FB

FB


Ads

Kamis, 07 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 085

Ji Bhong berteriak dan mengerahkan tenaga membetot kembali pedangnya untuk menyayat tangan lawan yang menggenggamnya, akan tetapi betapapun ia mengerahkan tenaga, pedang itu tetap tidak bergerak sedikit pun dari genggaman Sin Liong. Demikian pula kakek brewok yang membetot-betot toyanya, percuma saja, Sin Liong kembali memekik keras, kedua tangannya bergerak sedikit dan... tubuh kedua orang kakek itu terlempar membentur dinding kanan kiri!

Hawa pukulan yang dingin dan kuat sekali keluar melalui kedua senjata itu dan menyerang melalui lengan mereka masing-masing dan memukul dada, membuat dada terasa sakit dan napas mereka sesak. Keduanya bersandar dinding, terengah-engah dan terbelalak memandang pemuda luar biasa itu dan tiba-tiba mereka lenyap melalui pintu kecil yang terbuka secara aneh.

"Kalian hendak lari ke mana?"

Sin Liong meloncat dan mengejar ke kiri, namun dinding itu sudah tertutup kembali dan kakek berjenggot panjang dan kakek brewok itu telah lenyap dari dinding kanan kiri.

Sin Liong menancapkan pedang di atas lantai, lalu menggunakan toya rampasannya menghantami dinding kiri, namun hanya batu permukaan saja yang remuk, sedangkan dinding tebal itu tetap utuh. Akhirnya Sin Liong membuang toyanya, menghapus peluhnya dan mengerutkan alis.

Tempat ini amat berbahaya dan sukar dilalui, bagaimana dia akan dapat menolong Swat Hong? Teringat akan sumoinya ini, dia menjadi panik lagi. Andaikata sumoinya berada di sampingnya saat itu, tentu pemuda ini tidak menjadi bingung dan akan tetap tenang saja. Akan tetapi membayangkan betapa sumoinya terancam bahaya, benar-benar menggelisahkan hatinya. Dia merasa bertanggung jawab akan keselamatan sumoinya, dan dia merasa seolah-olah mendengar suara ayah bunda dara itu mencelanya mengapa dia sampai membiarkan dara itu terancam bahaya.

Sin Liong menghampiri dinding kiri, lalu memeriksa, tangannya meraba-raba. Lebih satu jam dia menyelidiki, akhirnya secara tidak sengaja tangannya meraba sebuah di antara puluhan batu menonjol di dinding itu! Cepat dia menyambar pedang rampasannya dan sekali bergerak, tubuhnya sudah menyelinap melalui lubang rahasia itu dan... dia bingung lagi karena kiranya di sebelah sana dinding batu itu pun hanya merupakan sebuah lorong lain lagi!

Dan tidak tampak jejak kekek yang menjadi ketua bangsa kerdil tadi. Kembali dia berjalan dengan ngawur, tidak tahu akan dibawa ke mana oleh lorong yang dilaluinya ini. Entah berapa banyak lorong yang dilaluinya dan kini dia bahkan tidak tahu lagi mana jalan keluar. Dia pun tidak ingin keluar sebelum dapat menolong Swat Hong! Dan cuaca makin gelap, dia pun teringat bahwa mungkin sekarang di "dunia luar" sudah mulai senja. Bagaimanapun juga, dia tidak akan keluar sebelum menemukan Swat Hong.

Sin Liong berjalan terus, ke mana saja asal bergerak dan dia memperhatikan lorong yang dilaluinya agar jangan melalui sebuah lorong untuk kedua kalinya. Keadaan makin gelap dan akhirnya dia hanya dapat melangkah maju dengan meraba-raba.

Tiba-tiba tampak sinar terang di depan, menembus kegelapan yang mengerikan itu. Sin Liong melangkah maju menuju ke sinar terang tadi. Akan tetapi tiba-tiba dia menahan langkahnya. Tidak salah lagi, sinar terang itu tentulah api yang sengaja dibuat orang kerdil untuk memancing dan menjebaknya! Betapapun juga, dia tidak takut. Dengan hati-hati dia bergerak lagi melangkah maju menghampiri sinar yang ternyata kini tampak olehnya adalah sebatang obor yang gagangnya tertancap di dinding.

Dan anehnya, kakinya yang melangkah hati-hati tidak menemui jebakan apa-apa sampai dia tiba di tempat obor itu. Apa artinya ini? Mengapa mereka memberi sebatang obor itu kepadaku? Sin Liong tidak perduli, lalu mengambil obor itu dan diam-diam berterima kasih sekali karena memang keadaan cuaca yang amat gelap itu membuat dia butuh sekali akan sebatang obor. Kini dia dapat melanjutkan usahanya mencari Swat Hong.

Selagi dia berjalan maju dengan hati-hati, dia mendengar suara mendengung dari belakang. Sin Liong cepat menoleh akan tetapi tidak melihat apa-apa. Sinar obor itu hanya mendatangkan cahaya dalam jarak terbatas sekali dan di sebelah sananya kelihatan hitam pekat.

Akan tetapi suara itu makin lama makin keras dan akhirnya tampaklah meluncur masuk ke dalam cahaya obor benda-benda hitam kecil yang mengeluarkan suara berdengung-dengung. Lebah! Banyak sekali lebah hitam yang datang berterbangan, Seakan berlomba untuk mencapai sinar terang itu.

Sinar api obor itulah yang menarik lebah-lebah itu dan Sin Liong maklum sekarang mengapa mereka memberikan sebatang obor. Tentu untuk menarik lebah-lebah itu, dan kalau lebah-lebah itu cukup berharga untuk dipancing mereka, tentu merupakan lebah berbahaya, lebah yang sengatannya mengandung bisa yang mematikan.






Dia sudah tahu akan lebah-lebah beracun seperti ini. Sin Liong cepat mengambil sehelai saputangan, menyelipkan pedang di pinggangnya, dan menggunakan saputangan yang diputar-putar untuk mengusir lebah-lebah itu. Namun, tertarik oleh sinar api obor di antara kegelapan yang luar biasa, lebah-lebah itu seperti gila dan sama sekali tidak takut akan usiran menggunakan saputangan ini. Biarpun mereka tidak dapat menyerang Sin Liong karena terhalang saputangan, namun mereka tetap beterbangan di sekeliling Sin Liong, menanti saat baik untuk menyerang!

Celaka, pikir Sin Liong. Tidak mungkin dia harus berdiri di situ semalaman hanya untuk berkelahi melawan lebah-lebah ini. Apa gunanya ada obor kalau hanya mendatangkan kerepotan ini? Sambil tetap melindungi tubuhnya dengan putaran saputangan, Sin Liong menancapkan gagang obor pada celah-celah batu dinding, lalu pergi menjauh. Ternyata lebah-lebah itu tidak lagi mepedulikannya setelah dia tidak memegang obor, dan kini binatang-binatang kecil itu beterbangan menyambar ke arah obor.

Sin Liong duduk bersandar dinding, memandang dari jauh. Dilihatnya banyak lebah yang mati karena menyerbu api, makin lama makin banyak. Hatinya tidak tega. Binatang-binatang itu tidak berdosa. Entah mengapa mereka dapat dibikin marah dan menyerbu api seperti gila itu. Dia harus menghentikan bunuh diri masal yang mengerikan itu. Diremasnya batu-batu dari dinding dan ditimpuknya ke arah obor sambil berteriak-teriak.

"Aduh....! Aduh, mati aku....!"

Ini adalah siasatnya yang timbul sebelum memadamkan obor. Mereka itu sengaja memberi obor untuk memancing lebah-lebah. Baiklah, dia akan pura-pura menjadi korban sengatan lebah beracun. Kiranya hanya dengan cara ini dia akan dapat memancing orang-orang kerdil itu. Kalau mereka menggunakan siasat memancing dan menjebak, biarlah demi keselamatan Swat Hong dia pun mempergunakan siasat itu!

Semalaman Sin Liong berada di dalam gelap. Tidak ada orang datang mengintai atau menjenguknya. Ketika inilah dia pergunakan untuk beristirahat dan biarpun dia sama sekali tidak dapat tidur. Mana mungkin dia tidur kalau hatinya gelisah memikirkan Swat Hong seperti itu? Betapapun juga, dia dapat melepaskan lelah dan memulihkan tenaga, dan terbayanglah percakapan dengan Swat Hong di dalam hutan.

Dia menghela napas panjang. Biarpun di depan gadis itu dia berpura-pura tidak mengerti, sesungguhnya dia tahu belaka bahwa dara yang tadinya angkuh dan keras hati itu, kini agaknya mulai menyatakan cinta kasih kepadanya. Dia dapat menduga pula bahwa cinta kasih di hati gadis itu bersemi karena memperoleh pupuk cemburu, mencemburukan dia dengan Soan Cu dan Siangkoan Hui! Hal ini membuat hatinya terasa seperti ditusuk, perih dan duka. Tentu saja dia tidak mungkin mau menyakiti hati Swat Hong dengan menyatakan bahwa dia tidak mencita gadis itu, tidak mencinta seperti di harapkan gadis itu. Tidak mungkin dia mau melibatkan diri ke dalam cinta kasih seperti itu, yang telah begitu banyak contohnya hanya mendatangkan kesengsaraan belaka.

Lihat saja kehidupan ayah Swat Hong, Raja Han Ti Ong yang menjadi rusak dan hancur lebur karena Raja yang bijaksana dan perkasa itu takluk kepada cinta kasih berahi seperti itu. Lihat saja penghidupan ayah Soan Cu, yang menjadi gila karena kematian isterinya yang tercinta, juga merupakan cinta memiliki yang hanya akan berakhir dengan kesengsaraan. masih banyak lagi contoh-contoh.

Cinta kasih yang terdorong oleh berahi dan kesengsaran ini pasti akan disusul dengan keinginan memiliki, menguasai dan mengikat. Pengikatan diri inilah yang akan mencelakakan, yang akan menimbulkan duka karena kehilangan, perpisahan atau kekecewaan karena cemburu dan lain-lain. Pengikatan diri kepada sesuatu memang menimbulkan kenikmatan duniawi, menimbulkan kesenangan lahir yang hanya sementara saja sifatnya, kemudian diakhiri dengan bermacam duka dan kesengsaraan.

Yang paling menimbulkan sesal dalam hati Sin Liong adalah kenyataan bahwa penolakannya terhadap cinta kasih gadis-gadis itu tentu akan mendatangkan kekecewaan kepada mereka, namun dia pun yakin bahwa kekecewaan itu pun hanya akan sementara saja sifatnya. Kalau mereka, termasuk Swat Hong, sudah tertarik kepada seorang laki-laki lain, kekecewaan itu pun akan lenyap tanpa bekas lagi.

Cuaca tidak segelap tadi, tanda bahwa agaknya malam telah terganti pagi. Untuk melanjukan siasatnya, Sin Liong lalu merebahkan diri di bawah obor yang telah padam rebah di antara bangkai-bangkai lebah yang hangus.

Tak lama kemudian jantungnya berdebar karena telinganya yang menempel lantai mendengar suara-suara gerakan kaki. Ada orang-orang datang menghampirinya! Tepat seperti yang diharapkannya, muncullah dua orang kakek itu bersama enam orang kerdil lain. Mereka segera menghampiri dan merubungnya, bahkan ada tangan yang menyentuh dada dan pergelangan tangannya. Cepat Sin Liong menggunakan ilmunya, menghentikan detak jantung dan pernapasannya.

"Dia telah mati....!!" Terdengar suara di atasnya. Dia tidak melihat siapa yang bicara karena dia rebah miring.

"Kita laporkan kepada Lihiap!" terdengar suara kakek berjenggot panjang.

Pada saat itu, Sin Liong membalikan tubuhnya, tangannya menyambar dan dia telah menangkap lengan seorang kerdil, lalu menotoknya roboh. Tujuh orang kerdil yang lain terkejut sekali, berloncatan dan lenyap di balik dinding melalui pintu-pintu rahasia, meninggalkan Si Kerdil yang telah roboh tertotok. Memang Sin Liong hanya membutuhkan seorang saja. Dia lalu mengangkat bangun orang itu, membebaskan totokannya dan menghardik,

"Hayo tunjukkan aku di mana temanku wanita itu ditawan!"

Orang kerdil itu menjadi pucat dan menggeleng-geleng kepalanya.
"Aku..... aku tidak tahu...."

"Bohong! Hayo katakan, aku hanya ingin menolong dan membebaskannya. Kalau kau mengaku terus terang, aku akan membebaskanmu."

"Aku.... aku tidak berani...."

Kemudian orang itu berkata, suaranya mengandung rasa takut dan dia menoleh ke kanan kiri seolah-olah takut kata-katanya terdengar oleh dinding di kanan kirinya.

"Hemm, aku tahu. Kalau kau mengaku, engkau takut dihukum oleh atasanmu. Akan tetapi kau menunjukkan tempat itu karena kupaksa dan mereka tentu tahu akan hal itu."

"Aku... aku takut..... takut disiksa...." orang itu berkata setengah menangis.

Sin Liong menjadi gemas. Orang yang pengecut ini memaksa dia harus mengeraskan hati. Apa boleh buat, demi keselamatan Swat Hong! Dia lalu menggunakan jarinya memijit tengkuk orang itu, memijit jalan darah sambil berkata,

"Kau hanya takut kepada mereka dan tidak takut kepadaku? Nah, kau tunjukkan atau kubiarkan kau tersiksa seperti ini selama hidupmu!"

Orang itu menyeringai, makin lama makin lebar dan tubuhnya mengeliat-geliat menahan rasa nyeri yang menyerang tubuhnya. Akan tetapi, rasa nyeri itu tidak dapat ditahannya lagi dan dia roboh terguling, menggeliat dan berkelojotan seperti orang sekarat, mulutnya merintih,

"Bebaskan aku.... atau bunuh aku saja..."

Sin Liong merasa kasihan sekali, akan tetapi dia mengeraskan hatinya.
"Aku tidak akan membunuhmu dan juga tidak akan menyembuhkanmu. Kalau kau tidak mau menunjukkan tempat sahabatku itu, selama hidup kau akan menderita seperti ini!"

"Tolong.... aduhhhh... baik, kutunjukkan tempatnya.... tapi .... tapi bebaskan dulu aku......"

Girang bukan main rasa hati Sin Liong. Dengan beberapa totokan dia membebaskan orang itu yang segera menggeliat dan memijit-mijit dadanya, kemudian memandang kepada Sin Liong penuh rasa takut dan ngeri.

"Aku akan menunjukkan tempatnya, akan tetapi....kau harus tahu bahwa kalau gadis itu sudah mati, maka bukanlah aku pembunuhnya."

Tentu saja kata-kata ini membuat Sin Liong terkejut bukan main. Dia tidak mau banyak bicara lagi, melainkan berkata dengan suara terengah.

"Lekas.... tunjukkan....!"

Dan dia menyambar pergelangan tangan orang itu agar jangan sampai melarikan diri melalui tempat-tempat rahasia.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar