FB

FB


Ads

Rabu, 24 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 077

Setelah timbul keinginan ini, ketika kakinya turun menotol lantai, ia membuat gerakan untuk mengurangi tenaga pantulan kakinya dengan berjungkir-balik sehingga tubuhnya berjungkir-balik berputaran sampai belasan kali seperti kitiran, barulah kakinya turun ke lantai dan ketika pada saat itu hwesio gendut itu kembali memukul ke arahnya dengan tangan kiri, kini pukulan jarak dekat karena memang Han Han turun di depan hwesio itu yang agaknya ingin pula menguji kekuatan Han Han, pemuda inipun menerima pukulan yang merupakan tamparan dengan telapak tangan terbuka itu dengan dorongan telapak tangan kanannya.

“Bresssssi!”

“Omitohud.... luar biasa....!”

Tubuh hwesio itu bergoyang-goyang, mukanya menjadi merah seperti udang direbus dan ia merasa betapa seluruh tubuhnya panas sekali karena ketika menyambut pukulan tadi, Han Han sengaja mengerahkan tenaga inti Hwi-yang Sin-ciang!

Han Han kagum bukan main karena melihat betapa hwesio itu dapat menerima tenaga sakti ini dengan hanya tergoyang tubuhnya dan merah mukanya. Benar persangkaannya bahwa hwesio itu memiliki kesaktian yang tidak kalah oleh Si Setan Botak Gak Liat!

“Orang muda, engkau menarik sekali. Coba terima ini!”

Hwesio gendut itu tiba-tiba mengeluarkan tangan kanannya dari balik jubah dan alangkah kagetnya hati Han Han melihat tangan itu berwarna biru sekali, biru kehitaman akan tetapi seperti bercahaya! Dan dengan tangan kanan itu kini hwiesio itu menyerangnya! Serangkum tenaga dahsyat memecah hawa udara menyambar ke arah Han Han dengan menimbulkan uap hitam yang panas sekali!

Han Han cepat menggerakkan kakinya menotol lantai dan tubuhnya mencelat dengan kecepatan yang luar biasa sehingga uap hitam itu lewat di bawah kakinya. Akan tetapi kini ia sudah mengenal pukulan itu, yang ia dapat menduga tentulah pukulan itu berdasarkan hawa Yang-kang seperti Hwi-yang Sin-ciang, akan tetapi jauh lebih berbahaya karena uap hitam itu tentu mengandung pengaruh yang luar biasa.

Timbul pula keinginannya mencoba. Tadi ia sengaja menggunakan Hwi-yang Sin-ciang, karena ia masih belum berani mempergunakan tenaga inti es yang ia latih di Pulau Es, maklum bahwa tenaganya itu luar biasa sekali kuatnya sehingga membahayakan nyawa lawan. Akan tetapi kini, melihat pukulan tangan kanan hwesio itu yang ia duga tentu amat kuat, setelah ia turun, ia menanti hwesio itu memukul lagi.

Hwesio gemuk itu menjadi penasaran sekali. Jarang memang ia mengeluarkan tangan kanannya. Ia merasa malu kalau tangan kanannya yang hitam itu kelihatan orang, maka kalau tidak terpaksa sekali, biarpun dalam pertandingan, ia tidak mengeluarkan tangan kanannya. Kalau sekali ia mengeluarkan tangan kanannya, sekali pukul saja ia harus dapat mencapai kemenangan. Akan tetapi sekali ini, pukulannya yang amat dahsyat itu tidak mengenai sasaran, padahal biasanya, baru terkena tiupan sedikit hawanya saja, tubuh lawan sudah menjadi hangus!

Hwesio gemuk ini bersama temannya yang kurus, adalah dua orang tokoh besar di Tibet, pada waktu itu menjadi pembantu yang terpercaya dari Dalai Lama sebagai pendeta besar dan ketua di Tibet. Hwesio gendut itu bernama Thian Kok Lama, terkenal sekali dengan ilmu kepandaiannya yang hebat sin-kangnya yang jarang bertemu tanding, dan tangan kanannya yang mengerikan karena tangan kanannya inilah ia dijuluki Hek-in Hwi-hong-ciang (Tangan Awan Hitam Angin Berapi)!

Adapun hwesio kurus itupun bukan orang sembarangan, karena dibandingkan dengan hwesio gemuk, sukar dikatakan, mana yang lebih lihai karena mereka memiliki keahlian sendiri-sendiri. Hwesio kurus ini selain hebat sin-kangnya, juga terkenal sebagai ahli ilmu sihir yang disebut I-hun-to-hoat (semacam hypnotism) yang dapat menguasai semangat lawan, dan ilmu pukulan Sin-kun-hoat-lek (Sihir Tangan Sakti)!

Ketika Thian Tok Lama yang sudah terlanjur mengeluarkan tangan kanannya itu tidak mampu mengalahkan Han Han dengan sekali pukul, kini melihat pemuda itu sudah turun lagi, ia cepat mengerahkan tenaga, dari perutnya yang besar langsung dari pusar keluar suara “kok-kok-kok” tiga kali dan tangan kanannya yang hitam itu memdorong ke arah Han Han.

Bukan main hebatnya pukulan ini. Warna biru kehitaman itu makin mencorong dan uap hitam yang keluar dari telapak tangan itu seolah-olah mengandung api menyala dan terasa amat panasnya sehingga ruangan itu ikut terasa hangat, pukulan hebat ini sepenuhnya meluncur ke arah dada Han Han.

Han Han yang timbul kegembiraannya melihat ilmu yang dahsyat ini, cepat mengerahkan sin-kangnya, menggunakan tenaga inti es yang ia latih di Pulau Es, disalurkan tangan kirinya mendorong maju menyambut telapak tangan hitam itu.

Dengan pukulan macam ini, yang merupakan inti dari Swat-im Sin-ciang yang paling hebat, Han Han mampu memukul air menjadi beku, menjadi bongkah-bongkah es sebesar anak kerbau! Kini dua pukulan sakti yang amat dahsyat itu saling menerjang untuk bertemu!

Hwesio gendut itu, Thian Tok Lama menjadi kaget dan menyesal. Ia merasa sayang kepada pemuda kaki buntung yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa itu, dan hanya karena penasaran, bukan karena marah atau benci, ia menggunakan tangan kanannya, dan tadinya ia mengira bahwa pemuda itu tentu akan menggunakan ilmunya mencelat yang luar biasa itu untuk menghindar.

Siapa kira pemuda itu malah menerima pukulannya dengan langsung, menggunakan telapak tangan kirinya! Namun, ia sudah terlanjur memukul dan kalau ditariknya kembali tentu akan membahayakan isi dadanya sendiri, maka terpaksa dia melanjutkan pukulannya dengan hati menyesal karena ia merasa yakin bahwa pemuda itu tentu akan roboh dan tewas, tak mungkin dapat ditolong lagi.

“Desssss.... cessshhhhh!”

Semua orang memandang dengan mata terbelalak! Dua telapak tangan bertemu dan berbareng dengan bunyi keras seperti besi panas membara dimasukkan air, tampak asap hitam mengepul dan menggelapkan tempat itu!






“Ihhhhh....!”

Han Han berseru keras ketika merasa seolah-olah seluruh lengannya menjadi lumpuh dan ia cepat menarik kembali lengannya itu.

“Omitohud....!”

Thian Tok Lama juga berseru dan ia pun menarik kembali tangan kanannya, berdiri agak terengah dan kini mukanya menjadi pucat kebiruan dan kedua pundaknya agak menggigil seperti orang terserang dingin yang hebat.

“Ibliskah engkau....?”

Thian Tok Lama kini mencelat maju dan mengirim tendangan dengan kakinya yang sebesar kaki gajah.

“Wuuuuttt!”

Han Han meloncat, akan tetapi kedua kaki itu biarpun amat besar, telah mengirim tendangan berantai sehingga angin bersiuran. Terpaksa Han Han yang sudah merasa cukup menguji kepandaiannya, mencelat ke pinggir ruangan itu sambil berseru,

“Aku tidak ingin berkelahi, kalau cu-wi tidak suka menerimaku biarlah aku pergi dari sini....”

“Tahan....! Jangan berkelahi....! Dia kawan kita sendiri! Eh, Han Han, mengapa ribut-ribut dengan para locianpwe?”

Sesosok bayangan berkelebat dan Wan Sin Kiat telah berada di situ. Han Han girang sekali, berlari hendak menghampiri Sin Kiat dan melewati permadani biru sambil berpincangan.

“Han Han, jangan menginjak permadani itu!” Sin Kiat berteriak.

Han Han terkejut dan cepat ia mencelat lagi mundur, lalu memandang Sin Kiat yang lari kepadanya sambil mengitari permadani, tidak berani menginjaknya.

“Ah, agaknya ada salah pengertian di sini. Han Han, agaknya engkau tadi menginjak ini.” Sin Kiat tertawa sambil menudingkan telunjuknya kearah permadani biru.

Han Han mengangguk. Ia teringat bahwa ketika masuk tadi, untuk menghampiri para ho-han yang berada di situ, ia memang berdiri di situ.

“Ya, aku tadi berdiri di situ, mengapa?”

“Ha-ha-ha, pantas! Ketahuilah bahwa ada peraturan di sini bahwa siapa yang berdiri menginjak permadani ini, berarti dia itu menantang pibu kepada para locianpwe yang hadir di sini.”

“Ohhhhh.... maaf....!”

Sin Kiat lalu menjura kepada dua orang pendeta Tibet dan para ho-han sambil berkata.
“Mohon cu-wi locianpwe dan para Ho-han suka memaafkan Han Han. Karena dia tidak tahu maka seolah-olah menantang pibu. Dia merupakan sahabat saya yang paling baik dan beberapa kali dia telah membantu para pejuang menghadapi tokoh-tokoh anjing Mancu.”

“Hoa-san Gi-hiap Wan-sicu!” kata Thai Li Lama hwesio Tibet yang bertubuh kurus kering itu. “Kalau dia itu sahabatmu, mengapa dia datang seperti ini? Dia menimbulkan kecurigaan besar!”

“Ah tidak, locianpwe. Dia datang untuk mencari adiknya, dan untuk membantu kita menghadapi tokoh-tokoh penjajah.”

“Hemmm, kalau mencari adiknya dan hendak membantu, mengapa dia berkeras hendak bertemu dengan Bu-ongya?” Tiba-tiba Tok-gan-siucai Gu Cai Ek menegur.

Wan Sin Kiat mengerutkan alisnya dan menoleh kepada Han Han.
“Apakah artinya ini, Han Han? Benarkah kau hendak bertemu dengan Ongya?”

“Benar sekali dan memang aku membawa berita yang amat penting!”

“Kalau begitu, ceritakan saja kepada para locianpwe di sini, karena mengenai urusan perjuangan, tidak ada hal yang dirahasiakan untuk para Ho-han disini.”

Han Han mengangguk-angguk.
“Baiklah. Aku telah mendengar rapat rahasia yang diadakan oleh para perwira Mancu di perbatasan, yang dipimpin oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat, dihadiri pula oleh wakil-wakil dari Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee dan Toat-beng Ciu-sian-li Bu Ci Goat. Mereka membicarakan tentang penyerbuan ke Se-cuan secara besar-besaran dalam waktu dekat....”

“Ahhhhh....! Mana mungkin?” teriak Tok-gan-siucai Gu Cai Ek. “Pemerintah Mancu sedang merayakan ulang tahun ke sepuluh dari kaisar mereka!”

“Karena inilah maka mereka hendak menyerbu! Menggunakan kesempatan selagi di Se-cuan orang mempunyai pendapat seperti pendapat Lo-enghiong tadi sehingga tidak ada persiapan yang baik. Dan kalau saya tidak sudah dibikin kacau oleh serangan-serangan maut di ruangan ini, saya mendengar pula beberapa tempat-tempat yang akan mereka jadikan sasaran penyerbuan!”

“Wah, ini penting sekali! Mari Han Han, kuantar engkau menghadap Ongya!”

Semua orang di ruangan itu menjadi terkejut juga dan Thian Tok Lama malah menjura ke arah Han Han sambil berkata,

“Pinceng mengharap taihiap sudi memaafkan kecurigaan kami. Sungguh taihiap merupakan seorang bekas lawan yang paling hebat yang pernah pinceng temukan!”

“Ah, sayalah yang seharusnya minta maaf, locianpwe,” kata Han Han sambil balas menghormat.

Akan tetapi tangannya lalu ditarik oleh Sin Kiat dan keduanya bergegas keluar dari situ menuju ke istana. Para ho-han ribut membicarakan pemuda yang buntung itu, dan Thian Tok Lama secara terang-terangan dan jujur mengakui bahwa sukar mencari tandingan pemuda berkaki buntung itu. Dia masih terheran-heran dan diam-diam ia memberi isyarat mata kepada kawannya lalu mereka berdua meninggalkan tempat itu.

“Kau hebat, Han Han. Thian Tok Lama sendiri sampai memujimu!”

“Ah, kau maksudkan hwesio yang gemuk itu? Dialah yang hebat, agaknya lebih lihai daripada Toat-beng Ciu-sian-li!” kata Han Han, benar-benar dia kagum sekali.

“Dan dia menyebutmu taihiap!”

Merah wajah Han Han.
“Sudahlah, eh, Sin Kiat. Apakah kau sudah mendengar tentang adikku?”

Wajah Sin Kiat yang tampan itu menjadi muram dan dia kelihatan berduka ketika menggeleng kepalanya.

“Sungguh menyesal sekali, aku belum berhasil, Han Han.”

Han Han menarik napas panjang.
“Ada seorang nona sedang mencoba untuk membantu mencarinya, namanya Tan Hian Ceng....”

“Ah, puteri It-ci Sin-mo Tan Sun? Bagus sekali! Dia adalah seorang yang terkenal ahli yang mengenal semua daerah ini. Kalau dia membantu.... eh, kenapa?” Sin Kiat heran melihat wajah Han han menjadi muram.

“Kasihan dia. Ayahnya gugur....”

“Apa? Bagaimana?”

“Nanti saja kuceritakan. Lebih baik sekarang kita menghadap Bu-ongya.”

Sin Kiat menemui kepala pengawal dan karena dia sudah dikenal, maka mereka berdua lalu dikawal menghadap Bu-ongya, yaitu Raja Muda Bu Sam Kwi yang amat terkenal itu.

Bu-ongya menerima mereka berdua di dalam ruangan yang besar dan raja muda yang amat terkenal sebagai bekas jenderal yang paling gigih mengadakan perlawanan kepada pemerintah Mancu ini duduk di atas kursi emas dijaga oleh para pengawal pribadinya. Ia sudah mendapat laporan tentang Han Han, tentang sepak-terjang pemuda buntung ini di Ho-han Bu-koang maka ketika Han Han datang terpincang-pincang bersama Sin Kiat, dari jauh ia sudah memandang penuh perhatian dengan wajah berseri

Sin Kiat memberi hormat dengan menekuk sebelah lututnya dan bersoja, diturut oleh Han Han yang biarpun hanya berkaki satu, namun ia dapat berlutut dengan gerakan wajar sehingga seolah-olah dia tidak buntung.

“Duduklah, ji-wi Ho-han!” kata Bu Sam Kwi dan dua buah kursi disodorkan oleh seorang pengawal.

Sin Kiat dan Han Han lalu duduk di atas kursi menghadapi Bu Sam Kwi. Han Han memandang wajah raja muda itu sejenak, melihat bahwa raja muda itu usianya sudah tua, tentu sudah enam puluh tahunan, akan tetapi masih kelihatan gagah dan tegap, dengan sinar mata yang tajam bersinar-sinar penuh semangat dan keberanian.

Di lain fihak, begitu bertemu pandang dengan Han Han dan melihat sinar mata pemuda buntung itu tajam luar biasa, membuat kedua matanya sendiri serasa ditusuk pedang, didalam hatinya Bu Sam Kwi menjadi kagum sekali, dan lenyaplah keraguan dan ketidak percayaannya ketika tadi mendengar laporan bahwa pemuda ini sanggup menandingi tangan kanan Thian Tok Lama!

“Wan-sicu, siapakah temanmu yang gagah ini?”

Bu Sam Kwi bertanya penuh wibawa, akan tetapi juga terdengar halus dan ramah. Suara seperti ini pandai membujuk dan mengambil hati orang, pikir Han Han, teringat betapa banyaknya tokoh kang-ouw membantu perjuangan raja muda ini dan betapa banyaknya yang telah mengorbankan nyawa, termasuk Lu Soan Li dan baru-baru ini Lauw-pangcu, kemudian ayah dan kedua orang paman Hian Ceng!

“Sahabat baik hamba ini datang dari luar perbatasan dan membawa berita yang amat penting untuk disampaikan Ongya!” kata Sin Kiat.

Memang Bu Sam Kwi amat pandai mengambil hati orang-orang kang-ouw, bahkan bersikap seperti sahabat dengan mereka sehingga ia tidak ragu-ragu untuk bersikap ramah dan merendah, memperlakukan mereka sebagai “kawan seperjuangan”.

“Hemmm, siapakah engkau, sicu? Dan berita apakah itu?”

Karena Han Han tidak bermaksud menghambakan diri, maka ia pun tidak suka untuk terlalu merendahkan diri, apalagi raja muda ini begini manis budi, begini ramah, maka dengan hati lega dan suara biasa ia lalu menjawab.

“Saya bernama Han, she Suma.”

Han Han tidak peduli kepada Sin Kiat yang menoleh memandangnya heran. Memang dia she Suma, mengapa harus disembunyikan? Dia benci she Suma, karena she ini mengingatkan ia akan kakeknya yang menurunkan dia, teringat akan Jai-hwa-sian Suma Hoat.

Akan tetapi, sebenci-bencinya ia kepada she keluarganya sendiri, ia lebih benci akan sifat pengecut. Dan ia menganggap bahwa menyembunyikan she-nya sendiri dan menggantinya dengan she Sie adalah perbuatan yang pengecut dan memalukan. Karena itulah, di depan raja muda itu ia mengakui she aslinya dan mulai saat itu ia mengambil keputusan untuk mempergunakan she aslinya!

Raja Muda Bu Sam Kwi tertawa bergelak.
“Ha-ha-ha-ha! Sungguh tepat sekali. Di jaman seperti ini di mana negara dan bangsa membutuhkan putera-putera Han sejati yang patriotik, yang berjiwa pahlawan, muncul seorang gagah perkasa yang namanya Han! Suma-hohan (Orang Gagah she Suma), berita apakah yang akan kau laporkan kepadaku?”

Dengan singkat namun jelas Han Han lalu melaporkan, menceritakan semua yang ia dengar dalam rapat yang diadakan oleh para perwira di bawah pimpinan Setan Botak Gak Liat dan menceritakan pula bahwa gerakan penyerbuan yang direncanakan itu siasatnya diatur oleh Puteri Nirahai.

Mendengar ini, berubah wajah Bu Sam Kwi, tadinya berubah agak pucat akan tetapi segera berobah merah sekali, matanya menjadi beringas, dagunya ditarik kuat dan seluruh sikapnya membayangkan perlawanan.

“Si keparat! Memang sudah kudengar nama Nirahai anak selir Khitan dari Raja Mancu itu, kabarnya amat cerdik pandai! Menggunakan selagi mereka berpesta ulang tahun untuk menyergap karena kita tentu sedang tidak menduganya! Bagus! Kita akan menghadapi dan menghancurkan mereka! Pengawal! Undang para Ho-han dan para panglima unluk berkumpul. Sekarang juga! Wan-sicu, mulai sekarang engkau kuangkat menjadi panglima muda! Suma-sicu, engkau kuangkat menjadi panglima pelopor!”

Han Han hendak membantah akan tetapi lengannya dijawil Sin Kiat yang menatap wajahnya dengan sinar mata penuh semangat, kemudian malah menariknya ke pinggir untuk memberi tempat kepada para panglima dan para tokoh orang gagah yang kini sudah berdatangan memenuhi panggilan Bu Sam Kwi.

Berbeda dengan Wan Sin Kiat yang mendengarkan perundingan dan rencana siasat yang dibicarakan untuk menyambut serbuan tentara Mancu seperti yang dikabarkan oleh Han Han tadi, pemuda buntung ini hanya mendengarkan dengan setengah hati, tidak begitu mengacuhkan karena memang dia tidak tertarik akan hal itu.

Dia datang ke Se-cuan dengan tujuan utama mencari adiknya, dan kalau dia membocorkan rahasia para panglima Mancu hanyalah karena dia melihat banyak tokoh-tokoh hitam di fihak Mancu, sedangkan di fihak pejuang banyak terdapat sahabat-sahabatnya, di antaranya yang sudah jelas adalah Wan Sin Kiat, mendiang Lu Soan Li dan Lauw-pangcu, Lauw Sin Lian dan gadis jenaka yang menarik hatinya pula, yaitu Tan Hian Ceng. Karena mengingat akan mereka inilah maka hatinya tentu saja condong membantu Se-cuan dan menentang pemerintah Mancu.

**** 77 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar