FB

FB


Ads

Kamis, 07 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 081

Kita tinggalkan dulu Liu Bwee dan Ouw Sian Kok yang ikut pergi bersama kakek nelayan sakti yang bukan lain adalah kakek dari Han Ti Ong, bekas Raja Pulau Es yang telah puluhan tahun lamanya meninggalkan pulau itu dan merantau di tempat-tempat sunyi sebagai pertapa yang mengasingkan diri dari dunia ramai. Sudah terlalu lama kita meninggalkan Sin Liong dan Swat Hong, maka marilah kita mengikuti perjalanan dua orang itu.

Seperti telah dituturkan di bagian depan, Sin Liong dan Swat Hong saling bertemu kembali di lereng puncak Gunung Awan Merah tempat tinggal Tee-tok Siangkoan Houw. Setelah mendengar tentang Bu-tong-pai yang dikuasai oleh The Kwat Lin yang memang sedang mereka cari-cari, Sin Lion bersama Swat Hong lalu meninggalkan lereng Awan Merah, turun gunung dan dengan cepat pergi menuju ke Pegunungan Bu-tong-san.

Biarpun kedua orang muda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi ini telah menggunakan ilmu berlari cepat dan hanya mengaso apabila mereka merasa lapar dan terlalu lelah saja, namun karena jaraknya yang amat jauh, kurang lebih sebulan kemudian barulah mereka tiba di lereng Pegunungan Bu-tong-san. Di kaki gunung tadi mereka telah memperoleh petunjuk dari seorang petani di mana letak Bu-tong-pai, yaitu di atas sebuah di antara puncak-puncak Pegunungan Bu-tong-san.

"Hati-hatilah, sumoi, kita sudah tiba di daerah Bu-tong-pai."

Sin Liong berkata ketika mereka berhenti sebentar di bawah pohon untuk melepas lelah sambil menghapus keringat dari dahi dan leher.

"Hemm, kita hanya berurusan dengan The Kwat Lin, urusan pribadi yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Bu-tong-pai. Kita harus menyatakan ini kepada semua orang Bu-tong-pai, kalau mereka tidak mau mengerti dan hendak membela The Kwat Lin, kita hantam mereka pula!"

Hati Sin Liong merasa khawatir sekali. Memang akibatnya amat berlawanan setelah bertemu dengan sumoinya ini. Girang dan juga khawatir. Serba susah. Dia tentu saja girang sekali dapat bertemu dengan sumoinya dalam keadaan selamat dan sehat. Akan tetapi di samping rasa girang ini, juga dia kini selalu dilanda kekhawatiran akan sifat Swat Hong.

Andaikata dia sendiri saja yang datang ke Bu-tong-pai, tentu dia akan membujuk agar The Kwat Lin mengembalikan pusaka-pusaka Pulau Es dan dia tidak akan menuntut hal ini. Akan tetapi, setelah pergi bersama Swat Hong, dia tahu bahwa tentu gadis ini akan menimbulkan keributan. Tentu Swat Hong akan memusuhi The Kwat Lin yang dianggapnya menjadi penyebab kesengsaraan ayah bundanya. Hal ini menaruh dia di tempat yang amat tidak menyenangkan. Membantu Swat Hong memusuhi The Kwat Lin berlawanan dengan batinnya karena dia tidak ingin memusuhi siapapun juga. Tidak membantu, tentu Swat Hong terancam bahaya dan tentu akan marah dan benci kepadanya!

Mereka sudah mendekati puncak dimana tampak dinding tembok Bu-tong-pai yang tinggi.

"Sumoi, kau serahkan saja kepadaku untuk bicara dengan orang-orang Bu-tong-pai. Kurasa mereka akan suka menerima alasan kita kalau mereka mendengar apa yang telah dilakukan oleh ketua baru mereka."

Swat Hong mengangguk.
"Baiklah, terserah kepadamu, Suheng. Akan tetapi kalau sudah tiba saatnya, kuharap engkau jangan mencegah aku membunuh iblis betina itu!"

Sin Liong tidak menjawab, hanya menghela napas panjang.
"Mari kita mendekati pintu gerbang itu. Heran sekali, mengapa sunyi amat? Bukankah kabarnya Bu-tong-pai merupakan perkumpulan yang besar dan mempunyai banyak anak murid?"

Akan tetapi ketika mereka tiba di depan pintu gerbang yang tertutup tiba-tiba saja pintu gerbang yang lebar itu terbuka dari dalam, terpentang lebar-lebar tampaklah lima belas orang laki-laki tua, di antaranya beberapa orang tosu, melangkah keluar dengan sikap tenang namun penuh wibawa dan memandang tajam penuh selidik kepada Sin Liong dan Swat Hong!

Setelah para tokoh Bu-tong-pai itu keluar dan berhadapan dengan mereka, Sin liong cepat menjura dengan hormat sambil berkata,

"Apakah kami berhadapan dengan para Locianpwe dari Bu-tong-pai?"

Dengan pandang mata curiga, belasan orang itu memandang Sin Liong dan tosu tua yang berada paling depan, lalu bertepuk tangan dan berteriak,

"Kalian keluarlah dan jangan melakukan sesuatu sebelum diperintah!"

Sebagai jawaban kata-kata ini, berlompatanlah delapan belas orang laki-laki gagah perkasa yang tadi bersembunyi di balik pohon-pohon dan rumpun, di luar pintu gerbang. Mereka lalu membuat gerakan mengepung dan mereka siap dengan tangan di gagang pedang masing-masing.






Melihat ini, timbul kemarahan di hati Swat Hong.
"Bukan maling mengapa dikepung? Apakah kalian hendak menantang berkelahi? Aku ingin bertemu dengan ketua Bu-tong-pai. Lekas panggil dia keluar!"

Melihat sikap galak ini, kakek tosu yang agaknya memimpin mereka, berkata,
"Siancai... kiranya Nona hendak bertemu dengan Ketua Bu-tong-pai? Pinto (saya) ketuanya. Tidak tahu siapakah Nona dan ada keperluan apa hendak bertemu dengan pinto?"

Swat Hong terbelalak, memandang kaget dan heran.
"Eh....? Benarkah ini? kami.... kami tidak datang mencari Totiang...."

Para tosu dan semua orang itu saling pandang kemudian seorang diantara mereka, seorang tosu pula yang tinggi besar bermuka hitam, tidak setua kakek pertama, bertanya,

"kalau begitu, siapakah yang Nona cari?"

"Kami mencari The Kwat Lin...."

Baru selesai Swat Hong berkata demikian, kakek muka hitam itu sudah berteriak keras dan menubruk maju, tangan kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala Swat Hong sedangkan tangan kanan menotok ke arah lehernya. Swat Hong terkejut dan marah. Serangan kakek itu benar-benar amat ganas, kejam dan berbahaya sekali. Apalagi ketika terasa olehnya betapa dari kedua tangan yang panjang dan besar itu menyambar hawa pukulan yang menandakan bahwa kakek itu memiliki tenaga yang kuat.

"Heiiiittt....!!" dia melengking panjang, kedua tangannya bergerak cepat menyambut.

"Dukkkk.... plakkkk....!!"

Tangan yang mencengkeram ke arah ubun-ubunnya dapat dia tangkis dengan kuat, sedangkan tangan yang menotok lehernya itu dielakkan dengan menundukan kepala sedikit, kemudian mendahului dengan jari tangannya, dia berhasil menyambut serangan itu dengan totokan kepada pergelangan tangan. Pada detik berikutnya, selagi tosu muka hitam itu menyeringai kesakitan karena tangkisan itu membuat lengannya tergetar dan totokan itu melumpuhkan lengan satunya, kaki Swat Hong sudah bergerak menendang.

"Desss....!!"

Tubuh tosu muka hitam itu terjengkang dan jatuh terbanting ke atas tanah dengan cukup keras!

Semua orang terkejut, juga tosu tua itu mengerutkan alisnya. Tosu muka hitam itu adalah sutenya, tingkat kepandaiannya sudah tinggi, bagaimana dapat dirobohkan oleh nona muda itu dalam segebrakan saja? Tak salah lagi, tentu kedua orang ini adalah orang-orang sebangsa The Kwat Lin yang pernah merampas kedudukan ketua Bu-tong-pai, demikian tosu tua yang bukan lain adalah Kui Tek Tojin itu berpikir. Hanya orang-orang sebangsa iblis betina The Kwat Lin saja yang memiliki ilmu kepandaian seperti setan itu.

Para tosu dan tokoh Bu-tong-pai lainya melihat tosu muka hitam roboh, lalu serentak menyerbu, didahului oleh delapan belas orang murid Kui Tek Tojin yang bukan lain adalah Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong itu. Karena mengira bahwa Swat Hong tentulah mempunyai hubungan dengan The Kwat Lin, serta merta mereka maju menyerbu dengan pedang di tangan.

"Hemm, kalian benar-benar mengajak berkelahi? bagus, majulah semua! Hayo, jangan ada seorang pun yang tinggal. Suruh semua orang Bu-tong-pai maju mengeroyokku kalau kalian membela The Kwat Lin!"

Swat Hong mencabut pedangnya dan matanya memancarkan cahaya seperti hendak menyebarkan maut.

Tiba-tiba Sin Liong membentak.
"Tahan senjata....!!"

Tubuhnya berkelebat dan berloncatan di antara orang-orang Bu-tong-pai dan segera terdengar seruan-seruan kaget ketika tiba-tiba di mana saja bayangan pemuda itu berkelebat, senjata yang terpegang tangan terlepas dan berjatuhan ke atas tanah tanpa mereka ketahui sebabnya!

Sin Liong sudah berhadapan dengan Kui Tek Tojin, menjura dan berkata,
"Harap Totiang berlaku sabar dan maafkan Sumoi. Ketahuilah, kami berdua datang ke Bu-tong-pai ini sama sekali bukan hendak berurusan dengan Bu-tong-pai karena kami tidak pernah berurusan dengan Bu-tong-pai. Kami datang untuk mencari The Kwat Lin, untuk urusan pribadi yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan Bu-tong-pai. Harap Cuwi Totiang dan sekalian orang gagah Bu-tong-pai dapat mengerti ini dan jangan secara membuta membela The Kwat Lin tanpa lebih dulu mengetahui urusannya."

"Apa....? Membela The Kwat Lin? Bukankah Ji-wi ini sahabat-sahabat wanita iblis itu?"

"Bicara lancang dan ngawur!" Swat Hong membentak. "Aku datang untuk membunuh The Kwat Lin dan kalau kalian hendak membelanya, jelas bahwa kalian bukan manusia baik-baik dan biarlah kubunuh sekalian!"

"Siancai....! Siancai...!" Kui Tek Tojin berseru dan ia tersenyum memperlihatkan mulut yang tidak bergigi lagi."Maafkan pinto dan semua murid Bu-tong-pai! Karena tidak tahu maka terjadi kesalah pahaman ini. Semua ini gara-gara wanita iblis yang telah merusak nama baik Bu-tong-pai dan membuat kami selalu menaruh curiga kepada siapa pun. Silahkan masuk, Sicu dan Nona. Marilah bicara di dalam!"

Sin Liong dan Swat Hong lalu diiringkan masuk ke dalam bangunan yang menjadi pusat Bu-tong-pai itu, dan dipersilahkan duduk di ruangan tamu. Setelah menerima suguhan minuman, Kui Tek Tojin bertanya,

"Bolehkan pinto mengetahui siapa adanya Ji-wi dan mengapa menanam bibit permusuhan dengan The Kwat Lin? Pinto melihat ilmu kepandaian Ji-wi hebat sekali, mengingatkan pinto kepada kepandaian The Kwat Lin sehingga hal itu menambah lagi kecurigaan kami tadi."

“Kiranya tidaklah perlu kami memperkenalkan diri," jawab Sin Liong yang memang ingin menghindarkan diri sejauh mungkin dengan urusan kang-ouw sehingga lebih baik kalau tidak memperkenalkan diri. "Akan tetapi kami berdua mempunyai urusan pribadi dengan The Kwat Lin, dan mendengar bahwa dia telah menjadi ketua Bu-tong-pai, maka kami berdua menyusul ke sini."

Kui Tek Tojin mengelus jenggotnya dan mengangguk-angguk. Diam-diam dia dapat menduga bahwa dua orang muda yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa ini tentu ada hubungannya pula dengan Pulau Es!

Akan tetapi dia tidak berani banyak bertanya, kemudian menceritakan betapa The Kwat Lin, yang merasa bekas murid Bu-tong-pai itu, dengan kekerasan merampas kedudukan ketua dan diam-diam mengatur pemberontakan terhadap Kaisar. Karena usahanya menyelundupkan muridnya ke istana gagal, dia menjadi seorang buruan pemerintah.

"Betapa pun lihainya, iblis betina itu tidak berani menghadapi pasukan pemerintah, maka dia lalu melarikan diri bersama para pengikutnya, meninggalkan Bu-tong-pai. Kami mengambil alihnya kembali dan belum lama ini, hampir saja kami menjadi sasaran penyerbuan pemerintah. Baiknya kami telah dapat menceritakan keadaan kami dan sekarang, mau tidak mau, untuk membuktikan bahwa Bu-tong-pai tidak bersekutu dengan pemberontak, terpaksa kami harus membantu pemerintah. Hari ini pun Bu-tong Cap-pwe Enghiong, murid-murid pinto, terpaksa akan berangkat ke utara melakukan tugas penyelidikan terhadap pemberontakan An Lu Shan."

Mendengar ini, Sin Liong dan Swat Hong merasa kecewa sekali, jauh-jauh mereka menyusul ke Bu-tong-san, hanya untuk mendengar bahwa The Kwat Lin tidak berada lagi di tempat itu dan sekarang telah menjadi orang buruan pemerintah.

"Aihhh.... ke mana kita harus mencarinya?" Swat Hong berkata kesal sambil menoleh kepada Sin Liong.

"Nona, untuk menebus kesalahan kami tadi, baiklah kami beritahukan bahwa kalau tidak salah dugaan kami, The Kwat Lin melarikan diri ke tempat kediaman Kiam-mo Cai-li. Kalau Ji-wi mencarinya ke sana, tentu akan setidaknya mendengar lebih jauh tentang wanita itu."

"Kiam-mo Cai-li? Siapa dia? Dan dimana tempat tinggalnya?"

Swat Hong mendesak dan wajahnya berseri karena timbul pengharapan lagi di dalam hatinya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar