Keenam pimpinan Thian-liong-pang terkejut sekali. Bagaimana orang ini dapat mengetahui semua rahasia itu yang menjadi rahasia moyang para pimpinan Thian-liong-pang?
“Siapakah engkau?” Kembali Phang Kok Sek bertanya.
“Aku adalah calon Thian-liong-pang-cu,” wanita berkerudung menjawab.
Tiba-tiba Sai-cu Lo-mo berkata setelah menatap sepasang mata di balik kerudung itu dengan tajam.
“Toanio, siapa pun adanya engkau, caramu masuk dan sikapmu menunjukkan bahwa engkau seorang pemberani. Akan tetapi ketahuilah bahwa seorang yang ingin menjadi Ketua Thian-liong-pang bukanlah melalui pibu, melainkan merupakan perampas perkumpulan yang harus lebih dahulu mengalahkan seluruh pimpinan....”
“Memang aku datang untuk mengalahkan kalian semua atau siapa saja yang menentangku menjadi Ketua Thian-liong-pang!” Wanita itu menjawab seenaknya. “Nah, aku menyatakan diriku sebagai Ketua Thian-liong-pang yang baru! Siapa yang akan menentang? Boleh maju!”
Para anggauta Thian-liong-pang memandang dengan hati tegang dan juga gembira karena mereka merasa yakin bahwa munculnya wanita aneh ini akan mengakibatkan pertandingan yang amat menarik. Tadinya mereka sudah merasa kecewa ketika mendengat ucapan Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang karena maklum bahwa dua orang tua itu tidak memasuki pibu sehingga pertandingan yang akan terjadi diantara Ketua dan dua orang sutenya dan seorang sumoinya tidak akan menarik hati.
Sementara itu, melihat sikap wanita berkerudung, enam orang pimpinan Thian-liong-pang menjadi marah dan diam-diam Phang Kok Sek memberi tanda dengan matanya kepada Cui-beng-kiam Liauw It Ban.
Mereka berenam adalah orang-orang yang berkedudukan tinggi pula, maka biarpun mereka ditantang, mereka merasa malu untuk maju mengeroyok. Pula, Phang Kok Sek yang cerdik sengaja menyuruh sutenya maju, selain untuk menyaksikan dan mengukur kepandaian wanita berkerudung juga andaikata terjadi sesuatu dengan diri Liauw It Ban hanya berarti bahwa dia kehilangan seorang diantara saingan-saingannya!
Akan tetapi betapa kaget hatinya, dan juga para pimpinan lain ketika wanita itu mendahului Liauw It Ban yang hendak bangun menghadapi Si Pedang Pengejar Roh itu sambil berkata,
“Nah, engkau sudah menerima perintah Suhengmu untuk melawan aku. Majulah!”
Bukan main tajamnya pandang mata di balik kerudung sutera itu sehingga isyarat Sang Ketua dengan matanya dapat ia tangkap! Liauw It Ban meloncat bangun dan ketika tangan kanannya bergerak, tampak sinar berkelebat, pedangnya telah berada di tangan kanan. Ia tersenyum mengejek, melintangkan pedang depan dada dan menggunakan telunjuk kirinya menuding ke arah muka berkerudung itu.
“Perempuan sombong! Agaknya engkau belum mengenal aku, maka engkau berani membuka mulut besar! Lebih selamat bagimu kalau engkau membuka kerudungmu agar dapat kulihat wajahmu. Kalau wajahmu sehebat tubuhmu, hemm.... agaknya aku masih dapat mengampunimu asal engkau tahu bagaimana harus membalas budi, ha-ha!”
Betapa kagetnya ketika laki-laki berusia tiga puluh tahun yang tampan dan pesolek ini mendengar suara dari balik kerudung, suara yang merdu namun mengandung ejekan,
“Cui-beng-kiam Liauw It Ban, siapa tidak mengenal orang rendah seperti engkau ini? Engkau orang ke lima dari enam Pimpinan Thian-liong-pang, dan sudah cukup engkau mengotorkan Thian-liong-pang dengan perbuatan-perbuatanmu yang kotor, memperkosa wanita-wanita baik-baik, menyiksa orang. Engkau seorang penjahat cabul yang berhati keji dan sesungguhnya engkau tidak patut menjadi tokoh Thian-liong-pang. Kedatanganku memang untuk menjadi Ketua Thian--liong-pang dan sekaligus membersihkan Thian-liong-pang dari monyet-monyet kotor macam engkau!”
“Singggg....!”
Tampak sinar kilat ketika pedang di tangan Liauw It Ban menyambar ke arah leher wanita berkerudung. Namun, dengan gerakan mudah sekali wanita itu mengelak, bahkan terdengar tertawa mengejek. Tidak percuma Liauw It Ban mendapat julukan Cui-beng-kiam (Pedang Pengejar Roh) karena begitu pedangnya luput, sudah membalik lagi dengan serangan kedua yang merupakan sebuah tusukan ke arah dada wanita berkerudung itu.
Semua pimpinan Thian-liong-pang terbelalak kaget ketika menyaksikan gerakan wanita berkerudung itu. Wanita itu mengangkat tangan kirinya dan dua buah jari tangannya, telunjuk dan ibu jari, menjepit ujung pedang yang menusuknya dengan mudah sekali dan.... betapa pun Liauw It Ban menarik, pedangnya tidak dapat terlepas dari jepitan dua buah jari itu!
“Begini sajakah Pedang Pengejar Roh? Tentu roh tikus saja yang dapat dikejarnya. Hi-hik!” Wanita berkerudung itu mengejek.
“Perempuan siluman!”
Liauw It Ban membentak, tangan kanannya menyambar ke depan, menghantam ke arah muka wanita yang tertutup kerudung sutera itu.
“Plakk! Krekkk.... aduuuhhhh!”
Liauw It Ban menjerit kesakitan ketika tangan kanan wanita itu menyambut pukulannya dengan telapak tangan, terus mencengkeram sehingga tulang-tulang jari tangan Liauw It Ban yang terkepal itu patah-patah dan remuk!
“Krak.... cepppp! Auggghhh....”
Wanita itu tidak berhenti sampai disitu saja, tangan kirinya yang menjepit ujung pedang membuat gerakan, pedang patah ujungnya dan sekali mengibaskan tangan kiri, ujung pedang itu meluncur dan amblas memasuki dada Liauw It Ban sampai tembus ke punggung.
Liauw It Ban melepaskan pedang mendekap dadanya dan roboh terjengkang, tewas di saat itu juga. Wanita berkerudung menendang dan mayat itu melayang ke atas anak tangga, kearah Ketua Thian-liong-pang!
“Siapakah engkau?” Kembali Phang Kok Sek bertanya.
“Aku adalah calon Thian-liong-pang-cu,” wanita berkerudung menjawab.
Tiba-tiba Sai-cu Lo-mo berkata setelah menatap sepasang mata di balik kerudung itu dengan tajam.
“Toanio, siapa pun adanya engkau, caramu masuk dan sikapmu menunjukkan bahwa engkau seorang pemberani. Akan tetapi ketahuilah bahwa seorang yang ingin menjadi Ketua Thian-liong-pang bukanlah melalui pibu, melainkan merupakan perampas perkumpulan yang harus lebih dahulu mengalahkan seluruh pimpinan....”
“Memang aku datang untuk mengalahkan kalian semua atau siapa saja yang menentangku menjadi Ketua Thian-liong-pang!” Wanita itu menjawab seenaknya. “Nah, aku menyatakan diriku sebagai Ketua Thian-liong-pang yang baru! Siapa yang akan menentang? Boleh maju!”
Para anggauta Thian-liong-pang memandang dengan hati tegang dan juga gembira karena mereka merasa yakin bahwa munculnya wanita aneh ini akan mengakibatkan pertandingan yang amat menarik. Tadinya mereka sudah merasa kecewa ketika mendengat ucapan Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang karena maklum bahwa dua orang tua itu tidak memasuki pibu sehingga pertandingan yang akan terjadi diantara Ketua dan dua orang sutenya dan seorang sumoinya tidak akan menarik hati.
Sementara itu, melihat sikap wanita berkerudung, enam orang pimpinan Thian-liong-pang menjadi marah dan diam-diam Phang Kok Sek memberi tanda dengan matanya kepada Cui-beng-kiam Liauw It Ban.
Mereka berenam adalah orang-orang yang berkedudukan tinggi pula, maka biarpun mereka ditantang, mereka merasa malu untuk maju mengeroyok. Pula, Phang Kok Sek yang cerdik sengaja menyuruh sutenya maju, selain untuk menyaksikan dan mengukur kepandaian wanita berkerudung juga andaikata terjadi sesuatu dengan diri Liauw It Ban hanya berarti bahwa dia kehilangan seorang diantara saingan-saingannya!
Akan tetapi betapa kaget hatinya, dan juga para pimpinan lain ketika wanita itu mendahului Liauw It Ban yang hendak bangun menghadapi Si Pedang Pengejar Roh itu sambil berkata,
“Nah, engkau sudah menerima perintah Suhengmu untuk melawan aku. Majulah!”
Bukan main tajamnya pandang mata di balik kerudung sutera itu sehingga isyarat Sang Ketua dengan matanya dapat ia tangkap! Liauw It Ban meloncat bangun dan ketika tangan kanannya bergerak, tampak sinar berkelebat, pedangnya telah berada di tangan kanan. Ia tersenyum mengejek, melintangkan pedang depan dada dan menggunakan telunjuk kirinya menuding ke arah muka berkerudung itu.
“Perempuan sombong! Agaknya engkau belum mengenal aku, maka engkau berani membuka mulut besar! Lebih selamat bagimu kalau engkau membuka kerudungmu agar dapat kulihat wajahmu. Kalau wajahmu sehebat tubuhmu, hemm.... agaknya aku masih dapat mengampunimu asal engkau tahu bagaimana harus membalas budi, ha-ha!”
Betapa kagetnya ketika laki-laki berusia tiga puluh tahun yang tampan dan pesolek ini mendengar suara dari balik kerudung, suara yang merdu namun mengandung ejekan,
“Cui-beng-kiam Liauw It Ban, siapa tidak mengenal orang rendah seperti engkau ini? Engkau orang ke lima dari enam Pimpinan Thian-liong-pang, dan sudah cukup engkau mengotorkan Thian-liong-pang dengan perbuatan-perbuatanmu yang kotor, memperkosa wanita-wanita baik-baik, menyiksa orang. Engkau seorang penjahat cabul yang berhati keji dan sesungguhnya engkau tidak patut menjadi tokoh Thian-liong-pang. Kedatanganku memang untuk menjadi Ketua Thian--liong-pang dan sekaligus membersihkan Thian-liong-pang dari monyet-monyet kotor macam engkau!”
“Singggg....!”
Tampak sinar kilat ketika pedang di tangan Liauw It Ban menyambar ke arah leher wanita berkerudung. Namun, dengan gerakan mudah sekali wanita itu mengelak, bahkan terdengar tertawa mengejek. Tidak percuma Liauw It Ban mendapat julukan Cui-beng-kiam (Pedang Pengejar Roh) karena begitu pedangnya luput, sudah membalik lagi dengan serangan kedua yang merupakan sebuah tusukan ke arah dada wanita berkerudung itu.
Semua pimpinan Thian-liong-pang terbelalak kaget ketika menyaksikan gerakan wanita berkerudung itu. Wanita itu mengangkat tangan kirinya dan dua buah jari tangannya, telunjuk dan ibu jari, menjepit ujung pedang yang menusuknya dengan mudah sekali dan.... betapa pun Liauw It Ban menarik, pedangnya tidak dapat terlepas dari jepitan dua buah jari itu!
“Begini sajakah Pedang Pengejar Roh? Tentu roh tikus saja yang dapat dikejarnya. Hi-hik!” Wanita berkerudung itu mengejek.
“Perempuan siluman!”
Liauw It Ban membentak, tangan kanannya menyambar ke depan, menghantam ke arah muka wanita yang tertutup kerudung sutera itu.
“Plakk! Krekkk.... aduuuhhhh!”
Liauw It Ban menjerit kesakitan ketika tangan kanan wanita itu menyambut pukulannya dengan telapak tangan, terus mencengkeram sehingga tulang-tulang jari tangan Liauw It Ban yang terkepal itu patah-patah dan remuk!
“Krak.... cepppp! Auggghhh....”
Wanita itu tidak berhenti sampai disitu saja, tangan kirinya yang menjepit ujung pedang membuat gerakan, pedang patah ujungnya dan sekali mengibaskan tangan kiri, ujung pedang itu meluncur dan amblas memasuki dada Liauw It Ban sampai tembus ke punggung.
Liauw It Ban melepaskan pedang mendekap dadanya dan roboh terjengkang, tewas di saat itu juga. Wanita berkerudung menendang dan mayat itu melayang ke atas anak tangga, kearah Ketua Thian-liong-pang!
Phang Kok Sek menyambut mayat itu, memeriksa sebentar dan mukanya menjadi merah saking marahnya. Kalau saja Liauw It Ban tewas dalam sebuah pertandingan yang dapat membuka rahasia gerakan wanita itu dan yang kiranya dapat ia tandingi tentu ia akan merasa girang kehilangan seorang saingan.
Akan tetapi kematian sutenya itu demikian aneh, hanya dalam dua gebrakan saja sehingga dia sama sekali tidak dapat mengukur sampai dimana tingginya kepandaian wanita itu, dan hal ini merupakan penghinaan bagi Thian-liong-pang yang ditakuti oleh semua tokoh kang-ouw. Biarpun dia belum dapat mengukur dan mengenal ilmu wanita berkerudung, namun ia tahu bahwa wanita itu amat sakti, kalau tidak tak mungkin sutenya yang ilmu kepandaiannya tidak kalah jauh olehnya itu dapat tewas semudah itu. Maka ia cepat memberi isyarat dan berseru.
“Serbu....!”
Dua ratus orang anak buah Thian-liong-pang dipimpin oleh komandan masing-masing, serentak bangkit. Tiba-tiba terdengar suara lengking panjang yang menulikan telinga, disusul oleh berkelebatnya bayangan yang berputar ke arah mereka yang mengurungnya dan.... semua orang terbelalak memandang dua belas orang yang roboh di atas lantai tanpa nyawa lagi!
Kiranya wanita itu sudah bergerak cepat dan merobohkan setiap orang yang berada paling depan dari para pengurung, entah bagaimana caranya karena dua belas orang yang roboh dan tewas itu tidak terluka sama sekali.
“Para anggauta Thian-liong-pang, dengarlah! Aku datang bukan untuk membunuh kalian, melainkan untuk memimpin kalian. Kalau aku datang akan membasmi, betapa mudahnya! Aku akan menjadikan Thian-liong-pang sebuah perkumpulan terbesar dan terkuat di seluruh dunia, sekuat Pulau Es dengan penghuni-penghuninya!”
Mendengar ini, terutama melihat cara wanita itu merobohkan dua belas orang teman mereka, para anggauta itu serentak mundur dan menjadi ragu-ragu. Hal ini menimbulkan kemarahan besar di hati para pimpinan.
“Perempuan rendah, berani engkau membunuh Suteku?” Twa-to Sin-seng Ma Chun berteriak dan tangan kirinya bergerak.
“Cuit-cuit-cuit.... cap-cap-cappp!”
Tiga batang senjata rahasia berbentuk bintang menyambar ke arah tubuh wanita berkerudung, namun semua dapat ditangkap oleh wanita itu dengan jepitan jari-jari tangannya. Wanita itu terkekeh, mengumpulkan tiga buah senjata rahasia itu di tangan kirinya, mengepal dan terdengar suara keras. Ketika ia membuka tangannya, tiga buah senjata rahasia bintang yang terbuat dari baja dan diberi racun itu telah hancur berkeping-keping dan dibuang ke atas lantai!
Twa-to Sin-seng Ma Chun marah sekali, mencabut golok besarnya dan menerjang maju. Tang Wi Siang yang melihat Liauw It Ban, suheng yang menggerakkan gairahnya itu terbunuh, menjadi marah dan iapun sudah mencabut pedang dan membantu Ma Chun mengeroyok wanita itu.
Sinar golok dan pedang menyambar-nyambar seperti kilat, mengurung tubuh wanita berkerudung, akan tetapi anehnya, tak pernah kedua senjata ini menyentuh ujung baju Si Wanita yang bergerak dengan mudah dan ringan seolah-olah tubuhnya berubah menjadi uap. Dikeroyok oleh dua orang yang lihai itu wanita ini malah terkekeh-kekeh dan masih dapat berkata-kata sambil mengelak ke sana ke mari.
“Twa-to Sin-ceng Ma Chun, engkau pun bukan manusia baik-baik. Engkau mata keranjang, sombong, kasar dan mengandalkan kepandaian yang tidak seberapa....”
“Perempuan rendah! Kalau aku dapat menangkapmu, aku bersumpah akan menelanjangimu dan memperkosamu di depan mata seluruh anggauta Thian--liong-pang.... aughhh....!”
Tubuh yang tinggi besar itu terlempar, goloknya terpental dan ketika semua orang memandang, tampak tanda tiga buah jari membiru di dahi Ma Chun yang sudah tewas itu!
“Engkau.... manusia kejam....!”
Tang Wi Siang menjerit dan pedangnya menerjang dengan hebatnya. Tingkat kepandaian Tang Wi Siang kalau dibandingkan tingkat Ma Chun dan Liauw It Ban, dapat dikatakan sama, akan tetapi setelah ia mempelajari ilmu pedang dari suaminya yang telah tiada, ia dapat memperhebat ilmu pedangnya dengan gerakan dasar dari Bu-tong-pai. Maka sekali ini dalam keadaan marah, pedangnya mengeluarkan bunyi berdesing-desing dan menyerang wanita berkerudung itu secara bertubi-tubi.
“Tang Wi Siang, bagus sekali engkau telah mempelajari ilmu dasar dari Bu-tong-pai. Aku tidak akan membunuhmu karena aku memilih engkau menjadi wakilku dalam memimpin Thian-liong-pang!”
“Tutup mulutmu! Aku baru mengakui orang kalau sudah dapat mengalahkan aku!”
“Wanita bodoh, tak tahukah engkau, betapa mudahnya itu? Kau tadi mengatakan bahwa engkau akan menguji kepandaian setiap Ketua Thian-liong-pang, nah, sekarang boleh menguji aku yang akan menjadi junjunganmu dan juga gurumu. Lihat baik-baik, dalam tiga jurus aku akan mengalahkanmu!”
Biarpun pada saat itu juga dia sudah yakin betapa saktinya wanita berkerudung itu, namun di dalam hatinya Tang Wi Siang menjadi penasaran. Wanita aneh itu telah mengenal baik-baik keadaan Thian--liong-pang, mengenal riwayat perkumpulan ini, bahkan mengenal semua nama dan julukan para pimpinan Thian-liong-pang berikut watak mereka. Dan kini menantangnya akan mengalahkan dalam tiga jurus! Apakah dia dianggap seorang anak kecil yang tidak mempunyai kepandaian apa-apa? Rasa penasaran membuat dia marah dan merasa dianggap rendah dan hina, maka ia berteriak keras,
“Manusia yang bersembunyi di belakang kerudung seperti siluman! Kalau kau dapat mengalahkan aku dalam tiga jurus, aku tidak patut menjadi wakilmu, lebih patut mampus atau menjadi pelayanmu!”
“Bagus! Engkau sendiri yang memilih menjadi pelayan!”
Wanita aneh itu tidak menjawab akan tetapi pada saat itu Tang Wi Siang sudah menerjang dengan pedangnya, menggunakan jurus Hui-po-liu-hong (Air Terjun Terbang Bianglala Melengkung). Jurus ini adalah jurus ilmu pedang Bu-tong-pai yang amat indah dan berbahaya, menjadi aneh dan lebih berbahaya lagi karena gerakannya telah dicampur dengan gerakan ilmu asli dari Thian-liong-pang, yaitu ketika pedang menyambar membacok ke arah muka lawan dilanjutkan dengan gerakan membabat leher dari kanan ke kiri dengan gerakan melengkung, tangan kiri Tang Wi Siang menyusul dengan pukulan sakti yang disebut Touw-sim-ciang (Pukulan Menembus Jantung), semacam pukulan yang digerakkan dengan tenaga sin-kang dan dapat menggetarkan isi dada menghancurkan jantung dan paru-paru!
“Siuuuttt.... wirr-wirrr-wirrrr....!”
Wi Siang hanya melihat berkelebatnya bayangan wanita berkerudung itu ke kanan, kiri dan serangannya luput! Dengan kaget dan penasaran ia melanjutkan serangannya secara beruntun, yaitu dengan jurus Sian-li-touw-so (Sang Dewi Menenun) dan terakhir dengan jurus Sian-li-sia-kwi (Sang Dewi Memanah Setan).
Mula-mula pedangnya berubah menjadi gulungan sinar yang melingkar-lingkar mengurung tubuh wanita berkerudung dan menyerangnya dari arah yang mengelilingi lawan itu. Wi Siang maklum bahwa lawannya memiliki gin-kang yang luar biasa, dapat bergerak cepat seperti terbang, maka ia berusaha mengurungnya dengan sinar pedang.
Seperti yang telah diduganya, wanita itu tiba-tiba mencelat ke atas untuk menghindarkan diri dari lingkaran sinar pedang. Saat ini sudah dinanti-nanti oleh Wi Siang maka ia lalu menyerang dengan jurus ke tiga, jurus terakhir jurus Sian-li-sia-kwi ini hebat sekali, dilakukan dengan melontarkan pedang ke arah bayangan lawan yang mencelat ke atas, Wi Siang amat cerdik. Dia dibatasi hanya sampai tiga jurus.
Kalau dalam tiga jurus wanita berkerudung itu tidak mampu mengalahkannya, berarti dia dianggap menang! Inilah yang menyebabkan dia mengambil keputusan untuk menggunakan jurus Sian-li-sia-kwi dalam jurus terakhir karena selagi mencelat di udara dan diserang oleh pedangnya yang meluncur seperti anak panah, bagaimana wanita itu dapat merobohkannya?
Betapa kaget, heran dan juga girangnya ketika ia melihat lawannya itu, agaknya berkeinginan keras untuk mengalahkannya dalam jurus ini malah meluncur turun dan menyambut pedang yang menyambar itu! Makin girang lagi hati Wi Siang melihat pedangnya tepat mengenai dada Si Wanita berkerudung sehingga ia tertawa girang penuh kemenangan.
Tiba-tiba suara ketawanya terhenti dan tubuhnya terguling ke atas lantai tanpa dapat bangun lagi karena seluruh kaki tangannya lemas setelah jalan darah di pundak terkena totokan wanita itu! Ketika pedangnya tadi mengenai dada Si Wanita berkerudung, terdengar bunyi keras dan pedangnya telah patah, kemudian sebelum ia dapat memulihkan kekagetan hatinya, tahu-tahu tangan wanita berkerudung telah menotok pundaknya dengan tubuh masih meluncur dari atas.
Tang Wi Siang bukanlah seorang bodoh. Kini dia merasa yakin bahwa wanita berkerudung itu benar-benar memiliki kesaktian yang luar biasa, bahkan ia dapat menduga bahwa biarpun seluruh anggauta dan pimpinan Thian-liong-pang maju mengeroyok sekalipun, mereka tidak akan dapat mengalahkan wanita ini.
“Bangkitlah, Wi Siang!”
Wanita berkerudung yang sudah mengenalnya itu menggerakkan tangan dan tiba-tiba Wi Siang merasa tenaganya sudah pulih kembali. Dia tidak meloncat bangun, melainkan bangkit berlutut di depan wanita itu sambil berkata.
“Saya menyatakan takluk dan siap memenuhi semua perintah Pangcu!”
Tiba-tiba terdengar suara bercuitan keras dibarengi menyambarnya benda-benda yang mengeluarkan sinar ke arah Si Wanita berkerudung. Itulah senjata rahasia yang dilepas oleh kedua tangan Phang Kok Sek, Ketua Thian-liong-pang yang sudah tak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. Sekaligus dia telah menyerang dengan senjata rahasia berbentuk bintang, senjata rahasia yang khas dari Thian-liong-Pang dan tentu saja dalam mempergunakan senjata rahasia bintang ini, Phang Kok Sek merupakan seorang ahli yang pandai.
Tujuh belas buah senjata rahasia terbang menyambar seperti berlumba menuju ke sasaran masing-masing yaitu tujuh belas jalan darah terpenting di bagian tubuh depan dari Si Wanita berkerudung.
Namun wanita berkerudung itu memiliki kecepatan yang amat hebat. Betapapun cepat datangnya senjata-senjata rahasia yang menyerangnya, gerakannya mengelak lebih cepat lagi. Hanya tampak tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu ia telah lenyap. Ketika orang memandang ke atas, tubuhnya telah menempel di langit-langit ruangan itu seperti kelelawar besar bergantungan pada pohon.
Phang Kok Sek yang selain marah sekali juga maklum bahwa kalau tidak dapat segera melenyapkan wanita berkerudung ini kedudukannya terancam, sudah meloncat ke atas dan mengirim pukulan dahsyat dengan kedua tangan terbuka, didorongkan ke arah tubuh lawan yang masih menempel di langit-langit.
“Braakkk!”
Hebat bukan main pukulan itu, pukulan Hwi-tok-ciang selain amat dahsyat juga mengandung hawa panas membakar dan berbisa pula. Langit-langit ruangan itu jebol dilanda hawa pukulan dahsyat ini. Akan tetapi, bagaikan seekor capung ringannya, tubuh wanita berkerudung sudah mengelak dan melayang turun. Ketika tubuhnya lewat dekat tubuh Phang Kok Sek, wanita itu mengirim sebuah tendangan ke arah dada Phang Kok Sek.
Tingkat kepandaian Pang Kok Sek jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian dua orang sutenya yang tewas dan seorang sumoinya yang telah dikalahkan lawan. Tendangan itu cepat dan tidak terduga-duga, dilepas selagi tubuh mereka berada di tengah udara, akan tetapi dengan jalan melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik, Phang Kok Sek berhasil menyelamatkan nyawanya dan hanya ujung bajunya saja yang robek kena diserempet ujung kaki lawan. Hal ini membuktikan betapa lihai wanita itu dan Phang Kok Sek sudah meloncat ke bawah dengan muka berubah.
“Ji-wi Suheng! Siluman ini telah membunuh Ma-sute dan Liauw-sute, dan beberapa orang anak buah, apakah kalian masih tinggal diam saja?”
Sambil menegur kedua orang suhengnya, Phang Kok Sek sudah menyambar senjatanya yang hebat, yaitu sebatang tombak cagak bergagang baja yang besar dan berat dari sudut belakang tempat duduknya.
Karena wanita berkerudung itu adalah orang luar dan yang terang-terangan hendak merampas Thian-liong-pang, semenjak tadi memang Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang menganggapnya sebagai musuh.
Akan tetapi, mengingat akan kedudukan dan tingkat mereka yang sudah tinggi di dunia kang-ouw, mereka masih merasa ragu-ragu dan malu untuk mengeroyok seorang wanita. Kini menyaksikan kelihaian wanita itu yang benar-benar amat luar biasa dan mendengar teguran Sang Ketua, kedua orang kakek ini sudah bangkit dan meloncat ke depan.
Mereka tidak memegang senjata dan memang kedua orang kakek ini lebih mengandalkan kepada kaki tangannya daripada senjata. Biarpun bertangan kosong, namun kepandaian mereka hebat dan kaki tangan mereka ini jauh lebih berbahaya daripada segala macam senjata yang tajam runcing.
Sai-cu Lo-mo yang tertua diantara mereka bertiga dan juga sudah berpengalaman dan memiliki tingkat yang paling tinggi, kini berhadapan dengan wanita berkerudung, memandang tajam seperti hendak menembus kerudung itu dengan pandang matanya, lalu berkata,
“Nona, engkau masih begini muda telah memiliki kepandaian yang hebat dan sikap yang aneh sekali. Bukalah kerudungmu, perkenalkan dirimu dan jelaskan apa sebabnya engkau mengacau di Thian-liong-pang dan membunuh orang-orang yang sama sekali tidak ada permusuhan denganmu?”
Sepasang mata di belakang dua lubang di kerudung itu bersinar-sinar dan biarpun mulutnya tidak tampak, jelas dapat diduga bahwa wanita itu tersenyum. Mata itu memandang kepada Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang bergantian, kemudian berkata,
“Sai-cu Lo-mo, dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang, aku mengenal siapa kalian berdua dan tadi aku sudah mendengar kalian mengeluarkan isi hati kalian! Hanya kalian berdualah yang patut menjadi Ketua dan Pimpinan Thian-liong-pang, akan tetapi mengapa kalian tidak pernah mau menjadi Ketua? Aku tahu, karena kalian merasa enggan menjadi Ketua dari perkumpulan yang makin rusak oleh sepak terjang anak buahnya! Thian-liong-pang makin bobrok dan kalian tidak mau nama kalian kelak terseret ke dalam lumpur kehinaan karena menjadi Ketuanya! Betapa pengecut!
Betapapun juga, aku suka kalian membantuku kelak, maka aku tidak akan membunuh kalian berdua. Tak perlu aku memperkenalkan diri, cukup kalau kalian ketahui bahwa akulah Ketua kalian yang baru, karena aku hendak memimpin Thian-liong-pang menjadi sebuah perkumpulan yang besar dan kuat, lebih besar dan lebih kuat daripada para penghuni Pulau Es. Adapun Phang Kok Sek Si Raksasa tolol yang tidak segan-segan mengorbankan saudara-saudaranya untuk memperebutkan kursi ketua ini, dia tidak berguna dan akan kulenyapkan....”
“Siluman betina!”
Phang Kok Sek sudah menerjang maju, menusukkan tombak cagaknya yang panjang, besar dan berat ke arah perut wanita berkerudung itu.
“Takkk!”
Wanita itu tidak mengelak, tidak berkisar dari tempat dia berdiri hanya mengangkat kaki kirinya dan ujung kakinya itu menendang ke arah tombak, tepat mengenai belakang mata tombak sehingga tusukan itu menyeleweng dan Phang Kok Seng merasa tangannya bergetar hebat.
Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang yang menjadi merah mukanya mendengar ucapan wanita berkerudung itu sudah menerjang maju pula. Mereka merasa berkewajiban untuk menentang wanita ini, bukan sekali-kali untuk membantu demi keselamatan pribadi Phang Kok Sek, namun demi menjaga nama Thian-liong-pang dan sebagai tokoh-tokoh Thian-liong-pang melihat orang luar mengacau perkumpulan itu.
“Wussss.... ciattt!”
Lui-hong Sin-ciang Chie Kang yang kepalanya gundul dan kelihatan lemah sekali seperti seorang sasterawan yang menjadi botak karena terlalu banyak berpikir dan menjadi buyuten tangannya karena terlalu banyak menulis, begitu menyerang telah memperlihatkan kedahsyatannya. Kedua tangannya bergerak dengan mantep dan mengandung tenaga yang dahsyat sekali sehingga serangannya itu membuat kedua tangannya seolah-olah berubah menjadi baja tajam yang membelah udara mengeluarkan suara mengerikan. Melihat kelihaian kakek gundul ini, diam-diam wanita berkerudung menjadi kagum karena ia maklum bahwa orang ini kalau menjadi pembantunya akan merupakan seorang pembantu yang boleh diandalkan!
Biarpun keadaan wanita berkerudung ini merupakan rahasia bagi semua orang Thian-liong-pang, namun kita tahu bahwa dia itu bukan lain adalah Nirahai. Nirahai, puteri Kaisar ini memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, apalagi setelah digembleng oleh mendiang Nenek Maya (baca cerita Pendekar Super Sak-ti), tingkat kepandaiannya sudah hebat sekali. Tentu saja serangan Chie Kang itu baginya bukan apa-apa dan dengan mudah ia dapat mengelak ke kiri dimana dia tahu Sai-cu Lo-mo sudah siap dengan serangannya yang ia duga tentu tidak kalah hebatnya dengan Si Kakek gundul.
“Wirrr-wirrr-wirrr.... plak-plak-plak!”
Nirahai makin girang hatinya. Tiga serangan berantai yang diluncurkan Sai-cu Lo-mo dengan ujung lengan bajunya itu hebat bukan main. Ujung lengan bajunya itu mengandung tenaga yang lebih kuat daripada kedua tangan Chie Kang dan dia maklum bahwa ujung lengan baju itu cukup dahsyat untuk menghancurkan batu karang yang keras!
Akan tetapi, Sai-cu Lo-mo lebih kaget lagi karena tiga kali ujung lengan bajunya ditangkis oleh ujung jari-jari tangan wanita itu dengan kibasan yang membuat dia merasa seluruh lengannya tergetar. Tahulah dia bahwa dia telah bertemu dengan lawan yang jauh lebih kuat daripada dia dan para sutenya!
“Syuuutt.... serrr-serrr-serrr!”
Tombak panjang menyambar dari belakang, menusuk lambung Nirahai disusul meluncurnya tiga buah senjata rahasia bintang. Cara Phan Kok Sek menyerang ini saja sudah membuktikan akan kelicikan wataknya, menggunakan kesempatan selagi Nirahai menghadapi dua orang suhengnya yang lihai, menyerang dari belakang, bukan hanya dengan tombaknya yang dahsyat, juga dengan pelepasan amgi (senjata rahasia).
Nirahai menjadi marah. Kedua tangannya bergerak cepat dan tahu-tahu tiga buah senjata rahasia itu telah ia tangkap dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menyambar dan berhasil menangkap leher tombak ketika ia miring ke kiri dan tombak itu meluncur dekat lambungnya. Tangan kirinya diayun dan tiga buah senjata rahasia itu menyambar ke arah pemiliknya!
Sebagai seorang ahli melepas senjata rahasia Sin-seng-ci tentu saja Phang Kok Sek dapat menghindarkan diri dan cepat meloncat ke atas dengan kedua kaki di atas dan kepala di bawah, kedua tangan masih memegangi gagang tombaknya. Gerakannya ini cepat dan indah sekali sehingga tiga batang Sin-seng-ci menyambar lewat di bawah tubuhnya.
Akan tetapi dia tidak tahu akan kelihaian lawan. Begitu tubuhnya meloncat, Nirahai mengerahkan tenaga pada tangan kanannya yang memegang gagang tombak itu ke atas. Phang Kok Sek terkejut dan berusaha menahan dengan kedua tangan, namun dia kalah kuat dan terdengar teriakan mengerikan ketika gagang tombak itu menerobos dan menusuk perut Phang Kok Sek sampai tembus ke punggungnya.
Sekali menggerakkan tangan, Nirahai melemparkan tombak bersama tubuh Ketua Thian-liong-pang yang tak bernyawa lagi itu ke samping dan otomatis kedua tangannya sudah menangkis dua serangan dari kanan kiri yang dilakukan Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang.
Dalam melakukan tangkisan ini, Nirahai sudah mengerahkan tenaga pada telapak tangannya, maka begitu telapak tangannya bertemu dengan tangan kedua lawan, dua orang itu berseru kaget karena tangan mereka melekat pada telapak tangan yang berkulit halus itu, tak dapat ditarik kembali.
Mereka maklum bahwa wanita berkerudung ini sengaja menantang mereka mengadu sin-kang maka kedua kakek itu dengan kedua kaki terpentang lebar cepat mengerahkan sin-kang melalui tangan mereka untuk merobohkan lawan.
Terjadilah adu tenaga sin-kang yang hebat. Kedua kakek itu berdiri dengan kaki terpentang tubuh agak membungkuk, sedangkan Nirahai yang berdiri di tengah, kedua tangannya terkembang ke kanan kiri menahan tangan kedua lawan, kakinya terpentang sedikit dan tubuhnya tegak. Semua orang menonton dengan hati tegang, mengira bahwa wanita berkerudung itu tentu akan terhimpit di tengah-tengah oleh dua kekuatan raksasa yang amat dahsyat!
Namun, Nirahai yang memiliki tingkatan lebih tinggi, bersikap tenang-tenang saja, dari kedua tangan lawan di kanan kirinya, menerobos tenaga sin-kang yang kuat sekali melalui kedua lengannya yang terkembang.
Wanita cerdik ini tidak melawan sehingga kedua lawannya terkejut dan heran, tiba-tiba mereka tersentak kaget ketika ada tenaga amat kuat menahan dorongan sin-kang mereka, Sejenak kedua orang itu mengerahkan semangat dan tenaga dalam dan ketika mereka melihat betapa wanita itu kelihatannya enak-enak saja tanpa mengerahkan tenaga, barulah mereka sadar bahwa mereka kena diakali!
Kiranya lawan mereka itu sengaja mempertemukan kedua tenaga sakti dari kanan kiri sehingga Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang bertanding sendiri, saling dorong dengan tenaga sin-kang melalui tubuh Si Wanita berkerudung yang seolah-olah hanya menyediakan dirinya menjadi arena pertandingan sambil menonton seenaknya!
Mereka sadar dan cepat hendak menarik tenaga sakti mereka, namun terlambat karena pada saat itu, Nirahai sudah menggunakan tenaganya sendiri, menggunakan kesempatan selagi kedua orang saling dorong sehingga tenaga sin-kang mereka terpusat kemudian mereka menarik kembali tenaga ketika sadar bahwa sesungguhnya mereka itu saling gempur antara saudara sendiri. Ketika kedua orang kakek itu menarik kembali tenaga sin-kang, saat itulah Nirahai menyerang mereka dengan tenaga sakti yang amat dahsyat.
“Cukup, rebahlah!”
Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang tak dapat mempertahankan diri lagi, begitu Nirahai menarik kedua lengannya mereka roboh dan biarpun mereka sudah berusaha sekuatnya untuk tidak terguling, tetap saja mereka jatuh berlutut dan cepat memejamkan mata sambil mengatur pernapasan.
Tenaga sin-kang mereka sendiri yang tadi mereka tarik telah menghantam dada mereka karena didorong oleh tenaga wanita berkerudung itu, membuat dada terasa sakit dan pernapasan menjadi sesak. Yang membuat mereka heran dan bingung adalah keadaan lengan kanan mereka yang menjadi lumpuh seolah-olah tulang pundak lengan dalam keadaan terkunci, sama sekali tidak dapat digerakkan!
“Wi Siang, bantulah kedua orang Su-hengmu itu. Kau totok jalan darah Hong-hu-hiat di pundak kanan mereka masing-masing dua kali.”
Nirahai berkata kepada Tang Wi Siang yang berdiri menonton pertandingan tadi penuh kagum. Ia mengangguk, menghampiri kedua orang suhengnya dan tanpa ragu-ragu menotok belakang pundak kanan mereka dua kali seperti yang diperintahkan wanita berkerudung itu.
Begitu terkena totokan dua kali, jalan darah mereka normal kembali dan lengan kanan dapat digerakkan. Kini, kedua orang kakek itu benar-benar tunduk dan merasa yakin bahwa wanita berkerudung itu benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa. Timbul rasa kagum dan suka di hati mereka untuk mengangkatnya menjadi ketua, karena dengan ketua sehebat ini, Thian-liong-pang pasti akan menjadi sebuah perkumpulan yang kuat dan terpandang. Maka mereka lalu berlutut di depan Nirahai sambil berkata,
“Pangcu!”
Akan tetapi kematian sutenya itu demikian aneh, hanya dalam dua gebrakan saja sehingga dia sama sekali tidak dapat mengukur sampai dimana tingginya kepandaian wanita itu, dan hal ini merupakan penghinaan bagi Thian-liong-pang yang ditakuti oleh semua tokoh kang-ouw. Biarpun dia belum dapat mengukur dan mengenal ilmu wanita berkerudung, namun ia tahu bahwa wanita itu amat sakti, kalau tidak tak mungkin sutenya yang ilmu kepandaiannya tidak kalah jauh olehnya itu dapat tewas semudah itu. Maka ia cepat memberi isyarat dan berseru.
“Serbu....!”
Dua ratus orang anak buah Thian-liong-pang dipimpin oleh komandan masing-masing, serentak bangkit. Tiba-tiba terdengar suara lengking panjang yang menulikan telinga, disusul oleh berkelebatnya bayangan yang berputar ke arah mereka yang mengurungnya dan.... semua orang terbelalak memandang dua belas orang yang roboh di atas lantai tanpa nyawa lagi!
Kiranya wanita itu sudah bergerak cepat dan merobohkan setiap orang yang berada paling depan dari para pengurung, entah bagaimana caranya karena dua belas orang yang roboh dan tewas itu tidak terluka sama sekali.
“Para anggauta Thian-liong-pang, dengarlah! Aku datang bukan untuk membunuh kalian, melainkan untuk memimpin kalian. Kalau aku datang akan membasmi, betapa mudahnya! Aku akan menjadikan Thian-liong-pang sebuah perkumpulan terbesar dan terkuat di seluruh dunia, sekuat Pulau Es dengan penghuni-penghuninya!”
Mendengar ini, terutama melihat cara wanita itu merobohkan dua belas orang teman mereka, para anggauta itu serentak mundur dan menjadi ragu-ragu. Hal ini menimbulkan kemarahan besar di hati para pimpinan.
“Perempuan rendah, berani engkau membunuh Suteku?” Twa-to Sin-seng Ma Chun berteriak dan tangan kirinya bergerak.
“Cuit-cuit-cuit.... cap-cap-cappp!”
Tiga batang senjata rahasia berbentuk bintang menyambar ke arah tubuh wanita berkerudung, namun semua dapat ditangkap oleh wanita itu dengan jepitan jari-jari tangannya. Wanita itu terkekeh, mengumpulkan tiga buah senjata rahasia itu di tangan kirinya, mengepal dan terdengar suara keras. Ketika ia membuka tangannya, tiga buah senjata rahasia bintang yang terbuat dari baja dan diberi racun itu telah hancur berkeping-keping dan dibuang ke atas lantai!
Twa-to Sin-seng Ma Chun marah sekali, mencabut golok besarnya dan menerjang maju. Tang Wi Siang yang melihat Liauw It Ban, suheng yang menggerakkan gairahnya itu terbunuh, menjadi marah dan iapun sudah mencabut pedang dan membantu Ma Chun mengeroyok wanita itu.
Sinar golok dan pedang menyambar-nyambar seperti kilat, mengurung tubuh wanita berkerudung, akan tetapi anehnya, tak pernah kedua senjata ini menyentuh ujung baju Si Wanita yang bergerak dengan mudah dan ringan seolah-olah tubuhnya berubah menjadi uap. Dikeroyok oleh dua orang yang lihai itu wanita ini malah terkekeh-kekeh dan masih dapat berkata-kata sambil mengelak ke sana ke mari.
“Twa-to Sin-ceng Ma Chun, engkau pun bukan manusia baik-baik. Engkau mata keranjang, sombong, kasar dan mengandalkan kepandaian yang tidak seberapa....”
“Perempuan rendah! Kalau aku dapat menangkapmu, aku bersumpah akan menelanjangimu dan memperkosamu di depan mata seluruh anggauta Thian--liong-pang.... aughhh....!”
Tubuh yang tinggi besar itu terlempar, goloknya terpental dan ketika semua orang memandang, tampak tanda tiga buah jari membiru di dahi Ma Chun yang sudah tewas itu!
“Engkau.... manusia kejam....!”
Tang Wi Siang menjerit dan pedangnya menerjang dengan hebatnya. Tingkat kepandaian Tang Wi Siang kalau dibandingkan tingkat Ma Chun dan Liauw It Ban, dapat dikatakan sama, akan tetapi setelah ia mempelajari ilmu pedang dari suaminya yang telah tiada, ia dapat memperhebat ilmu pedangnya dengan gerakan dasar dari Bu-tong-pai. Maka sekali ini dalam keadaan marah, pedangnya mengeluarkan bunyi berdesing-desing dan menyerang wanita berkerudung itu secara bertubi-tubi.
“Tang Wi Siang, bagus sekali engkau telah mempelajari ilmu dasar dari Bu-tong-pai. Aku tidak akan membunuhmu karena aku memilih engkau menjadi wakilku dalam memimpin Thian-liong-pang!”
“Tutup mulutmu! Aku baru mengakui orang kalau sudah dapat mengalahkan aku!”
“Wanita bodoh, tak tahukah engkau, betapa mudahnya itu? Kau tadi mengatakan bahwa engkau akan menguji kepandaian setiap Ketua Thian-liong-pang, nah, sekarang boleh menguji aku yang akan menjadi junjunganmu dan juga gurumu. Lihat baik-baik, dalam tiga jurus aku akan mengalahkanmu!”
Biarpun pada saat itu juga dia sudah yakin betapa saktinya wanita berkerudung itu, namun di dalam hatinya Tang Wi Siang menjadi penasaran. Wanita aneh itu telah mengenal baik-baik keadaan Thian--liong-pang, mengenal riwayat perkumpulan ini, bahkan mengenal semua nama dan julukan para pimpinan Thian-liong-pang berikut watak mereka. Dan kini menantangnya akan mengalahkan dalam tiga jurus! Apakah dia dianggap seorang anak kecil yang tidak mempunyai kepandaian apa-apa? Rasa penasaran membuat dia marah dan merasa dianggap rendah dan hina, maka ia berteriak keras,
“Manusia yang bersembunyi di belakang kerudung seperti siluman! Kalau kau dapat mengalahkan aku dalam tiga jurus, aku tidak patut menjadi wakilmu, lebih patut mampus atau menjadi pelayanmu!”
“Bagus! Engkau sendiri yang memilih menjadi pelayan!”
Wanita aneh itu tidak menjawab akan tetapi pada saat itu Tang Wi Siang sudah menerjang dengan pedangnya, menggunakan jurus Hui-po-liu-hong (Air Terjun Terbang Bianglala Melengkung). Jurus ini adalah jurus ilmu pedang Bu-tong-pai yang amat indah dan berbahaya, menjadi aneh dan lebih berbahaya lagi karena gerakannya telah dicampur dengan gerakan ilmu asli dari Thian-liong-pang, yaitu ketika pedang menyambar membacok ke arah muka lawan dilanjutkan dengan gerakan membabat leher dari kanan ke kiri dengan gerakan melengkung, tangan kiri Tang Wi Siang menyusul dengan pukulan sakti yang disebut Touw-sim-ciang (Pukulan Menembus Jantung), semacam pukulan yang digerakkan dengan tenaga sin-kang dan dapat menggetarkan isi dada menghancurkan jantung dan paru-paru!
“Siuuuttt.... wirr-wirrr-wirrrr....!”
Wi Siang hanya melihat berkelebatnya bayangan wanita berkerudung itu ke kanan, kiri dan serangannya luput! Dengan kaget dan penasaran ia melanjutkan serangannya secara beruntun, yaitu dengan jurus Sian-li-touw-so (Sang Dewi Menenun) dan terakhir dengan jurus Sian-li-sia-kwi (Sang Dewi Memanah Setan).
Mula-mula pedangnya berubah menjadi gulungan sinar yang melingkar-lingkar mengurung tubuh wanita berkerudung dan menyerangnya dari arah yang mengelilingi lawan itu. Wi Siang maklum bahwa lawannya memiliki gin-kang yang luar biasa, dapat bergerak cepat seperti terbang, maka ia berusaha mengurungnya dengan sinar pedang.
Seperti yang telah diduganya, wanita itu tiba-tiba mencelat ke atas untuk menghindarkan diri dari lingkaran sinar pedang. Saat ini sudah dinanti-nanti oleh Wi Siang maka ia lalu menyerang dengan jurus ke tiga, jurus terakhir jurus Sian-li-sia-kwi ini hebat sekali, dilakukan dengan melontarkan pedang ke arah bayangan lawan yang mencelat ke atas, Wi Siang amat cerdik. Dia dibatasi hanya sampai tiga jurus.
Kalau dalam tiga jurus wanita berkerudung itu tidak mampu mengalahkannya, berarti dia dianggap menang! Inilah yang menyebabkan dia mengambil keputusan untuk menggunakan jurus Sian-li-sia-kwi dalam jurus terakhir karena selagi mencelat di udara dan diserang oleh pedangnya yang meluncur seperti anak panah, bagaimana wanita itu dapat merobohkannya?
Betapa kaget, heran dan juga girangnya ketika ia melihat lawannya itu, agaknya berkeinginan keras untuk mengalahkannya dalam jurus ini malah meluncur turun dan menyambut pedang yang menyambar itu! Makin girang lagi hati Wi Siang melihat pedangnya tepat mengenai dada Si Wanita berkerudung sehingga ia tertawa girang penuh kemenangan.
Tiba-tiba suara ketawanya terhenti dan tubuhnya terguling ke atas lantai tanpa dapat bangun lagi karena seluruh kaki tangannya lemas setelah jalan darah di pundak terkena totokan wanita itu! Ketika pedangnya tadi mengenai dada Si Wanita berkerudung, terdengar bunyi keras dan pedangnya telah patah, kemudian sebelum ia dapat memulihkan kekagetan hatinya, tahu-tahu tangan wanita berkerudung telah menotok pundaknya dengan tubuh masih meluncur dari atas.
Tang Wi Siang bukanlah seorang bodoh. Kini dia merasa yakin bahwa wanita berkerudung itu benar-benar memiliki kesaktian yang luar biasa, bahkan ia dapat menduga bahwa biarpun seluruh anggauta dan pimpinan Thian-liong-pang maju mengeroyok sekalipun, mereka tidak akan dapat mengalahkan wanita ini.
“Bangkitlah, Wi Siang!”
Wanita berkerudung yang sudah mengenalnya itu menggerakkan tangan dan tiba-tiba Wi Siang merasa tenaganya sudah pulih kembali. Dia tidak meloncat bangun, melainkan bangkit berlutut di depan wanita itu sambil berkata.
“Saya menyatakan takluk dan siap memenuhi semua perintah Pangcu!”
Tiba-tiba terdengar suara bercuitan keras dibarengi menyambarnya benda-benda yang mengeluarkan sinar ke arah Si Wanita berkerudung. Itulah senjata rahasia yang dilepas oleh kedua tangan Phang Kok Sek, Ketua Thian-liong-pang yang sudah tak dapat mengendalikan kemarahannya lagi. Sekaligus dia telah menyerang dengan senjata rahasia berbentuk bintang, senjata rahasia yang khas dari Thian-liong-Pang dan tentu saja dalam mempergunakan senjata rahasia bintang ini, Phang Kok Sek merupakan seorang ahli yang pandai.
Tujuh belas buah senjata rahasia terbang menyambar seperti berlumba menuju ke sasaran masing-masing yaitu tujuh belas jalan darah terpenting di bagian tubuh depan dari Si Wanita berkerudung.
Namun wanita berkerudung itu memiliki kecepatan yang amat hebat. Betapapun cepat datangnya senjata-senjata rahasia yang menyerangnya, gerakannya mengelak lebih cepat lagi. Hanya tampak tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu ia telah lenyap. Ketika orang memandang ke atas, tubuhnya telah menempel di langit-langit ruangan itu seperti kelelawar besar bergantungan pada pohon.
Phang Kok Sek yang selain marah sekali juga maklum bahwa kalau tidak dapat segera melenyapkan wanita berkerudung ini kedudukannya terancam, sudah meloncat ke atas dan mengirim pukulan dahsyat dengan kedua tangan terbuka, didorongkan ke arah tubuh lawan yang masih menempel di langit-langit.
“Braakkk!”
Hebat bukan main pukulan itu, pukulan Hwi-tok-ciang selain amat dahsyat juga mengandung hawa panas membakar dan berbisa pula. Langit-langit ruangan itu jebol dilanda hawa pukulan dahsyat ini. Akan tetapi, bagaikan seekor capung ringannya, tubuh wanita berkerudung sudah mengelak dan melayang turun. Ketika tubuhnya lewat dekat tubuh Phang Kok Sek, wanita itu mengirim sebuah tendangan ke arah dada Phang Kok Sek.
Tingkat kepandaian Pang Kok Sek jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian dua orang sutenya yang tewas dan seorang sumoinya yang telah dikalahkan lawan. Tendangan itu cepat dan tidak terduga-duga, dilepas selagi tubuh mereka berada di tengah udara, akan tetapi dengan jalan melempar tubuh ke belakang dan berjungkir balik, Phang Kok Sek berhasil menyelamatkan nyawanya dan hanya ujung bajunya saja yang robek kena diserempet ujung kaki lawan. Hal ini membuktikan betapa lihai wanita itu dan Phang Kok Sek sudah meloncat ke bawah dengan muka berubah.
“Ji-wi Suheng! Siluman ini telah membunuh Ma-sute dan Liauw-sute, dan beberapa orang anak buah, apakah kalian masih tinggal diam saja?”
Sambil menegur kedua orang suhengnya, Phang Kok Sek sudah menyambar senjatanya yang hebat, yaitu sebatang tombak cagak bergagang baja yang besar dan berat dari sudut belakang tempat duduknya.
Karena wanita berkerudung itu adalah orang luar dan yang terang-terangan hendak merampas Thian-liong-pang, semenjak tadi memang Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang menganggapnya sebagai musuh.
Akan tetapi, mengingat akan kedudukan dan tingkat mereka yang sudah tinggi di dunia kang-ouw, mereka masih merasa ragu-ragu dan malu untuk mengeroyok seorang wanita. Kini menyaksikan kelihaian wanita itu yang benar-benar amat luar biasa dan mendengar teguran Sang Ketua, kedua orang kakek ini sudah bangkit dan meloncat ke depan.
Mereka tidak memegang senjata dan memang kedua orang kakek ini lebih mengandalkan kepada kaki tangannya daripada senjata. Biarpun bertangan kosong, namun kepandaian mereka hebat dan kaki tangan mereka ini jauh lebih berbahaya daripada segala macam senjata yang tajam runcing.
Sai-cu Lo-mo yang tertua diantara mereka bertiga dan juga sudah berpengalaman dan memiliki tingkat yang paling tinggi, kini berhadapan dengan wanita berkerudung, memandang tajam seperti hendak menembus kerudung itu dengan pandang matanya, lalu berkata,
“Nona, engkau masih begini muda telah memiliki kepandaian yang hebat dan sikap yang aneh sekali. Bukalah kerudungmu, perkenalkan dirimu dan jelaskan apa sebabnya engkau mengacau di Thian-liong-pang dan membunuh orang-orang yang sama sekali tidak ada permusuhan denganmu?”
Sepasang mata di belakang dua lubang di kerudung itu bersinar-sinar dan biarpun mulutnya tidak tampak, jelas dapat diduga bahwa wanita itu tersenyum. Mata itu memandang kepada Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang bergantian, kemudian berkata,
“Sai-cu Lo-mo, dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang, aku mengenal siapa kalian berdua dan tadi aku sudah mendengar kalian mengeluarkan isi hati kalian! Hanya kalian berdualah yang patut menjadi Ketua dan Pimpinan Thian-liong-pang, akan tetapi mengapa kalian tidak pernah mau menjadi Ketua? Aku tahu, karena kalian merasa enggan menjadi Ketua dari perkumpulan yang makin rusak oleh sepak terjang anak buahnya! Thian-liong-pang makin bobrok dan kalian tidak mau nama kalian kelak terseret ke dalam lumpur kehinaan karena menjadi Ketuanya! Betapa pengecut!
Betapapun juga, aku suka kalian membantuku kelak, maka aku tidak akan membunuh kalian berdua. Tak perlu aku memperkenalkan diri, cukup kalau kalian ketahui bahwa akulah Ketua kalian yang baru, karena aku hendak memimpin Thian-liong-pang menjadi sebuah perkumpulan yang besar dan kuat, lebih besar dan lebih kuat daripada para penghuni Pulau Es. Adapun Phang Kok Sek Si Raksasa tolol yang tidak segan-segan mengorbankan saudara-saudaranya untuk memperebutkan kursi ketua ini, dia tidak berguna dan akan kulenyapkan....”
“Siluman betina!”
Phang Kok Sek sudah menerjang maju, menusukkan tombak cagaknya yang panjang, besar dan berat ke arah perut wanita berkerudung itu.
“Takkk!”
Wanita itu tidak mengelak, tidak berkisar dari tempat dia berdiri hanya mengangkat kaki kirinya dan ujung kakinya itu menendang ke arah tombak, tepat mengenai belakang mata tombak sehingga tusukan itu menyeleweng dan Phang Kok Seng merasa tangannya bergetar hebat.
Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang yang menjadi merah mukanya mendengar ucapan wanita berkerudung itu sudah menerjang maju pula. Mereka merasa berkewajiban untuk menentang wanita ini, bukan sekali-kali untuk membantu demi keselamatan pribadi Phang Kok Sek, namun demi menjaga nama Thian-liong-pang dan sebagai tokoh-tokoh Thian-liong-pang melihat orang luar mengacau perkumpulan itu.
“Wussss.... ciattt!”
Lui-hong Sin-ciang Chie Kang yang kepalanya gundul dan kelihatan lemah sekali seperti seorang sasterawan yang menjadi botak karena terlalu banyak berpikir dan menjadi buyuten tangannya karena terlalu banyak menulis, begitu menyerang telah memperlihatkan kedahsyatannya. Kedua tangannya bergerak dengan mantep dan mengandung tenaga yang dahsyat sekali sehingga serangannya itu membuat kedua tangannya seolah-olah berubah menjadi baja tajam yang membelah udara mengeluarkan suara mengerikan. Melihat kelihaian kakek gundul ini, diam-diam wanita berkerudung menjadi kagum karena ia maklum bahwa orang ini kalau menjadi pembantunya akan merupakan seorang pembantu yang boleh diandalkan!
Biarpun keadaan wanita berkerudung ini merupakan rahasia bagi semua orang Thian-liong-pang, namun kita tahu bahwa dia itu bukan lain adalah Nirahai. Nirahai, puteri Kaisar ini memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi, apalagi setelah digembleng oleh mendiang Nenek Maya (baca cerita Pendekar Super Sak-ti), tingkat kepandaiannya sudah hebat sekali. Tentu saja serangan Chie Kang itu baginya bukan apa-apa dan dengan mudah ia dapat mengelak ke kiri dimana dia tahu Sai-cu Lo-mo sudah siap dengan serangannya yang ia duga tentu tidak kalah hebatnya dengan Si Kakek gundul.
“Wirrr-wirrr-wirrr.... plak-plak-plak!”
Nirahai makin girang hatinya. Tiga serangan berantai yang diluncurkan Sai-cu Lo-mo dengan ujung lengan bajunya itu hebat bukan main. Ujung lengan bajunya itu mengandung tenaga yang lebih kuat daripada kedua tangan Chie Kang dan dia maklum bahwa ujung lengan baju itu cukup dahsyat untuk menghancurkan batu karang yang keras!
Akan tetapi, Sai-cu Lo-mo lebih kaget lagi karena tiga kali ujung lengan bajunya ditangkis oleh ujung jari-jari tangan wanita itu dengan kibasan yang membuat dia merasa seluruh lengannya tergetar. Tahulah dia bahwa dia telah bertemu dengan lawan yang jauh lebih kuat daripada dia dan para sutenya!
“Syuuutt.... serrr-serrr-serrr!”
Tombak panjang menyambar dari belakang, menusuk lambung Nirahai disusul meluncurnya tiga buah senjata rahasia bintang. Cara Phan Kok Sek menyerang ini saja sudah membuktikan akan kelicikan wataknya, menggunakan kesempatan selagi Nirahai menghadapi dua orang suhengnya yang lihai, menyerang dari belakang, bukan hanya dengan tombaknya yang dahsyat, juga dengan pelepasan amgi (senjata rahasia).
Nirahai menjadi marah. Kedua tangannya bergerak cepat dan tahu-tahu tiga buah senjata rahasia itu telah ia tangkap dengan tangan kiri sedangkan tangan kanannya menyambar dan berhasil menangkap leher tombak ketika ia miring ke kiri dan tombak itu meluncur dekat lambungnya. Tangan kirinya diayun dan tiga buah senjata rahasia itu menyambar ke arah pemiliknya!
Sebagai seorang ahli melepas senjata rahasia Sin-seng-ci tentu saja Phang Kok Sek dapat menghindarkan diri dan cepat meloncat ke atas dengan kedua kaki di atas dan kepala di bawah, kedua tangan masih memegangi gagang tombaknya. Gerakannya ini cepat dan indah sekali sehingga tiga batang Sin-seng-ci menyambar lewat di bawah tubuhnya.
Akan tetapi dia tidak tahu akan kelihaian lawan. Begitu tubuhnya meloncat, Nirahai mengerahkan tenaga pada tangan kanannya yang memegang gagang tombak itu ke atas. Phang Kok Sek terkejut dan berusaha menahan dengan kedua tangan, namun dia kalah kuat dan terdengar teriakan mengerikan ketika gagang tombak itu menerobos dan menusuk perut Phang Kok Sek sampai tembus ke punggungnya.
Sekali menggerakkan tangan, Nirahai melemparkan tombak bersama tubuh Ketua Thian-liong-pang yang tak bernyawa lagi itu ke samping dan otomatis kedua tangannya sudah menangkis dua serangan dari kanan kiri yang dilakukan Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang.
Dalam melakukan tangkisan ini, Nirahai sudah mengerahkan tenaga pada telapak tangannya, maka begitu telapak tangannya bertemu dengan tangan kedua lawan, dua orang itu berseru kaget karena tangan mereka melekat pada telapak tangan yang berkulit halus itu, tak dapat ditarik kembali.
Mereka maklum bahwa wanita berkerudung ini sengaja menantang mereka mengadu sin-kang maka kedua kakek itu dengan kedua kaki terpentang lebar cepat mengerahkan sin-kang melalui tangan mereka untuk merobohkan lawan.
Terjadilah adu tenaga sin-kang yang hebat. Kedua kakek itu berdiri dengan kaki terpentang tubuh agak membungkuk, sedangkan Nirahai yang berdiri di tengah, kedua tangannya terkembang ke kanan kiri menahan tangan kedua lawan, kakinya terpentang sedikit dan tubuhnya tegak. Semua orang menonton dengan hati tegang, mengira bahwa wanita berkerudung itu tentu akan terhimpit di tengah-tengah oleh dua kekuatan raksasa yang amat dahsyat!
Namun, Nirahai yang memiliki tingkatan lebih tinggi, bersikap tenang-tenang saja, dari kedua tangan lawan di kanan kirinya, menerobos tenaga sin-kang yang kuat sekali melalui kedua lengannya yang terkembang.
Wanita cerdik ini tidak melawan sehingga kedua lawannya terkejut dan heran, tiba-tiba mereka tersentak kaget ketika ada tenaga amat kuat menahan dorongan sin-kang mereka, Sejenak kedua orang itu mengerahkan semangat dan tenaga dalam dan ketika mereka melihat betapa wanita itu kelihatannya enak-enak saja tanpa mengerahkan tenaga, barulah mereka sadar bahwa mereka kena diakali!
Kiranya lawan mereka itu sengaja mempertemukan kedua tenaga sakti dari kanan kiri sehingga Sai-cu Lo-mo dan Chie Kang bertanding sendiri, saling dorong dengan tenaga sin-kang melalui tubuh Si Wanita berkerudung yang seolah-olah hanya menyediakan dirinya menjadi arena pertandingan sambil menonton seenaknya!
Mereka sadar dan cepat hendak menarik tenaga sakti mereka, namun terlambat karena pada saat itu, Nirahai sudah menggunakan tenaganya sendiri, menggunakan kesempatan selagi kedua orang saling dorong sehingga tenaga sin-kang mereka terpusat kemudian mereka menarik kembali tenaga ketika sadar bahwa sesungguhnya mereka itu saling gempur antara saudara sendiri. Ketika kedua orang kakek itu menarik kembali tenaga sin-kang, saat itulah Nirahai menyerang mereka dengan tenaga sakti yang amat dahsyat.
“Cukup, rebahlah!”
Sai-cu Lo-mo dan Lui-hong Sin-ciang Chie Kang tak dapat mempertahankan diri lagi, begitu Nirahai menarik kedua lengannya mereka roboh dan biarpun mereka sudah berusaha sekuatnya untuk tidak terguling, tetap saja mereka jatuh berlutut dan cepat memejamkan mata sambil mengatur pernapasan.
Tenaga sin-kang mereka sendiri yang tadi mereka tarik telah menghantam dada mereka karena didorong oleh tenaga wanita berkerudung itu, membuat dada terasa sakit dan pernapasan menjadi sesak. Yang membuat mereka heran dan bingung adalah keadaan lengan kanan mereka yang menjadi lumpuh seolah-olah tulang pundak lengan dalam keadaan terkunci, sama sekali tidak dapat digerakkan!
“Wi Siang, bantulah kedua orang Su-hengmu itu. Kau totok jalan darah Hong-hu-hiat di pundak kanan mereka masing-masing dua kali.”
Nirahai berkata kepada Tang Wi Siang yang berdiri menonton pertandingan tadi penuh kagum. Ia mengangguk, menghampiri kedua orang suhengnya dan tanpa ragu-ragu menotok belakang pundak kanan mereka dua kali seperti yang diperintahkan wanita berkerudung itu.
Begitu terkena totokan dua kali, jalan darah mereka normal kembali dan lengan kanan dapat digerakkan. Kini, kedua orang kakek itu benar-benar tunduk dan merasa yakin bahwa wanita berkerudung itu benar-benar memiliki ilmu kepandaian yang amat luar biasa. Timbul rasa kagum dan suka di hati mereka untuk mengangkatnya menjadi ketua, karena dengan ketua sehebat ini, Thian-liong-pang pasti akan menjadi sebuah perkumpulan yang kuat dan terpandang. Maka mereka lalu berlutut di depan Nirahai sambil berkata,
“Pangcu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar