Ouw Kong Ek yang sudah merah mukanya saking penasaran dan malu karena merasa dipandang rendah dan dipermainkan, membentak,
"Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan!
Dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.
"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini ?"
Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur.
"Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri...."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu.
"Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu,
"Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata,
"Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu ."
Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah.
Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja.
Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikan tubuh dan berlari pergi!
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apalagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan dengan sikap penuh hormat.
Setelah "terpaksa" tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga mudah saja di antara mereka terjalin persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terang-terangan tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu.
Diam-diam menaruh hati kasihan kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati suhengnya itu jauh daripada cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara mereka, juga suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu. Dianggapnya suhengnya itu terlalu "dingin" dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat suhengnya sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat!
Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya, sungguhpun dia merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu saja dia merasa tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang "dingin" saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal, tentu saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan suka, bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga kalau semua orang laki-laki jatuh cinta kepadanya!
Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong diantar oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap dengan layar, dayung dan bekal makanan. Soan Cu mengantar dengan mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong.
"Hushhh, apakah kau gila?" demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang menginjakkan kaki ke Pulau Es? Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar hukum!"
Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya.
Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es.
Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis.
"Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!"
Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka.
Dia maklum bahwa agaknya takkan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu.
Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pualu Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..."
"Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudahlah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua."
"Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa pun."
"Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat."
Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka.
Makin tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee.
Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-lari datang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya dengan girang melihat dia pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak,
"Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakkan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!"
"Ayah...!!"
"Suhu...!!"
"Plak! Plak!!"
Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu.
"Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han! Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!"
"Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....? Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!"
"Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong yang berlutut itu menangis sesungguhnya.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!"
"Orang muda, berani engkau memandang rendah kepadaku sehingga tidak mau balas menyerang?"
Sin Liong terkejut bukan main. Sama sekali tidak mengira bahwa sikapnya yang mengalah dan tidak mau balas menyerang itu malah dianggap memandang rendah oleh kakek itu dan dianggap takut oleh Swat Hon! Tadinya dia hanya mengharapkan kakek itu akan tahu diri dan mundur sendiri. Siapa kira, kakek itu keras kepala dan tidak akan mengaku kalah kalau tidak dirobohkan!
Dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi Sin Liong. Dia menggigit bibirnya menguatkan hati karena menyerang orang merupakan hal yang berlawanan dengan hatinya, lalu kaki tangannya bergerak cepat sekali. Terdengarlah seruan-seruan kaget dari mulut para pembantu Ouw Kong Ek, bahkan belasan jurus kemudian, setelah dengan susah payah Ouw Kong Ek mengelak dan menangkis, kakek ini berseru keras dan tubuhnya terguling.
"Heiiii... dari mana engkau mendapatkan ilmuku ini ?"
Kakek yang sudah terguling karena kedua lututnya tercium ujung sepatu Sin Liong itu meloncat bangun lagi sambil bertanya dengan mata terbelalak dan penuh keheranan. Selama belasan jurus tadi, dia telah diserang oleh Sin Liong dengan ilmu silatnya sendiri dan pada jurus ke lima belas, dia tidak mampu menghindar sehingga kedua lututnya tertendang, membuat dia terguling dan kalau pemuda itu menghendaki, ketika ia terguling tadi tentu pemuda itu dapat menyusulkan serangan maut yang dapat menewaskannya!
Sin Liong menjura dan melangkah mundur.
"Aku hanya meniru-niru dari Tocu sendiri...."
Ouw Kong Ek makin terheran dan sejenak dia melongo, kemudian dia melangkah maju dan memegang kedua tangan pemuda itu.
"Kwa Sin Liong ...engkau hebat sekali! Aku mengaku kalah terhadap Kwa-taihiap (Pendekar Besar Kwa)! Aku telah dirobohkan secara mutlak, bahkan dengan jurus-jurus ilmu silatku sendiri! Dia ini adalah seorang pendekar besar yang memiliki kesaktian seperti dewa!"
Semua penghuni Pulau Neraka membungkuk dan memberi hormat kepada Sin Liong! Tentu saja pemuda itu cepat membalas penghormatan mereka dengan memutar-mutar tubuhnya sambil berkata tersipu-sipu,
"Aahhh, harap Cuwi (Anda sekalian) jangan berlebihan..."
"Kwa-taihiap, aku Ouw Kong Ek sudah mengaku kalah. Harap Taihiap suka mengajarkan ilmu pengobatan itu agar kami dapat terbebas dari hawa beracun yang banyak terdapat di pulau ini. Setelah aku paham, kami akan mempersilahkan Taihiap dan Han-lihiap (Pendekar Wanita Han) meninggalkan pulau ini dengan aman."
"Baik, Ouw-tocu. Aku akan melakukan penyelidikan tentang racun-racun di pulau ini dan berusaha mencarikan obat penawanya."
Soan Cu berlari menghampiri Sin Liong dan berkata,
"Sin Liong, kau hebat sekali! Aku sungguh kagum kepadamu ."
Sambil berkata demikian, Soan Cu memegang kedua tangan Sin Liong dan mengangkat muka memandang wajah Sin Liong penuh kekaguman.
"Ahhh, engkau terlalu memuji, Soan Cu. Sebetulnya adalah Kong-kongmu yang sengaja mengalah kepadaku," kata Sin Liong, dan mukanya menjadi merah.
Dia maklum bahwa Soan Cu seorang dara remaja yang berhati polos dan wajar, maka di depan semua orang tanpa segan-segan menyatakan kekagumannya dan memegang kedua tangannya begitu saja.
Akan tetapi hal ini tentu saja menimbulkan anggapan salah dan dia sudah melihat betapa Swat Hong membuang muka dengan wajah diselubungi kemarahan, bahkan akhirnya dara itu lalu membalikan tubuh dan berlari pergi!
Sampai tiga bulan lamanya Sin Liong dan Swat Hong di Pulau Neraka. Dengan teliti dan hati-hati Sin Liong melakukan penyelidikan tentang segala macam racun yang terdapat di pulau itu, kemudian dia mencarikan obat penawarnya dan menulis serta melukiskan nama dan bentuk daun, akar, bunga, atau buah yang berkhasiat sebagai penawar racun-racun itu. Sibuklah ketua Pulau Neraka, dan para pembantunya mencarikan bahan-bahan obat itu dan setelah tiga bulan, barulah lengkap catatan Sin Liong.
Ouw Kong Ek dan semua penghuni Pulau Neraka merasa berterima kasih sekali kepada Sin Liong, apalagi setelah terbukti banyak penghuni yang sembuh dari penderitaan penyakit akibat keracunan setelah menggunakan obat-obat seperti yang ditunjuk oleh pemuda itu. Dia dianggap sebagai seorang dewa penolong mereka dan diperlakukan dengan sikap penuh hormat.
Setelah "terpaksa" tinggal di Pulau Neraka selama tiga bulan, akhirnya Swat Hong mendapatkan kenyataan bahwa Soan Cu adalah seorang remaja yang benar-benar tulus, jujur dan wajar sehingga mudah saja di antara mereka terjalin persahabatan yang akrab. bahkan karena dara Pulau Neraka itu dengan terang-terangan tanpa dibuat-buat dan tanpa usaha menarik hati Sin Liong menyatakan suka dan cintanya kepada Sin Liong, Swat Hong menyambut pernyataan itu dengan hati terharu.
Diam-diam menaruh hati kasihan kepada dara Pulau Neraka ini karena dia tahu bahwa hati suhengnya itu jauh daripada cinta! Suhengnya belum pernah mengacuhkan tentang hubungan di antara mereka, juga suhengnya sama sekali tidak kelihatan menaruh hati kepada Soan Cu. Dianggapnya suhengnya itu terlalu "dingin" dan sudah seringkali dia sendiri merasa kecewa melihat suhengnya sebagai seorang pemuda yang tidak ada semangat!
Padahal dia sendiri belum yakin apakah dia mencintai suhengnya, sungguhpun dia merasa suka sekali kepada pemuda itu namun sebagai seorang dara remaja, tentu saja dia merasa tidak puas menyaksikan sikap pemuda yang "dingin" saja terhadapnya. Sebagai seorang wanita muda yang sehat dan normal, tentu saja Swat Hong juga ingin agar semua orang, terutama kaum pria, memandangnya dengan kagum dan suka, bahkan dia pun seperti semua wanita di dunia ini agaknya, akan merasa bangga kalau semua orang laki-laki jatuh cinta kepadanya!
Hari keberangkatan mereka meninggalkan Pulau Neraka pun tibalah. Sin Liong dan Swat Hong diantar oleh semua penghuni Pulau Neraka sampai ke pantai, dimana telah tersedia sebuah perahu yang lengkap dengan layar, dayung dan bekal makanan. Soan Cu mengantar dengan mata berlinang air mata. Semenjak tadi dara ini menangis, bahkan rewel kepada kakeknya hendak ikut pergi bersama Sin Liong dan Swat Hong.
"Hushhh, apakah kau gila?" demikian kakeknya menjawab. "Kau hendak ikut ke Pulau Es? tidak tahukah kau bahwa semua penghuni Pulau Neraka dilarang menginjakkan kaki ke Pulau Es? Begitu kau tiba di sana, kau akan dijatuhi hukuman sebagai seorang pelanggar hukum!"
Juga Sin Liong dan Swat Hong melarang dengan alasan bahwa Swat Hong sendiri sedang menghadapi malapetaka, bahkan dia bersama suhengnya sedang berusaha mencari ibunya.
Selama tiga bulan ini, Ouw Kong Ek sudah mengerahkan pembantunya untuk mencari Liu Bwee, bekas istri Raja Han Ti Ong, ke pulau-pulau kosong di sekitar Pulau Neraka, namun hasilnya sia-sia belaka. Tentu saja para penghuni Pulau Neraka yang mencari itu tidak berani terlalu mendekat Pulau Es.
Setelah perahu yang ditumpanginya Sin Liong dan Swat Hong pergi Jauh, Soan Cu menjatuhkan dirinya menangis.
"Kong-kong, akupun mau pergi dari sini. Aku tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka tanpa adanya mereka berdua! Aku harus pergi, aku harus pergi mencari ayahku, seperti Swat Hong yang pergi mencari ibunya!"
Kong-kongnya hanya menggeleng kepala, menghela napas dan menggandeng cucunya yang tercinta itu kembali ke tengah pulau. Hati orang tua ini khawatir sekali karena dia tahu bahwa cucunya telah mulai dewasa dan telah tergoda oleh cinta sehingga merasa tidak tahan lagi tinggal lebih lama di Pulau Neraka.
Dia maklum bahwa agaknya takkan lama lagi cucunya itu tentu akan nekat meninggalkan pulau dan kalau hal yang dikhawatirkan itu terjadi, apalagi artinya hidup baginya di pulau itu? Puteranya telah lenyap dan satu-satunya orang yang selamanya ini membuat hidupnya berarti hanyalah Soan Cu.
Ketika perahu mereka mendarat di Pulau Es, Sin Liong dan Swat Hong saling pandang dengan hati yang berdebar. Mereka sudah menjelajahi seluruh pulau di sekitar Pulau Es untuk mencari ibu Swat Hong, namun sia-sia belaka. Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk kembali ke Pulau Es, dengan harapan mudah-mudahan ibu dara itu sudah kembali ke Pulau Es.
"Bagaimana kalau ibu tidak berada di sana? Bukankah berarti bahwa aku telah melanggar janjiku untuk mewakili ibu yang dibuang ke Pulau Neraka?" Swat Hong bertanya ketika perahu mereka tadi sudah mendekati Pualu Es.
"Jangan khawatir, Sumoi. Suhu adalah ayahmu sendiri, dan betapapun marahnya, aku percaya bahwa suhu akan dapat memaafkanmu. Aku percaya akan kebijaksanan Suhu, dia bukanlah seorang yang berbudi rendah...."
"Tapi dia telah terkena racun yang hebat, racun yang seratus kali lebih kejam daripada racun yang paling jahat di pulau Neraka! Dia telah terkena hasutan mulut wanita jahat itu..."
"Ssttt, Sumoi, jangan mempersulit keadaan dengan menyangka yang bukan-bukan. Sudahlah, kekhawatiranmu itu hanyalah permainan pikiran yang membayangkan hal yang belum terjadi. Singkirkan saja kekhawatiran kosong itu dan mari kita hadapi kenyataan. Percayalah, apa pun yang akan terjadi, aku tidak akan membiarkan engkau terancam bencana. Mari kita hadapi apa saja yang menimpa kita berdua."
"Suheng... betulkah? Betulkah kau akan membela dan melindungi aku?"
"Tentu saja, Sumoi."
"Menghadapi Ayah sekalipun?"
"Menghadapi siapa saja karena aku yakin bahwa engkau tidak mempunyai kesalahan apa pun."
"Kalau begitu, aku menjadi besar hati, Suheng. mari kita mendarat."
Makin tegang hatinya dan juga terheran-heran ketika dia melihat betapa beberapa orang penghuni Pulau Es kebetulan berada di situ, segera berlari pergi menuju ke tengah pulau, bahkan tidak berhenti ketika dia dan suhengnya memanggil mereka.
Makin tidak enak mereka, namun dengan tenang Sin Liong mengajak sumoinya untuk menuju ke Istana Pulau Es di tengah pulau itu, menemui Raja Han Ti Ong dan bertanya tentang Liu Bwee.
Tak lama kemudian, keduanya berhenti tiba-tiba ketika melihat raja itu sendiri berlari-lari datang bersama permaisuri dan pembantu-pembantu yang terpercaya. Tadinya Swat Hong merasa girang, wajahnya berseri karena dia mengira bahwa ayahnya datang menyambutnya dengan girang melihat dia pulang. Akan tetapi betapa kagetnya ketika ayahnya sudah tiba di depan mereka, langsung raja Han Ti Ong menudingkan telujuknya ke arah mereka sambil membentak,
"Manusia-manusia rendah! kalian masih berani menginjakkan kaki di Pulau Es? Membikin kotor pulau ini? keparat!"
"Ayah...!!"
"Suhu...!!"
"Plak! Plak!!"
Tubuh Sin Liong dan Swat Hong terguling ketika tangan Raja itu dengan kecepatan kilat telah menampar mereka. Dengan alis berdiri Raja Han Ti Ong menudingkan telunjuknya bergantian ke arah muka dua orang muda yang menjadi kaget setengah mati dan merangkak bangun itu.
"Jangan sebut aku Ayah dan Suhu! Kalian berdua telah minggat dengan diam-diam, perbuatan yang tak tahu malu dan mengotorkan nama keluarga Han! Masih berani datang dan menyebut Ayah dan Suhu kepadaku? Huh!!"
"Ayahhhh....apa...apa yang terjadi....? Mana Ibuku...?"
"Ibumu seorang yang hina, dan engkau anaknya pun tidak berbeda banyak!"
"Ayah...!"
"Diam! Dan minggat engkau dari sini sebelum kubunuh!"
"Ayah, kalau begitu bunuh saja aku! Aku tidak berdosa...!" Swat Hong yang berlutut itu menangis sesungguhnya.
"Bagus! Kau minta mati?"
"Suhu...!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar