FB

FB


Ads

Selasa, 26 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 116

"Tahan....!"

Seruan ini halus dan ramah, tidak mengandung kekerasan sesuatu pun, akan tetapi anehnya, semua orang merasa ada getaran yang membuat mereka menghentikan gerakan mereka mencabut senjata dan kini semua mata memandang ke arah ruangan depan itu karena tadi ada berkelebat dua sosok bayangan orang ke arah situ.

Ternyata Sin Liong dan Swat Hong telah berdiri di ruangan depan markas Hoa-san-pai. Dengan sikap tenang sekali Sin Liong menghadapi semua orang, terutama sekali memandang tokoh-tokoh besar dunia persilatan yang hadir, dan yang semua memandang kepadanya dengan mata terbelalak, kemudian terdengar pemuda ini berkata,

"Cu-wi Locian-pwe mengapa sejak dahulu sampai sekarang gemar sekali memperebutkan sesuatu?"

Thian-tok Bhong Sek Bin yang berwatak kasar memandang dengan terbelalak, demikian pula Thian-he Tee-it Ciang Ham, Lam-hai Seng-jin, Gin-siauw Siucai dan para tokoh lain yang belasan tahun lalu pernah hendak memperebutkan bocah ajaib, Sin-tong yang bukan lain adalah Sin Liong sendiri. Mereka merasa kenal dengan pemuda ini, akan tetapi lupa lagi.

"Ka...... kau siapakah.....?" akhirnya Thian-tok bertanya.

"Ha-ha-ha, kalian lupa lagi siapa dia ini?" Tiba-tiba Tee Tok Siangkoan Houw berseru keras, hatinya girang dan lega bukan main bahwa dia tadi tidak ragu-ragu melindungi Pusaka Pulau Es. Melihat munculnya pemuda yang dia tahu memiliki kelihaian yang luar biasa itu, dia girang sekali. "Coba lihat dengan baik-baik, belasan tahun yang lalu di lereng Pegunungan jeng-hoa-san kalian juga memperebutkan sesuatu. Siapa dia?"

"Sin-tong....!"

"Bocah ajaib......!!"

Teringatlah mereka semua dan kini memandang Sin Liong dengan mata terbelalak.
"Mau apa kau datang ke sini?" thian-tok bertanya dengan suara agak berkurang galaknya.

Sin Liong sudah menjura kepada Ketua Hoa-san-pai, kepada Tee tok dan lain tokoh yang tadi membela Hoa-san-pai, diikuti oleh Swat Hong kemudian Swat Hong berkata kepada Toan Ki dan Swi Nio,

"Terima kasih kami haturkan kepada Ji-wi (Kalian Berdua) yang ternyata adalah orang-orang gagah yang pantas dipuji dan dikagumi kesetiaan dan kegagahannya. Sekarang saya harap Ji-wi suka mengembalikan pusaka-pusaka itu kepadaku."

Toan Ki dan Swi Nio menjura dan Toan Ki menjawab,
"Harap Lihiap suka menanti sebentar."

Kemudian pergilah dia bersama Swi Nio ke sebelah dalam, diikuti pandang mata Ketua Hoa-san-pai yang menjadi terheran-heran.

"Mau apa kalian dua orang muda datang ke sini?" kembali Thian-tok bertanya.

"Harap Locianpwe ketahui bahwa kami berdua adalah penghuni Pulau Es yang datang untuk mengambil kembali Pusaka Pulau Es. Pusaka itu adalah milik Pulau Es dan harus dikembalikan ke sana."

"Penghuni Pulau Es....??"

Suara ini bukan hanya keluar dari mulut para tamu, tetapi juga dari pihak Hoa-san-pai dan mereka yang membelanya, kecuali Tee Tok Siangkoan Houw yang sudah tahu akan keadaan pemuda dan pemudi itu.

Tak lama kemudian muncullah Toan Ki dan Swi Nio. Toan Ki membawa bungkusan yang dulu dia terima dari Swat Hong, lalu menyerahkan bungkusan itu kepada Swat Hong sambil menjura dan berkata,

"Dengan ini kami mengembalikan pusaka yang Lihiap titipkan kepada kami dengan hati lega!"






Memang hatinya lega dan girang sekali dapat terlepas dari tanggung jawab yang amat berat itu.

Swat Hong membuka dan meneliti pusaka-pusaka itu. Melihat bahwa pusaka itu masih lengkap, dia makin kagum.

"Suheng tidak pantas kalau kita tidak membalas budi mereka ini."

Sin Liong tersenyum, mengangguk, kemudian dia berkata kepada Thian-tok dan lain tamu yang masih memandang dengan bengong dan kini dari mata mereka itu terpancar ketegangan dan keinginan besar. Setelah Pusaka Pulau Es yang terkenal itu tampak di depan mata, mana mungkin mereka mundur begitu saja tanpa usaha untuk mendapatkannya?

"Cu-wi Locianpwe jauh-jauh datang ke sini, harap suka memaklumi bahwa pusaka-pusaka ini telah kembali ke pemiliknya dan akan dikembalikan ke Pulau Es. Maka kami berdua mengharap sudilah Su-wi tidak mengganggu lagi Hoa-san-pai dan suka meninggalkan tempat ini."

"Kami harus mendapatkan pusaka itu!"

"Kami juga!"

"Kami minta bagian!"

Teriakan-teriakan itu terdengar riuh rendah dan Sin Liong lalu berkata lagi dengan halus,

"Kami berdua akan berada di sini selama tiga hari, kemudian kami akan meninggalkan Hoa-san-pai. Kalau kita tidak berada di sini, masih belum terlambat bagi kita untuk bicara lagi tentang pusaka. Amatlah tidak baik bagi nama Cu-wi Locianpwe kalau mengganggu Hoa-san-pai yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang hal ini. Nanti kalau kami sudah meninggalkan Hoa-san-pai, boleh kita bicara lagi."

Melihat sikap orang-orang Hoa-san-pai, dan sekarang sudah jelas bahwa pusaka itu berada di tangan Sin-tong dan dara muda itu, Thian-tok lalu mendengus dan berkata,

"Baik, kami menanti di bawah bukit. Kalian berdua tidak akan dapat terbang lalu."

Pergilah mereka itu meninggalkan Hoa-san-pai, akan tetapi semua orang tahu belaka bahwa mereka tentu akan mengurung tempat itu dan tidak akan membiarkan Sin Liong dan Swat Hong lolos dari situ membawa pergi pusaka-pusaka Pulau Es yang amat mereka inginkan itu.

Sin Liong lalu menjura kepada Ketua Hoa-san-pai, para tokoh Hoa-san-pai, Toan Ki dan Swi Nio, juga kepada Tee Tok dan mereka yang tadi membela Hoa-san-pai, kemudian berkata,

"Terutama kepada Saudara Liem Toan Ki dan Nyonya, sudah sepantasnya kalau kami meninggalkan sedikit ilmu untuk Jiwi pelajari. Dan kepada para Locianpwe, kiranya akan ada manfaatnya kalau saya melayani para Locianpwe main-main sedikit untuk memperluas pengetahuan ilmu silat."

Semua orang menjadi ragu-ragu karena tidak tahu akan maksud hati pemuda yang aneh itu, akan tetapi Tee-tok Siangkoan Houw sudah tertawa bergelak lalu meloncat ke halaman depan.

"Marilah, ingin aku tua bangka ini memperdalam sedikit kepandaianku!"

Sin Liong tersenyum lalu melangkah perlahan ke pekarangan.
"Silahkan Siangkoan Locianpwe menggunakan Pek-liu-kun (Ilmu Silat Tangan Geledek)!" katanya tenang. "Harap Locianpwe jangan sungkan dan keluarkanlah jurus-jurus simpanan dari Pek-liu-kun!"

Tee Tok sudah maklum akan kehebatan pemuda ini, dan setelah dua tahun tidak jumpa, kini sikap pemuda ini luar biasa sekali, bahkan dengan kata-kata biasa saja pemuda itu sudah mengundurkan semua orang yang tadi sudah bersitegang hendak menggunakan kekerasan.

Dia dapat menduga bahwa bukanlah percuma pemuda ini mengajak dia berlatih silat, tentu ada niat-niat tertentu. Karena dia merasa bahwa dia tidak mempunyai maksud jahat dan tadi membela Pusaka Pulau Es dengan sungguh hati, dia kini pun tanpa ragu-ragu lagi lalu mengeluarkan gerengan keras dan tubuhnya berkelebat ke depan. Dengan sepenuh tenaga dan perhatiannya, dia menyerang pemuda itu dengan jurus-jurus simpanan dari Ilmu Silat Pek-lui-kun yang dahsyat.

"Haiiittt..... eihhh.....?"

Bukan main heran dan kagetnya ketika melihat pemuda itu menghadapi dengan gerakan-gerakan yang sama! Tiap jurus yang dimainkannya, dihadapi oleh Sin Liong dengan jurus yang sama pula dan dipakai sebagai serangan balasan namun dengan cara yang sedemikian hebatnya sehingga jurus yang dimainkannya itu tidak ada artinya lagi!

Jurus yang dimainkan oleh pemuda itu untuk menghadapinya jauh lebih ampuh, dan sekaligus menutup semua kelemahan yang ada, menambah daya serang yang amat hebat sehingga dalam jurus pertama saja, kalau pemuda itu menghendaki, tentu dia sudah dirobohkan sungguhpun dia sudah hafal benar akan jurusnya sendiri itu!

Bukan main girang hati kakek itu. Dia terus menyerang lagi dengan jurus lain, dan sama sekali dia menggunakan delapan belas jurus terampuh dari Pek-lui-kun dan yang kesemuanya selain dapat dihindarkan dengan baik oleh Sin Liong, juga telah dengan sekaligus "diperbaiki" dengan sempurna. Semua gerakan ini dicatat oleh Tee Tok dan setelah dia selesai mainkan delapan belas jurus pilihan itu, dia melangkah mundur dan menjura sangat dalam ke arah Sin Liong.

"Astaga.... kepandaian Taihiap seperti dewa saja......., saya...... saya menghaturkan banyak terima kasih atas petunjuk Taihiap....." katanya agak tergagap.

"Ah, Locianpwe terlalu merendah," jawab Sin Liong.

Tee Tok lalu menjura ke arah Ketua Hoa-san-pai dan yang lain-lain, seketika pamit dan pergi dengan langkah lebar dan wajah termenung karena dia masih terpesona dan mengingat-ingat gerakan-gerakan baru yang menyempurnakan delapan belas jurus pilihannya tadi!

Lam Hai Seng-jin bukan seorang bodoh. Dia adalah seorang tokoh kawakan yang berilmu tinggi. Melihat peristiwa tadi, tahulah dia bahwa pemuda ini memang bukan orang sembarangan dan agaknya telah mewarisi ilmu mujijat yang kabarnya dimiliki oleh penghuni Pulau Es. Maka dia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu dan dia sudah meloncat maju dengan senjata hudtim dan kipasnya.

"Orang muda yang hebat, kau berilah petunjuk kepadaku!"

"Totiang, muridmu Kwee Lun Toako adalah sahabat baik kami, harap Totiang sudi mengajarnya baik-baik,"

Jawab Sin Liong dan dia pun segera menghadapi serangan kipas dan hudtim dengan kedua tangannya.

Biarpun dia tidak menggunakan kedua senjata itu, namun kedua tangannya digerakan seperti kedua senjata itu, dan dia pun mainkan jurus-jurus yang sama, namun gerakannya jauh lebih hebat, bahkan sempurna. Seperti juga tadi, kakek ini memperhatikan dan dia telah menghafal dua puluh jurus campuran ilmu hudtim dan kipas.

"Terima kasih, terima kasih..... Siancai, pengalaman ini takkan kulupakan selamanya." Dia menjura kepada yang lain lalu berlari pergi.

"Totiang, sampaikan salamku kepada Kwee-toako!"

Seru Swat Hong, akan tetapi kakek itu hanya mengangguk tanpa menoleh karena dia pun sedang mengingat-ingat semua jurus tadi agar tidak sampai lupa.

Berturut-turut Gin-siauw Siucai juga menerima petunjuk ilmu silat suling perak dan mauwpitnya, kemudian Ketua Hoa-san-pai juga menerima petunjuk ilmu pedang Hoasan-kiamsut.

Para tokoh kang-ouw yang mengurung tempat itu di lereng puncak, terheran-heran melihat tiga orang tokoh itu meninggalkan puncak seperti orang yang termenung. Akan tetapi diam-diam mereka menjadi girang karena tiga orang lihai itu tidak membantu atau mengawal muda-mudi Pulau Es yang mereka hadang.

Tiga hari lamanya Sin Liong dan Swat Hong tinggal di Hoa-san, setiap hari menurunkan ilmu-ilmu tingi kepada Toan Ki dan Swi Nio sehingga kedua orang suami isteri ini kelak akan menjadi tokoh-tokoh kenamaan dan mengangkat nama Hoa-san-pai sebagai partai persilatan yang besar dan lihai. Pada hari ke empatnya, pagi-pagi mereka meninggalkan markas Hoa-san-pai, diantar sampai ke pintu gerbang oleh Ketua Hoa-san-pai, Toan Ki, Swa Nio dan para pimpinan Hoa-san-pai.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar