FB

FB


Ads

Sabtu, 16 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 104

Para pembaca yang mengikuti pengalaman Kwa Sin Liong tentu menjadi penasaran kalau pemuda sakti itu sampai tewas dalam keadaan yang demikian mengerikan! Tidak, dia tidak mati! Memang nyaris dia tewas dimakan ratusan ekor ular berbisa yang menjadi penghuni sumur itu. Akan tetapi kalau orang belum tiba saatnya untuk mati, ada saja penolongnya yang bisa dianggap tidak masuk akal, kebetulan atau luar biasa.

Dalam halnya Sin Liong tidak ada yang tidak masuk akal atau luar biasa. Memang tubuhnya yang pingsan itu terlempar ke dalam sumur di mana terdapat ratusan ekor ular berbisa dari segala jenis, akan tetapi tidak ada seekorpun ular yang berani menggigitnya. Apalagi menggigit, mendekatipun mereka itu tidak berani, bahkan begitu tubuh pemuda itu terjatuh, ular-ular itu cepat menyingkir ketakutan.

Hal ini adalah karena tanpa sengaja di saku baju Sin Liong terdapat batu mustika hijau dari Pulau Es! Seperti kita ketahui, batu mustika hijau ini adalah milik Han Swat Hong yang telah menyelamatkan nyawa gadis ini pula ketika terserang racun. Ketika Sin Liong mengobati sumoinya itu, dia menyimpan batu mustika ini di dalam saku bajunya sehingga ketika dia terlempar ke dalam sumur, batu mustika itu ikut terbawa olehnya dan menjadi penyelamatnya karena tidak ada ular yang berani mendekatinya.

Sebetulnya pemuda ini menderita luka yang amat parah dan yang akan mematikan akibatnya bagi orang lain. Namun, pemuda ini pada dasarnya memiliki tubuh yang sempurna, bersih darahnya dan kuat tulang dan urat-uratnya, apalagi sejak kecil dia menerima gemblengan ilmu kesaktian dari Han Ti Ong sehingga dia memilki tubuh yang amat kuat dan tahan derita.

Dua hari dua malam dia rebah pingsan di dasar sumur yang lembab, tampa diusik oleh ular-ular itu yang hanya memandang dari jauh seolah-olah dia merupakan mahluk yang menakutkan. Pada hari ke tiga, nampak tanda hidup pada tubuh yang tadinya tak bergerak-gerak seperti mati itu dengan suara mengeluh panjang, kemudian tubuh itu bergerak dan bangkit duduk dengan susah payah.

Sejak Sin Liong merasa nanar dan bingung melihat bahwa dirinya berada di tempat yang amat gelap. Begitu gelapnya sehingga dengan terkejut dia menyangka bahwa matanya telah menjadi buta.

Akan tetapi, ketika dia menoleh, tampaklah sedikit cahaya di belakangnya, dan mengertilah dia dengan hati lega bahwa dia tidak buta, melainkan berada di tempat yang amat gelap. Dia tidak tahu bahwa dia dilempar ke sumur dan sumur itu kini telah tertutup oleh batu-batu besar dari atas ketika guha terowongan itu sengaja diruntuhkan oleh Kiam-mo Cai-li dan The Kwat Lin.

Melihat cahaya terang di belakangnya, Sin Liong menggerakkan tubuhnya hendak menyelidiki, akan tetapi dia mengeluh karena begitu bergerak, dadanya terasa nyeri bukan main!

Dia teringat akan pertempuran itu dan mulai mengertilah dia bahwa tentu dia telah tertawan dan berada dalam tempat tahanan rahasia yang amat gelap. Maka dia segera duduk bersila mengatur pernapasan di tempat lembab dan pengap itu, menyalurkan tenaga dan hawa sakti di dalam tubuhnya.

Memang dia memiliki sinkang yang amat kuat berkat latihan di Pulau Es, maka tak lama kemudian dia telah mengobati luka di dalam tubuhnya dan menyelamatkan rasa nyeri-nyeri di tubuhnya. Begitu dia menghentikan latihannya, terasa betapa perutnya lapar sekali. Dia tidak tahu bahwa sudah dua hari dua malam perutnya sama sekali tidak diisi apa-apa.

Sin Liong bangkit berdiri dengan hati-hati. Tangannya meraih ke atas. kosong. Dia mencoba meloncat dengan kedua tangannya di atas kepala. Tetap saja disebelah atasnya kosong, tanda bahwa tempat tahanan itu tinggi bukan main! Seperti sumur! Betapapun dalamnya sumur itu tentu dia akan meloncat keluar, pikirnya. Dikerahkan seluruh tenaga dalamnya, kemudian dengan ilmu ginkangnya yang istimewa, dia melompat lagi ke atas, kedua tangannya tetap menjaga di atas kepala.

"Plakkkkk!"

Tubuhnya melayang lagi ke bawah. Kedua tangannya bertemu dengan batu besar yang amat berat, yang menutup lubang sumur itu! Beberapa kali Sin Liong menggunakan kepandaiannya untuk keluar dari dalam sumur, dan sekali meloncat, dia menggunakan sinkang di kedua tangannya untuk mendorong batu.

Akan tetapi usahanya ini selalu gagal. Tentu saja tidak mungkin bagi seorang manusia, betapa kuatpun dia, untuk meloncat sambil mendorong tumpukan batu-batu besar yang menutup mulut sumur itu, batu-batu sebesar rumah dan yang sebongkah saja beratnya ada yang seribu kati!

Akhirnya Sin Liong pun maklum bahwa usahanya meloloskan diri melalui atas tidak mungkin baginya. Maka dia mulai meraba-raba di sekelilingnya. Sumur itu tidak berapa lebar, paling banyak bergaris tengah tiga meter. Ketika dia mendengar suara mendesis-desis dan mencium bau amis, tahulah dia bahwa di tempat itu terdapat banyak ular berbisa. Kemudian tampak olehnya melalui cahaya redup tadi bahwa di bagian bawah terdapat sebuah lubang dan agaknya dari tempat itulah ular-ular keluar dari sumur. Begitu dia mendekati lubang ini, tampak olehnya ekor ular berkelebat di dalam cahaya remang-remang itu, menjauhkan diri.






Dia merasa heran mengapa binatang-binatang itu tidak mengganggunya ketika dia pingsan dan kini kelihatan takut kalau didekatinya. Dia teringat, meraba saku bajunya dan tersenyum mengeluarkan batu hijau yang mengeluarkan sinar di dalam gelap itu. Inilah penolongku,pikirnya. Hatinya menjadi makin tenang. Dengan adanya batu mustika hijau ini, tidak perlu takut menghadapi binatang berbisa apa pun.

Akan tetapi, melihat batu mustika itu, teringatlah dia kepada Swat Hong dan dia merasa khawatir juga. Musuh demikian lihai, dia sendiri kena ditangkap dan agaknya dilempar ke sumur ini. Bagaimana nasib Swat Hong? Dia harus cepat keluar dari tempat ini untuk menolong Swat Hong.

Kekhawatirannya terhadap sumoinya itu membuat dia makin bersemangat mencari jalan keluar. Lubang dari mana ular-ular itu keluar dari sumur terlalu sempit untuk dapat diterobos, maka Sin Liong lalu menggunakan kedua tangannya untuk membongkar batu di lubang itu, memperlebar lubang dengan jalan memukul pecah batu-batu di sekelilingnya.

Tidak mudah pekerjaan ini, karena selain tubuhnya masih lemah, juga batu-batu di tempat itu amat keras dan hanya dapat digempurnya sedikit demi sedikit. namun akhirnya dapat juga dia memperlebar lubang itu sehingga dia dapat merangkak melalui lubang sambil terus menggempur lubang di depan yang merupakan terowongan panjang.

Melihat betapa makin lama cahayanya dari seberang terowongan kecil itu makin terang, hati Sin Liong membesar. Jelas bahwa di seberang itu terdapat tempat terbuka dari mana sinar matahari dapat masuk, pikirnya. Akan tetapi pekerjaan menerobos terowongan kecil yang merupakan liang ular dengan hanya menggunakan kedua tangan kosong, memakan waktu lama juga.

Saking hausnya, dia menengadah untuk menerima titik-titik air yang jatuh dari atas, yaitu dari dinding sumur yang mengeluarkan air. biarpun memakan waktu lama, dapat juga dia mengobati dahaga dengan meminum secara demikian. Namun perutnya yang lapar terpaksa harus berpuasa lagi sampai tiga hari! karena setelah tiga hari, barulah dia berhasil merangkak keluar dari terowongan itu dan tiba di sebuah ruangan yang cukup luas, akan tetapi juga merupakan tempat tertutup!

Bedanya, kalau sumur pertama merupakan tempat sempit dan gelap, maka ruangan kedua ini luas sekali, garis tengahnya tidak kurang dari sepuluh meter, merupakan sebuah ruang dalam tanah yang aneh. Di sebelah atas, jauh dan tinggi sekali, tertutup oleh tanah atau batu dan ada celah-celah yang merupakan retakan batu-batu dari mana sinar matahari dapat menerobos masuk.

Sin Liong menjatuhkan diri duduk di tengah ruangan dalam tanah ini dan harapannya kandas sama sekali. Kalau sumur pertama itu merupakan tahanan yang sukar diterobos adalah tempat ini lebih sukar lagi untuk meloloskan diri. Ular-ular yang banyak sekali berbelit-belit dan kelihatan ketakutan, ada yang merayap naik, ada pula yang menerobos terowongan yang sudah melebar itu untuk kembali ke dalam sumur pertama!

Sin Liong termenung. Dari kamar tahanan kecil dia pindah ke kamar tahanan besar! Hanya lebih lebar dan memperoleh penerangan sinar matahari yang tidak seberapa. Itulah bedanya! Akan tetapi dia tidak menjadi putus harapan. Dihadapinya kenyataan ini dengan tabah dan dilenyapkannya kekhawatiran di dalam hatinya tentang diri sumoinya dengan keyakinan bahwa apa pun yang akan terjadi, terjadilah tanpa dipengaruhi segala kekhawatiran yang tiada gunanya!

Dia sendiri menghadapi bencana, menghadapi ancaman maut dan inilah yang terutama harus dihadapi dan diatasi lebih dulu. Dia mulai memeriksa kalau-kalau ada jalan keluar dari tempat itu.

Sama sekali tidak ada jalan keluar. Akan tetapi, dia menemukan benda-benda yang sementara dapat menolongnya dari ancaman kelaparan, yaitu jamur yang agaknya bertumbuhan dengan subur di tempat itu karena memperoleh sinar matahari.

Perutnya lapar sekali dan pengetahuannya tentang tetumbuhan meyakinkan hatinya.maka mulailah dia memilih jamur-jamur yang tak mengandung racun, lalu mulai dia makan jamur. Dalam keadaan lapar bukan main, ternyata jamur-jamur mentah itu terasa enak juga! Soal minum dia tidak usah khawatir karena di beberapa tempat pada dinding batu itu terdapat air yang menetes. Ditampungnya tetesan air itu dengan kedua tangannya, lalu diminumnya. Luar biasa segarnya air yang disaring oleh tanah dan batu itu.

Setelah yakin benar bahwa tidak ada jalan keluar dari tempat itu, Sin Liong menerima kenyataan ini dan dia giat berlatih ilmu. Di dalam kesunyian yang amat hebat itu perasaan dan pikiran Sin Liong menjadi luar biasa tajamnya. Semua ilmu yang pernah dipelajari dan dibacanya dahulu sukar dimengerti olehnya karena kitab-kitab kuno Pulau Es memang amat sukar diartikan, kini menjadi jelas dan dapat dia selami intinya.

Oleh karena inilah maka diluar dari kesadarannya sendiri, ilmu kesaktiannya bertambah dengan hebat dan cepatnya. Juga ditempat ini dia mulai mengenal diri sendiri, mengenal arti hidup yang sesungguhnya. Tanpa disadarinya sendiri, dari dalam pribadinya timbul kekuatan mujijat, kekuatan yang dimiliki oleh setiap orang manusia namun yang selalu terpendam dan tetap tersembunyi sampai saat terakhir dari hidup manusia yang selalu dipermainkan oleh nafsu yang disebut aku.

Tanpa terasa oleh Sin Liong sendiri yang selama hidup di dalam ruang bawah tanah itu sama sekali tidak pernah memikirkan atau mengenal waktu, pemuda luar biasa ini telah berada di tempat itu selama dua tahun! Dia mengerti bahwa tanpa bantuan dari luar, tidak mungkin dia meloloskan diri dari tempat itu, maka sudah sejak lama dia tidak lagi berusaha untuk keluar dari situ.

Selama itu, yang menjadi teman-temannya hanyalah ular-ular berbisa! Ternyata oleh pemuda itu bahwa binatang berbisa seperti ular pun mengenal siapa lawan siapa kawan. Karena selama itu dia tidak pernah mengganggu mereka, ular-ular itu pun jinak dan sama sekali tidak pernah menyerangnya, biarpun dia menjauhkan batu mustika hijau dari tubuhnya. Binatang-binatang ini hanya menyerang untuk menjaga diri saja dari bahaya yang datang mengancam diri mereka.

Juga tanpa disadari sendiri oleh Sin Liong, tubuhnya yang setiap hari hanya dihidupkan oleh sari jamur yang bermacam-macam itu, pertumbuhannya sama sekali berlainan dengan manusia biasa, makanan amat mempengaruhi tubuh dan sari jamu yang dimakannya selama dua tahun itu mendatangkan kepekaan luar biasa dan kepekaan tubuh ini pun mempengaruhi pula pertumbuhan batinnya.

Dia menjadi seorang manusia luar biasa, tidak menderita apa-apa, tidak mengharapkan apa-apa, karena di dalam keadaan apapun juga, menghadapi keadaan apa adanya, sewajarnya, sebagaimana adanya yang dianggap sudah semestinya demikian, tidak ada lagi apa yang disebut menyenangkan atau tidak menyenangkan, tidak ada lagi yang disebut senang atau susah, tidak ada lagi puas atau kecewa.

Dalam keadaan seperti itu, tubuh sehat dan batin tenang, yang ada hanyalah rasa suka ria yang sukar dilukiskan karena sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kesukaan atau kegembiraan yang dapat dicari. Suatu nikmat yang bukan datang dari gairah nafsu atau kesenangan, nikmat hidup yang datang tanpa dicari, yang terasa hanya setelah batin bebas dari segala ikatan, seperti batin Sin Liong di waktu itu.

Pada suatu hari, di sebelah atas dari tempat rahasia ini, terjadilah kesibukan besar. Puluhan orang katai yang tubuhnya pendek akan tetapi besarnya seperti manusia biasa, bertubuh kuat dan bertenaga besar, dipimpin oleh seorang pemuda tanggung sedang membongkari reruntuhan batu-batu di dalam terowongan bawah tanah itu. pemuda tanggung yang berpakaian mewah itu bukan lain adalah Bu Ong, yang kini telah mengumpulkan sisa orang-orang kerdil bekas taklukan di Rawa Bangkai dan menjadi pimpinan mereka.

Han Bu Hong kini telah menjadi seorang pemuda tanggung yang lihai dan tidak ada seorang pun di antara tokoh-tokoh orang kerdil mampu melawannya. Agaknya, untuk menjadikan mimpi ibunya sebagai kenyataan, dia telah mengangkat diri sendiri menjadi ketua atau lebih tepat lagi menjadi "raja" dari orang-orang katai ini.

Gedung di Rawa Bangkai hanya menjadi tempat tinggal umum, akan tetapi diam-diam dia mendirikan "kerajaan kecil" di bawah tanah. Bahkan dia telah membangun sebuah ruang seperti istana di bawah tanah, lengkap dengan kursi kebesaran yang dihiasai dengan sebuah tengkorak di samping hiasan mahal seperti permadani, lukisan dan tulisan indah.

Sering kali dia secara sembunyi mengadakan pertemuan dan rapat rahasia dengan para tokoh orang katai yang menjadi pembantunya, dan pemuda tanggung ini diam-diam merencanakan pekerjaan besar untuk melanjutkan cita-cita ibunya.

Demikianlah, karena dia ingin menggunakan terowongan bawah tanah itu sebagai markas partai orang kerdil dan juga karena dia ingin mencari kalau-kalau ada harta atau pusaka peninggalan Rawa bangkai di terowongan itu, dia lalu mengerahkan para anak buahnya untuk membersihkan bagian terowongan yang dahulu diruntuhkan oleh ibunya dan oleh Kiam-mo Cai-li.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar