FB

FB


Ads

Rabu, 29 Juli 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 092

“Omitohud....!”

Ciong-hwesio merangkapkan kedua tangan di depan dada dan tidak bicara lagi. Dia tentu saja hanya berpura-pura, akan tetapi sebagai seorang pendeta dia tidak mau banyak membohong, maka merasa lebih baik kalau tutup mulut saja.

“Oleh karena itu, lenyapnya Sang Pangeran di kuil ini tentu merupakan bahaya juga bagi kuil ini,” demikian pendekar itu melanjutkan, “Katakan, siapakah yang melakukan penculikan ini?”

“Bagaimana pinceng tahu? Yang pinceng ketahui hanyalah ada lima orang penjahat yang lihai sekali menyerbu kuil. Kami berusaha untuk menghalaunya karena mengira mereka itu perampok-perarnpok biasa. Dan ketika kami sedang sibuk melawannya, pemuda itu tahu-tahu lenyap dilarikan orang. Siapa lagi kalau bukan teman-teman para penjahat itu yang melakukannya?”

“Seperti apa macamnya penjahat-penjahat yang menyerbu itu?”

“Yang lima orang itu? Wah, mereka itu lihai bukan main. Kami semua bukanlah tandingannya, akan tetapi agaknya mereka tidak ingin membunuh kami. Mereka adalah lima orang yang amat menakutkan.... seperti iblis-iblis....“

Ciong-hwesio lalu menceritakan keadaan lima orang itu, yang tentu saja sudah diketahuinya bahwa mereka adalah Im-kan Ngo-ok. Mendengar cerita kakek pendeta itu, orang-orang kang-ouw yang mendengarkan menjadi pucat wajahnya.

“Im-kan Ngo-ok....!” bisik beberapa orang di antara mereka dengan nada suara gentar.

“Celaka....! Kalau mereka yang menculik....”

Dan para pendekar itu dengan cepat lalu meninggalkan kuil untuk melakukan pengejaran dengan hati penuh kebimbangan dan ketakutan.

Ciong-suhu menahan senyumnya. Siasatnya berhasil baik sekali. Teman-temannya tentu telah berhasil mengamankan Pangeran itu untuk keperluan mereka, keperluan rakyat, keperluan perjuangan! Kaisar tentu akan dapat dibikin tidak berdaya kalau puteranya menjadi tawanan kaum patriot. Setidaknya, nasib mereka akan menjadi lebih baik, dan Kaisar harus memenuhi tuntutan mereka!

Akan tetapi ketika kakek ini dengan hati gembira memasuki kamar samadhinya, dia terkejut bukan main melihat ada sesosok bayangan orang berdiri tegak di dalam kamar itu! Bulu tengkuknya meremang. Dia adalah seorang ahli silat yang tak dapat dibilang bertingkat rendah, penglihatan dan pendengarannya masih kuat berkat latihan bertahun-tahun. Akan tetapi, bagaimana ada orang memasuki kamarnya tanpa dia mengetahuinya, tanpa dia dapat mendengar atau melihatnya? Setankah bayangan ini. Ibliskah?

“Omitohud....!”

Dia berbisik beberapa kali, memandang dengan tajam ke arah bayangan itu. Bayangan itu yang tadinya di sudut gelap, melangkah maju dan nampaklah seorang pria muda yang sama sekali tidak menyerupai iblis atau setan. Sebaliknya malah, pria muda itu adalah seorang laki-laki berusia tiga puluh empat atau tiga puluh lima tahun yang tampan dan gagah, berpakaian sederhana namun bersih dan rapi, pakaiannya tertutup jubah besar lebar.

Sepasang matanya itu saja yang tidak lumrah manusia, seperti mata beberapa orang tertentu, mata Bu-taihiap misalnya, yaitu mengandung sinar mencorong dan tajam sekali. Sikap orang ini pendiam dan agak dingin, akan tetapi senyum bibir dan pandang matanya membayangkan kehalusan budi.

“Siapa.... siapakah engkau....?” Ciong-hwesio bertanya.

“Maaf, Losuhu, tidak perlu benar diketahui siapa saya, akan tetapi saya datang untuk bertanya, benarkah Im-kan Ngo-ok menyerbu kuil ini dan menculik Pangeran Mahkota dari sini?”.

Pertanyaan yang langsung ini berbeda dengan pertanyaan para orang kang-ouw tadi, dan pemuda ini agaknya tidak takut untuk langsung bertanya tentang Im-kan Ngo-ok, dan penglihatan Ciong-hwesio yang sudah banyak pengalaman itu segera dapat menduga bahwa orang muda ini lain daripada yang lain, dan tentu merupakan seorang pendekar tak terkenal yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali.

“Benar, Sicu. Mereka menyerbu dan ketika kami sibuk menghadapi mereka yang kami sangka hanyalah pengacau dan perampok biasa, tahu-tahu pemuda yang baru pinceng ketahui ternyata adalah Sang Pangeran itu lenyap diculik orang. Tentu kawan-kawan Im-kan Ngo-ok yang melakukannya.”

Orang muda itu mengangguk dan memandang tajam sekali, seolah-olah sinar matanya mampu menembus dada kakek itu, membuat Ciong-hwesio merasa serem,

“Kalau Losuhu dan para hwesio kuil ini dapat menentang Im-kan Ngo-ok dan keluar dengan selamat dari pertempuran, sungguh itu hanya menandakan bahwa Losuhu dan para suhu di kuil ini memiliki kepandaian yang tak dapat diukur tingginya!”

Ciong-hwesio terkejut sekali dan merasa tersudut, maka sebagai seorang yang banyak pengalaman dan cerdik, dia cepat menggoyang tangan dan menarik napas panjang.

“Omitohud....! Orang seperti pinceng dan para teman yang lemah ini, mana mungkin dapat menandingi mereka? Untung ada Bu-taihiap dan isterinya yang membantu sehingga kami semua dapat keluar dengan selamat dari pertempuran itu.”

Orang muda itu mengangguk-angguk.
“Ah, jadi Bu-taihiap dan isterinya yang menghadapi mereka? Akan tetapi, Sang Pangeran tetap saja hilang?”

Ciong Hwesio menjadi waspada. Orang muda ini tidak boleh dipandang ringan, dan memiliki kecerdikan dan ketenangan yang luar biasa. Maka dia pun menjawab dengan merangkapkan tangan di depan dadanya,

“Omitohud, begitulah yang terjadi, Sicu. Pinceng sendiri tidak tahu siapa yang menculiknya, hanya menduga siapa lagi kalau bukan teman-teman Im-kan Ngo-ok yang sengaja menyerbu dan memancing kami semua keluar dari kuil menghadapi mereka sehingga Sang Pangeran yang tadinya kami kira tamu biasa, diculik orang dengan mudahnya.”






“Jadi tidak ada seorang pun suhu di kuil ini yang sempat melihat siapa penculiknya?”

Ciong-hwesio menggeleng kepalanya dan orang muda itu lalu menjura,
“Terima kasih atas semua keterangan Losuhu.” Orang muda itu berkelebat dan lenyap seperti pandai menghilang saja.

Setelah orang muda itu menghilang, Ciong-hwesio menjadi gelisah. Dia tidak mengenal siapa adanya pendekar muda ini, akan tetapi dia dapat menduga bahwa orang ini lihai sekali. Celakanya, dia tidak dapat menduga di golongan mana pendekar ini berpihak. Di golongan musuh Pangeran seperti Im-kan Ngo-ok yang hendak membunuh Pangeran? Ataukah di golongan kaum patriot? Agaknya tidak mungkin kalau pemuda itu memihak kaum patriot, karena kalau demikian halnya tentu dia telah mengenalnya, dan sikapnya tidak seperti itu, seolah-olah mencurigai dan menyelidikinya. Ataukah di golongan pelindung Pangeran seperti banyak terdapat pada golongan pendekar? Mungkin sekali. Belum lama ini pun, Siauw-lim-pai menganjurkan murid-muridnya untuk melindungi Pangeran yang dianggapnya bijaksana, tidak seperti ayahnya yang kini menjadi kaisar.

Akan tetapi, semenjak Kaisar memusuhi Siauw-lim-pai, ada perintah baru dari pihak Siauw-lim-pai, dan siasat yang sekarang ini pun disetujui Siauw-lim-pai, yaitu hendak mempergunakan Pangeran sebagai sandera untuk mengekang kelaliman Kaisar.

Karena sangsi dan khawatir, Ciong-hwesio lalu mengumpulkan anak buahnya dan dia sendiri lalu naik kuda dan diam-diam pada pagi hari sekali itu sudah membalapkan kudanya untuk menyusul rombongan pembantu-pembantunya yang melarikan Sang Pangeran.

Sementara itu, “Sang Pangeran” yang dilarikan oleh lima orang hwesio itu membalapkan kudanya memasuki hutan yang gelap. Setelah tiba di tempat gelap, terpaksa kuda mereka tidak dapat dibalapkan lagi dan seorang di antara para hwesio itu menangkap kendali kuda dan menuntun kuda yang ditunggangi Sang Pangeran ini, berjalan perlahan-lahan menyusup ke dalam hutan.

Setelah munculnya hwesio tinggi besar muka hitam yang ternyata telah dikenal oleh Tang Cun Ciu sebagai Cu Kang Bu, tokoh ke tiga dari penghuni Lembah Suling Emas, maka tentu mudah diduga oleh para pembaca siapa adanya hwesio bertubuh kecil ramping yang ternyata seorang wanita dan yang kini menggantikan kedudukan Sang Pangeran dengan penyamarannya yang persis itu.

Tentu saja, siapa lagi kalau bukan Ang-siocia atau Yu Hwi yang pandai melakukan penyamaran seperti itu? isteri Cu Kang Bu ini, bekas murid Hek-sin Touw-ong, selain pandai ilmu silat yang tinggi, juga pandai sekali dalam ilmu mencopet atau mencuri dan di samping ini pandai sekali dalam ilmu menyamar.

Tentu saja nenek tua yang berjubel di antara mereka yang bersembahyang di kuil Hok-te-kong siang hari sebelumnya adalah Yu Hwi juga, yang datang sebagai nenek untuk melakukan penyelidikan dan ia telah melihat Bu-taihiap di dalam kuil.

Yu Hwi dan suaminya, Cu Kang Bu, pergi meninggalkan Lembah Naga Siluman, yaitu nama sebutan baru dari Lembah Suling Emas setelah keluarga Cu dikalahkan oleh Kam Hong sebagai ahli waris Suling Emas, karena mereka berdua merasa khawatir akan keselamatan Cu Pek In, keponakan mereka.

Tadinya mereka mengira bahwa Cu Pek In hanya akan pergi sebentar saja. Akan tetapi setelah ditunggu-tunggu sampai sebulan tidak juga gadis itu pulang, Cu Kang Bu merasa tidak enak sekali terhadap twakonya yang kini bersama Ji-konya bertapa di tempat yang terasing. Dia merasa bertanggung jawab akan keselamatan dara itu, maka dia pun lalu meninggalkan lembah bersama isterinya untuk mencari Cu Pek In yang minggat itu dan membujuknya pulang ke lembah.

Karena jejak dara itu menuju ke timur, maka mereka pun melakukan pengejaran dan akhirnya mereka tiba di kota Pao-ci di mana mereka secara kebetulan mendengar percakapan para pendekar yang melindungi Pangeran bahwa Sang Pangeran yang menyamar sebagai seorang pemuda biasa itu kini menginap di dalam kuil Hok-te-kong.

Cu Kang Bu merasa tertarik, demikian pula isterinya. Sudah lama mereka berdua mendengar dalam perjalanan itu tentang keributan di istana, tentang kematian Sam-thaihouw, tentang kelaliman Kaisar yang memusuhi Siauw-lim-pai. Juga tentang Pangeran Kian Liong yang kabarnya amat bijaksana dan mencintai rakyat. Timbul perasaan suka dan kagum dalam hati suami isteri perkasa ini.

Akan tetapi ketika secara kebetulan pula mereka melihat Im-kan Ngo-ok berada di kota itu, hati mereka terkejut bukan main dan penuh kekhawatiran. Mereka bukanlah orang-orang yang semata-mata membela Pangeran karena politik, bukan pula menentang kaum patriot.

Mereka ini adalah suami isteri yang tidak ingin melibatkan diri dengan semua urusan perebutan kekuasaan itu, akan tetapi mereka berpihak kepada Pangeran hanya dengan dasar bahwa menurut yang mereka dengar, Pangeran adalah seorang pemuda yang bijaksana dan mencinta rakyat. Seorang yang baik, dan kini orang yang mereka kagumi itu agaknya terancam bahaya besar dengan adanya Im-kan Ngo-ok berkeliaran di kota yang sama.

Itulah sebabnya mengapa Yu Hwi menyamar sebagai seorang nenek tua yang ingin bertemu dengan Ciong-hwesio untuk minta diberi nama kepada cucu buyutnya. Kehadiran Bu-taihiap di tempat itu membuat mereka maklum bahwa urusan ini bukan urusan kecil, melainkan urusan yang mengandung politik di mana orang-orang yang memiliki kesaktian ikut pula terlibat.

Maka mereka bersikap hati-hati. Bagi mereka yang terpenting adalah menyelamatkan Pangeran Mahkota, baik dari tangan orang-orang yang hendak membunuhnya, maupun dari tangan siapapun juga, yang mempunyai iktikad buruk terhadap Pangeran itu.

Demikianlah, dengan kepandaiannya dalam ilmu penyamaran, Yu Hwi berdandan dan mendandani suaminya. Dengan topeng-topeng yang memang selalu siap dalam buntalannya, ia dan suaminya berobah menjadi hwesio-hwesio dan dengan berani mereka menemui Ciong-hwesio, berhasil mengelabuhi semua hwesio dan diterima sebagai rekan-rekan yang boleh dipercaya. Ketika mereka berdua diuji oleh Ciong-hwesio, tentu saja mereka mampu mainkan beberapa jurus ilmu silat Siauw-lim-pai yang umum.

Tentu saja “Pangeran” yang dikawal oleh lima orang anak buah Ciong-hwesio itu adalah Yu Hwi yang menyamar. Tadinya, Cu Kang Bu dan Pangeran Kian Liong yang menyamar sebagai dua orang hwesio itu, ikut pula mengawal. Akan tetapi tak lama kemudian, sesuai dengan rencana suami isteri itu, Cu Kang Bu mengajak Sang Pangeran itu untuk kembali ke kuil dan menyuruh lima orang hwesio untuk melanjutkan pengawalan mereka.

“Pinceng berdua harus membantu Ciong-suhu menghadapi orang-orang jahat,” demikian Cu Kang Bu yang menyamar sebagai hwesio tinggi besar muka hitam itu memberi alasan kepada para hwesio anak buah Ciong-hwesio itu.

Tentu saja mereka merasa setuju, mengingat, bahwa yang menyerbu kuil adalah tokoh-tokoh sakti seperti Im-kan Ngo-ok itu. Dan demikianlah, Cu Kang Bu menggendong Pangeran dengan cepat lari kembali ke kuil tanpa dilihat oleh para hwesio yang mengawal “Pangeran” itu.

Cu Kang Bu lalu menyuruh Pangeran Kian Liong yang menyamar sebagai hwesio itu menanti agak jauh dari kuil bersembunyi di dalam bagian yang gelap, sedangkan dia sendiri dengan gerakan cepat sekali lari ke kuil dan seperti telah kita ketahui, dia berhasil membantu Bu Seng Kin dan Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu memukul mundur Im-kan Ngo-ok.

Karena suaminya pergi bersama Sang Pangeran sesuai dengan rencana, yaitu suaminya akan membawa pergi Pangeran Kian Liong dan mengamankannya dari pengejaran semua orang yang beritikad buruk terhadap Sang Pangeran, maka Yu Hwi yang sekarang menggantikan kedudukan Pangeran itu berada sendirian saja dengan lima orang hwesio yang mengawalnya.

Ia tidak segera mau bergerak, menanti sampai lama untuk memberi kesempatan kepada suaminya agar suaminya dapat membawa Sang Pangeran ke tempat yang jauh dan aman betul. Ia tidak tahu bahwa ada sedikit perobahan, yaitu bahwa suaminya tidak langsung membawa pergi Pangeran Kian Liong, melainkan kembali ke kuil untuk membantu menghadapi Im-kang Ngo-ok.

Hal ini di luar perhitungannya, menyimpang dari siasat mereka. Yu Hwi tidak tahu bahwa melihat bekas twa-so itu harus berhadapan dengan Im-kan Ngo-ok yang lihai, hati suaminya tidak dapat membiarkan begitu saja tanpa membantu.

Kini hati wanita yang cerdik ini menjadi tenang setelah Sang Pangeran berhasil diajak pergi oleh suaminya. Kalau ia mau, tentu pada saat itu juga dengan mudah ia akan dapat meloloskan diri dari “pengawalan” lima orang hwesio itu. Akan tetapi Yu Hwi tidak mau menimbulkan keributan dan membuka rahasia pada malam itu juga karena dengan demikian tentu suaminya yang membawa pergi Sang Pangeran itu belum tiba di tempat seperti yang mereka rencanakan.

Menurut rencana mereka, malam itu juga Cu Kang Bu akan membawa Sang Pangeran menuju ke kota besar Sian melalui jalan sungai dan baru pada keesokan harinya, Yu Hwi akan menyusulnya dengan jalan darat.

Mereka akan saling bertemu di Sian. Dan Yu Hwi akan meninggalkan para pengawalnya tanpa mereka ketahui kalau mungkin, sehingga para pengawal itu hanya akan kehilangan “pangeran” dan menduga bahwa Pangeran itu tentu diculik orang tanpa setahu mereka. Dan hal ini tidak mungkin dilakukan oleh Yu Hwi selama mereka berenam masih menunggang kuda di dalam hutan itu.

Dan ternyata enam orang hwesio itu membawanya berkuda terus sampai mereka keluar dari hutan itu dan tiba di luar hutan, di sebuah lereng sunyi di tepi sungai, setelah hampir pagi! Di tempat sunyi itu telah disediakan sebuah pondok kayu sederhana dan para hwesio itu mempersilahkan Sang Pangeran untuk beristirahat di dalam kamar kayu di pondok itu. Mereka sendiri lalu membuat api unggun karena hawa udara amat dinginnya, dan ada yang memasak air. Ada pula seorang di antara mereka yang beriaga di luar jendela kamar itu dengan toya di tangan.

Yu Hwi merebahkan tubuhnya di atas dipan kayu yang berada dalam kamar itu. Ia merasa lelah dan mengantuk sekali. Tentu saja ia merasa lelah karena ia harus menunggang kuda hampir semalam suntuk, terutama karena kedua kakinya diganjal agar ia menjadi sejangkung Pangeran.

Akan tetapi, tiba-tiba pendengarannya yang terlatih itu menangkap suara yang tidak wajar, di luar jendela kamarnya. Cepat, tanpa mengeluarkan suara sedikit pun, ia meloncat turun dan mengintai dari lubang celah-celah jendela. Dan matanya terbelalak melihat sosok bayangan yang gerakannya cepat sekali, berkelebat tiba di belakang hwesio penjaga yang memegang toya itu dan sekali bayangan itu menggerakkan tangan menepuk pundak maka hwesio itu tanpa mengeluh menjadi lemas dan pingsan!

Bayangan itu lalu menarik hwesio penjaga, merebahkannya dengan posisi duduk bersandar dinding pondok, toyanya bersandar dinding pula, dan nampaknya seperti penjaga itu masih berjaga namun sambil duduk karena lelah dan kantuknya!

Kemudian, bayangan itu mendorong daun jendela terbuka dan meloncat masuk. Yu Hwi sudah bersiap-siap, akan tetapi ia menjadi bengong dan begitu besar keheranan dan kekejutannya sampai ia tidak mampu bergerak atau mengeluarkan suara apa pun. Tentu saja ia mengenal bayangan ini setelah memasuki kamar pondok, karena bayangan ini bukan lain adalah Kam Hong!

“Sssttt.... harap jangan bersuara, Pangeran,” bisik Kam Hong. ”Paduka berada dalam bahaya. Hwesio-hwesio itu adalah anggota kaum patriot yang menentang Kaisar. Hamba datang untuk menyelamatkan Paduka”

Dan sebelum Yu Hwi kehilangan kagetnya, tiba-tiba saja Kam Hong sudah memondongnya dan membawanya meloncat keluar dari jendela itu, terus berloncatan dengan kecepatan kilat menghilang di antara pohon-pohon dalam cuaca yang masih remang-remang itu!

Tentu saja Yu Hwi menjadi terkejut, terheran, marah, malu dan entah perasaan macam apa lagi yang mengaduk hatiya ketika ia dipondong oleh tangan Kam Hong seperti itu dan dibawa lari ke dalam hutan! Kalau menurut perasaannya, ingin ia meronta, bahkan mungkin sambil memukul pria muda yang pernah menjadi calon suaminya, menjadi tunangannya yang syah!

Akan tetapi ia tidak mau membikin gaduh karena kalau terjadi demikian, tentu para hwesio akan mendengar dan rahasianya bahwa ia bukanlah Pangeran Kian Liong akan terbuka. Oleh karena itu, terpaksa ia menahan dirinya, diam saja membiarkan dirinya dipondong dan dilarikan oleh Kam Hong. Akan tetapi setelah mereka lari jauh ke dalam hutan dan sinar matahari pagi mulai menerobos masuk hutan melalui celah-celah daun pohon, tiba-tiba Yu Hwi tak dapat menahan rasa malunya lagi dan ia menjerit,

“Lepaskan aku! Lepaskan!”

Kam Hong terkejut bukan main mendengar jeritan ini. Mengapa suara Pangeran Kian Liong berobah menjadi suara perempuan? Dia melepaskan pondongannya dan memandang dengan kedua mata terbelalak. Orang ini masih Pangeran yang dibawanya lari tadi! Akan tetapi suara itu....!

“Pangeran....” katanya bingung. “Ada apakah maka Paduka....”

“Pangeran! Pangeran! Apakah matamu sudah buta? Tak tahu malu!”

Dan Yu Hwi sudah melangkah maju dan kedua tangannya menyambar untuk menampar muka Kam Hong!

Tentu saja pendekar ini terkejut dan menjadi semakin heran. Tamparan Pangeran itu bukanlah tamparan orang biasa, melainkan tamparan yang dilakukan oleh orang yang memiliki tenaga sin-kang yang amat kuat! Maka tentu saja dia mengelak mundur, masih bingung karena kembali dia mendengar betapa suara pangeran ini mirip suara seorang wanita.

Teringatlah Kam Hong kini betapa ketika dia memondong dan melarikan Pangeran tadi, dia mencium bau harum yang lembut dan juga dia merasa betapa tubuh Pangeran itu mempunyai kehangatan dan kelembutan yang membuat dia tadi diam-diam merasa heran. Dia tadi mengira bahwa memang seorang pangeran, seorang pemuda bangsawan tertinggi yang kehidupannya serba mulia dan mewah memang sudah sepatutnya memiliki kelembutan seperti wanita, maka semua itu tidak dipedulikannya.

Sekarang baru dia mengerti. Kiranya Pangeran Kian Liong ini seorang wanita! Dan terkejutlah dia. Pangeran itu sudah terkenal sekali dan jelas bukan wanita. Kalau begitu, ini tentu seorang wanita yang menyamar sebagai Pangeran Kian Liong! Dan sepanjang pengetahuannya, wanita yang pandai melakukan penyamaran sehebat itu hanya seorang saja di dunia ini!

“Kau.... kau siapa? Apa artinya ini....?” Dia memandang terbelalak sambil terus mengelak mundur.

“Apa artinya....? Artinya.... engkau buta atau memang kurang ajar, mempergunakan kesempatan....!”

Yu Hwi terus mendesak dan kini bukan hanya ingin menampar, melainkan melakukan serangan-serangan pukulan yang dahsyat!

Kam Hong mengelak dan kadang-kadang menangkis. Sekarang dia yakin benar bahwa “pangeran” ini tentu penyamaran Yu Hwi, bekas tunangannya itu! Dan dia disangka telah tahu akan penyamaran itu dan dengan dalih menolong pangeran dia dikira mempergunakan kesempatan itu untuk memondong dan memeluknya!

“Ah kau salah duga.... dengarlah dulu....” Kam Hong berkata. Akan tetapi wanita yang berwatak keras itu menyerangnya terus.

Tiba-tiba terdengar suara yang nyaring,
“Hwi-moi, apa artinya ini?”

Mendengar suara ini, Yu Hwi menghentikan serangan-serangannya, menoleh, lalu lari menubruk dan merangkul suaminya sambil menangis! Sedangkan Kam Hong berdiri memandang dengan muka merah, merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa.

“Yu Hwi, ada apakah....?”

Cu Kang Bu merangkul isterinya, kemudian mengangkat muka memandang kepada Kam Hong dengan sinar mata berkilat, alisnya berkerut mengandung keraguan dan juga kecurigaan.

Melihat isterinya masih menangis sesenggukan, kembali Cu Kang Bu bertanya,
“Apa artinya ini? Hwi-moi, kenapa engkau menangis? Apa yang telah terjadi?”

“Dia.... dia memondongku.... hu-huuh....!” Yu Hwi akhirnya berkata sambil menangis.

Mendengar ini, Cu Kang Bu terkejut bukan main. Dia adalah seorang pendekar yang gagah perkasa. Andaikata dia tidak mengenal Kam Hong, tentu ucapan isterinya itu akan diselidiki lebih dulu sebab-sebabnya mengapa isterinya dipondong orang. Akan tetapi dia mengenal Kam Hong sebagai bekas tunangan isterinya, maka ucapan isterinya itu tentu saja membuat mukanya seketika menjadi merah dan sinar matanya mengandung kemarahan besar. Dia melepaskan rangkulannya dan melangkah maju menghadapi Kam Hong.

“Orang she Kam....” suaranya terdengar kaku. “Aku mengenal siapa engkau, tahu bahwa engkau adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, bahkan kami pernah dikalahkan olehmu, akan tetapi jangan mengira bahwa aku takut menghadapi kematian di tanganmu untuk membela kehormatan isteriku! Majulah, kita hanya dapat mencuci penghinaan ini dengan darah!”

Kam Hong menarik napas panjang dan mukanya yang tadinya pucat itu kini menjadi merah. Dia menggeleng kepalanya beberapa kali. Menarik napas panjang lagi, lalu memandang kepada pria tinggi besar itu dengan sinar mata penuh penyesalan.

“Maafkanlah kalau tanpa kusengaja aku telah membuatmu marah, Saudara Cu Kang Bu. Akan tetapi dengar dulu penjelasanku sebelum engkau mengambil kesimpulan dan pendapat yang mungkin keliru dan kelak hanya akan membuatmu menyesal. Kebetulan aku mendengar tentang bahaya yang mengancam Pangeran Kiang Liong di kota Pao-ci dan kebetulan pula aku melihat Im-kan Ngo-ok. Maka aku lalu melakukan penyelidikan pagi lewat tengah malam tadi di kuil di mana Pangeran itu mondok. Aku mendengar dari para hwesio bahwa kuil diserbu Im-kan Ngo-ok dan bahwa Pangeran diculik teman-teman Im-kan Ngo-ok. Maka aku lalu melakukan pengejaran dan pencarian. Akhirnya aku melihat Sang Pangeran di dalam pondok yang dijaga oleh beberapa orang hwesio.

Aku lalu memasuki pondok dan aku cepat memondong dan melarikan Pangeran dari pondok itu, khawatir kalau-kalau sampai ada Im-kan Ngo-ok yang mengejar. Aku khawatir kalau harus menghadapi lima orang tangguh itu, tentu aku tidak dapat melindungi Pangeran dengan baik. Sungguh mati aku tidak tahu bahwa yang kupondong adalah seorang pangeran palsu. Sungguh sukar membedakan karena.... karena memang cuaca masih agak gelap dan aku sama sekali tidak menyangka....“

Wajah yang tadinya merah itu kini berseri dan Cu Kang Bu merasa lapang dadanya. Dia menoleh kepada isterinya.

“Hwi-moi, benarkah itu....?”

Yu Hwi mengangguk tanpa mengeluarkan sepatah pun kata.

“Kalau benar, mengapa engkau menangis dan marah-marah?” suaminya bertanya.

Yu Hwi mengangkat mukanya.
“Habis, apakah aku harus merasa senang dan tertawa? Dia memondongku, mengertikah engkau? Aku merasa terhina!”

“Ah, Hwi-moi, mengapa pandanganmu begitu dangkal? Kam-taihiap melakukannya karena tidak sengaja, karena tidak tahu bahwa yang dipondongnya bukan Pangeran asli! Ha-ha-ha-ha!”

Cu Kang Bu tertawa karena merasa betapa lucunya peristiwa itu. Yu Hwi masih menunduk dengan muka merah dan mulut cemberut.

“Aku mohon maaf, baik kepada Adik Yu Hwi maupun kepadamu, Saudara Cu.” kata Kam Hong.

“Ah, kami yang harus minta maaf kepadamu, Kam-taihiap. Isteriku telah bersikap kekanak-kanakan dan tidak adil padamu, sedangkan aku....“ pria tinggi besar itu menghela napas panjang. “Agaknya aku masih harus banyak belajar darimu, Taihiap. Aku masih belum dapat menguasai diri, mudah terseret oleh perasaan dan cemburu. Sungguh memalukan sekali.”

Mendengar percakapan dua orang gagah itu, Yu Hwi kini baru sadar bahwa memang sikapnya tadi amat keterlaluan. Ia pun dapat mengerti bahwa bekas tunangannya itu tentu saja tidak dapat mengenal penyamarannya. Dan ia pun tadi marah-marah karena dorongan emosi yang timbul karena merasa canggung dan malu. Maka untuk membelokkan percakapan mengenai urusan itu, ia cepat-cepat bertanya kepada suaminya,

“Di mana beliau? Kenapa tak kelihatan bersamamu?”

Dan memang membelokkan percakapan ini tepat sekali. Suaminya menghela napas panjang dan kelihatan kecewa dan gelisah sekali setelah teringat akan Pangeran itu.

“Sungguh aku merasa menyesal bukan main. Beliau telah lenyap....”

“Lenyap?” Penegasan ini dikeluarkan oleh dua mulut, yaitu mulut Kam Hong dan Yu Hwi.

Kembali Cu Kang Bu menarik napas panjang.
“Salahku....! Ketika aku membawa Pangeran keluar, aku melihat pertempuran antara Im-kan Ngo-ok melawan Bu Seng Kin dan Twaso-ku....”

“Ah, Subo juga ikut....?” Yu Hwi berseru kaget dan heran.

Suaminya mengangguk.
“Subomu kini agaknya telah bersatu dengan Bu Seng Kin....” di dalam suaranya terkandung kepahitan, mengingatkan dia akan kematian twakonya karena perbuatan twasonya itu yang berjina dengan Bu Seng Kin. ”....melihat kelihaian Im-kan Ngo-ok, dan mengingat akan hubungan antara twaso dan keluarga kita, terutama mengingat bahwa betapapun juga ia adalah gurumu, maka aku lalu menyuruh Pangeran bersembunyi dan aku lalu membantu mereka mengusir Im-kan Ngo-ok. Akan tetapi setelah berhasil, dan aku kembali ke tempat di mana kutinggalkan Pangeran, beliau telah lenyap tanpa meninggalkan jejak. Aku mencarinya sampai berputar-putar dan akhirnya aku hendak menyusulmu untuk kuajak mencari bersama-sama. Nah, ku jumpai kalian di sini....”

“Saudara Cu, Adik Yu Hwi, selamat berpisah, aku harus mencari Pangeran!”

Setelah berkata dengan tiba-tiba saja itu, Kam Hong meloncat dan lenyap. Suami isteri itu merasa kagum dan mereka pun pergi dari situ karena tidak ingin diketahui orang bahwa mereka yang telah melarikan Pangeran. Yu Hwi cepat berganti pakaian dan kini suami isteri ini tidak menyamar lagi.

**** 092 ****