FB

FB


Ads

Kamis, 14 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 098

"Wah, berat, Nona. Aku terima kalah. Dalam gebrakan-gebrakan yang pernah kita lakukan itu saja aku sudah tahu bahwa ilmu kepandaianmu jauh lebih tinggi daripada aku. Pula kita bukanlah musuh. terserah kalau Nona hendak menganggap aku musuh, akan tetapi aku Kwee Lun sama sekali tidak menganggap kau sebagai musuhku. Bahkan sebaliknya, di antara kita, mau atau tidak telah terdapat ikatan persahabatan yang amat erat."

"Hemm, jangan kau mencoba untuk membujukku. Persahabatan dari mana? Enak saja kau bicara!"

"Eh, apakah kau hendak menyangkal bahwa engkau adalah sahabat baik dari Kwa Sin Liong, Nona?"

"Memang, dia adalah sahabat baikku, bukan engkau!"

"Nah, kalau engkau sahabat baik dari Kwa Sin Liong, berarti engkau adalah sahabat baikku pula. Kwa Sin Liong adalah Suheng dari Han Swat Hong, dan Nona itu adalah sahabatku. Sahabat dari Si Suheng tentu juga menjadi sahabat baik dari sahabat Si Sumoi, bukan?"

"Hemm, kau memang pandai bicara." Soan Cu menyarungkan kembali pedangnya. "Bilang saja bahwa kau tidak berani melawan aku!"

"Tentu saja tidak berani, karena memang pedangku bukan untuk melawan, melainkan untuk membantumu mencari kembali Ayahmu. Bukankah kau hendak mencari Ayahmu, Nona? Tahukah kau ke mana kau harus mencarinya?"

Ditegur seperti itu, Soan Cu menjadi bingung lagi. Memang tadi dia sedang termenung bingung, tidak tahu harus pergi ke mana, dengan matanya yang indah terbelalak gadis itu memandang kepada Kwee Lun dan menggelengkan kepalanya, lalu dia berkata,

"Apakah kau tahu?"

"Tentu saja aku tidak tahu, Nona. Aku belum mengenal Ayahmu itu. Akan tetapi, sebagai seorang gadis muda, sungguh tidak leluasa bagimu untuk mencari sendiri. Aku dapat membantumu, aku sering merantau dengan guruku dahulu dan aku banyak mengenal daerah-daerah, tahu pula dunia kang-ouw sehingga agaknya akan lebih menguntungkan bagimu dan menyenangkan bagiku kalau kita melakukan perjalanan bersama. Tentu saja kalau kau suka....."

Sampai lama Soan Cu menatap wajah pemuda itu, kemudian dia menghela napas, berkata,

"Engkau baik sekali, seperti Sin Liong. Tentu saja engkau tidak dapat kuandalkan seperti dia, kepandaianmu tidak sehebat dia. Akan tetapi engkau juga gagah perkasa, jujur dan itu sudah cukup untuk meyakinkan aku bahwa engkau tentu dapat menjadi seorang sahabat."

"Ha-ha-ha, terima kasih, ha-ha-ha! Sudah kuduga bahwa engkau adalah seorang gadis yang luar biasa, polos dan tidak berpura-pura, cantik dan gagah perkasa. Ha-ha-ha!"

Kwe Lun tertawa dengan bebas dan terkejutlah Soan Cu ketika melihat betapa air mata mengalir di kedua pipi pemuda tinggi besar yang gagah dan tampan ini.

"Eh, kau menangis??"

Kwee Lun menghentikan tawanya, mengusap air mata dengan ujung lengan bajunya sambil menggeleng kepala.

"Ini adalah penyakitku, Nona. Aku selalu mengeluarkan air mata kalau tertawa terlalu gembira. Akan tetapi, kalau dilihat kenyataannya, apa sih bedanya antara tawa dan tangis? Apakah bedanya antara senang dan susah, antara nyeri dan nikmat? Kesemuanya adalah dua muka dari satu tangan, tak terpisahkan. Mencari yang satu, pasti akan ketemu dengan yang ke dua."

"Wah, kau memang seorang manusia aneh, Kwee-toako. Kau gagah perkasa, pemberani, pandai bersajak, pandai filsafat, dan.... cengeng!"

Girang bukan main hatinya mendengar gadis itu menyebutnya toako, tanda bahwa gadis itu benar-benar mau menerima persaudaraan atau persahabatan diantara mereka.






"Ouw-siocia..... atau engkau lebih senang kusebut adik?"

"Sebut saja namaku Soan Cu."

"Bagus! Kau hebat! Soan Cu kau percayalah, aku Kwee Lun bukanlah seorang yang behati palsu. Engkau tidak akan kecewa menaruh kepercayaan kepadaku dan sudi menerima uluran tangan persahabatan dariku. Aku akan berdaya upaya sedapat mungkin untuk mencari Ayahmu itu. Siapakah nama beliau?"

"Ayahku bernama Ouw Sian Kok, tokoh besar dari Pulau Neraka yang sudah belasan tahun meninggalkan Pulau Neraka."

Tiba-tiba Kwee Lun memandang dengan mata terbelalak dan mukanya berubah agak pucat, bibirnya bergetar ketika dia menegaskan.

"Pu.... Pulau..... Neraka?"

Soan Cu tersenyum.
"Apakah kau masih mau menganggap aku sahabat setelah kau tahu aku adalah seorang gadis dari Pulau Neraka?"

"Eh-eh, jangan salah paham, Soan Cu. Aku..... hanya terkejut sekali mendengar ada pulau yang namanya seperti itu. Pernah guruku, Lam-hai Sengjin mengatakan bahwa di dalam dongeng yang tersebar diantara kaum kang-ouw, terdapat sebutan dua pulau. Pertama adalah Pulau Es....."

"Tempat tinggal Sin Liong dan Swat Hong!"

"Benar, dan aku sudah merasa bahagia bukan main telah bertemu dengan seorang puteri Pulau Es. dan Ke dua, menurut Suhu adalah pulau yng tentu tidak pernah ada dan hanya ada dalam dongeng, adalah Pulau Neraka........"

"Bukan dongeng. Akulah gadis Pulau Neraka."

Ouw Soan Cu lalu menceritakan dengan singkat keadaan Pulau Neraka, juga tentang ayahnya yang minggat dari pulau ketika ibunya tewas melahirkan dia.

"Ah, kasihan sekali engkau, Soan Cu."

"Ayahku yang patut dikasihani."

"Tidak! Ayahmu telah melakukan hal yang amat keliru. Perbuatannya lari dari Pulau Neraka itu jelas membayangkan betapa ayahmu hanyalah mengingat akan dirinya sendiri saja."

"Kwee Lun! Apa yang kau katakan ini? kau berani menghina nama ayah di depanku?" Soan Cu melotot marah.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar