FB

FB


Ads

Selasa, 09 April 2019

Suling Emas Jilid 092

"Teecu datang, Suhu!"

Terdengar teriakan dari jauh, akan tetapi mendadak berkelebat bayangan dan tahu-tahu disitu berdiri seorang laki-laki yang tubuhnya juga agak cebol gemuk, kepalanya botak dan jenggotnya juga panjang!

Hampir Lu Sian tak dapat menahan ketawanya. Yang disebut bocah dan ia sangka kanak-kanak ini tidak tahunya juga seorang laki-laki yang sudah tua, malah panjang jenggotnya, laki-laki yang seperti juga gurunya, berpakaian tidak karuan dan bertelanjang kaki. Orang botak itu segera menjatuhkan diri berlutut di depan gurunya.

"Kalisani, hayo kau lawan perempuan ini, untuk ujian. Dia puteri Pat-jiu Sin-ong, cukup untuk kau pakai berlatih!"

Kalisani, murid Bu Tek Lojin yang kita kenal sebagai bekas Panglima Khitan itu segera bangkit berdiri memandang Lu Sian, lalu menjura.

"Nona, Suhu sudah memerintah kepadaku, terpaksa kuharap Nona suka melayaniku barang sepuluh jurus!"

Setelah berkata demikian, ia memasang kuda-kuda seperti orang hendak membuang air, karena ia berjongkok sampai rendah sekali dan mukanya menahan napas sampai merah seperti orang sakit perut!

Kuda-kuda ini lucu sekali dan seandainya Lu Sian tidak sudah menduga bahwa lawan aneh ini seorang yang tak boleh dipandang ringan, tentu ia tidak dapat menahan ketawanya, Lu Sian sendiri memiliki watak aneh, keras hati dan tidak mau kalah. Sekarang ia ditantang terang-terangan biarpun ia tahu bahwa kepandaian Bu Tek Lojin jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaiannya, namun ia tidak takut, dan ia harus memperlihatkan kepandaiannya, apa pun yang akan terjadi. Oleh karena itu, melihat Kalisani sudah memasang kuda-kuda, ia berseru keras.

"Orang hutan, jaga seranganku!"

Tubuhnya bergerak cepat sekali dan ia menerjang maju, langsung mengirim tendangan dengan ujung sepatunya ke arah leher orang yang berjongkok di depannya.

Ketika lawannya melompat ke belakang sambil mengulur tangan dengan maksud menangkap kakinya yang menendang, Lu Sian menarik kakinya dan tubuhnya condong ke depan, langsung tangan kanannya menghantam dada sedangkan tangan kiri dengan dua jari tangan menusuk ke arah mata. Inilah jurus dari Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ular Sakti) yang amat berbahaya dan ganas.

Akan tetapi Kalisani bukanlah seorang yang masih hijau. Sebelum menjadi murid Bu Tek Lojin, ia telah memiliki ilmu kepandaian tinggi dan menjadi panglima tua di Khitan, tentu saja ia tidak dapat dikalahkan dengan mudah dan jurus yang berbahaya ini dengan amat mudahnya dapat ia hindarkan dengan cara melompat ke kanan. Malah ia segera membalas serangan lawan dengan pukulan keras dari kanan.

Melihat lawannya juga dapat bergerak dengan gesit sekali, Lu Sian makin bersemangat. Ia mengelak dari pukulan itu dan balas menerjang ganas sambil mengerahkan gin-kangnya dan terus mainkan Ilmu Silat Ular Sakti yang memiliki jurus-jurus ganas dan berbahaya. Berkat gin-kang Coa-in-hui yang ia pelajari dari Tan Hui, kini permainan Ilmu Silat Tangan Kosong Ular Sakti menjadi berlipat ganda lebih lihai daripada sebelum ia memiliki gin-kang itu.

Diam-diam Kalisani terkejut sekali. Sedikitpun juga ia tidak mengira bahwa lawannya begini hebat. Tadi ketika ia disuruh suhunya menandingi Lu Sian, ia merasa ragu-ragu dan tidak enak hati. Dia seorang yang sudah tua dan berpengalaman banyak, pula memiliki ilmu silat tinggi. Bagaimana harus melawan seorang wanita muda? Akan tetapi karena suhunya yang memberi perintah, tentu saja ia tidak berani membantah.

Ia tadinya hendak berjaga diri saja dan sedapat mungkin mengalahkan wanita ini dengan lunak, karena Kalisani bukanlah seorang pria yang suka menghina atau menyakiti hati wanita. Siapa kira, kini menghadapi desakan Lu Sian, ia menjadi bingung dan pandang matanya kabur, demikian cepatnya wanita ini bergerak! Maka ia lalu tidak sungkan-sungkan lagi, cepat ia pun mainkan ilmu silatnya dan mengerahkan tenaga dalam kedua lengannya, mempercepat gerakannya.

Alangkah herannya ketika beberapa kali lengan mereka saling bertemu, wanita itu tidak roboh atau mencelat, bahkan dia sendiri merasa betapa hawa pukulan yang amat kuat menggetarkan lengannya! Maklumlah ia kini bahwa biarpun masih muda wanita yang pantas menjadi lawannya ini lihai sekali. Pantas saja suhunya mengatakan bahwa wanita ini cukup tangguh untuk diajak berlatih ilmu silat!






Dengan ilmu gin-kang Coa-in-hui, benar-benar Lu Sian dapat menguasai lawannya. Ia menang cepat dan sudah tiga kali tangannya berhasil menyerempet tubuh lawan, malah satu kali ia berhasil memukul pundak Kalisani.

Akan tetapi tubuh lawannya kebal dan pukulan itu hanya membuat Kalisani terhuyung-huyung sebentar, maka ia berlaku amat hati-hati dan mencari kesempatan untuk dapat memukul tepat. Lu Sian sengaja mempermainkan lawan dengan kecepatannya untuk mengacaukan pertahanannya.

"Bocah tolol! Segala macam ilmu cakar bebek dari Khitan itu mana mampu menghadapi Sin-coa-kun dari Beng-kauw? Tolol! Kau muridku, mengapa tidak menggunakan pelajaran dariku?" Bu Tek Lojin marah-marah, mencak-mencak dan memaki-maki.

Kalisani memang tidak mau mempergunakan ilmu simpanannya yang ia pelajari dari Bu Tek Lojin. Ilmu itu ada tiga macam, yaitu Ilmu Khong-in-ban-kin (Awan Kosong Selaksa Kati) yang merupakan penghimpunan tenaga sin-kang yang luar biasa, ke dua adalah Khong-in-liu-san yang merupakan ilmu serangan yang luar biasa hebatnya, dan ke tiga adalah Ilmu Silat Kim-lun-sin-hoat (Ilmu Sakti Roda Emas), semacam ilmu silat yang dapat dimainkan dengan tangan kosong, akan tetapi lebih tepat dengan gelang atau roda emas yang ia terima sebagai tanda mata dari Tayami!

Ilmu-ilmu ini ia tahu amat hebat, maka ia tidak tega untuk mempergunakannya terhadap Lu Sian yang sama sekali tidak dikenalnya dan tidak ada permusuhan dengannya. Kini mendengar seruan gurunya, baru ia ingat. Akan tetapi terlambat. Sebelum ia sempat mempergunakan ilmu itu, sebuah hantaman LuSian mengenai lehernya, membuat Kalisani terlempar dan bergulingan, kemudian terbentur pohon dan rebah telentang dengan mata mendelik. Pingsan!

"Uuhhh, tolol, mencari mampus!" Bu Tek Lojin marah dan mendongkol sekali melihat "jagonya" keok. Ia melompat dekat dan dua kali menotok leher dan punggung, muridnya sudah merangkak bangun lagi. "Hayo maju lagi, kalau kau tidak bisa menang kulemparkan kau ke dalam jurang!"

Bentaknya. Memang kakek ini memiliki watak yang luar biasa sekali, sama sekali ia tidak pernah mau mengaku kalah terhadap siapapun juga.

"Bu Tek Lojin, aku tidak hendak bermusuh!" kata Lu Sian, mendongkol juga karena sudah jelas ia menang, mengapa kakek ini nekat menyuruh muridnya maju lagi? "Aku tadi melayani hanya untuk membuktikan bahwa bukan muridmu saja yang memiliki kepandaian di kolong jagad ini. Sekarang aku tidak ada waktu lagi."

"E-e-eh, nanti dulu! Siapa bilang muridku kalah? Tadi ia sengaja mengalah, kau tahu? Kalisani, hayo maju lagi!"

Lu Sian gemas. Orang tua ini harus diberi rasa, pikirnya. Kali ini aku akan memukul mampus muridnya, lihat dia hendak berlagak bagaimana lagi? Maka ia cepat berseru keras dan mendahului Kalisani, menerjang dengan cepat.

Kalisani sudah bersiap sedia. Ia sudah merasai kehebatan kepandaian lawan, maka sekarang ia cepat merobah gerakannya dan mainkan ilmu silat Kim-lun-sin-hoat dan mengerahkan tenaga Khong-in-ban-kin. Tulang-tulangnya berbunyi berkerotokan, ini tanda bahwa sin-kang di tubuhnya telah terhimpun.

Sebenarnya, ia belum matang dalam latihan Khong-in-ban-kin, maka tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi. Kalau ia sudah berhasil menghimpun tenaga tanpa tulang-tulangnya berbunyi, barulah ilmunya itu sempurna.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Lu Sian ketika dia menerjang, ia disambut dengan hawa pukulan jarak jauh yang luar biasa kuatnya, yang menolak setiap gerakannya sehingga ia tidak dapat mendekati lawannya. Sebaliknya, kedua tangan lawan yang digerakkan berputar-putar membentuk lingkaran-lingkaran seperti roda itu membingungkan hatinya. Baru belasan jurus, Lu Sian sudah main mundur.

"Hua-hah-ho-ho-ho-hoh!" Bu Tek Lojin tertawa bergelak-gelak menyaksikan betapa muridnya dapat mendesak lawan, "Kalisani, jangan sungkan. Hantam dia sampai babak belur! Comot hidungnya, jewer telinganya, cubit pantatnya, ha-ha-ha!"

Dapat dibayangkan betapa marahnya Lu Sian mendengar ejekan-ejekan ini. Kakek tua bangka mau mampus, pikirnya marah. Tiba-tiba kedua tangannya bergerak pada saat ia meloncat jauh ke belakang dan dari kedua tangannya itu menyambar sinar-sinar kemerahan ke arah Kalisani dan Bu Tek Lo Jin!

Kakek cebol ini masih tertawa-tawa, akan tetapi tiba-tiba suara ketawanya berhenti dan terkejutlah ia melihat sinar merah menyambar. Namun dengan mudah saja ia mengebutkan lengan baju dan semua jarum Siang-tok-ciam (Jarum Racun Harum) yang dilepaskan Lu Sian runtuh ke tanah.

Kalisani sebaliknya kaget sekali. Tahu bahwa dari depan menyambar senjata rahasia berbahaya, ia membanting tubuh ke belakang dan bergulingan, sehingga ia terbebas daripada ancaman jarum maut.

Akan tetapi, Lu Sian tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dalam kemendongkolannya, Lu Sian sudah mencabut pedang Toa-hong-kiam dan kini ia memutar pedang menerjang Kalisani dengan Ilmu Pedang Toa-hong Kiam-hoat yang gerakannya seperti angin badai mengamuk. Kasihanlah Kalisani. Ia berloncatan ke sana ke mari menghindar daripada gulungan sinar pedang, seperti monyet berjoget.

"Wah, bocah jahat!"

Tiba-tiba pedang di tangan Lu Sian berhenti di udara, dan ketika Lu Sian menoleh, kiranya pedangnya itu ujungnya sudah dijepit dua buah jari tangan Bu Tek Lojin. Ia marah sekali cepat mengerahkan tenaga menarik pedang untuk membikin buntung jari tangan orang. Namun sia-sia, sedikit pun pedangnya tidak bergeming, masih tetap terjepit dua buah jari tangan.

"Lepaskan pedangku!"

"Heh-heh-hoh!"

"Bu Tek Lojin, lepaskan pedangku!"

"Kalau tidak kulepaskan, kau mau apa? Mau panggil ayahmu? Panggillah dia, Aku tidak takut!"

"Ayah tidak berada di sini. Akan tetapi akan kupanggil Bu Kek Siansu!"

Tangan yang menjepit pedang itu tiba-tiba gemetar dan Lu Sian mempergunakan kesempatan ini untuk menarik pedangnya dan meloncat mundur.

"Kau bohong! Dia... dia... eh, tidak berada di sini..." Biarpun mulut berkata demikian, namun kakek itu jelalatan memandang ke sana ke mari.

"Hemm, kau tidak percaya? Baru tadi aku bertemu dengan beliau, dan aku mendengar beliau mengancam hendak menghajar kepalamu sampai peok dan gepeng!"

"Oh... ah... tidak... bisa....!"

"Kau tidak percaya? Biar kupanggil beliau. Beliau paling benci melihat kau mengganggu orang muda. Siansu...! Siansu...! Silakan datang kesini, Bu Tek Lojin menantang Siansu...!!"

"Ohhh... jangan...! Jangan... aku... aku hanya main-main tadi... Eh, murid tolol, hayo pergi!"

Kakek aneh itu menyambar lengan muridnya dan sekali berkelebat mereka lenyap dari tempat itu.

Lu Sian berdiri termenung. Untuk ke sekian kalinya ia mendapatkan orang-orang yang jauh lebih lihai daripadanya! Ah, selamanya ia tentu akan menemui kekecewaan dan penghinaan saja kalau ia tidak berhasil memiliki ilmu kepandaian yang paling tinggi di dunia ini. Ia teringat akan ayahnya. Betapapun juga, tingkat kepandaian ayahnya sudah amat tinggi dan ia ingat bahwa ayahnya menyimpan kitab-kitab ilmu yang tinggi dan dirahasiakan. Ia harus menemui ayahnya, menceritakan perceraiannya dengan Kam Si Ek, kemudian minta kepada ayahnya untuk menurunkan ilmu-ilmu silat yang tinggi kepadanya.

Dengan pikiran ini, Liu Lu Sian lalu berangkat ke selatan, melakukan perjalanan cepat menuju ke Nan-cao, ke rumah ayahnya. Akan tetapi kembali ia kecewa. Ketika ayahnya mendengar bahwa ia meninggalkan Kam Si Ek, ayahnya marah-marah dan memaki-makinya.

"Isteri dan anak macam apa engkau ini?" Antara lain Pat-jiu Sin-ong marah-marah memakinya. "Seorang isteri dan ibu meninggalkan suami dan anak begitu saja?! Sungguh celaka!!"

"Kam Si Ek terlalu kukuh dan cinta kepada tugasnya, Ayah. Asal kuajak pindah dan meninggalkan pekerjaannya, dia marah-marah. Aku bosan dan merasa dijadikan bujang dalam rumah!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar