FB

FB


Ads

Selasa, 26 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 117

"Taihiap, Lihiap, pinto khawatir Jiwi akan mengalami gangguan di jalan. Menurut laporan para anak murid pinto, orang-orang kang-ouw itu masih menanti di lereng gunung." Pek Sim Tojin berkata dengan alis berkerut. "Bagaimana kalau kami mengantar Ji-wi sampai melewati mereka dengan selamat?"

Sin Liong tersenyum.
"Terima kasih, Locianpwe. Akan tetapi, menghindari mereka berarti membuat mereka terus merasa penasaran. Sebaiknya malah kalau kami berdua menemui mereka dan membereskan persoalan seketika juga."

Toan Ki dan Swi Nio yang selama tiga hari menerima petunjuk dari Sin Liong, telah menaruh kepercayaan penuh akan kesaktian pemuda Pulau Es ini, maka mereka tidak merasa khawatir. Mereka maklum bahwa pemuda dan gadis dari Pulau Es itu bukanlah manusia sembarangan, apalagi pemuda itu memiliki wibawa yang tidak lumrah manusia, gerak-geriknya demikian penuh kelembutan, penuh belas kasih sehingga tidaklah mungkin dapat terjadi sesuatu yang buruk menimpa seorang manusia seperti ini!

Memang benar seperti yang dilaporkan oleh anak buah Hoa-san-pai bahwa para tokoh kang-ouw itu, dipelopori oleh Thian-tok, masih menghadang di lereng puncak. Thian-tok yang tadinya mengandalkan kepandaiannya sendiri, setelah menyaksikan betapa pemuda dan dara Pulau Es itu telah mendapatkan kembali pusaka-pusakanya, diam-diam telah mengajak semua tokoh lain bersekutu dengan janji bahwa kalau pusaka dapat dirampas, dia akan memberi bagian kepada mereka semua. Terutama yang menjadi pembantunya sebagai orang ke dua adalah Thian-he Tee-it Ciang Ham yang tingkat kepandaiannya hanya berselisih atau kalah sedikit saja dibandingkan dengan kepandaian Racun Langit itu.

Maka ketika Sin Liong yang membawa pusaka di punggungnya bersama Swat Hog berjalan perlahan dan tenang melalui tempat itu, segera para tokoh kang-ouw itu muncul dan telah mengurung dua orang muda itu dengan ketat, mempersiapkan senjata masing-masing dengan sikap mengancam.

"Ha-ha-ha!" Thian-tok tertawa bergelak sambil melintangkan senjata tongkat panjang Kim-kauw-pang. "Engkau memang seorang muda yang memegang janji. Jangan kepalang dengan sikap baikmu itu, orang muda. Serahkan saja pusaka di punggungmu itu secara baik-baik kepada kami, dan percayalah, kami tidak akan mengganggu kalian lagi, bahkan kalau kalian suka, aku Thian-tok Bhong Sek Bin mau menerima kalian menjadi muridku!"

"Sin Liong itu memang patut menjadi muridmu, Thian-tok. Akan tetapi Nona ini biarlah aku yang mendidiknya, heh-heh-heh!" Thian-he Tee-it Ciang Ham berkata terkekeh dengan sikap ceriwis.

Biasanya orang ini pendiam, keras dan kasar, akan tetapi menghadapi pusaka-pusaka Pulau Es di depan mata, dia merasa tegang sekali dan memaksa diri berkelakar sehingga kelihatan ceriwis dan tidak pantas.

Swat Hong sudah menjadi merah mukanya akan tetapi Sin Liong tersenyum kepadanya dan seketika lenyaplah perasaan marahnya tadi. Dia diam saja, memandang dengan sikap tenang, menyerahkan semua kepada suhengnya. Pemuda itu lalu menghadapi mereka dan berkata,

"Sekarang kita tidak mengganggu dan menyeret Hoa-san-pai dalam urusan kita, dan memang sebaiknya kalau kita selesaikan rasa penasaran yang mengganggu Cu-wi sekalian. Sebenarnya, apakah yang Cu-wi kehendaki?"

"Apalagi? Kami minta semua pusaka itu diberikan kepada kami!" Thian-tok berkata dengan suara lantang.

Sin Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Hal itu tidak bisa dilakukan, Cu-wi Locianpwe. Pusaka-pusaka ini adalah milik Pulau Es turun-temurun, mana mungkin sekarang diserahkan kepada orang lain? Setelah kami berdua berhasil menemukannya kembali, kami harus mengembalikannya kepada Pulau Es, tempatnya semula. Maka harap Cu-wi suka memaklumi hal ini dan tidak memaksa kepada kami."

"Orang muda yang keras kepala! Kalau kami memaksa, bagaimana?"

"Terserah kepada Cu-wi sekalian. Sumoi, harap Sumoi suka pergi dulu ke pinggir, jangan menghalangi para Locianpwe ini."

Swat Hong mengangguk dan tersenyum, kemudian tubuhnya berkelebat dan terkejutlah semua orang kang-ouw itu ketika melihat gadis itu meloncat seperti terbang saja, melayang melalui kepala mereka dan kini telah berdiri di luar kepungan! Sungguh merupakan bukti kepandaian ginkang (Ilmu meringankan tubuh) yang amat hebat!

Sin Liong sengaja menyuruh sumoinya pergi keluar dari kepungan karena tidak menghendaki sumoinya itu naik darah dan turun tangan menggunakan kekerasan terhadap orang-orang kang-ouw ini. Setelah kini melihat sumoinya keluar dari kepungan, dia lalu menyilangkan kedua lengannya di depan dada, berkata,

"Silahkan kepada Cu-wi apa yang hendak Cu-wi lakukan setelah jelas kukatakan bahwa Pusaka Pulau Es tidak akan kuberikan kepada Cu-wi."






Melihat sikap tenang dan penuh tantangan ini, para tokoh kang-ouw menjadi marah juga. Pemuda itu tidak memegang senjata, berdiri dalam kepungan dan pusaka itu berada di dalam buntalan yang berada di punggungnya. Maka serentak orang-orang kang-ouw yang sudah mengilar dan ingin sekali merampas pusaka itu menerjang maju dan berebut hendak menyerang Sin Liong dan mengulur tangan hendak merampas buntalan. Pemuda itu hanya berdiri tersenyum, berdiri tegak dan menyilangkan kedua lengannya sambil memandang tanpa berkedip mata.

"Ahhh....!"

"Hayaaa.....!"

"Aihhhh.....!"

Semua orang terhuyung-huyung mundur karena belum juga tangan mereka menyentuh pemuda itu, hati mereka sudah lemas dan luluh menghadapi wajah yang tersenyum itu, tangan mereka seperti lumpuh dan tenaga mereka seperti lenyap seketika membuat mereka terhuyung dan hampir jatuh saling timpa!

Thian-tok dan Thian-he Tee-it menjadi kaget dan marah sekali melihat keadaan teman-teman mereka itu. Kedua orang berilmu tinggi ini memang membiarkan teman-teman mereka turun tangan lebih dulu untuk menguji kepandaian pemuda yang keadaannya amat mencurigakan karena terlampau tenang itu. Kini melihat betapa teman-temannya mundur tanpa pemuda itu menggerakkan sebuah jari tangan pun, kedua orang itu terkejut marah dan penasaran. Thian-tok menerjang ke depan dengan senjata Kim-kauw-pang di tangannya, sedangkan Ciang Ham juga sudah meloncat dekat dengan senjata tombak di tangan.

"Orang muda, serahkan pusaka itu!" Thian-tok membentak.

"Sin-tong, jangan sampai terpaksa aku menggunakan tombak pusakaku!" Ciang ham juga menghardik.

Akan tetapi Sin Liong tetap tidak bergerak hanya berkata,
"Terserah kepada Ji-wi Locianpwe, Ji-wi yang melakukan dan Ji-wi pula yang menanggung akibatnya."

"Keras kepala!"

Thian-tok membentak dan tongkatnya yang panjang sudah menyambar ke arah kepala pemuda itu.

Sin Liong sama sekali tidak mengelak, bahkan berkedip pun tidak ketika melihat tongkat itu menyambar ke arah kepalanya, disusul tombak di tangan Thian-he Tee-it Ciang Ham yang menusuk ke arah lambungnya.

"Desss! Takkkk!!"

"Aihhh.......!"

"Heiiii....."

Thian-tok Bhong Sek Bin dan Thian-he Tee-it Ciang ham berteriak kaget dan meloncat ke belakang. Tongkat itu tepat mengenai kepala dan tombak itu pun tepat menusuk lambung, namun kedua senjata itu terpental kembali seperti mengenai benda yang amat kuat, bahkan telapak tangan mereka terasa panas! Tentu saja mereka merasa penasaran, biarpun ada rasa ngeri di dalam hati mereka. Pada saat itu, orang-orang kang-ouw lainnya yang melihat betapa dua orang lihai itu sudah menyerang dengan senjata, juga menyerbu ke depan.

Sin Liong tetap diam saja ketika belasan batang senjata yang bermacam-macam itu datang bagaikan hujan menimpa tubuhnya. Semua senjata tepat mengenai sasaran, akan tetapi tidak ada sedikit kulit tubuh pemuda itu yang lecet, kecuali pakaiannya yang robek-robek dan orang-orang itu terpelanting ke sana-sini, bahkan ada yang terpukul oleh senjata mereka sendiri yang membalik.

Makin keras orang menyerang, makin keras pula senjata mereka membalik. Bahkan Thian-tok sudah mengelus kepalanya yang benjol terkena kemplangan tongkatnya sendiri, sedangkan paha Ciang ham berdarah karena tombaknya pun membalik tanpa dapat ditahannya lagi ketika mengenai tubuh Sin Liong untuk yang kedua kalinya.

Ketika mereka memandang dengan mata terbelalak kepada Sin Liong, mereka melihat pemuda itu masih tersenyum-senyum, masih berdiri tegak dengan kedua lengan bersilang di depan dada, hanya bedanya, kini pakaiannya robek-robek dan penuh lobang.

Thian-tok dan Thian-he Tee-it adalah orang-orang yang terkenal di dunia persilatan sebagai tokoh-tokoh besar yang sudah banyak mengalami pertempuran. Mereka tahu pula bahwa orang yang memiliki sinkang amat kuat dapat menjadi kebal, akan tetapi selama hidup mereka belum pernah menyaksikan kekebalan seperti yang dihadapi mereka sekarang ini.

Kekebalan yang agaknya tanpa disertai pengerahan tenaga. Apalagi melihat cahaya aneh seperti melindungi tubuh pemuda itu, mereka maklum bahwa pemuda ini bukan orang sembarangan. Tanpa melawan saja pemuda ini telah membuat mereka tidak berdaya, betapa hebatnya kalau pemuda ini mengangkat tangan membalas!

"Maafkan kami......!" Thian-tok berseru lalu melompat dan berlari pergi.

"Sin-tong, maafkan......!" Ciang Ham juga berkata lalu menyeret tombaknya, terpincang-pincang pergi dari situ.

Tentu saja para tokoh lain yang memang sudah merasa ngeri dan jerih, melihat kedua orang yang diandalkan itu lari, cepat membalikkan tubuh dan berserabutan lari dari situ meninggalkan Sin Liong yang masih berdiri tegak di tempat itu.

Swat Hong lari menghampiri suhengnya, lalu memeluk suhengnya itu.
"Suheng......., kau tidak apa-apa......?" tanyanya.

Sin Liong menggeleng kepala dan tersenyum.

"Pakaianmu hancur......"

"Pakaian rusak mudah diganti, akhlak yang rusak lebih menyedihkan lagi karena mendatangkan malapetaka."

"Suheng, kau......"

"Ada apakah, Sumoi......?"

Swat Hong menggelengkan kepala dan dia melepaskan rangkulannya, melangkah mundur dua tindak dan memandang suhengnya dengan pandang mata penuh takjub dan juga jerih.

"Suheng, kau...... kau berbeda dari dulu......."

"Aih, Sumoi, aku tetap Sin Liong suhengmu yang dahulu."

"Tidak, tidak.....! kau berbeda sekali. Ilmu apakah yang kau pergunakan tadi? Mendiang Ayahku sekalipun tidak pernah memperlihatkan ilmu mujijat seperti itu........"

"Apakah keanehannya, Sumoi? Ilmu yang berdasarkan kekerasan tentu hanya mengakibatkan pertentangan dan kerusakan belaka, dan setiap bentuk kekerasan hanya akan mecelakakan diri sendiri."

"Suheng, ajarilah aku ilmu tadi....."

"Tidak ada yang bisa mengajar, kelak kau akan mengerti sendiri, Sumoi. marilah kita lanjutkan perjalanan kita."

Setelah berkata demikian, Sin Liong memegang tangan sumoinya dan terdengar jerit tertahan dara itu ketika dia merasa bahwa dia dibawa lari oleh suhengnya dengan kecepatan seperti terbang saja! Dia sendiri adalah seorang ahli ginkang yang memiliki ilmu berlari cepat cukup luar biasa, akan tetapi apa yang dialaminya sekarang ini benar-benar seperti terbang, atau seperti terbawa oleh angin saja! Makin yakinlah hatinya bahwa suhengnya telah menjadi seorang yang amat luar biasa kesaktiannya, menjadi seorang manusia dewa!

**** 117 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar