FB

FB


Ads

Senin, 29 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 096

Han Han mulai membaca dan kerut di antara alisnya makin mendalam, sinar matanya menjadi tajam berapi membayangkan kemarahan. Apakah isi surat kekasihnya itu? Kabar buruk. Terlampau buruk bagi Han Han yang datang dengan hati penuh harapan dan kegembiraan, sungguhpun kabar buruk seperti yang dibayangkan dari tulisan Nirahai ini memang sudah dikhawatirkannya. Di dalam surat itu Nirahai menceritakan betapa kaisar menjadi marah sekali ketika Nirahai menceritakan tentang perjodohan itu dan mohon ijin.

Kaisar marah-marah dan memakinya sebagai anak yang tak tahu malu, mencemarkan nama besar Kerajaan Mancu. Masa puteri Kaisar Mancu yang mulia, puteri yang terkenal sebagai seorang panglima besar akan menikah dengan seorang bekas pemberontak, seorang yang telah membunuh Ouwyang Seng yang tadinya direncanakan hendak dijadikan suami Nirahai, bahkan seorang yang buntung sebelah kakinya! Kemarahan kaisar amat hebat sehingga kaisar memerintahkan para pengawal untuk menangkap Nirahai dan memasukkan puterinya sendiri itu ke dalam penjara istana!

“Aku ditahan di dalam kamarku sendiri di istana,” demikian Nirahai menutup suratnya, “dilayani seperti biasa akan tetapi dikurung pasukan pengawal dan tidak boleh keluar dari kamar. Aku bingung dan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Han Han, aku cinta padamu akan tetapi aku pun berat kepada keluarga dan kerajaanku. Biarlah kuanggap hal ini sebagai ujian, ujian bagi cinta kasih kita, terutama ujian bagi cintamu. Terserah kepadamu apa yang akan kau lakukan kini untuk mencari jalan keluar!”

Dengan sinar mata berapi Han Han membaca kalimat-kalimat terakhir,
“Aku tahu bahwa Ayahanda Kaisar telah terkena hasutan Pangeran Ouwyang Cin Kok sehingga membencimu dan menyatakan bahwa aku lebih baik mati daripada menjadi isterimu!”

Han Han membaca sekali lagi isi surat itu dari awal sampai akhir, kemudian ia meremas hancur kertas itu. Nirahai menantangnya! Menantangnya untuk mengambil keputusan, untuk bertindak demi cinta kasihnya! Dan Pangeran Ouwyang Cin Kok adalah biang keladi dari kegagalan ini. Timbul niatnya untuk mendatangi istana pangeran itu dan hendak mengamuk untuk kedua kalinya, membunuh pangeran tua itu.

Akan tetapi, teringat akan wejangan Koai-lojin, ia cepat menarik kembali dan menekan nafsu amarahnya, menghapus dendamnya dengan kesadaran bahwa Pangeran Ouwyang Cin Kok bersikap seperti itu tentu ada sebabnya. Dan sebabnya adalah kematian putera tunggalnya, yaitu ouwyang Seng. Ayah manakah yang tidak akan menjadi marah, sakit hati, dan bertekad untuk membalas dendam atas kematian puteranya yang dibunuh orang?

Han Han menghela napas dan mengusir pergi bayangan Pangeran Ouwyang Cin Kok, bahkan lalu memusatkan pikirannya untuk menyelundup ke istana dan bagaimana untuk dapat membebaskan Nirahai. Ia harus membebaskan Nirahai dari tahanan dan membawanya lari!

Jelas bahwa kekasihnya itu menantangnya untuk bertindak. Ia tahu bahwa dengan ilmu kepandaiannya dan pengaruhnya, tentu saja Nirahai dapat membebaskan diri sendiri tanpa ada pengawal yang berani menghalanginya, akan tetapi puteri itu agaknya tidak suka memberontak terhadap keputusan ayahnya. Maka puteri itu menantangnya untuk bertindak, karena kalau Han Han yang turun tangan membebaskannya, hal itu tidak dapat dianggap sang puteri memberontak.

Dengan ilmu kepandaiannya yang tinggi, tidak sukar bagi Han Han untuk meloncat ke atas benteng yang mengelilingi istana, kemudian cepat sekali, dilindungi oleh kegelapan malam, pemuda ini meloncat turun ke dalam taman istana. Dengan mudah ia dapat menemukan kamar Puteri Nirahai karena kamar ini merupakan sebuah bangunan mungil dan mewah tak jauh dari taman, dan bangunan ini dijaga oleh kepungan pasukan pengawal yang jumlahnya seratus orang lebih! Tidak mungkin memasuki bangunan itu tanpa diketahui mereka karena sekeliling bangunan kecil itu dikepung ketat.

Kebetulan sekali Han Han melihat empat orang wanita-wanita muda yang cantik-cantik, berpakaian sebagai pelayan-pelayan istana jalan beriringan datang menuju ke bangunan itu sambil membawa baki-baki yang tertutup kain, agaknya hidangan untuk sang puteri. Han Han cepat mengerahkan kekuatan batinnya dan meloncat ke depan, muncul dari balik pohon dan berkata.

“Adik-adik yang manis, aku adalah rekan kalian! Aku pelayan dari istana Ibunda Sang Puteri, diperintahkan oleh beliau untuk menjenguk keadaan puterinya.”

Empat orang wanita pelayan itu tertegun melihat berkelebatnya bayangan, akan tetapi hati mereka lega ketika melihat seorang wanita cantik yang berpakaian seperti mereka! Mereka adalah pelayan-pelayan Puteri Nirahai dan biarpun belum pernah melihat “gadis pelayan” yang muncul ini, akan tetapi mereka percaya bahwa tentu ini pelayan dari ibunda sang puteri, kalau tidak siapa lagi berani menyamar di tempat itu?

“Kalau begitu, marilah ikut bersama kami, Cici. Kami pun hendak mengantar hidangan malam Sang Puteri,” jawab seorang diantara mereka.

Han Han yang sudah berhasil menguasai empat orang wanita pelayan itu menggunakan kekuatan gaib yang memancar keluar dengan pengaruh mujijat sehingga mereka melihat dia sebagai seorang pelayan cantik, lalu berjalan perlahan dibelakang empat orang pelayan itu.

Mereka mengambil jalan memutar dan menghampiri pintu samping yang terjaga oleh lima orang pengawal. Melihat datangnya empat pelayan Sang Puteri Nirahai, lima orang pengawal itu segera mengenal mereka dan tidak berani main-main karena pelayan-pelayan Puteri Nirahai ini selain memiliki ilmu silat yang tak boleh dipandang ringan, juga para pelayan Nirahai terkenal galak-galak dan tidak boleh diganggu.

Han Han sudah menggunakan kekuatan matanya sehingga lima orang pengawal itupun melihatnya sebagai seorang gadis pelayan dan membiarkan Han Han lewat bersama empat pelayan lain.

Begitu memasuki sebuah kamar besar yang berbau harum dan indah, empat orang pelayan itu sudah mengatur isi baki di atas meja dan Han Han yang melihat Puteri Nirahai duduk termenung di dekat pembaringan, di atas sebuah bangku menghadapi meja bundar, cepat menghampiri dengan jantung berdebar saking terharu dan girangnya. Karena para pelayan masih berada di ruangan kamar itu, terpaksa Han Han lalu menggunakan kekuatan matanya, sambil berlutut ia berkata,

“Puteri, hamba datang menghadap.”

Nirahai membalikkan mukanya memandang dan dara ini bangkit berdiri. Sejenak matanya seperti orang bingung, dikejap-kejap beberapa kali dan terpaksa Han Han harus mengerahkan pandang matanya dengan tenaga mujijatnya sambil berkata lagi untuk memperkuat pengaruhnya,

“Hamba adalah seorang pelayan Ibu Paduka.”

Biarpun Nirahai juga memiliki kekuatan batin yang besar serta kemauan yang keras tidak mudah dipengaruhi orang lain, namun setelah kelihatan bingung sejenak, akhirnya ia terpengaruh juga dan berkata dengan lesu,

“Mau apa engkau?”

“Hamba akan menyampaikan sesuatu yang amat rahasia kepada Paduka, di bawah empat mata saja.”

Nirahai yang sedang kesal hatinya itu hampir marah, akan tetapi mengingat bahwa pelayan ini adalah utusan ibunya, ia lalu menoleh kepada empat orang pelayannya dan berkata,

“Kalian keluarlah dulu dari kamar ini!”






Empat orang pelayan yang sedang mengatur hidangan itu, sejenak menengok ke arah Han Han, kemudian mereka keluar dari kamar dan menunggu di luar kamar, di ruangan depan sambil berbisik-bisik, hati mereka merasa iri dan tak senang karena belum pernah Puteri Nirahai mengusir mereka hanya karena hendak bicara dengan seorang pelayan lain! Setelah empat orang itu keluar dari kamar dan pintunya ditutup perlahan, Han Han bangkit berdiri dan berkata halus penuh rasa haru,

“Nirahai....!”

Nirahai meloncat ke belakang dan mukanya seketika berubah pucat ketika melihat Han Han telah berdiri di depannya. Ia mengejap-ngejapkan matanya, menggoyang-goyang kepala, memandang bingung dan sampai lama tak dapat mengeluarkan suara, kadang-kadang matanya mencari-cari ke kanan kiri, mencari pelayan utusan ibunya tadi.

“Nirahai, jangan bingung. Pelayan tadi akulah yang jadi, akalku agar dapat masuk ke sini.”

Kini Nirahai memandang Han Han dengan mata terbelalak lebar, penuh kagum. Hatinya girang dan bangga bukan main, akan tetapi juga penuh heran. Dia tahu bahwa pemuda ini memiliki ilmu kesaktian yang hebat, jauh melampaui kepandaiannya sendiri, akan tetapi apa yang dilakukan pemuda itu tadi benar-benar membuat dia tidak mengerti.

“Han Han....! Bagaimana....? Tadi.... eh, bagaimana engkau bisa mengubah diri menjadi pelayan....?”

Han Han tersenyum dan melangkah maju, menyambar tangan kekasihnya itu dan memandang dengan wajah berseri, tersenyum dan sinar matanya mesra.

“Nirahai, aku sejak tadi tidak mengubah diri, hanya pandangan mereka dan juga pandanganmu yang kuubah dan tunduk kepada kemauaku.”

“Ihhhhh.... I-hun-to-hoat....?” Nirahai bertanya, tidak percaya. “Aku sudah melihat ilmu I-hun-to-hoat yang dilakukan oleh Thai Li Lama, dan memang banyak yang terjatuh di bawah pengaruhnya, akan tetapi aku sendiri dapat melawannya dan aku tidak terpengaruh!”

Han Han yang sudah merasa rindu sekali kepada Nirahai merangkul pundak dara itu.
“Mungkin aku lebih kuat daripada dia, dan mungkin karena suaraku telah kau kenal, mungkin pula karena engkau tidak tahu bahwa aku menggunakan ilmu kekuatan kemauanku, maka engkau terpengaruh. Nirahai.... ahhh, Nirahai, mengapa menjadi begini ikatan kita.?”

Nirahai balas merangkul dan dara ini yang kini diingatkan akan keadaannya, terisak di atas dada Han Han.

“Sudah nasibku.... nasibku yang buruk dan malang.!”

“Tidak, Nirahai. Tidak ada nasib buruk dan malang. Yang terjadi semua di dunia ini, yang menimpa kepada kita, baik maupun buruk, sudahlah semestinya dan tidak boleh kita terima sebagai nasib buruk. Hanya kita harus berusaha untuk mengatasi segala persoalan. Sekarang, setelah aku berhasil masuk disini bertemu denganmu, apa yang kau kehendaki?”

Nirahai melingkarkan kedua lengannya di leher Han Han.
“Aku menyerahkan kepadamu. Engkau pilihan hatiku.... terserah.... aku hanya menurut.”

Han Han menjadi girang sekali dan baru sekarang ia merasa sebagai seorang laki-laki yang berdiri tegak, penuh tanggung jawab dan dibutuhkan seorang seperti Nirahai! Dahulu, melindungi dan membela Lulu ia anggap sebagai hal yang semestinya, tidak menimbulkan perasaan kagum seperti sekarang karena yang telah menyerahkan nasib diri kepadanya adalah seorang puteri kaisar! Saking terharu dan girangnya, ia memegangi kedua pipi dara itu, mengangkat mukanya dan mencium bibir yang tak pernah membosankan itu. Ia berbisik mesra,

“Nirahai, pujaan hatiku, calon isteriku.... biarlah aku yang melarikan engkau dari tempat ini. Aku yang mempertanggung jawabkan kesemuanya!”

Tiba-tiba Nirahai melepaskan pelukan Han Han, menyambar baju tebal, topi bulu dan pedang payungnya yang baru.

“Han Han, kita lakukan bersama, dan mempertanggung jawabkan bersama! Kalau kita berdua menghendaki, siapakah yang akan mampu mencegah kita keluar dari sini?”

“Tidak, Nirahai. Tidak boleh begitu. Engkau ditahan sebagai tawanan oleh Ayahmu sendiri, tidak baik kalau engkau memberontak. Biarlah aku yang....”

Tiba-tiba empat orang pelayan wanita itu yang tadi mendengar isak tangis sang puteri, kini membuka daun pintu dan memasuki kamar. Nirahai berdiri tegak memandang, sama sekali tidak terkejut karena dia sudah siap menghadapi segala kemungkinan.

Setelah Han Han berada di sampingnya, puteri ini menjadi besar hatinya, dibesarkan oleh rasa girang bahwa ujian terakhir bagi cinta kasih Han Han ternyata membuktikan bahwa pemuda itu tidak gentar menghadapi tantangan dan bahaya untuk datang ke kamarnya, kamar tahanan dalam istana yang dikepung ratusan orang pengawal! Kini hatinya besar dan ia menanti reaksi dari kekasihnya ketika empat orang pelayan itu masuk.

Sejenak, empat orang pelayan itu terbelalak dengan muka pucat. Han Han segera berkata sambil menggunakan ilmunya,

“Akulah Dewa berkepala singa!”

Wajah empat orang pelayan itu menjadi pucat sekali ketika mereka melihat seorang laki-laki berkaki buntung sebelah, memegang tongkat dan berkepala singa dengan sepasang mata mencorong mulut bergigi runcing terbuka. Kemudian, dengan kaki menggigil dan tubuh gemetar, empat orang pelayan itu melarikan diri keluar dari pintu sambil menjerit-jerit seperti orang mengigau saking takutnya.

Mereka adalah pelayan-pelayan Nirahai yang memiliki ilmu silat lumayan, untuk menghadapi lawan manusia, mereka cukup dapat diandalkan. Akan tetapi, melihat orang berkepala singa tentu saja menjadi ketakutan.

Han Han mempergunakan kesempatan itu berkata cepat,
“Nirahai, engkau menjadi tawananku. Biarlah aku melarikan engkau dari tempat ini!”

Nirahai hanya mengangguk karena masih kagum menyaksikan pengaruh ilmu Han Han terhadap empat orang pelayannya. Bagi kedua matanya, Han Han tetap seperti biasa, sama sekali tidak berkepala singa! Han Han cepat menggerakkan jari tangan kanannya, menepuk pundak Nirahai dan menotok jalan darahnya sehingga Nirahai terkulai lemas.

Han Han lalu menyambar tubuh kekasihnya, memanggulnya di pundak kanan setelah menyelipkan senjata kekasihnya di pinggangnya. Cepat seperti kilat menyambar ia sudah meloncat keluar dari dalam kamar itu, terus berlari keluar dari pintu samping dari mana tadi ia masuk bersama empat orang pelayan.

Keadaan di luar geger tidak karuan ketika empat orang pelayan itu menjerit-jerit dan berlari keluar. Sampai lama mereka tidak dapat bicara, hanya mengeluarkan jerit seperti orang mengigau,

“Ssseeettttt.... taaaaannn.... singaaa....!” sehingga akhirnya para pengawal yang kebingungan menangkap lengan mereka untuk ditanyai.

Memang inilah yang dikehendaki Han Han maka dia tadi membikin takut empat orang pelayan, yaitu untuk mengacaukan keadaan para pengawal yang menjaga di luar. Dalam keadaan kacau-balau dan tidak teratur itu karena semua pengawal menjadi panik melihat betapa empat orang pelayan sang puteri yang biasanya gagah perkasa itu menjerit-jerit karena melihat setan sehingga mereka lupa membunyikan tanda bahaya dan lupa melapor, tiba-tiba Han Han berkelebat, mencelat keluar sambil memondong tubuh Nirahai yang terkulai lemas.

“Celaka....! Tangkap penjahat!” teriak seorang di antara mereka.

“Itu dia....! Puteri telah diculik!”

“Tangkap!”

“Kejar....!”

Makin paniklah para pengawal itu dan geger keadaan di istana ketika bunyi kentongan tanda bahaya dipukul gencar. Para pengawal melakukan pengejaran, akan tetapi siapakah yang dapat mengejar pemuda buntung yang meloncat dengan gerakan seperti terbang ke atas dan dalam sekejap mata saja lenyap ditelan kegelapan malam?

Han Han memang sengaja tidak mau menggunakan kekerasan menghadapi banyak pengawal karena menghadapi banyak sekali orang tentu saja tak mungkin Ilmu I-hun-to-hoat dipergunakannya untuk mempengaruhi sedemikian banyaknya orang.

Dia memang tidak takut untuk menggunakan kekerasan melawan mereka, akan tetapi, semenjak bertemu dengan Koai-lojin dan menerima wejangan-wejangan kakek sakti itu, ia merasa menyesal atas sepak terjangnya yang sudah-sudah dan berjanji dalam hatinya tidak akan lagi melakukan pembunuhan dan hanya akan menundukkan lawan dengan kepandaiannya.

Tentu saja dia tidak suka untuk melawan para pengawal dan kesalahan tangan membunuh mereka yang tidak berdosa, apalagi kalau hal itu akan memperbesar pertentangan antara Nirahai dengan keluarganya.

Gerakan Han Han yang amat cepat tidak memungkinkan para pengawal untuk mengejarnya, tidak dapat menggunakan anak panah karena khawatir kalau-kalau mengenai tubuh Puteri Nirahai yang dipanggul pemuda itu. Dengan demikian, tanpa banyak kesukaran lagi Han Han berhasil membawa Nirahai keluar dari istana, kemudian melarikan diri melalui pintu gerbang kota raja.

Beberapa puluh orang tentara penjaga yang berusaha menghadangnya, roboh terpelanting ke kanan kiri dan senjata-senjata mereka terlempar beterbangan ketika Han Han menggerakkan tongkatnya, dan dalam waktu beberapa menit saja Han Han telah menerobos keluar dari pintu gerbang dan lenyap dalam gelap.

Setelah keluar dari benteng, Han Han menurunkan Nirahai dan membebaskan totokannya, kemudian tanpa bicara lagi mereka melanjutkan perjalanan dan lari dengan cepat. Han Han mengerti bahwa perasaan Nirahai tertekan sekali maka dia tidak mengeluarkan kata-kata, hanya berlari sambil menggandeng tangan kekasihnya.

“Ke manakah kita pergi?” Tiba-tiba Nirahai bertanya tanpa mengurangi kecepatannya berlari.

“Kita pergi ke tempat yang sunyi dan indah di dekat telaga.”

Nirahai tidak berkata-kata lagi dan mereka berlari terus. Han Han merasa tidak enak hatinya. Bagi dia sendiri, tentu saja peristiwa ini amat menyenangkan hatinya. Ia mencinta puteri yang jelita ini dan mereka telah dijodohkan oleh kedua orang guru mereka, Nenek Maya dan Nenek Khu Siauw Bwee.

Andaikata dia diterima oleh kaisar dan tinggal di istana, tentu dia akan merasa sengsara dan tidak betah. Dengan cara sekarang ini, membawa Nirahai melarikan diri, dia merasa lebih bebas dan dia yakin akan mendapatkan kebahagiaan besar apabila dapat hidup berdua sebagai suami isteri bersama Nirahai dan merantau berdua, atau tinggal di suatu tempat berdua saja!

Memang, bagi dia, peristiwa di istana ini amatlah menyenangkan. Akan tetapi, dia mengerti betapa peristiwa itu amat menghimpit perasaan hati Nirahai. Dia mengenal Nirahai sebagai seorang puteri kaisar yang luar biasa, tidak hanya cantik jelita dan berilmu silat tinggi, malah juga menjadi pimpinan angkatan perang yang menumpas para pemberontak dan sisa-sisa kerajaan lama yang belum mau tunduk terhadap pemerintah Mancu!

Dara jelita yang perkasa ini mempunyai kesetiaan besar terhadap kerajaan ayahnya dan kini dia melarikan diri sebagai seorang tahanan dan pelarian. Betapa hal ini tidak akan menghancurkan cita-citanya? Hati Han Han khawatir sekali, akan tetapi dia tidak berkata apa-apa dan mempercepat gerakannya untuk mengimbangi larinya Nirahai yang amat cepat itu. Mereka seolah-olah berlumba, berlumba ke mana? Ke arah pantai bahagia? Mudah-mudahan begitu, bisik hati Han Han. Dengan mesra ia menggunakan tangan kanannya menangkap tangan kiri Nirahai.

Dara itu yang tadinya lari cepat tanpa bicara seperti orang termenung, menoleh dan mereka berdua saling pandang. Nirahai tersenyum dan balas menggenggam jari tangan Han Han. Sambil bergandeng tangan, kedua orang muda yang berilmu tinggi itu berlari cepat sekali, bayangan mereka menjadi satu berkelebat cepat di antara bayang-bayang pohon.

“Indah sekali....! Indah dan sunyi....!”

Nirahai berseru penuh kagum ketika mereka berdua tiba di pinggir telaga di mana terdapat dua buah bangunan mungil yang tadinya dijadikan tempat tinggal kakek sakti Koai-lojin.

Akan tetapi ketika pagi hari itu mereka tiba di situ dan Nirahai mengagumi pemandangan indah di kala sinar matahari pagi membakar permukaan telaga dengan warna kemerahan, Han Han tidak melihat semua keindahan itu karena tidak ada keindahan di dunia ini pada saat itu yang dapat menandingi keindahan wajah yang dipandangnya dari samping. Wajah yang lembut namun menyembunyikan kekerasan, wajah yang sejuk namun menyembunyikan api menggairahkan, wajah yang mirip benar dengan wajah Lulu!

“Memang indah, Nirahai. Indah sekali.... akan tetapi tidak sunyi. Dengan adanya kita berdua di sini, kesunyian musnah, dunia akan penuh dengan kita, dengan cinta kasih kita.... Nirahai....!”

Dara itu tergugah dari pesona dan menoleh lalu tersenyum penuh kebanggaan ketika ia mendapatkan sinar mata penuh kemesraan dan kasih sayang terpancar dari sepasang mata Han Han. Sinar mata yang demikian mesra dan hangat, cerah dan lembut, mengalahkan sinar matahari pagi. Nirahai menarik napas panjang ketika Han Han merangkul pundaknya. Ia merebahkan kepala, disandarkan didada pemuda itu.

“Aaahhhhh....!”

Nirahai menarik napas panjang, hatinya terasa lapang seolah-olah penuh dengan sinar matahari pagi, membuat ia merasa seperti akan terbang dan menari-nari di antara mega-mega putih berarak dan mandi cahaya matahari pagi yang mulai berwarna keemasan, indah sekali.

“Han Han, adakah sinar matamu itu mencerminkan rasa hatimu? Adakah engkau benar-benar mencintaku seperti matahari mencinta permukaan telaga?”

Han Han menundukkan mukanya, menyentuh dan menelusuri permukaan dahi dan alis itu dengan ujung hidungnya sebelum menjawab lirih,

“Nirahai kekasihku, aku cinta kepadamu, Nirahai....” Ia mempererat pelukannya dan hatinya penuh dengan cinta mesra. “Ahhh, betapa aku mencintamu, dengan sepenuh jiwa ragaku, sepenuh hatiku, aku rela mengorbankan jiwa ragaku untukmu, Nirahai!”

Dara itu memejamkan matanya, kembali menarik napas dan membelaikan pipinya di dagu Han Han yang menunduk, sikap yang amat manja bagi Han Han, mengingatkan ia akan sikap seekor kucing yang minta dibelai.

“Betapa hebat kekuasaan cinta....!”

Hanya demikian Nirahai berkata, suaranya lirih seperti orang mengeluh, atau lebih mendekati lagi seperti orang merintih, rintihan yang menjadi penyambung antara nyeri dan nikmat, antara suka dan duka.

Bisikan ini membuat Han Han sadar akan anehnya peristiwa yang terjadi sekarang ini. Yang dipeluknya, yang diciumnya adalah seorang puteri kaisar! Seorang panglima besar dan merupakan orang amat berpengaruh, berkuasa dan penting dalam Kerajaan Mancu!

Seorang dara yang cantik jelita sukar ditemukan keduanya, namun kini berada dalam pelukannya! Sukar untuk dapat dipercaya! Dan memang hebat sekali kekuasaan cinta, memungkinkan terjadinya hal yang agaknya tak masuk akal!

“Nirahai, apakah engkau juga telah benar-benar mencinta aku seperti cintaku kepadamu?”

Han Han tak dapat menahan pertanyaan yang timbul dari hatinya yang masih sukar untuk dapat menerima kenyataan yang dianggapnya aneh itu.

Mendengar pertanyaan ini Nirahai mengangkat kepalanya yang bersandar di dada Han Han, memutar tubuh sehingga mereka berdiri berhadapan di pinggir telaga itu. Sejenak mereka beradu pandang kemudian terdengar suara Nirahai yang halus merdu namun tegas.

“Han Han, aku mengerti mengapa engkau masih mengajukan pertanyaan itu biarpun engkau yang cerdik tentu sudah merasa yakin akan cintaku dengan bukti yang sekarang kita hadapi. Aku telah meninggalkan kerajaan Ayahku, meninggalkan kedudukan dan kemuliaan, meninggalkan cita-cita dan lebih daripada itu semua, aku bahkan telah menjadikan diriku dimusuhi kerajaan dan keluarga. Semua ini hanya karena cintaku kepadamu. Masih belum cukupkah bukti dan pengorbanan itu?”

Han Han menarik napas panjang, hatinya penuh keharuan karena ia merasa sangsi apakah seorang pemuda berkaki buntung sebelah seperti dia, yang yatim piatu dan miskin, tidak mempunyai tempat tinggal, patut menerima cinta kasih seorang puteri seperti Nirahai?

“Maaf, Nirahai, bukan sekali-kali aku masih menyangsikan perasaan cintamu yang suci. Hanya saja.... yang membuat aku sukar untuk dapat percaya, bagaimana mungkin seorang puteri bangsawan seperti engkau menghancurkan nasib dan masa depanmu sendiri? Sudah tentu aku.... aku akan berbahagia sekali kalau engkau selalu berada di sampingku, akan tetapi hatiku pun akan selalu tertekan dan hancur kalau melihat engkau menjadi sengsara kelak....”

Nirahai menubruk Han Han, merangkulnya dan menutup mulut Han Han dengan jari tangannya yang halus.

“Jangan lanjutkan....! Aku cinta padamu, karena hanya engkau satu-satunya pria yang patut menjadi suamiku! Kita sudah dijodohkan oleh kedua orang guru kita, dan kita sudah saling mencinta. Itu sudah cukup! Aku pun tidak ingin perjodohan kita dirayakan besar-besaran, bahkan tidak peduli kalau tidak dirayakan oleh kita berdua! Tentang kedudukan dan kemuliaan? Dengan kepandaian kita, apa sukarnya mendapatkan itu?”

“Tapi, Nirahai.... demi menjaga namamu, semestinya kalau pernikahan kita dirayakan, disyahkan! Ohhh, dua bulan lagi Lulu akan menikah, bagaimana kalau kita rayakan bersama-sama dan....”

“Hussshhhhh....! Mengapa meributkan soal tetek-bengek seperti itu sedangkan aku berada di dekatmu? Apa kau lupa bahwa aku lelah, bahkan aku lapar, bahwa aku....”

Han Han tertawa dan menutup mulut Nirahai dengan ciuman untuk menghentikan celaannya, kemudian ia memondong tubuh kekasihnya itu, dibawa berloncatan ke dalam pondok di sebelah kiri telaga di mana ia pernah tinggal bersama Koai-lojin.

Han Han adalah seorang pemuda yang telah dewasa, seorang pria yang selama hidupnya belum pernah terjun ke dalam lautan cinta asmara seorang wanita. Dia telah berkali-kali menerima cinta kasih wanita, cinta kasih murni yang dibuktikan dengan pengorbanan-pengorbanan.

Kim Cu yang mencintanya berkorban menjadi nikouw, Soan Li tewas karena hendak menolongnya dan dara itu pun mengaku mencintanya. Demikian pula Tan Hian Ceng dan Lauw Sin Lian, mereka itu mencintanya dan tewas ketika bendak menolongnya. Betapapun juga, tidak pernah dia bermain cinta dengan seorang di antara mereka, apalagi karena di lubuk hatinya, ia tidak menemukan cinta kasih terhadap mereka.

Kini, hatinya roboh di bawah kaki Nirahai. Dia mencinta puteri kaisar ini, bahkan Nirahai juga mencintanya, dan mereka telah dijodohkan oleh kedua orang guru mereka. Adapun Nirahai adalah seorang dara bangsawan yang tinggi hati. Belum pernah ia tertarik kepada pria, apalagi jatuh cinta. Memang pernah ia dikabarkan akan dijodohkan dengan Ouwyang-kongcu putera Pangeran Ouwyang Cin Kok, akan tetapi di dalam batinnya ia tidak mengandung perasaan apa-apa terhadap pemuda itu.

Kini, begitu bertemu dengan Han Han, menyaksikan sepak terjang pemuda buntung itu dan terutama sekali setelah dia merasa kalah pibu menghadapi pemuda ini, dia tertarik dan sekaligus tunduk dan jatuh cinta. Apalagi setelah Nenek Maya mengambil keputusan menjodohkannya dengan Han Han, sudah bulatlah tekad di hati Nirahai untuk menjadi isteri Han Han! Dia memiliki kekerasan hati yang luar biasa, maka untuk memenuhi keputusan ini, dia sanggup menempuh rintangan apa pun juga!

Kedua orang muda itu sudah sama dewasa, sama mencinta dan cinta kasih mereka makin mesra dan mendalam karena peristiwa di istana sehingga mereka merasa bersatu hati, sehidup semati. Tempat di mana mereka bersembunyi, di pinggir telaga itu merupakan tempat yang sunyi, tenang, indah dan romantis. Tiada sesuatu yang menjadi penghalang di antara cinta kasih mereka, bahkan Nirahai tidak lagi peduli akan upacara perjodohan, menganggap bahwa dia sudah menjadi isteri Han Han semenjak ia minggat dari istana.

Tidaklah mungkin menyalahkan mereka ini kalau keduanya sebagai orang-orang muda yang saling tergila-gila, saling mencinta dan saling menderita, kini menumpahkan semua perasaan cinta kasih mereka di tempat sunyi itu. Bagi keduanya, hal ini merupakan pengalaman pertama sehingga membuat mereka lupa akan segala dan mabuk oleh manisnya madu asmara, terlupa masa lalu tak peduli masa depan, yang teringat hanyalah perpaduan kasih, di dalam pondok, di tepi telaga, di antara bunga-bunga yang tumbuh di hutan kecil pinggir telaga. Mereka bersendau-gurau, saling menggoda, saling memanja, saling menyayang, tiada ubahnya seperti sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu!

Betapapun besarnya badai dan ombak, akhirnya akan mereda juga. Gelombang nafsu asmara yang lebih besar dan dahsyat daripada badai dan ombak pun akhirnya akan mereda juga.

Selama satu bulan, Han Han dan Nirahai seolah-olah lupa segala, tidak peduli akan masa lalu dan masa depan, ingatnya hanya berlumba merenggut madu asmara yang makin direguk makin mendatangkan dahaga. Setelah lewat sebulan, cinta kasih mereka yang menyala-nyala terbakar nafsu berahi, mulai mereda dan mulailah mereka berdua sadar bahwa cinta kasih bukanlah cinta berahi semata, dan mulailah keduanya merenungkan masa depan mereka!

Bagaikan dua orang yang mengaso tenang setelah diombang-ambingkan gelombang dahsyat, selama sebulan lebih, pada pagi hari itu mereka duduk di tepi telaga. Han Han duduk bersandar batu hitam yang dulu sering kali dijadikan tempat duduk Koai-lojin di waktu “memancing”.

Nirahai duduk di depannya, setengah dipangkunya dan merebahkan kepala dengan rambut terurai lepas itu di atas dada Han Han. Sampai berjam-jam keduanya duduk seperti itu, tak bergerak dan penuh dengan kebahagiaan, dengan kepuasan, saling menikmati kehadiran kekasih masing-masing yang hanya terasa oleh detik jantung dan alunan nafas.

Angin semilir dari tengah telaga datang, bertiup membuat rambut yang hitam berikal melambai dan menggelitik leher Han Han, menyadarkan pemuda ini dari lamunan nikmat yang membuatnya tenggelam. Ia menggerakkan lehernya mengusir rasa gatal dan geli, kemudian melanjutkan gerakan jari-jari tangannya dengan mengelus rambut halus di atas dadanya itu penuh kasih sayang dan mesra.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar