FB

FB


Ads

Selasa, 12 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 092

"Ibuuuuu.....!!"

"Swat Hong..... Hong-ji, anakku....!"

Keduanya berlari ke depan, kedua lengan terbuka, air mata bercucuran di wajah yang berseri penuh kebahagiaan, keduanya bertemu, saling rangkul dan saling dekap sambil menangis! Pertemuan yang sama sekali tidak pernah mereka sangka-sangka, pertemuan yang mengundang keharuan hati mendatangkan segala bayangan duka yang dipendam di lubuk hati.

Ouw Sian Kok terbatuk-batuk menahan haru. Teringat dia akan puterinya sendiri, namun diam-diam dia merasa girang bahwa Liu Bwee dapat berjumpa dengan anaknya. Dia saling pandang dengan Han Lojin dan tersenyum sambil mengangguk-angguk, dan pergi menjauh untuk memberi kesempatan kepada ibu dan anak itu saling bertemu dan bicara.

"Ibu...., Ayah.... Pulau Es....."

Liu Bwee mengangguk dan mengusap rambut puterinya.
"Aku sudah tahu....."

".......dan Suheng......"

Liu Bwee memandang puterinya dan mengangkat dagu Swat Hong.
"Apa maksudmu? Suhengmu kenapa?"

Melihat ibunya belum tahu, Swat Hong terisak lagi menangis.

"Hong-ji, tenanglah. Mari kita bicara yang baik. Mengapa Suhengmu? Apa saja yang telah terjadi sejak kita berpisah?"

"Suheng.... Suheng telah tewas, Ibu...."

Liu Bwee terkejut bukan main, terbelalak dan memandang pucat kepada putrinya akan tetapi melihat puterinya menangis penuh duka, dia mendekapnya dan menghibur,

"Mati hidup bukanlah urusan kita, Hong-ji. tenanglah dan ceritakan semua pengalamanmu kepada Ibumu."

Swat Hong lalu menceritakan semua pengalamannya semenjak ibunya meninggalkan Pulau Es, menceritakan dengan lengkap namun singkat dan didengarkan oleh ibunya penuh perhatian. Ketika puterinya itu bercerita tentang Soan Cu,

Liu Bwee menengok dan menggapai ke arah Ouw Sian Kok sambil berseru,
"Ouw-twako, ke sinilah. Anakku telah bertemu dengan puterimu, Ouw Soan Cu!"

Mendengar seruan ini, Ouw Sian Kok melompat bangun dan lari menghampiri, berkata kepada Swat Hong,

"Aihhh, han-siocia (Nona Han), benarkah kau telah bertemu dengan anakku?" Suaranya agak gemetar karena keharuan hatinya mendengar tentang puterinya.






Swat Hong memandang laki-laki setengah tua yang gagah itu, lalu mngangguk. Kiranya ibunya telah bertemu dan bersahabat dengan ayah Soan Cu, pikirnya! Dia telah mendengar akan ayah Soan Cu yang lari meninggalkan Pulau Neraka semenjak isterinya meninggal dunia. jadi inikah orangnya?

Dia lalu melanjutkan penuturannya yang amat menarik hati itu sampai pada peristiwa penyerbuannya bersama suhengnya ke Rawa Bangkai sehingga suhengnya tewas dan dia tertolong oleh kakek buyutnya. Hening sekali setelah Swat Hong mengakhiri ceritera, hanya isak tertahan gadis itu masih terdengar.

"Hemm, sungguh jahat sekali The Kwat Lin itu!" tiba-tiba Ouw Sian Kok berkata sambil mengepal tinjunya. "Han-siocian, aku Ouw Sian Kok bersumpah untuk membantumu menghadapi iblis betina itu!"

Swat Hong mengangkat mukanya memandang.
"Terima kasih, Paman Ouw....."

"Akan tetapi, aku harus menemui anakku lebih dulu. Di manakah engkau bertemu dengan dia untuk terakhir kalinya?"

"Dia kami tinggalkan di Puncak Awan Merah di Pegunungan Tai-hang-san, di tempat tingal Tee-tok Siangkoan Houw."

"Kalau begitu, biar aku menyusul ke sana!" kata Ouw Sian Kok dengan gembira. "Setelah aku bertemu dengan dia, barulah kita beramai-ramai mencari iblis betina itu untuk sama-sama menghadapinya dan menghancurkannya! Bagaimana pendapat Locianpwe?" Dia berpaling kepada kakek Han yang sejak tadi hanya mendengarkan saja.

Juga Swat Hong dan Liu Bwee menoleh dan memandang kakek itu karena betapapun juga, mereka mengharapkan bantuan kakek ini, juga keputusannya

Sampai lama Han Lojin diam saja, merenung dan memandang jauh, kemudian menghela napas panjang.

"Aihh, tak kusangka akan begini jadinya....! Tadinya, ingin sekali aku melihat kalian berdua melupakan semua hal yang telah lalu, mulai hidup baru dengan aman dan tenteram, menjauhi urusan kekerasan dunia yang hanya mendatangkan dendam dan bunuh-bunuhan antara sesama manusia, sambil mendidik Swat Hong pula. Akan tetapi melihat gejalanya..... mengingat pula hancurnya Pulau Es..... dan memang sudah seharusnya kalau pusaka-pusaka itu dikembalikan ke tempat asalnya...... ahhhh, aku Si Tua Bangka yang sudah lama mencuci tangan dari urusan duniawi, sekarang terseret pula! Betapa menyedihkan!"

"Locianpwe, kalau kita masih hidup di dunia ramai, betapa mungkin kita menghindarkan diri untuk mencampuri urusan dunia ramai? Yang penting kita selalu berada di pihak yang benar." Ouw Sian Kok membantah.

Kakek itu menggeleng-geleng kepala.
"Engkau belum mengerti, apa sih artinya pihak yang benar? Apa sih artinya kebenaran? Kebenaran yang dapat disebut dengan mulut, bukankah kebenaran adanya! Ahhh, sudahlah, tanpa adanya kesadaran, mana mungkin dapat mengerti? Engkau hendak mencari puterimu, memang sudah sepatutnya dan semestinya sejak dahulu kau lakukan hal itu. Sekarang aku akan menyertai Liu Bwee dan puterinya ini ke kota raja......"

"Ke kota raja?" Ouw Sian Kok berseru heran.

"Ya, karena The Kwat Lin telah menerima tugas dari An Lu Shan untuk menyusun kekuatan di sana menanti saat pemberontakkan tiba. Dan kita tidak perlu terseret oleh pemberontakan, melainkan hanya hendak mencari The Kwat Lin dan minta kembali pusaka-pusaka Pulau Es."

"Dan membunuh mereka untuk membalaskan kematian suheng!" Swat Hong berseru penuh semangat.

Han Lojin tidak menjawab seruan Swat Hong itu, melainkan menoleh kepada Ouw Sian Kok, sambil berkata,

"Ouw Sian Kok, kalau kau hendak mencari puterimu, pergilah dan kelak kau boleh menyusul kami di kota raja....."

"Tidak, Locianpwe. Setelah saya mendengar bahwa iblis betina itu berada di kota raja, saya juga harus ikut ke kota raja untuk menghadapinya!"

Liu Bwee memandang kepada tokoh Pulau Neraka ini dan kebetulan sekali Ouw Sian Kok juga memandangnya, maka pertemuan dua pasang sinar mata itu sudah cukup bagi mereka untuk mengetahui isi hati masing-masing. Liu Bwee maklum bahwa pria yang gagah itu ingin membantunya karena mengkhawatirkan dirinya, sebaliknya Ouw Sian Kok juga maklum bahwa bekas ratu Pulau Es itu girang sekali mendengar bahwa dia akan membantu. Maka tanpa banyak cakap lagi berangkatlah empat orang ini menuju ke kota raja.

**** 092 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar