FB

FB


Ads

Kamis, 14 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 099

"Maaf, Soan Cu. Aku sama sekali tidak menghina siapa pun. Aku hanya bicara berdasarkan kenyataan. Ibumu meninggal dunia ketika melahirkanmu, apakah beliau itu salah? Engkau sendiri yang dilahirkan dan kelahiran itu mengakibatkan kematian ibumu, apakah engkau pun bersalah? Tentu saja tidak! Mendiang ibumu dan engkau sama sekali tidak bersalah dan kematian itu adalah suatu hal yang wajar, yang sudah semestinya dan lumrah karena hidup dan mati hal yang biasa. Akan tetapi ayahmu. Beliau malah lari meninggalkan pulau, meninggalkan anaknya yang baru terlahir! Apakah perbuatan ini harus kubenarkan saja? Kalau aku berbuat demikian, berarti aku bukan membenarkan secara jujur, melainkan menjilat untuk menyenangkan hatimu."

Lenyap kemarahan Soan Cu. Dia menunduk.
"kau aneh, Kwee-toako, aneh dan terlalu terus terang. Habis andaikata benar seperti yang kau katakan bahwa Ayah terlalu mementingkan diri sendiri apakah aku sebagai anaknya tidak boleh mencari Ayahku?"

"Bukan begitu, Soan Cu. Tentu saja engkau harus mencari Ayahmu dan aku akan membantumu sampai kita berhasil menemukan Ayahmu. Mudah-mudahan saja kita akan berhasil karena harus diakui betapa akan sukarnya mencari seorang yang tidak kita ketahui berada di mana. Akan tetapi aku percaya bahwa kalau memang Ayahmu yang telah pergi selama belasan tahun itu berada di daratan, sebagai seorang tokoh besar, tentu ada orang kang-ouw yang mengetahuinya."

Demikanlah, kedua orang muda ini melakukan perjalanan bersama dan makin eratlah hubungan diantara mereka. Dalam diri masing-masing mereka menemukan sahabat yang cocok kepribadian yang serasi dengan watak masing-masing, terbuka, jujur dan tidak bisa bermanis-manisan muka.

Soan Cu mulai tertarik sekali kepada pemuda tinggi besar yang tampan, jujur, jenaka dan biarpun kelihatan kasar, namun ternyata pandai bernyanyi dan membaca sajak-sajak indah. Di lain pihak, Kwee Lun juga tertarik sekali oleh pribadi Soan Cu, seorang gadis yang kadang-kadang kelihatan liar dan ganas, tidak pernah menyembunyikan perasaan, namun kadang-kadang begitu lembut dan penuh sifat keibuan. makin akrab hubungan mereka, makin terobatlah hati yang tadinya luka oleh asmara. Kwee Lun mulai dapat melupakan Swat Hong yang dikaguminya, sedangkan Soan Cu mulai dapat melupakan Sin Liong.

Kwee Lun bersama Soan Cu melakukan penyelidikan sampai jauh ke barat, karena dia mendengar dari seorang tokoh Kang-ouw bahwa nama Ouw Sian Kok pernah muncul dibarat. Akan tetapi, pada waktu mereka melakukan perjalanan ke barat untuk mencari jejak tokoh Pulau Neraka itu, keadaan sudah kacau balau oleh perang dan arus manusia ke barat amat banyak. Kedua orang muda itu terbawa arus manusia dan mereka pun seperti dua orang yang sedang mengungsi ke barat.

Ketika mendengar bahwa rombongan Kaisar yang melarikan diri berada di depan, mendengar pula tentang kematian selir terkenal Yang Kui Hui bersama kakaknya yang menjadi perdana menteri, Kwee Lun berkata kepada temannya,

"Soan Cu, mari kita melihat keadaan Kaisar. Aku tidak mencampuri urusan perang, akan tetapi siapa tahu, rombongan keluarga bangsawan tertinggi yang melarikan itu akan menarik perhatian orang-orang kang-ouw, termasuk Ayahmu."

Seperti biasa selama melakukan perjalanan bersama, Soan Cu hanya menyetujui karena dia sendiri tidak tahu apa-apa. hanya mengharapkan untuk bertemu dengan ayahnya mulai menipis karena sampai saat itu belum juga ada keterangan yang jelas dan meyakinkan tentang diri ayahnya.

Malam itu mereka dapat menyusul rombongan Kaisar yang berada dalam keadaan berduka setelah terjadi peristiwa pembunuhan Yang Kui Hui karena Kaisar selalu murung dan berduka sekali. Dan seperti diceritakan di bagian depan, pada malam itu terjadi lagi peristiwa hebat yang menimpa rombongan Kaisar, ketika Bu Swi Nio dan Liem Toan Ki diam-diam menyelinap ke dalam tempat penginapan dan hendak membunuh Kaisar akan tetapi salah masuk dan sebaliknya membunuh seorang pangeran muda.

Ketika Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang muda yang dengan gagah perkasa mengamuk dan dikepung ketat oleh para pengawal, telah menderita luka-luka namun masih terus mengamuk hebat, Kwee Lun menjadi kagum dan berbisik,






"Melihat gerakannya, pemuda gagah itu tentu murid Hao-san-pai adalah orang gagah, pendekar sejati, maka sepatutnya kita menolong mereka."

Soan Cu mengangguk.
"Memang tidak adil sekali dua orang dikeroyok puluhan orang perajurit seperti itu. Gadis itu pun gagah dan cantik. Mari, Toako, kita bantu mereka meloloskan diri."

Mereka lalu melayang turun dari atas pohon dari mana mereka tadi mengintai dan tak lama kemudian gegerlah para pengeroyok ketika dua orang muda ini menyerbu dari luar kepungan dan merobohkan para pengeroyok dengan amat mudahnya.

Kwee Lun tidak mencabut pedangnya, melainkan menggunakan kedua tangannya yang kuat menangkapi dan melempar-lemparkan pengawal yang menghadang di depannya, sedangkan Soan Cu mengamuk dengan cambuk berduri di tangan kiri dan sebatang pedang di tangan kanan. Gerakan dara ini bukan main ganasnya, cambuknya meledak-ledak dan setiap ledakan disusul robohnya seorang pengeroyok, pedangnya membuat gerakan cepat sehingga tampak sinar bergulung-gulung yang merontokkan semua senjata lawan.

"Harap Ji-wi mundur dan cepat lari, biar kami menahan mereka!"

Kata Kwee Lun sambil menggerakkan sikunya yang kuat merobohkan seorang pengawal yang menerjangnya dari belakang.

"Terima kasih atas bantuan Ji-wi (Anda Berdua)!" seru Liem Toan Ki dengan girang karena dia khawatir sekali akan keadaan kekasihnya.

Sambil menggerakkan pedang, mereka lalu mundur dan membuka jalan darah, merobohkan mereka yang berani menghadang dan karena kini para pengawal itu dikacaukan oleh Kwee Lun dan Soan Cu, tidak sukar bagi Swi Nio dan Toan Ki untuk meloloskan diri dari kepungan yang sudah terpecah belah itu.

Setelah melihat dua orang itu menghilang, Kwee Lun juga mengajak Soan Cu meninggalkan gelanggang pertempuran dan menghilang di dalam gelap, mengejar bayangan dua orang yang mereka tolong itu.

Menjelang pagi, Soan Cu dan Kwee Lun melihat dua orang yang ditolongnya tadi sedang menanti mereka di luar sebuah hutan besar. Melihat dua orang penolong mereka, Swi Nio dan Toan Ki cepat maju dan memberi hormat dengan mengangkat kedua tangan ke depan dada dan membungkuk.

"Banyak terima kasih kami haturkan atas bantuan Ji-wi yang mulia," kata Toan Ki. "Kalau tidak mendapat bantuan Ji-wi, tentu kami berdua telah tewas di tangan para pengawal Kaisar itu."

"Ah, diantara kita, bantu membantu merupakan hal yang sudah sewajarnya," jawab Kwee Lun. "kami sendiri juga mengharapkan bantuan Ji-wi."

"Bantuan apa? Kami akan bergembira sekali kalau dapat membantu Ji-wi," seru Liem Toan Ki yang telah merasa berhutang budi.

"Kami berdua sedang mencari seorang tokoh bernama Ouw Sian Kok, tokoh dari Pulau Neraka. Barangkali Ji-wi dapat membantu kami di mana adanya Ouw-locianpwe itu?"

Kaget juga Swi Nio dan Toan Ki mendengar disebutnya Pulau Neraka, mereka saling pandang dan menggelengkan kepala.

"Sayang, kami sendiri belum pernah mendengar nama Ouw Sian Kok dari Pulau Neraka. Akan tetapi kami akan membantu sekuat tenaga. Di manakah adanya beliau yang terakhir kalinya, dan apakah Ji-wi sudah mendapatkan jejaknya?"

"Itulah sukarnya. Kami tidak tahu beliau berada di mana maka mengharapkan keterangan dari orang-orang kang-ouw."

"Kalau begitu, mari Ji-wi ikut dengan kami ke timur. Saya kira, mencari seorang tokoh besar di dunia kang-ouw akan bisa kita dapatkan keterangan selengkapnya di sekitar kota raja. Apalagi sekarang, setelah perjuangan An Lu Shan Tai-ciangkun berhasil, tentu banyak tokoh kang-ouw muncul di kota raja dan kita dapat bertanya-tanya kepada mereka."

"Akan tetapi kabarnya di sana terjadi perang, bahkan banyak orang mengungsi ke Secuan."

Toan Ki tersenyum.
"Jangan khawatir, kami berdua adalah orang-orang dalam! Kami berdua bekerja untuk An-tai-ciangkun, maka kami mempunyai banyak kenalan di sana. Sekarang Tiang-an telah diduduki, dan agaknya keadaan tentu telah aman kembali. "

Mereka bercakap-cakap dan terdapatlah kecocokan di antara mereka. Juga Soan Cu menjadi akrab dengan Swi Nio. Gadis Pulau Neraka yang masih hijau ini senang sekali mendengar penuturan Swi Nio yang sudah berpengalaman, sebaliknya Swi Nio juga kagum terhadap dara cantik yang ternyata adalah seorang dari Pulau Neraka yang hanya dikenal dalam dongeng, kagum menyaksikan kehebatan ilmu kepandaian Soan Cu tadi dan juga ngeri menyaksikan senjata-senjata yang ampuh dan ganas itu. Berangkatlah mereka berempat, kembali ke timur menuju ke Tiang-an, kota raja pertama yang telah terjatuh ke tangan An Lu Shan.

**** 009 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar