FB

FB


Ads

Minggu, 03 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 072

Pat-jiu Mo-kai mengangguk-angguk.
"Hati-hatilah, Tan-sicu."

Mereka berdua lalu memasang kuda-kuda di sebelah kanan kiri The Kwat Lin. Pat-jiu Mo-kai memegang tongkat butut dengan tangan kanan seperti memegang sebatang pedang, tongkat itu menuding ke depan dari dadanya, lurus ke depan, sedangkan tangan kirinya menjaga di depan pusar, kedua kaki ditekuk sedikit, agak merapat di depan dan belakang. Tan Goan Kok memegang toyanya dengan kedua tangan, kuda-kudanya kuat sekali, kokoh seperti batu karang dan toya di kedua tangannya itu sedikit pun tidak bergoyang.

Melihat dua orang itu sudah memasang kuda-kuda, The Kwat Lin lalu mencabut pedangnya, yaitu Ang-bwe-kiam dan melangkah maju sambil berkata,

“Nah silahkan kalian mulai!"

"Kami adalah tamu-tamu dan kami maju berdua, tidak pantas kalau kami mulai, silahkan Toanio mulai," kata Pat-jiu Mo-kai yang tidak mau membuka serangan karena dia ingin lawan maju menyerang lebih dulu agar dia atau temannya dapat mengacaukan pertahanan lawan dengan serangan mendadak.

The Kwat Lin tersenyum, maklum akan siasat kakek jembel itu.
"Nah, sambutlah!" teriaknya dan pat-jiu Mo-kai kecele kalau hendak melanjutkan siasatnya karena tiba-tiba pedang itu lenyap bentuknya, berubah menjadi sinar yang menyambar ke arah mereka

Seperti kilat cepatnya sehingga sekali bergerak, pedang itu telah menyerang mereka berdua dalam waktu yang hampir bersamaan! Tentu saja mereka terkejut sekali dan cepat menggerakkan tongkat dan toya untuk menangkis.

"Trang...! Cringggg....!!"

Pat-jiu Mo-kai dan Tan Goan Kok terhuyung ke belakang. Tenaga yang keluar dari Ang-bwe-kiam sungguh dahsyat, membuat telapak tangan mereka terasa panas dan hampir saja senjata mereka terlepas. Terkejutlah kedua orang itu dan The Kwat Lin diam-diam mentertawakan mereka karena dia memang hendak mengukur lebih dulu kekuatan lawan.

Karena merasa penasaran, kini ke dua orang itu maju dari kanan kiri dan mulailah mereka menyerang dengan ganas. Kwat Lin sudah dapat mengetahui bahwa di antara kedua orang pengeroyoknya, tongkat kakek jembel itulah yang lebih lihai maka dia selalu mendahulukan tangkisannya terhadap tongkat itu, baru dia menangkis toya yang menyambar.

Dia tahu bahwa kakek Tan Goan Kok yang kasar itu hanyalah menggandalkan tenaga gwakang yang besar, namun makin besar tenaga kasar lawan, makin mudah dia menghadapinya karena sedikit getarkan pedang yang dilakukan dengan pengerahan sinkang cukup membuat telapak tangan Tan Goan Kok terpukul sendiri oleh tangannya.

Lewat sepuluh jurus, setelah dia yakin akan ukuran tenaga kedua orang lawannya, Tiba-tiba The Kwat Lin menyarungkan kembali pedangnya dan menghadapi kedua lawan itu dengan tangan kosong. Tentu saja dua orang lawannya cepat menahan senjata dan pat-jiu Mo-kai berseru,

“Heiii, The-toanio. Kami belum kalah mengapa engkau mengakhiri pertandingan?"

"Siapa Mengakhiri? lanjutkanlah serangan kalian, aku menyimpan pedang karena takut rusak."

"Huhhh, dengan tangan kosong pun ibu akan mudah mengalahkan kalian!"






Mendengar teriakan bocah itu, dua orang kakek itu lalu maju lagi dan menggerakkan senjata mereka untuk menyerang. Tongkat pat-jiu Mo-kai melayang dari atas menghantam kepala, sedangkan toya Tan Goan Kok menyambar dari samping menghantam lambung! Mereka terkejut setengah mati melihat lawan itu sama sekali tidak mengelak, hanya miringkan sedikit tubuhnya dan meloncat sedikit.

"Bukkk! Bukkkk!!"

Tongkat itu dengan kerasnya menghantam leher dan toya itu menghantam pangkal paha, akan tetapi tiba-tiba dua orang kakek itu roboh terguling dalam keadaan lemas tertotok!

"Horeeee....!!"

Han Bu Ong bersorak melihat betapa dalam segebrakan saja setelah ibunya menyimpan pedang, dua orang pengeroyok itu dapat dirobohkan.

Sementara itu, The Kwat Lin cepat membebaskan totokannya dan dua orang kakek itu dapat bangkit sambil memungut senjata mereka dan memandang dengan mata terbelalak kagum kepada wanita itu. Hampir mereka tidak dapat percaya bahwa mereka dapat dirobohkan hanya dalam segebrakan saja, namun kenyataannya memang demikian dan mengingat akan siasat lawan ini, mereka bergidik dan kagum sekali.

Ternyata ketika tadi dia menggunakan pedang, The Kwat Lin hanya ingin mengukur sampai di mana kekuatan dua orang lawannya. Setelah yakin benar, dia menyimpan pedang dan sengaja menerima hantaman yang sudah dia ukur akan dapat diterima oleh leher dan pinggulnnya, kemudian pada saat kedua senjata itu tiba di tubuhnya, menggunakan kesempatan selagi kedua orang kakek itu terkejut melihat lawan tidak mengelak dan menerima pukulan, cepat seperti kilat kedua tangan The Kwat Lin bergerak dan berhasil menotok roboh dua orang kakek yang sama sekali tidak menduga bahwa lawan yang terkena hantaman dua kali itu akan menotok mereka!

"Bukan Main!!!"

Tan Goan Kok berseru dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu tanding sehebat itu.

"Kami mengaku kalah! Kiranya The toanio memiliki kelihaian yang amat luar biasa dan kami akan melaporkan semua ini kelak kepada An Goanswe," kata pat-jiu Mo-kai.

The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li girang sekali setelah dapat menundukan para utusan itu, maka pesta lalu diadakan untuk menyambut utusan-utusan An Lu Shan dan sambil makan minum mereka lalu merundingkan dan merencanakan siasat untuk bekerja sama.

Dalam kesempatan ini, Pat-jiu Mo-kai mengeluarkan sebuah peti hitam kecil dan menyerahkannya kepada The Kwat Lin sambil berkata,

"Harap Toanio suka menerima hadiah tanda persahabatan dari An Goanswe ini."

The Kwat Lin menyatakan terima kasih, lalu bersama Kiam-mo Cai-li membuka peti yang terisi emas dan perak dalam jumlah yang cukup banyak. The Kwat Lin lalu melepaskan rantai kalungnya dan menyerahkannya kepada Pat-jiu Mo-kai sambil berkata,

"Kami tidak mempunyai apa-apa untuk dipersembahkan kepada An Goanswe sebagai tanda persahabatan ini, harap Mo-kai suka menerima dan menyampaikan kepada Beliau."

Pat-jiu Mo-kai menerima kalung itu dan mereka berlima terbelalak kagum melihat mata kalung yang amat besar dan indah penuh batu permata yang amat luar biasa. Biarpun mereka bukanlah ahli, namun pengalaman mereka membuat mereka, terutama tiga orang kakek itu dapat menduga bahwa harga kalung ini tidak kalah mahalnya dengan peti dan isinya, hadiah dari An Lu Shan tadi!

"Hendaknya di antara pelaporan Cuwi, diberitahukan kepada An Goanswe bahwa kami sama sekali tidak membutuhkan harta benda, melainkan hendaknya An Goanswe mengingat bahwa saya adalah bekas Ratu Pulau Es dan puteraku adalah seorang Pangeran, sedangkan Kiam-mo Cai-li adalah majikan Rawa Bangkai sehingga kelak kalau perjuangan kita berhasil, sudah sepatutnya kalau kami memperoleh kedudukan yang setingkat dengan keadaan dan dengan bantuan kami."

Mengertilah tiga orang kakek itu bahwa wanita lihai bekas ratu ini ternyata memiliki ambisi untuk kedudukan tinggi bagi puteranya.

**** 072 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar