutnya berkata penuh geram,

"Orang muda, kau memang hebat! Akan tetapi jangan kau tertawa-tawa lebih dahulu. Aku Yu Kang baru menerima kalah kalau kau mampu mengalahkan senjataku ini!"

Suling Emas sudah menaruh hati sayang kepada pengemis yang amat lihai ini, maka ia tidak ingin menanam permusuhan. Akan tetapi sebelum ia mampu menjawab, pengemis yang bernama Yu Kang itu dengan jari-jari kaki telanjang telah mengenjot tanah dan tubuhnya melayang ke depan Suling Emas, tangan kanannya sudah memegang sebatang tongkat rotan kecil.

Tongkat itu tadinya terselip di belakang punggungnya. Kelihatannya sederhana sekali, besarnya hanya seibu jari kaki, panjangnya dua lengan. Namun melihat betapa "senjata" yang lebih patut disebut senjata kanak-kanak bermain perang-perangan itu setelah berada di tangan pengemis ini menggetar-getar dan mengeluarkan suara melengking tiada hentinya, diam-diam Suling Emas kaget dan cepat ia pun mencabut sulingnya.

Gerakan tongkat rotan yang mengeluarkan suara melengking itu mengandung tenaga khi-kang yang hebat, maka Suling Emas segera memutar sulingnya pula dan terdengarlah suara melengking lebih tinggi dan nyaring.

"Bagus! Sambutlah seranganku!"

Yu Kang berseru keras dan tubuhnya menyambar maju, tongkatnya bekelebatan dan membentuk sinar kilat menyambar amat cepatnya.






Suling Emas pun maklum akan bahayanya serangan ini, maka ia lalu menggerakkan sulingnya dan lenyaplah bentuk suling, berubah menjadi gulungan sinar kuning emas yang membentuk lingkaran-lingkaran. Ia telah mainkan jurus-jurus Pat-sian Kiam-hoat yang luar biasa ampuhnya.

Harus diakui bahwa di antara para tokoh persilatan, banyak kiranya yang mengenal tokoh persilatan, banyak kiranya yang mengenal Pat-sian Kiam-hoat, bahkan banyak yang ahli. Namun Pat-sian Kiam-hoat yang dimainkan oleh Suling Emas ini lain daripada yang lain. Kalau Pat-sian Kiam-hoat biasa mempunyai enam puluh empat jurus, akan tetapi Pat-sian Kiam-hoat yang diwariskan oleh Kim-mo Taisu kepada Suling Emas hanya mempunyai enam belas jurus.

Enam belas jurus yang sudah mencakup semua inti sari Pat-sian Kiam-hoat, bahkan sudah pula meliputi bagian-bagian terpenting yang terpendam. Di samping ini, setelah semua pintu dalam tubuh Suling Emas dibuka oleh Bu Tek Lojin, maka sin-kang di tubuhnya dapat bergerak lancar sehingga permainan ilmu pedang ini menjadi makin hebat. Setiap gerakan, setiap getaran, mengandung hawa sakti yang dahsyat.

Sin-kauw-jiu Liong Kong, guru silat yang telah menjadi pengemis itu, bersama murid-muridnya dan sutenya, menjadi penonton yang bengong terlongong. Terheran-heran mereka menonton pertandingan luar biasa ini. Tak dapat mata mereka mengikuti gerakan kedua orang muda itu, yang tampak hanyalah gulungan sinar kuning bercampur aduk dengan kilatan ujung tongkat yang menjadi ratusan banyaknya, membungkus bayangan dua orang yang tidak kelihatan bentuknya dan kabur saking banyaknya!

Diam-diam guru silat itu menarik napas panjang dan insyaf betapa ilmu kepandaian di dunia itu tiada batasnya. Dahulu ia amat kagum kepada sahabatnya, Kim-mo Taisu yang gerakannya sama dengan Pendekar Suling Emas ini. Kemudian ia dibikin penasaran akan tetapi tidak berdaya oleh seorang tokoh muda yang baru dua puluh tahun yang lalu, yaitu orang yang mengaku menjadi raja pengemis, berjuluk Pouw-kai-ong (Raja Pengemis Pouw) yang memiliki ilmu kepandaian hebat pula. Kini di depan matanya, bertanding dua orang muda yang begini hebat, benar-benar membuat ia merasa betapa tingkat kepandaiannya sendiri sebenarnya bukan apa-apa!

"Wah-wah-wah, kau hebat! Aku yang mengaku kalah!"

Tiba-tiba terdengar Yu Kang berseru keras dan tubuhnya terlempar sejauh enam tujuh meter dimana kedua kakinya berhasil menahan robohnya, akan tetapi ia masih tetap saja terhuyung-huyung!

Suling Emas sudah menyimpan sulingnya, melangkah maju sambil menjura.
"Yu-twako, kau benar-benar hebat! Aku kagum sekali."

Pengemis muda itu menghela napas, berjalan maju, meyelipkan tongkatnya di belakang punggung sambil berkata,

"Sudahlah, tak perlu kau merendah. Sudah jelas aku bukan tandinganmu. Kalau saja si keparat she Pouw itu selihai engkau, biarlah aku mati di tangannya dan mendiang ayah takkan dapat tenang dalam kuburnya!" Setelah berkata demikian, Yu Kang melangkah pergi.

"Yu-enghiong (Orang Gagah she Yu), nanti dulu...!" Tiba-tiba Sin-kauw-jiu Liong-kauwsu berseru sambil mendekat.

Yu Kang membalikkan tubuhnya.
"Kau orang tua mau apa lagi? Aku melihat betapa kalian jembel-jembel tiada guna dipermainkan orang orang, akan tetapi aku sendiri juga seorang jembel tiada guna, tak dapat membela kalian."

"Bukan demikian, Yu-enghiong. Ketahuilah bahwa kami sama sekali tidak dihina oleh Kim-siauw-eng, sama sekali tidak! Yang menghina kami adalah si keparat she Pouw yang kau sebut tadi! Dua puluh tahun kami dihina dan ditindas, karena itu mohon bantuan Yu-enghiong. Marilah kita bersatu untuk menghadapi Pouw-kai-ong yang jahat!"

Yu Kang melotot, terheran.
"Kalian ini pun mendendam kepada Pouw-kai-ong si jahat?"

Tiba-tiba Suling Emas yang mendengarkan percakapan itu berkata,
"Ah, kiranya kita adalah orang-orang segolongan. Aku sendiri pun boleh dianggap sebagai seorang musuh besar Pouw-kai-ong, bahkan beberapa kali pernah aku bertanding melawan dia dan kawan-kawannya!"

Kakek itu berseru girang, lalu tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan dua orang muda gagah itu, diturut oleh teman-temannya.

"Mohon bantuan Ji-wi Enghiong membasmi Pouw-kai-ong yang jahat..."

"Lo-kai (Pengemis Tua), harap jangan banyak tingkah. Kita dapat saling bantu dalam hal ini. Bangunlah! Lo-kai ini dari kai-pang (perkumpulan pengemis) yang manakah? Aliran apa?"

Pertanyaan Yu Kang ini diajukan dengan sikap penuh wibawa yang menunjukkan bahwa dia agaknya mengenal baik akan peraturan perkumpulan pengemis

Orang tua itu bangkit berdiri dan sukar untuk menjawab. Timbul kekhawatiran di hatinya bahwa pengemis muda yang perkasa ini takkan mau bekerja sama kalau mendengar bahwa dia sebetulnya bukan pengemis sama sekali, melainkan pengemis paksaan! Melihat keadaan kakek itu meragu, Suling Emas lalu berkata,

"Saudara Yu Kang, Lopek (Paman Tua) ini sama sekali bukan pengemis. Dia dahulu adalah ketua dari Sin-jiu-bu-koan, berjuluk Sin-kauw-jiu bernama Liong Keng."

"Nama kosong belaka...., nama kosong belaka...." Liong-kauwsu menggoyang-goyang kedua tangan dengan perasaan malu.

"Hemm, kalau begitu bukan golongan pengemis? Mengapa berpakaian pengemis? Mau main-main dengan pengemis, ya? Liong-kauwsu, kalau kau dan kawan-kawanmu ini hanya pura-pura menjadi pengemis untuk mencapai tujuan, aku tidak sudi bekerja sama!"

"Tidak... tidak... ah, Yu-enghiong salah sangka. Memang kami terpaksa menjadi pengemis, akan tetapi andaikata pembalasan dendam kami sudah terkabul, kami pun tetap akan menjadi pengemis. Kami sudah tidak punya apa-apa, dan untuk selanjutnya, kami rela menjadi pengemis asal saja Si Keparat Pouw-kai-ong sudah mendapat hukumannya!"

"Kalau begitu, boleh kita bekerja sama." Kata Yu Kang mengangguk-angguk.

"Marilah Ji-wi Enghiong, kita bicara sambil berunding di tempat kami, di bawah jembatan Tembok Merah."

Yu Kang mengangguk dan Suling Emas juga menerima baik undangan ini. Mereka lalu berangkat menuju ke jembatan besar di pinggir kota itu dan turunlah mereka ke kolong jembatan. Di tempat sederhana inilah Liong-kauwsu beserta anak buahnya tinggal! Biarpun kolong jembatan, karena dirawat, maka tanahnya cukup bersih dan baunya tidak busuk.

Beberapa orang murid Liong-kauwsu sibuk menyembelih angsa besar yang mereka tadi tangkap, entah darimana. Tak lama kemudian bau harum paha angsa dipanggang membuat air liur memenuhi mulut. Beberapa orang lagi mengeluarkan cawan arak dan seguci besar arak!

Sambil memegangi paha angsa panggang yang gurih dan berlemak, menggerogoti daging yang lezat didorong masuk arak keras, mereka bercakap-cakap. Mereka duduk seenaknya, ada yang berjongkok, ada yang bersandar pada dinding jembatan, ada pula yang berdiri, ada pula yang sambil rebah-rebahan dan mencari kutu pada baju mereka yang rombeng!

Suling Emas duduk di tengah-tengah bersila dan ikut makan dengan enaknya. Yang mendapat giliran pertama untuk bercerita adalah Liong-kauwsu. Kakek ini menghentikan makannya, melempar tulang paha angsa ke tengah air kali yang mengalir di dekat mereka, mengusap minyak lemak dari bibir dengan ujung bajunya yang kotor, kemudian menarik napas dan bercerita.

"Belasan tahun yang lalu terjadinya malapetaka itu, yang merubah semua jalan hidupku dan murid-muridku serta keluarga kami..."

Ia menarik napas panjang lagi, kemudian ia menceritakan pengalamannya secara jelas singkat seperti berikut.

Perguruan Sin-kauw-bu-koan di kota Sin-yang cukup terkenal karena baik gurunya, yaitu Sin-kauw-jiu Liong Keng, maupun para murid-muridnya merupakan orang-orang gagah yang biarpun kuat tidak mempergunakan kekuatannya untuk melakukan penindasan, bahkan membela kebenaran dan keadilan.

Liong-kauwsu tidak mempunyai anak keturunan sendiri, akan tetapi ia mengangkat seorang murid wanita sebagai anak. Wanita itu bernama Liong Bi Loan, seorang gadis cantik yang pandai silat. Pada suatu hari, Liong Bi Loan bertemu dengan Pouw-kai-ong yang ketika itu masih muda dan tampan. Dalam pertandingan, Bi Loan dikalahkan dan gadis ini terpikat, lalu lari bersama Pouw-kai-ong yang. Liong-kauwsu tidak mampu mencegahnya karena terhadap Pouw-kai-ong, ia sama sekali tidak berdaya, jauh kalah lihai kepandaiannya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar