FB

FB


Ads

Kamis, 18 April 2019

Suling Emas Jilid 116

Sudah terlalu lama kita meninggalkan Kam Si Ek, bekas suami Liu Lu Sian, bekas Jenderal Hou-han yang gagah perkasa. Seperti telah diceritakan di bagian depan, semenjak ditinggalkan isterinya, Kam Si Ek hidup menduda selama tiga tahun di samping puteranya, Kam Bu Song. Kemudian ia menikah lagi dengan Ciu Bwee Hwa, puteri seorang sastrawan bernama Ciu Kwan yang tinggal di Ting-chun. Peristiwa ini menekan perasaan Bu Song yang lalu minggat meninggalkan rumah ayahnya.

Tentu saja kepergian puteranya itu menyedihkan hati Kam Si Ek yang melakukan segala usaha untuk mencari puteranya, namun sia-sia belaka. Baru setelah istrinya melahirkan anak, kesedihan Kam Si Ek yang kehilangan Bu Song agak mereda, sungguh pun ia masih senantiasa teringat dan berusaha mencari puteranya yang sulung itu.

Jenderal Kam Si Ek adalah seorang panglima yang setia dan mentaati perintah atasan. Biar pun ilmu silatnya tidak amat hebat, namun kepandaiannya terkenal sekali dalam hal mengatur barisan dan menggunakan siasat perang. Dengan siasatnya yang cerdik, Jenderal Kam Si Ek sanggup menghadapi musuh yang jauh lebih besar bala tentaranya.

Berkat kepandaiannya mengatur bala tentara inilah maka Hou-han menjadi kuat sekali. Biar pun berkali-kali pihak musuh, terutama pasukan-pasukan Khitan, berusaha menyerbu, selalu dapat dipukul hancur dan digagalkan. Nama Jenderal Kam Si Ek terkenal sampai di luar daerah, sampai di Khitan dan di kerajaan-kerajaan lain yang pernah memusuhi Hou-han.

Akan tetapi hati Kam Si Ek makin lama makin bercuriga terhadapi Gubernur Li Ko Yung di Shan-si. Tadinya Li Ko Yung ia anggap seorang yang setia kepada kerajaan dan seorang pejabat tinggi yang tidak mempunyai ambisi pribadi. Kemudian ia dapat tahu bahwa Gubernur Shan-si ini mempunyai cita-cita untuk membangun kerajaan sendiri di Shan-si, apalagi setelah Kerajaan Tang makin lemah. Kam Si Ek mendengar bahwa Gurbernur Li ini ikut pula membantu dan bersekutu dengan pemberontak!

Pada saat itu juga Kam Si Ek sudah mengambil keputusan untuk mengundurkan diri. Akan tetapi pada hari ia hendak mengirim surat permohonan berhentinya kepada gubernur, tiba-tiba Shan-si diserang oleh gelombang pasukan Khitan yang amat besar. Biar pun Kam Si Ek sudah tidak suka untuk mengabdi kepada Gubernur Li Ko Yung yang mengkhianati Kerajaan Tang, namun Kam Si Ek masih mengingat akan nasib rakyatnya. Maka ia cepat-cepat mengenakan pakaian perang, membantah cegahan isterinya yang menggendong puterinya yang baru berusia empat tahun. Kini Ciu Bwee Hwa telah mempunyai dua orang anak, yang pertama laki-laki berusia enam tahun diberi nama Kam Bu Sin, yang ke dua perempuan yang digendong itu bernama Kam Sian Eng.

"Bukankah sudah bulat keputusanmu hendak meninggalkan Shansi dan kita mengundurkan diri ke gunung? Mengapa sekarang kau hendak maju perang lagi?" antara lain isterinya memperingatkan.

"Bala tentara Khitan yang menyerbu kali ini amat besar dan kuat. Aku maju bukan untuk membela Gubernur Li, melainkan untuk mencegah bangsa Khitan merusak kota-kota dan membunuhi rakyat. Biarlah kali ini menjadi tugas terakhir bagiku. Kau tenanglah dan jaga baik-baik kedua orang anak kita, isteriku."

Kemudian berangkatlah Kam Si Ek. Ia memimpin barisan memotong jalan yang akan dilalui bala tentara Khitan yang datang menyerang bagaikan gelombang. Dengan siasat memecah-mecah barisan dan membuat jebakan-jebakan dan perangkap, akhirnya ia berhasil memotong barisan musuh menjadi beberapa bagian terpisah, lalu pasukan-pasukannya yang terlatih baik itu menyerbu dari tempat-tempat sembunyi mereka.

Pertama-tama menggunakan panah-panah api untuk mengacaukan bala tentara Khitan yang sudah terpotong itu, kemudian mengurung mereka yang sudah terputus dengan bagian perlengkapan dan setelah mereka menjadi lemah keadaannya, barulah pasukan-pasukan ini menyerbu!

Seperti telah kita ketahui, pada waktu itu Raja Kulukan, ayah puteri Tayami telah meninggal dunia dan kedudukan Raja Khitan berada di tangan Kubakan, kakak tiri Tayami. Setelah Kubakan menjadi Raja Khitan, ia mengerahkan pasukannya untuk menyerang ke selatan dan ke timur. Pasukan-pasukannya ganas dan kuat, dibantu panglima-panglima yang kosen.

Hanyalah karena maklum bahwa banyak panglima tua masih setia kepada Puteri Tayami, maka Raja Kubakan bersikap baik terhadap Tayami. Akan tetapi kebaikan ini hanya lahiriah belaka, sebetulnya di dalam hati ia amat membenci Tayami yang tidak membalas cintanya. Apalagi Raja Kubakan juga tahu bahwa sewaktu-waktu kedudukannya dapat goyah karena Tayami adalah Puteri Mahkota yang sebenarnya. Ia mencari kesempatan untuk melenyapkan saingan ini.

Tayami telah menikah dengan Salinga, seorang panglima muda, prajurit perkasa dari Khitan. Mereka berdua hidup bahagia, saling mencinta dan setahun kemudian mereka dikaruniai seorang puteri yang mungil dan sehat, dan yang mereka beri nama Puteri Yalina.






Makin bahagialah kehidupan mereka dan biar pun bekas Puteri Mahkota ini tidak menggantikan kedudukan mendiang ayahnya menjadi raja, melainkan diganti oleh kakak tirinya, Kubakan, namun hati puteri ini tidaklah merasa penasaran. Ia merasa cukup berbahagia di samping suaminya yang mencinta dan puterinya yang mungil.

Kurang lebih dua tahun kemudian sejak Puteri Tayami melahirkan puterinya, terjadilah penyerbuan besar-besaran terhadap Shansi yang digerakkan oleh Raja Kubakan. Dalam operasi ini, Raja Kubakan memerintahkan kepada Panglima Salinga, suami Tayami untuk memimpin pasukan. Sebagai seorang prajurit yang bertugas membela negaranya, tentu saja Salinga tidak berani membantah dan siap-siap berangkat. Akan tetapi isterinya merasa khawatir.

"Suamiku, selama ini tugasmu menjaga keselamatan kerajaan disini. Sekarang Raja memerintahmu untuk memimpin pasukan menyerang Shan-si. Serbuan ini besar-besaran dan mati-matian, apalagi kalau diingat bahwa di Shan-si terdapat Jenderal Kam Si Ek yang amat pandai sehingga penyerbuan ini amat berbahaya. Aku merasa tidak enak dan curiga, oleh karena itu, aku harus ikut," demikian kata Puteri Tayami.

"Ah, mengapa harus ikut? Kau seorang wanita dan tugasmu menanti di rumah..."

"Biar seorang wanita, sejak dahulu aku sudah biasa ikut mendiang Ayah melakukan perang. Pula, aku seorang puteri, sudah menjadi tugasku pula menyertai pasukan kita melawan musuh."

"Benar, isteriku. Akan tetapi kau harus ingat, Yalina yang masih kecil."

"Dia anak kita, anak orang-orang peperangan. Usianya sudah dua tahun lebih. Pula, aku hanya mengantar dan berada di barisan belakang. Aku hanya ingin menyaksikan sendiri bahwa tidak ada sesuatu di balik perintah penyerbuan ini, suamiku."

Karena tidak dapat ditentang, akhirnya Puteri Tayami berangkat juga bersama barisan yang dipimpin suaminya. Dengan gagah Puteri Tayami naik kuda di samping suaminya sambil menggendong puterinya yang berusia dua tahun lebih. Anggota pasukan menjadi besar hati menyaksikan betapa puteri yang gagah perkasa ini menyertai suaminya.

Demikianlah, terjadi perang hebat melawan bala tentara yang dipimpin Kam Si Ek. Dan seperti telah disebutkan tadi, Kam Si EK mengatur siasat memecah-mecah barisan Khitan, memasang jebakan dan menyerbu dengan tiba-tiba sehingga barisan Khitan menjadi kocar-kacir. Pasukan-pasukan Khitan terdiri orang-orang gagah dan pandai perang, akan tetapi menghadapi siasat Jenderal Kam Si Ek, mereka tidak berdaya dan kacau-balau. Banyak orang Khitan tewas terkena panah gelap.

Dalam keadaan terkurung dan terjebak, Panglima Salinga tewas dalam pertempuran. Berita ini segera sampai di telinga Puteri Tayami yang berada di barisan belakang dan sudah terputus hubungannya. Puteri Tayami menjadi kaget dan berduka sekali, juga marah. Cepat ia melompat ke atas seekor kuda, menggendong puterinya dan dengan pedang di tangan, puteri yang perkasa ini lalu terjun ke dalam kancah perang, mengamuk secara hebat. Pedangnya merobohkan banyak lawan.

Keinginan sampai dapat bertemu dengan Jenderal Kam Si Ek yang memimpin sendiri barisannya dan jika berhasil membunuh pimpinan lawan ini hatinya akan puas. Pedang Besi Kuning di tangannya adalah pusaka Khitan yang ampuh sekali. Setiap senjata lawan yang bertemu dengan pedangnya ini tentu akan patah dan bagaikan seekor naga betina puteri ini mengamuk terus. Akhirnya ia berhasil mendekati tempat Jenderal Kam mengatur siasat dan memimpin pasukannya.

Semangat dan kegagahan Puteri Tayami ini menarik dan membangkitkan kembali semangat para pasukan Khitan sehingga dalam waktu singkat banyak pula pasukan Khitan yang ikut menyerbu di belakangnya dan sampai pula ke tempat itu. Pertempuran menjadi makin hebat, dan melihat kegaduhan ini Jenderal Kam Si Ek terkejut. Seorang pembantunya lalu melaporkan bahwa sepasukan musuh yang dipimpin seorang wanita Khitan menyerbu dengan nekat dan berhasil menghancurkan kepungan.

Jendral Kam meloncat ke atas kudanya dan segera memimpin pasukan pengawal untuk membantu pertahanan menghadapi amukan pasukan musuh yang menurut laporan amat berani dan kuat itu. Dari tempat agak jauh dan tinggi ia memeriksa keadaan, lalu memberi perintah pengepungan, memberi isyarat kepada pasukannya untuk mundur dan bersembunyi, kemudian dari empat penjuru pasukannya menghujani pasukan musuh yang mengamuk itu dengan anak panah!

Dalam keadaan dihujani anak panah itulah tiba-tiba Puteri Tayami roboh dari atas kudanya, bukan terkena anak panah musuh, melainkan terkena anak panah yang dilepas dari belakang, dari dalam pasukannya sendiri! Mengapa begitu? Kiranya dari sejak mula, Raja Kubakan sudah mengirim orangnya untuk menggunakan kesempatan ini membunuh Salinga dan Tayami!

Salinga tewas dalam perang, tinggal Puteri Tayami. Namun pembunuh itu tidak mendapatkan kesempatan melaksanakan tugasnya yang jahat dan berat, karena tentu saja selain hendak mentaati perintah raja dan mengharapkan hadiahnya, ia pun ingin menyelamatkan diri sendiri sehingga tugas itu dapat ia lakukan tanpa membahayakan nyawanya sendiri.

Puteri Tayami adalah seorang wanita kosen, tidak mudah dibunuh begitu saja. Selain itu, apabila ketahuan para panglima bahwa dia membunuh Tayami, tentu ia pun tidak akan selamat!

Maka kini melihat puteri itu mengamuk, ia pun lalu masuk ke dalam pasukan yang mengikuti jejak puteri perkasa ini. Dalam keadaan kacau-balau karena terjebak dan dihujani anak panah inilah, ia mendapat kesempatan baik sekali. Teman-temannya dalam pasukan juga membalas musuh dengan anak panah.

Melihat betapa Puteri Tayami melindungi diri sendiri dan puterinya dengan memutar pedang bersinar kuning di depannya, pembunuh ini lalu menarik gendewa dan mengirim pula anak panahnya, bukan kepada musuh melainkan tepat ke arah Puteri Tayami! Tak seorang pun mengetahui bahwa dialah yang menewaskan Puteri Tayami. Semua mengira bahwa Sang Puteri menjadi korban anak panah musuh!

Robohnya Tayami ini tak dapat disangkal lagi malah menyelamatkan nyawa puteri dalam gendongannya. Setelah ia roboh, Puteri itu tetap memeluk puterinya, melindunginya dengan tubuh dan dengan Pedang Besi Kuning. Robohnya Puteri ini mengagetkan pasukan Khitan, apalagi karena selain Sang Puteri, banyak pula anggota pasukan roboh terkena anak panah. Mereka menjadi agak panik dan kacau, sungguh pun mereka tidak takut.

Karena siasat dan kecerdikan Jenderal Kam Si Ek, sebentar saja pasukan Khitan yang menyerbu Shan-si dapat dipukul hancur dan sisanya lari cerai-berai kembali ke Khitan. Jenderal Kam Si Ek membuat laporan ke atasan, mengirim pula Pedang Besi Kuning sebagai barang rampasan, akan tetapi ia merahasiakan soal anak kecil itu, anak Puteri Yalima yang kemudian dibawanya pulang.

Isterinya girang sekali menyambutnya dan terheran-heran melihat suaminya pulang perang membawa seorang anak perempuan kecil yang cantik mungil! Kam Si Ek menceritakan keadaan anak itu dan terharulah hati isterinya.

"Biar kita pelihara dia. Dia pantas menjadi adik Sian Eng,"

Kata isterinya sambil menimang-nimang anak itu. Anak itu memang lincah dan tertawa-tawa manis.

"Siapakah namamu, anak manis?" berkali-kali Nyonya Kam bertanya.

Anak itu adalah anak Khitan, tidak pandai bahasa asing ini. Akan tetapi agaknya ia cerdik dan mengerti maksud orang, buktinya ia menuding dadanya sendiri dan berkata sambil tertawa-tawa,

"Lin Lin... Lin Lin...!"

"Ah, agaknya ia bernama Lin!" kata Nyonya Kam gembira. "Baik, Nak. Mulai sekarang kau adalah anak kami dan bernama Kam Lin!"

Seperti telah direncanakannya semula, Kam Si Ek yang melihat gelagat tidak baik dengan sikap Gubernur Li yang agaknya hendak mendirikan kerajaan sendiri, lalu mengajukan permohonan berhenti. Mengingat jasa-jasanya, maka permohonannya dikabulkan dan berangkatlah Kam Si Ek dengan isteri dan tiga orang anaknya, termasuk Kam Lin, ke dusun Ting-chun di kaki bukit Cin-ling-san. Di lembah sungai Han yang tanahnya subur ini, ia hidup bertani dengan aman dan tenteram.

**** 116 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar