FB

FB


Ads

Kamis, 18 April 2019

Suling Emas Jilid 118

Tiba-tiba Kong Lo Sengjin sudah menyambar datang, tongkat kirinya terayun mengemplang kepala kakek cebol itu. Hebat serangan ini, mendatangkan angin keras. Kim-mo Taisu hendak mencegah, tapi tidak keburu.

Namun kakek cebol itu memang amat tinggi tingkat kepandaiannya. Sekali tubuhnya menggelinding, tongkat itu menyambar angin dan tahu-tahu perut Kong Lo Sengjin telah diserangnya dengan serudukan kepalanya yang besar!

"Celaka...!"

Kong Lo Sengjin berseru kaget, cepat mengerahkan tenaga menekan tongkat dan tubuhnya mencelat ke atas. Ia berjungkir balik dan dapat turun kembali ke atas tanah, akan tetapi mukanya pucat sekali dan napasnya terengah, perutnya terasa panas biarpun hanya terkena sambaran hawa serangan yang keluar dari kepala kakek tadi. Ia tahu betul bahwa andaikata ia tadi kurang cepat dan perutnya sempat dibentur kepala Si Cebol, tentu nyawanya takkan tertolong lagi!

"Ho-ho-ha-ha! Kong Lo Sengjin kiranya bukan apa-apa, hanya namanya saja yang besar. Hayo kalian maju berdua!"

Setelah berkata demikian, kakek cebol itu sudah menerjang Kim-mo Taisu yang terdekat. Kedua tangannya melancarkan serangan dengan pengerahan tenaga sakti sehingga sebelum kepalan tiba, angin pukulannya sudah terasa, amat hebatnya.

Kim-mo Taisu tidak bermusuhan dengan kakek cebol ini, akan tetapi karena diserang, terpaksa ia melayani. Pula, ia tahu bahwa Kong Lo Sengjin pasti tidak mengambil suling emas seperti yang dituduhkan, maka dalam hal ini kalau terjadi pertempuran, ia harus membela pihak yang tidak bersalah. Melihat datangnya pukulan yang amat ampuh, Kim-mo Taisu yang merasa sudah kuat sekarang hawa saktinya, sengaja menangkis sambil mengerahkan tenaganya ke arah tangan.

"Dukkkk!!!"

Dua tangan yang penuh terisi tenaga sakti itu bertemu. Kuda-kuda kaki Kim-mo Taisu tergempur sehingga tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang, akan tetapi tubuh kakek cebol itu melayang bagaikan sebuah layangan putus talinya. Namun jangan disangka bahwa kakek ini terlempar karena kalah tenaga. Sama sekali bukan. Namun kakek sakti ini jauh lebih cerdik dan lebih berpengalaman daripada Kim-mo Taisu.

Melihat Kim-mo Taisu berani menangkis dan menghadapi pukulannya secara keras lawan keras, kakek ini sudah menduga bahwa Kim-mo Taisu memiliki tenaga sakti yang ampuh pula. Apalagi dahulu ia pernah pula melihat sepak terjang Kim-mo Taisu. Maka ia mempergunakan kecerdikannya. Di samping menggunakan tangkisan untuk mengadu tenaga, ia pun meminjam tenaga gempuran itu untuk membuat tubuhnya melayang. Melayang bukan sekedar melayang, melainkan melayang ke arah... Kong Lo Sengjin yang dipukulnya selagi tubuhnya melayang itu!


Kong Lo Sengjin terkejut. Akan tetapi ia pun seorang yang sakti dan berpengalaman. Maklum bahwa pukulan dari udara ini amat berbahaya, tidak kalah bahayanya oleh serudukan kepalanya ke perut tadi, kakek lumpuh ini lalu mengangkat tongkat kanannya dan menyapu tubuh kakek cebol itu dengan tongkat sambil mengerahkan tenaga.

"Aiiihhh!"

Si Kakek Cebol berseru dan tubuhnya yang masih melayang di udara itu tiba-tiba dapat mengelak dan seperti seekor burung saja tubuhnya sudah menyambar turun menghantam tubuh Kong Lo Sengjin bagian kiri.

Tentu saja hal ini membuat Kong Lo Sengjin menjadi sibuk sekali. Kedua kakinya sudah lumpuh dan diganti dengan dua tongkat yang di pegangnya. Kini tongkat kanannya masih terangkat untuk menyerang tadi sehingga keadaannya seakan-akan seperti orang menendang dengan kaki kanan. Maka kini diserang bagian tubuh kiri, ia tentu saja menjadi repot.






Namun dasar ia lihai sekali. Secepat kilat tongkat kanannya menyambar turun dan memukul tanah. Tenaga pukulan ini membuat tubuhnya dapat melompat sambil menggerakkan tongkat kiri menangkis. Namun karena agak terlambat dan kalah dulu, tangkisannya kurang kuat sehingga begitu tongkatnya terbentur lengan Bu Tek Lojin, tubuh kakek lumpuh ini mencelat dan terhuyung-huyung hampir roboh terguling.

"Hua-ha-ha-ha, bagus..., bagus....!"

Bu Tek Lojin bersorak-sorak, tertawa-tawa dan menepuk-nepuk kedua pahanya dengan girang sekali, sikapnya jelas mengejek Si Kakek Lumpuh. Kemudian tiba-tiba ia sudah meloncat lagi menyerang Kim-mo Taisu yang sudah sempat memperbaiki kedudukannya.

Serangan ini merupakan serangan jurus yang amat aneh dan cepat, kelihatannya kedua lengannya itu tidak mengandung tenaga ketika bergerak, seperti orang menari saja, akan tetapi begitu dekat dengan tubuh lawan, terasa betapa gerakan itu mengandung tenaga pukulan yang dahsyat. Ternyata kakek cebol ini menggunakan Ilmu Khong-in yang sakti, yaitu ilmu pukulan yang kelihatan kosong, akan tetapi kekuatannya dapat merobohkan gunung, maka disebut Khong-in-liu-san.

Biarpun Kim-mo taisu juga seorang yang berilmu tinggi, namun belum pernah ia menghadapi ilmu seperti ini, maka ia terjebak dan mengira Si Kakek Cebol hanya main-main dan tidak menyerang sungguh-sungguh. Maka ia pun hanya menggunakan kegesitannya mengelak dan siap pula menangkis kalau ada susulan pukulan yang berat.

Sama sekali tak pernah disangkanya bahwa begitu pukulan kakek itu mendekati tubuhnya, ia merasa dorongan yang hebat ke arah dada. Cepat ia mengerahkan tenaga pula dan hendak menangkis akan tetapi tubuh lawannya tiba-tiba miring seperti orang jatuh dan dari pinggirlah datangnya pukulan yang sesungguhnya!

Kim-mo Taisu terkejut dan cepat meloncat, namun tidak keburu atau kurang cepat, terdengar suara "bretttt!" dan ujung bajunya telah robek dan hancur kena sambaran pukulan sakti Si Kakek Cebol.

"He-he-ha-ha!"

Bu Tek Lojin bersorak-sorak dan bertepuk-tepuk tangan saking girangnya karena dalam dua jurus berturut-turut ia telah memperoleh kemenangan terhadap kedua orang lawannya.

Mendongkolah hati Kim-mo Taisu dan Kong Lo Sengjin. Kakek cebol ini selain lihai juga cerdik, sengaja melayani mereka berdua secara bergantian dan mengirim serangan-serangan yang tak terduga-duga.

Maka kedua orang itu sekarang melangkah maju dan mengurung Bu Tek Lojin yang masih terkekeh-kekeh dan enak-enak saja. Ia melihat betapa sinar mata Kong Lo Sengjin mengeluarkan sinar maut, sedangkan Kim-mo Taisu sudah mengeluarkan sebuah kipas.

Sedangkan untuk mengganti pedang atau suling, Kim-mo Taisu mengeluarkan sebuah guci arak yang selalu tergantung di punggungnya. Jangan dipandang remeh sepasang senjata yang menjadi lambang sastrawan pemabokan ini, karena dengan sepasang senjata aneh ini, Kim-mo Taisu jarang menemui tanding!

Akan tetapi Si Kakek Cebol masih enak-enak tertawa ha-ha-he-he, malah kini mengelus-ngelus kepala burung hantu yang sejak tadi masih saja duduk di pundaknya, seakan-akan tidak tahu menahu akan pertempuran itu.

"Bu Tek Lojin, kau memang lihai sekali. Akan tetapi diantara kita tidak ada permusuhan, mengapa engkau memancing pertempuran?" Kim-mo Taisu masih menahan kemarahannya dan memberi peringatan. "Harap kau orang tua suka pergi meninggalkan kami dan jangan melanjutkan pertempuran yang tidak ada gunanya ini."

"Heh-heh, siapa bilang tidak ada permusuhan? Kalau kalian tidak mengembalikan suling emas, aku tidak mau sudah! Eh, Kim-mo Taisu, apakah kau takut? Heh-heh-heh!"

Mendongkol rasa hati Kim-mo Taisu. Kakek cebol ini boleh jadi lihai sekali, akan tetapi sama sekali dia tidak takut!

"Siapa takut? Aku hanya mengingatkan kepadamu bahwa pertandingan ini tidak ada gunanya. Aku tidak tahu menahu tentang suling emas yang kau tanyakan, juga aku berani tanggung bahwa Kong Lo Sengjin tidak menyimpannya..."

"Ah, mengapa banyak cakap? Kakek cebol ini terlalu sombong dan sudah bosan hidup!"

Berkata demikian Kong Lo Sengjin sudah menerjang maju lagi, kini selain menerjang hebat, juga mengarahkan tongkatnya pada bagian berbahaya. Pendeknya, serangannya kini adalah serangan maut yang amat dahsyat.

Kembali tubuh Si Kakek Cebol meyelinap dan menyambar lewat tongkat, mendekati Kim-mo Taisu dan mengirim tendangan ke arah Kim-mo Taisu. Terpaksa Kim-mo Taisu menggerakkan kipasnya dan dengan menutup kipas ia menyambut tendangan itu dengan sebuah totokan.

Namun Bu Tek Lojin yang lincah gerakannya itu telah menarik kembali kakinya, tertawa-tawa dan tiba-tiba tubuhnya membalik dan kini ia ganti menerjang Kong Lo Sengjin dengan pukulan jarak jauh yang dilakukan secara mendadak! Angin menyambar hebat dan biarpun kakek lumpuh ini sudah bersiap-siap menahan serangan itu, tidak urung tubuhnya bergoyang-goyang seperti pohon besar tertiup angin.

Dengan rasa penasaran Kim-mo Taisu dan Kong Lo Sengjin lalu menerjang dari depan dan belakang. Kakek cebol itu tubuhnya melesat ke sana ke mari, menyelinap diantara sinar senjata lawan, burung hantu itu mengeluarkan suara keras dan menyambar-nyambar bergantian berusaha mematuk mata kedua orang yang mengeroyok majikannya!

Kong Lo Sengjin mengeluarkan suara menggereng seperti harimau. Hatinya geram dan penasaran sekali. Dia adalah seorang tokoh yang terkenal, ditakuti di dunia kang-ouw dan dalam perang mempertahankan dan membela Dinasti Tang, kakek ini hanya kalah kalau menghadapi pengeroyokan banyak tokoh sakti. Akan tetapi sekarang, menghadapi seorang kakek cebol, masih dibantu Kim-mo Taisu yang dalam hal ilmu kepandaian belum tentu kalah olehnya, masih tidak mampu merobohkan setelah menerjang terus sampai belasan jurus!

Di lain pihak, Kim-mo Taisu juga merasa penasaran. Akan tetapi pendekar ini tidaklah begitu bernafsu untuk membunuh kakek cebol ini karena sesungguhnya diantara mereka tidaklah terdapat permusuhan. Pula, ia memang telah maklum bahwa kakek ini adalah seorang sakti yang luar biasa.

Selagi tiga orang sakti ini sibuk bertanding, tak mau saling mengalah, tiba-tiba terdengar suara tang-ting-tang-ting yang amat merdu. Suara itu tak salah lagi adalah suara musik yang-khim (semacam siter) yang suaranya nyaring dan iramanya tenang, lagunya merdu.

Akan tetapi pengaruhnya benar-benar luar biasa sekali. Seketika tiga orang yang sedang bertempur dengan hati panas itu seperti disiram air dingin. Yang hebat adalah kakek cebol itu. matanya terbelalak, berputar-putar, mukanya menoleh ke kanan kiri seperti orang ketakutan, kemudian ia melompat dan melarikan diri, diikuti burung hantunya setelah berkata gemetar,

"Dia datang....! Benar-benar datang... Bu Kek Siansu...!"

Mendengar disebutnya nama ini, seketika wajah Kong Lo Sengjin berubah. Di dunia ini tidak ada orang yang ia takuti, akan tetapi mendengar nama Bu Kek Siansu, ia merasa tidak enak. Sudah terlalu banyak ia mendengar akan nama kakek yang dikabarkan setengah dewa ini dan ia merasa betapa sepak terjangnya selama ini merupakan modal yang amat tidak menyenangkan untuk dibawa berjumpa dengan Bu Kek Siansu. Apalagi melihat betapa seorang sedemikian lihainya seperti kakek cebol itu saja lari ketakutan, hatinya makin jerih dan tanpa berkata apa-apa kakek lumpuh ini lalu melompat dan sebentar saja lenyap dari tempat itu.

Eng Eng yang melihat dua orang itu telah pergi meninggalkan ayahnya, lalu melompat keluar dari tempat sembunyinya dan memeluk ayahnya. Kim-mo Taisu menyimpan kembali kipas dan guci araknya.

"Benar-benar berbahaya sekali..."

Katanya sambil menarik napas panjang, kemudian ia pun celingukan memandang ke kanan kiri, pandang matanya mencari-cari.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar