Gerakan pembalasan yang dilakukan oleh Kaisar Kerajaan Tang yang baru, yaitu kaisar Su Tiong, yang dilakukan dari Secuan, amat hebat. Gerakan pembalasan untuk merampas kembali ibu kota Tiang-an dari tangan pemberontak ini dibantu oleh pasukan yang dapat dikumpulkan di Tiongkok bagian barat, dibantu pula oleh pasukan Turki, bahkan pasukan Arab. Dengan bala tentara yang besar dan kuat, Kaisar Su Tiong melakukan serangan balasan terhadap pemerintah pemberontak yang tidak lagi dipimpin oleh An Lu Shan karena jenderal pemberontak itu telah tewas.
Perang hebat terjadi selama sepuluh tahun, dan di dalam perang ini, para pemberontak dapat dihancurkan dan kota demi kota dapat dirampas kembali sampai akhirnya ibu kota dapat direbut kembali oleh Kaisar Su Tiong. Di dalam perang ini, Han Bu Ong putera The Kwat Lin yang bersama orang-orang kerdil membantu pemerintah pemberontak, tewas pula dalam pertempuran hebat sampai tidak ada seorangpun orang kerdil tinggal hidup.
Dalam tahun 766 berakhirlah perang yang mengorbankan banyak harta dan nyawa itu, namun kerajaan Tang telah menderita hebat sekali akibat perang yang mula-mula ditimbulkan oleh pemberontak An Lu Shan itu. Kematian yang diderita rakyat, pembunuhan-pembunuhan biadab yang terjadi di dalam perang selama pemberontakan ini adalah yang terbesar menurut catatan sejarah.
Menurut catatan kuno, tidak kurang dari tiga puluh lima juta manusia tewas selama perang yang biadab itu! Bukan hanya kerugian harta dan nyawa saja, akan tetapi juga setelah perang berakhir, Kerajaan Tang kehilangan banyak kekuasaan atau kedaulatannya! Bantuan-bantuan yang diterima oleh Kaisar di waktu merebut kembali kerajaan, membuat Kaisar terpaksa membagi-bagi daerah kepada para pembantu yang diangkat menjadi gubernur-gubernur yang lambat laun makin besar kekuasaannya dan seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang berdaulat sendiri.
Di samping itu, pemberontak An Lu Shan membentuk pasukan-pasukan yang ketika pemberontak dihancurkan, melarikan diri ke perbatasan dan menjadi pasukan-pasukan liar yang selalu merupakan gangguan terhadap kekuasaan pemerintah.
Demikianlah, dengan dalih apapun juga, pemberontakan lahiriah hanya mendatangkan kerusakan dan malapetaka, karena tidaklah mungkin perdamaian diciptakan oleh perang! Menurut sejarah di seluruh dunia, tidak pernah ada revolusi jasmani mendatangkan perdamaian dan kesejahteraan. Kiranya hanyalah revolusi batin, revolusi yang terjadi di dalam diri setiap orang manusia, yang akan dapat mengubah keadaan yang menyedihkan dari kehidupan manusia di seluruh dunia ini.
Dengan tewasnya Han Bu Hong di dalam perang itu, maka habislah semua tokoh yang keluar dari Pulau Es dan Pulau Neraka. Yang tinggal hanyalah Sin Liong dan Swat Hong berdua saja, akan tetapi kedua orang ini pun sudah kembali ke Pulau Es dan semenjak peristiwa di Hoa-san-pai itu, tidak ada lagi yang tahu bagaimana keadaan kedua orang itu dan di mana adanya mereka!
Yang jelas, Pulau Es masih ada dan kedua orang suheng dan sumoi yang saling mencinta itu pun masih hidup. Buktinya, beberapa tahun kemudian kadang-kadang mereka itu muncul sebagai manusia-manusia sakti menyelamatkan belasan orang nelayan yang perahunya diserang badai.
Didalam kegelapan selagi badai mengamuk dahsyat itu, ketika perahu-perahu mereka dipermainkan badai dan nyaris terguling, tiba-tiba muncul sebuah perahu kecil yang didayung oleh seorang pria berpakaian putih dan seorang wanita cantik, dan kedua orang ini dengan kesaktian luar biasa menggunakan tali untuk menjerat perahu-perahu itu kemudian menariknya keluar dari daerah yang diamuk badai!
Apakah mereka itu Sin Liong dan Swat Hong, tidak ada orang yang mengetahuinya karena setiap kali muncul menolong para nelayan dan para penghuni pulau-pulau yang berada di utara, kedua orang itu tidak pernah memperkenalkan nama mereka. Kalau benar mereka itu adalah Sin Liong dan Swat Hong, bagaimanakah jadinya dengan mereka? Apakah suheng dan sumoi yang saling mencinta dan yang telah kembali ke Pulau Es itu langsung menjadi suami isteri? Hal ini pun tidak ada yang tahu, karena agaknya bagi mereka berdua, menjadi suami isteri atau bukan adalah hal yang tidak penting lagi.
Diri mereka telah dipenuhi oleh cinta kasih, bukan cinta kasih yang biasa melekat di bibir manusia pada umumnya, karena cinta kasih seperti itu telah diselewengkan artinya, cinta kasih kita manusia hanya akan mendatangkan kesenangan dan kesusahan belaka dan justeru karena cinta kasih kita itu mendatangkan kesenangan maka dia mendatangkan pula kesusahan karena kesenangan dan kesusahan adalah saudara kembar yang tak mungkin dapat dipisah. Menerima yang satu harus menerima pula yang ke dua, yang mau menikmati kesenangan harus pula mau menderita kesusahan. Tidak, cinta kasih mereka bukan seperti cinta kasih palsu yang kita punyai!
Pernah ada seorang anak nelayan yang diwaktu malam hari, ketika perahunya diayun-ayun gelombang kecil dan dia sedang menggantikan ayahnya yang tertidur untuk menjaga kail, mendengar nyanyian halus yang dinyanyikan oleh seorang wanita cantik di atas perahu dan yang kelihatan remang-remang di bawah sinar bulan purnama di malam itu. Anak yang cerdas ini masih teringat akan bunyi nyanyian itu seperti berikut:
"Langit, Bulan dan Lautan kalian mempunyai Cinta kasih
namun tak pernah bicara tentang Cinta kasih!
Kasihanilah manusia yang miskin dan haus akan Cinta Kasih,
bertanya-tanya apakah Cinta Kasih itu?
Bilamana tidak ada ikatan
tidak ada pamerih dan rasa takut
tidak memiliki atau dimiliki
tidak menuntut dan tidak merasa memberi.
Tidak menguasai atau dikuasai
tidak ada cemburu, iri hati
tidak ada dendam dan amarah
tidak ada benci dan ambisi.
Bilamana tidak ada iba diri
tidak mementingkan diri pribadi,
bilamana tidak ada "Aku"
barulah ada Cinta Kasih........"
Puluhan tahun, bahkan seratus tahun kemudian di dunia kang-ouw timbul semacam cerita setengah dongeng tentang seorang manusia dewa yang mereka sebut Bu Kek Siansu, seorang laki-laki tua yang sederhana namun yang pribadinya penuh cinta kasih, cinta kasih terhadap siapa pun dan apa pun.
Bu Kek Siansu yang dikenal sebagai tokoh Pulau Es dan menurut cerita tradisi dari keturunan tokoh-tokoh seperti Tee Tok Siangkoan Houw, Lam Hai Sengjin dan muridnya, Kwee Lun, Gin-siauw Siucai, tokoh-tokoh Hoa-san-pai, katanya bahwa Bu Kek Siansu itu adalah anak yang dahulu disebut Sin-tong (Anak Ajaib), yaitu pemuda Kwa Sin Liong yang menghilang bersama sumoinya, Han Swat Hong, dan yang kabarnya menetap di Pulau Es, tidak pernah lagi terjun ke dunia ramai.
Dan memang seorang manusia seperti Bu Kek Siansu tidak pernah mau menonjolkan diri, selalu bergerak tanpa pamrih, hanya digerakan oleh cinta kasih. Maka kita pun tidak mungkin dapat mengikuti seorang manusia seperti Bu Kek Siansu, dan hanya kadang-kadang saja dapat melihat muncul di antara orang banyak, dan di dalam dunia persilatan, Bu Kek Siansu akan muncul di dalam ceritera "Suling Emas".
Demikinlah, terpaksa pengarang menutup cerita "Bu Kek Siansu" ini yang hanya dapat menceritakan pengalaman pemuda Kwa Sin Liong sewaktu dia belum menjadi seorang Bu Kek Siansu, sewaktu dia belum memiliki cinta kasih sehingga masih diombang-ambingkan oleh suka dan duka dalam kehidupannya.
Dengan mengenangkan isi nyanyian yang dinyanyikan oleh anak nelayan itu, penulis mengajak para Pembaca Budiman untuk sama-sama mempelajari dan mudah-mudahan kita pun akan memiliki Cinta Kasih melalui pengenalan diri pribadi. Teriring salam bahagia dari pengarang dan sampai jumpa kembali di lain cerita.
Perang hebat terjadi selama sepuluh tahun, dan di dalam perang ini, para pemberontak dapat dihancurkan dan kota demi kota dapat dirampas kembali sampai akhirnya ibu kota dapat direbut kembali oleh Kaisar Su Tiong. Di dalam perang ini, Han Bu Ong putera The Kwat Lin yang bersama orang-orang kerdil membantu pemerintah pemberontak, tewas pula dalam pertempuran hebat sampai tidak ada seorangpun orang kerdil tinggal hidup.
Dalam tahun 766 berakhirlah perang yang mengorbankan banyak harta dan nyawa itu, namun kerajaan Tang telah menderita hebat sekali akibat perang yang mula-mula ditimbulkan oleh pemberontak An Lu Shan itu. Kematian yang diderita rakyat, pembunuhan-pembunuhan biadab yang terjadi di dalam perang selama pemberontakan ini adalah yang terbesar menurut catatan sejarah.
Menurut catatan kuno, tidak kurang dari tiga puluh lima juta manusia tewas selama perang yang biadab itu! Bukan hanya kerugian harta dan nyawa saja, akan tetapi juga setelah perang berakhir, Kerajaan Tang kehilangan banyak kekuasaan atau kedaulatannya! Bantuan-bantuan yang diterima oleh Kaisar di waktu merebut kembali kerajaan, membuat Kaisar terpaksa membagi-bagi daerah kepada para pembantu yang diangkat menjadi gubernur-gubernur yang lambat laun makin besar kekuasaannya dan seolah-olah menjadi raja-raja kecil yang berdaulat sendiri.
Di samping itu, pemberontak An Lu Shan membentuk pasukan-pasukan yang ketika pemberontak dihancurkan, melarikan diri ke perbatasan dan menjadi pasukan-pasukan liar yang selalu merupakan gangguan terhadap kekuasaan pemerintah.
Demikianlah, dengan dalih apapun juga, pemberontakan lahiriah hanya mendatangkan kerusakan dan malapetaka, karena tidaklah mungkin perdamaian diciptakan oleh perang! Menurut sejarah di seluruh dunia, tidak pernah ada revolusi jasmani mendatangkan perdamaian dan kesejahteraan. Kiranya hanyalah revolusi batin, revolusi yang terjadi di dalam diri setiap orang manusia, yang akan dapat mengubah keadaan yang menyedihkan dari kehidupan manusia di seluruh dunia ini.
Dengan tewasnya Han Bu Hong di dalam perang itu, maka habislah semua tokoh yang keluar dari Pulau Es dan Pulau Neraka. Yang tinggal hanyalah Sin Liong dan Swat Hong berdua saja, akan tetapi kedua orang ini pun sudah kembali ke Pulau Es dan semenjak peristiwa di Hoa-san-pai itu, tidak ada lagi yang tahu bagaimana keadaan kedua orang itu dan di mana adanya mereka!
Yang jelas, Pulau Es masih ada dan kedua orang suheng dan sumoi yang saling mencinta itu pun masih hidup. Buktinya, beberapa tahun kemudian kadang-kadang mereka itu muncul sebagai manusia-manusia sakti menyelamatkan belasan orang nelayan yang perahunya diserang badai.
Didalam kegelapan selagi badai mengamuk dahsyat itu, ketika perahu-perahu mereka dipermainkan badai dan nyaris terguling, tiba-tiba muncul sebuah perahu kecil yang didayung oleh seorang pria berpakaian putih dan seorang wanita cantik, dan kedua orang ini dengan kesaktian luar biasa menggunakan tali untuk menjerat perahu-perahu itu kemudian menariknya keluar dari daerah yang diamuk badai!
Apakah mereka itu Sin Liong dan Swat Hong, tidak ada orang yang mengetahuinya karena setiap kali muncul menolong para nelayan dan para penghuni pulau-pulau yang berada di utara, kedua orang itu tidak pernah memperkenalkan nama mereka. Kalau benar mereka itu adalah Sin Liong dan Swat Hong, bagaimanakah jadinya dengan mereka? Apakah suheng dan sumoi yang saling mencinta dan yang telah kembali ke Pulau Es itu langsung menjadi suami isteri? Hal ini pun tidak ada yang tahu, karena agaknya bagi mereka berdua, menjadi suami isteri atau bukan adalah hal yang tidak penting lagi.
Diri mereka telah dipenuhi oleh cinta kasih, bukan cinta kasih yang biasa melekat di bibir manusia pada umumnya, karena cinta kasih seperti itu telah diselewengkan artinya, cinta kasih kita manusia hanya akan mendatangkan kesenangan dan kesusahan belaka dan justeru karena cinta kasih kita itu mendatangkan kesenangan maka dia mendatangkan pula kesusahan karena kesenangan dan kesusahan adalah saudara kembar yang tak mungkin dapat dipisah. Menerima yang satu harus menerima pula yang ke dua, yang mau menikmati kesenangan harus pula mau menderita kesusahan. Tidak, cinta kasih mereka bukan seperti cinta kasih palsu yang kita punyai!
Pernah ada seorang anak nelayan yang diwaktu malam hari, ketika perahunya diayun-ayun gelombang kecil dan dia sedang menggantikan ayahnya yang tertidur untuk menjaga kail, mendengar nyanyian halus yang dinyanyikan oleh seorang wanita cantik di atas perahu dan yang kelihatan remang-remang di bawah sinar bulan purnama di malam itu. Anak yang cerdas ini masih teringat akan bunyi nyanyian itu seperti berikut:
"Langit, Bulan dan Lautan kalian mempunyai Cinta kasih
namun tak pernah bicara tentang Cinta kasih!
Kasihanilah manusia yang miskin dan haus akan Cinta Kasih,
bertanya-tanya apakah Cinta Kasih itu?
Bilamana tidak ada ikatan
tidak ada pamerih dan rasa takut
tidak memiliki atau dimiliki
tidak menuntut dan tidak merasa memberi.
Tidak menguasai atau dikuasai
tidak ada cemburu, iri hati
tidak ada dendam dan amarah
tidak ada benci dan ambisi.
Bilamana tidak ada iba diri
tidak mementingkan diri pribadi,
bilamana tidak ada "Aku"
barulah ada Cinta Kasih........"
Puluhan tahun, bahkan seratus tahun kemudian di dunia kang-ouw timbul semacam cerita setengah dongeng tentang seorang manusia dewa yang mereka sebut Bu Kek Siansu, seorang laki-laki tua yang sederhana namun yang pribadinya penuh cinta kasih, cinta kasih terhadap siapa pun dan apa pun.
Bu Kek Siansu yang dikenal sebagai tokoh Pulau Es dan menurut cerita tradisi dari keturunan tokoh-tokoh seperti Tee Tok Siangkoan Houw, Lam Hai Sengjin dan muridnya, Kwee Lun, Gin-siauw Siucai, tokoh-tokoh Hoa-san-pai, katanya bahwa Bu Kek Siansu itu adalah anak yang dahulu disebut Sin-tong (Anak Ajaib), yaitu pemuda Kwa Sin Liong yang menghilang bersama sumoinya, Han Swat Hong, dan yang kabarnya menetap di Pulau Es, tidak pernah lagi terjun ke dunia ramai.
Dan memang seorang manusia seperti Bu Kek Siansu tidak pernah mau menonjolkan diri, selalu bergerak tanpa pamrih, hanya digerakan oleh cinta kasih. Maka kita pun tidak mungkin dapat mengikuti seorang manusia seperti Bu Kek Siansu, dan hanya kadang-kadang saja dapat melihat muncul di antara orang banyak, dan di dalam dunia persilatan, Bu Kek Siansu akan muncul di dalam ceritera "Suling Emas".
Demikinlah, terpaksa pengarang menutup cerita "Bu Kek Siansu" ini yang hanya dapat menceritakan pengalaman pemuda Kwa Sin Liong sewaktu dia belum menjadi seorang Bu Kek Siansu, sewaktu dia belum memiliki cinta kasih sehingga masih diombang-ambingkan oleh suka dan duka dalam kehidupannya.
Dengan mengenangkan isi nyanyian yang dinyanyikan oleh anak nelayan itu, penulis mengajak para Pembaca Budiman untuk sama-sama mempelajari dan mudah-mudahan kita pun akan memiliki Cinta Kasih melalui pengenalan diri pribadi. Teriring salam bahagia dari pengarang dan sampai jumpa kembali di lain cerita.
T A M A T
Tidak ada komentar:
Posting Komentar