FB

FB


Ads

Jumat, 03 Mei 2019

Suling Emas Jilid 148

Kita tinggalkan dulu Bu Song yang melakukan perjalanan menuju ke kota raja, dan mari kita menengok keadaan Suma Ceng, gadis bangsawan yang tak dapat menahan gelora cinta kasihnya sehingga mengadakan hubungan rahasia dengan Bu Song, pegawai ayahnya itu.

Melihat betapa puterinya telah mencemarkan nama keluarga, Pangeran Suma Kong marah bukan main.

"Anak macam itu hanya akan menyeret nama orang tuanya ke dalam lumpur kehinaan!" Ia memaki setelah menerima laporan puteranya. "Lebih baik mati daripada dibiarkan hidup! Boan-ji (Anak Boan), enyahkan saja dia dari muka bumi!"

Suma Boan terkejut. Ia juga merasa tak senang dan marah melihat adiknya melakukan perhubungan gelap dengan Bu Song. Akan tetapi betapapun juga Suma Boan menyayang adiknya. Ia tidak mempunyai saudara lain kecuali Suma Ceng. Bagaimana ia tega membunuhnya? Diam-daim ia merasa kecewa dan menyesal sekali mengapa Bu Song sampai dapat lolos dari tangannya.

"Ayah, harap ampunkan Ceng-moi. Betapapun juga, yang salah besar dan jahat adalah Bu Song. Ceng-moi seorang yang masih muda, tentu saja mudah di bujuk dan dipikat. Ayah, karena hal itu telah terjadi, maka sebaiknya kita mencari jalan keluar."

"Jalan keluar satu-satunya hanyalah menyuruhnya minum racun agar habis riwayatnya dan tidak mengotori nama keluarga kita!" bentak Pangeran Suma Kong marah.

"Bukan begitu, Ayah. Yang kumaksudkan adalah jalan keluar yang baik dan terhormat. Betapapun juga, Ceng-moi adalah adikku, mana aku tega kepadanya? Ayah, sahabatku Pangeran Kiang pernah melihat Ceng-moi dan pernah dalam keadaan mabok ia memuji-muji Ceng-moi di depanku. Ayah, aku dapat atur agar Ceng-moi segera dijodohkan dengan dia! Selain sahabat baik, dia pun belajar silat kepadaku, dan dalam segala hal, dia selalu menurut kepadaku."

Berseri sedikit wajah Suma Kong yang tadinya keruh. Pangeran Kiang yang dimaksudkan puteranya itu memang betul bukan seorang yang cukup "berharga" untuk menjadi mantunya. Seorang pangeran miskin, sudah tiada ayah lagi, hanya mengandalkan Jenderal Cao Kuang Yin yang menjadi pamannya. Akan tetapi betapapun juga orang muda itu masih seorang pangeran! Tidak buruk!

"Sesukamulah. Akan tetapi atur supaya cepat-cepat menikah, dalam bulan ini juga. Siapa tahu..." Suma Kong mengigit bibir dan menggeleng-geleng kepalanya.

"Aku mengerti, Ayah."

Demikianlah, dengan perantaraan Suma Boan, urusan perjodohan itu dibicarakan. Pangeran Kiang adalah seorang pangeran muda yang tidak punya ayah lagi, menganggur, hidupnya hanya bersenang-senang, menjadi sahabat, murid, juga "antek" Suma Boan. Mendengar usul dan bujukan Suma Boan, serta merta ia menyatakan setuju dengan hati girang. Ibunya miskin, pamannya yaitu adik ibunya, Jenderal Cao Kuang Yin yang terkenal, adalah seorang pembesar bu (militer) yang jujur dan setia sehingga hidupnya sederhana dan tidak kaya raya, sehingga bantuan dari paman ini pun hanya sekadarnya.

Kalau disatu pihak Pangeran Kiang Ti girang bukan main atas usul Suma Boan, karena dia sendiri sampai mati pun tidak berani lancang melamar puteri Pangeran Suma Kong yang kaya raya itu, adalah di lain pihak Suma Ceng mendengarkan berita yang disampaikan kakaknya itu, dengan banjir air mata.

"Koko... ah, mengapa begini...?" ratap tangisnya. "Dimana... Kanda Bu Song...? Kau apakan dia...?”

Suma Boan marah sekali kepada adiknya, akan tetapi kasih sayangnya sebagai seorang kakak membuatnya kasihan juga. ia mendongkol bahwa dalam keadaan seperti itu adiknya masih saja memikirkan Bu Song!

"Ceng Ceng! Kau ini puteri seorang bangsawan agung! Puteri seorang pangeran besar! Pergunakanlah pikiranmu dan akal sehat. Mengapa kau merendahkan diri sedemikian rupa? Apakah kau hendak menyeret nama baik ayah dan keluarga ke dalam lumpur?"






"Aku... aku... cinta padanya, Koko..."

"Setan! Sudah, jangan sebut-sebut lagi namanya. Bu Song sudah mampus!"

Ceng Ceng menangis tersedu-sedu.
"Kau bunuh dia...! Ah, kau bunuh dia, Koko... kenapa kau tidak bunuh aku sekali...!"

"Goblok? Kalau tidak ada kakakmu ini yang berjuang mati-matian, apa kau kira sekarang kau masih hidup? Ayah lebih senang melihat kau mati daripada kau bermain gila dengan seorang macam Bu Song."

"Ohhh..., Ayah...!" Suma Ceng makin sedih mendengar hal ini.

"Dengar, Ceng-moi. Mengadakan hubungan gelap, apalagi dengan seorang yang kedudukannya rendah, hukumannya hanya mati bagi seorang gadis bangsawan. Akan tetapi aku berhasil meredakan kemarahan Ayah dan mengusulkan agar kau dijodohkan dengan Pangeran Kian Ti."

"Aku tidak mau... tidak sudi...!"

"Plak!" Suma Boan menampar pipi adiknya sehingga Suma Ceng hampir terpelanting jatuh.

"Auuhhh!"

Suma Ceng berdiri, memegangi pipinya dan memandang dengan mata terbelalak kepada kakaknya. Biasanya, kakak kandungnya ini amat mencintanya, tidak pernah memukulnya. Maka ia menjadi kaget dan heran, lupa akan kesedihannya dan memandang dengan mata terbelalak.

"Ceng-moi, kau tahu apa artinya kalau perbuatanmu yang tak tahu malu ini diketahui orang luar? Cemar yang menimpa keluarga kita berarti menodai nama keluarga raja! Dan akibatnya, tidak hanya kau yang menerima hukuman, juga Ayah dan kita sekeluarga! Mungkin Ayah akan dihentikan, dipecat, dan dibuang! Nah, inginkah kau melihat hal itu terjadi?"

Suma Ceng menundukkan kepala, terisak-isak dan menggeleng-gelengkan kepala. Suma Boan mendekati dan mengelus rambut adiknya.

"Kau tahu aku sayang kepadamu dan aku melakukan ini untuk kebaikanmu pula. Kiang Ti adalah seorang pemuda yang baik, dia keturunan pangeran setingkat dengan ayah. Tentang dia miskin bukanlah hal yang perlu dipikirkan. Bukankah Ayah keadaannya cukup? Nah, adikku yang manis, kau harus menurut demi kebaikanmu dan kebaikan keluarga kita."

Suma Ceng menubruk dan menyembunyikan muka di dada kakaknya sambil menangis tersedu-sedu. Suma Boan mengelus rambut adiknya dan tersenyum, maklum bahwa bujukannya berhasil.

Demikianlah, dalam enam bulan itu juga, secara meriah sekali Suma Ceng dikawinkan dengan Kiang Ti, pangeran yang miskin. Di balik tirai yang menutupi mukanya, Suma Ceng menangis. Sebaliknya, Kiang Ti tersenyum-senyum girang. Memang ia pernah melihat Suma Ceng dan mengagumi kecantikan puteri pangeran ini. Kini gadis yang membuatnya rindu dan mabok kepayang itu secara tak terduga-duga dijodohkan dengannya. Ia benar-benar merasa heran karena belum pernah ia mimpi kejatuhan bulan! Ia merasa untungnya baik sekalil.

Akan tetapi, kurang lebih dua tahun kemudian setelah Suma Ceng menjadi isteri Kiang Ti, keadaannya menjadi terbalik sama sekali. Kini keluarga Suma Konglah yang merasa untungnya baik karena mempunyai mantu Kiang Ti.

Seperti telah diketahui, Kiang Ti adalah putera seorang pangeran yang menjadi keponakan Jenderal Cao Kuang Yin. Dan kebetulan jenderal inilah yang menggulingkan tahta kerajaan, kemudian menjadi kaisar pertama dari Dinasti Sung! Tentu saja, Kiang Ti sebagai keponakan Kaisar, kini menjadi pangeran yang terhormat dan tinggi kedudukannya dan karena itu, keluarga Suma juga ikut terangkat naik!

Memang hal ini sedikit banyak ada pengaruhnya dan menguntungkan Suma Kong. Dia terkenal sebagai seorang pangeran yang korup. Akan tetapi kaisar baru, yaitu bekas Jenderal Cao Kuang Yin, walaupun tahu akan watak korup pangeran ini, namun mengingat bahwa masih ada pertalian keluarga melalui Kiang Ti, tidak mau mengutik-utik tentang perbuatan-perbuatannya yang lalu, hanya memberi pensiun kepada Pangeran Suma Kong dan membiarkan keluarga pangeran yang sudah kaya raya itu pindah dari kota raja, ke kota An-sui.

Adapun pangeran Kiang Ti yang masih keponakan Sang Kaisar, tentu saja dapat tinggal di kompleks istana yang megah, bersama isterinya yang telah mempunyai seorang putera.

Pangeran Kiang Ti amat mencinta isterinya, dan karena sikap yang amat baik, penuh cinta dan penuh kesabaran dari Kian Ti ini maka sedikit banyak kepahitan hati Suma Ceng karena terpisah dari kekasihnya terobati.

Demikianlah keadaan keluarga Suma selama dua tahun itu, dan kini biarpun Suma Boan tinggal di An-sui bersama ayahnya, namun karena ia kaya raya dan masih terhitung keluarga kerajaan, di tambah pula dengan ilmu kepandaian yang tinggi sejak ia menjadi murid Pouw kai-ong, Suma Boan amat terkenal di kota raja.

Siapakah yang tidak mengenal Suma Kongcu yang berjuluk Lui-kong-sian Si Dewa Guntur? Mengandalkan kedudukan keluarganya sebagai sanak kaisar, serta harta benda dan ilmunya, pemuda bangsawan ini malang melintang di kota raja dan sekitarnya tanpa ada yang berani mengganggunya.

**** 148 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar