Sungguhpun akhirnya Siauw-lim Chit kiam terdesak, namun tidaklah mudah bagi datuk hitam itu untuk mencapai kemenangan. Kini, dimainkan oleh orang ke enam dan ketujuh dari tujuh pendekar pedang Siauw-lim itu, sudah cukup hebat sehingga membuat ketiga orang murid Setan Botak terdesak mundur, gentar menghadapi sinar pedang yang berkilauan dan mengandung hawa yang dingin namun berbahaya itu.
Dua gulungan sinar pedang itu kini bersatu, merupakan sinar kilat yang membentuk lingkaran-lingkaran aneh mengurung dan menindih tiga orang tokoh hitam yang terpaksa harus meloncat kesana kemari untuk menghindarkan diri dari sinar pedang yang berbahaya itu.
“Rebahlah!!”
Bentakan ini keluar secara berbareng dari mulut Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek dan sinar pedang mereka tiba-tiba berpisah, terpecah dua dan secepat kilat membabat tangan Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong yang melakukan pukulan mendorong. Kedua orang kakek ini terkejut sekali, cepat menarik kembali tangan mereka, akan tetapi sinar pedang itu dari kanan kiri meluncur kearah dada mereka!
"Aihhhhh………!"
Hek-giam-ong terpaksa mengerahkan tenaga di tangan kanannya, menangkis sinar itu sambil Mengerahkan Toat-beng Hwi-ciang. la berhasil menangkis pedang itu, akan tetapi lengannya tergores ujung pedang dan terluka sehingga mengeluarkan darah.
Pek-giam-ong yang tenaganya tidak sehebat Hek-giam-ong, tidak berani menangkis melainkan cepat membuang diri ke belakang, akan tetapi pundaknya tetap saja kena dlserempet pedang sehingga terluka.
"Hiaaaaattt……..!!"
Ma Su Nio menggunakan kesempatan itu memukul dengan kedua tangannya yang merah ke arah lambung kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu, akan tetapi dengan gerakan otomatis kedua orang pendekar pedang itu menyabetkan pedang mereka ke belakang sambil memutar tubuh.
"Ayaaaaa.…...!"
Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio menjerit dan cepat ia menarik kembali kedua lengannya yang berbalik menjadi terancam. la dapat menyelamatkan kedua lengannya, akan tetapi tubuhnya terhuyung ke belakang dan saat itu dipergunakan oleh Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek untuk menerjang maju, mengirim tusukan maut ke arah tubuh wanita iblis yang amat lihai itu.
"Tranggg…….! Tranggggg……..!!”
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek terkejut sekali karena pedang mereka terpental dan hampir terlepas dari tangan mereka. Terutama sekali Liok Si Bhok yang merasa betapa pedangnya tergetar sehingga setelah tertangkis masih tergetar mengeluarkan suara mengaung, tanda betapa penangkisnya memiliki sinkang yang hebat sekali.
Lebih kaget dan heran dia ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya itu hanyalah sebatang payung di tangan gadis Mancu yang tadi duduk di atas tiang balok melintang. Adapun yang menangkis pedang Liong Ki Tek adalah sebatang pedang bersinar kuning di tangan pemuda tampan tadi.
Kedua orang tokoh Siauw-limpai itu maklum bahwa mereka terancam bahaya. Dua orang muda itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, sedangkan tiga orang murid Kang-thouw-kwi Gak Liat hanya terluka kecil saja. Bahkan Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio hanya mengalami kekagetan saja, belum terluka. Kalau mereka itu mau pula membantu tentu mereka berdua akan terancam bahaya maut.
Akan tetapi, sebagai pendekar-pendekar besar, mereka tidak menjadi gentar, bahkan saling berdekatan, berdampingan sambil menyilangkan pedang mereka di depan dada. Liok Si Bhok dengan sikap dan suara tenang bertanya.
"Siapakah kalian orang-orang muda?"
Gadis Mancu yang cantik itu tersenyum, pandang matanya melebihi tajamnya pedang ditangan pemuda itu dan lebih runcing daripada ujung payung ditangannya, namun senyumnya amat manis, membuka sepasang bibir yang indah bentuknya, memperlihatkan kemerahan rongga mulut di. balik deretan gigi seperti mutiara.
"Memang amat tidak enak mati dalam penasaran. Kalian berdua orang Siauw-lim-pai yang keras hati dan keras kepala sudah menghadapi kematian, agar tidak mati dalam penasaran baiklah kalian mengenal kami. Aku adalah Puteri Nirahai, puteri ketujuh belas dari Kaisar. Adapun dia ini adalah Ouwyang Seng, putera Pangeran Ouwyang Cin Kok, murid bungsu namun paling lihai dari Kang-thouw-kwi Gak Liat.”
Kedua orang pendekar pedang itu terkejut. Biarpun mereka belum pernah mendengar nama kedua orang muda ini, namun melihat gerakan mereka dan tenaga sinkang mereka, tentu mereka ini merupakan lawan berat Apalagi kalo gadis ini benar benar seorang puteri kaisar, tentu di situ terdapat banyak pengawal-pengawal istana yang setiap saat dapat datang mengeroyok mereka. Mereka tidak takut, akan tetapi ingin sekali mengetahui apa yang menyebabkan puteri ini melakukan semua perbuatan ini.
"Mengapa kalian membunuh tiga orang anak murid Siauw-lim-pai, melempar mayat mereka di depan kuil dan menggunakan nama Hoa-san-pai?" tanya pula Liok Si Bhok.
"Adik Nirahai, kita bunuh saja mereka!" Ouwyang Seng, pemuda tampan itu berkata sambil mengerutkan alisnya yang hitam tebal.
Akan tetapi gadis Mancu itu sambil tersenyum menggoyang tangan kirinya yang kecil dan berkulit halus.
"Jangan membikin mereka mati penasaran, Ouw-yang-twako. Mereka toh pasti akan mati di tangan kita, mengapa tergesa-gesa? Biar mereka tahu lebih dulu akan duduknya persoalan, toh kita tidak usah khawatir kelak roh mereka akan membuka rahasia kepada para pimpinan Siaw-lim-pai dan Hoa-san-pai."
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu bergidik. Gadis ini bicara dengan sikap dingin, tidak sombong akan tetapi mengandung wibawa yang mengerikan.
"Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dengarlah baik-baik. Tiga orang muridmu itu memang kami yang membunuhnya dan sengaja kami pergunakan untuk mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi siapa nyana, kalian keras kepala dan tidak mau masuk perangkap, bahkan seorang muridmu yang belum mati membuka rahasia sehingga kalian dapat menemukan tempat ini. Sekarang kami hendak membunuhmu, dan akan kami atur agar para pimpinan Siauw-lim-pai menganggap bahwa kematianmu berada di tangan orang-orang Hoa-san-pai. Takkan dapat dicegah lagi, Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai akan bermusuhan, bertanding dan berbunuh bunuhan sampai keadaan mereka menjadi lemah. Bukankah ini merupakan siasat yang baik sekali!"
Dua gulungan sinar pedang itu kini bersatu, merupakan sinar kilat yang membentuk lingkaran-lingkaran aneh mengurung dan menindih tiga orang tokoh hitam yang terpaksa harus meloncat kesana kemari untuk menghindarkan diri dari sinar pedang yang berbahaya itu.
“Rebahlah!!”
Bentakan ini keluar secara berbareng dari mulut Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek dan sinar pedang mereka tiba-tiba berpisah, terpecah dua dan secepat kilat membabat tangan Hek-giam-ong dan Pek-giam-ong yang melakukan pukulan mendorong. Kedua orang kakek ini terkejut sekali, cepat menarik kembali tangan mereka, akan tetapi sinar pedang itu dari kanan kiri meluncur kearah dada mereka!
"Aihhhhh………!"
Hek-giam-ong terpaksa mengerahkan tenaga di tangan kanannya, menangkis sinar itu sambil Mengerahkan Toat-beng Hwi-ciang. la berhasil menangkis pedang itu, akan tetapi lengannya tergores ujung pedang dan terluka sehingga mengeluarkan darah.
Pek-giam-ong yang tenaganya tidak sehebat Hek-giam-ong, tidak berani menangkis melainkan cepat membuang diri ke belakang, akan tetapi pundaknya tetap saja kena dlserempet pedang sehingga terluka.
"Hiaaaaattt……..!!"
Ma Su Nio menggunakan kesempatan itu memukul dengan kedua tangannya yang merah ke arah lambung kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu, akan tetapi dengan gerakan otomatis kedua orang pendekar pedang itu menyabetkan pedang mereka ke belakang sambil memutar tubuh.
"Ayaaaaa.…...!"
Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio menjerit dan cepat ia menarik kembali kedua lengannya yang berbalik menjadi terancam. la dapat menyelamatkan kedua lengannya, akan tetapi tubuhnya terhuyung ke belakang dan saat itu dipergunakan oleh Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek untuk menerjang maju, mengirim tusukan maut ke arah tubuh wanita iblis yang amat lihai itu.
"Tranggg…….! Tranggggg……..!!”
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek terkejut sekali karena pedang mereka terpental dan hampir terlepas dari tangan mereka. Terutama sekali Liok Si Bhok yang merasa betapa pedangnya tergetar sehingga setelah tertangkis masih tergetar mengeluarkan suara mengaung, tanda betapa penangkisnya memiliki sinkang yang hebat sekali.
Lebih kaget dan heran dia ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya itu hanyalah sebatang payung di tangan gadis Mancu yang tadi duduk di atas tiang balok melintang. Adapun yang menangkis pedang Liong Ki Tek adalah sebatang pedang bersinar kuning di tangan pemuda tampan tadi.
Kedua orang tokoh Siauw-limpai itu maklum bahwa mereka terancam bahaya. Dua orang muda itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, sedangkan tiga orang murid Kang-thouw-kwi Gak Liat hanya terluka kecil saja. Bahkan Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio hanya mengalami kekagetan saja, belum terluka. Kalau mereka itu mau pula membantu tentu mereka berdua akan terancam bahaya maut.
Akan tetapi, sebagai pendekar-pendekar besar, mereka tidak menjadi gentar, bahkan saling berdekatan, berdampingan sambil menyilangkan pedang mereka di depan dada. Liok Si Bhok dengan sikap dan suara tenang bertanya.
"Siapakah kalian orang-orang muda?"
Gadis Mancu yang cantik itu tersenyum, pandang matanya melebihi tajamnya pedang ditangan pemuda itu dan lebih runcing daripada ujung payung ditangannya, namun senyumnya amat manis, membuka sepasang bibir yang indah bentuknya, memperlihatkan kemerahan rongga mulut di. balik deretan gigi seperti mutiara.
"Memang amat tidak enak mati dalam penasaran. Kalian berdua orang Siauw-lim-pai yang keras hati dan keras kepala sudah menghadapi kematian, agar tidak mati dalam penasaran baiklah kalian mengenal kami. Aku adalah Puteri Nirahai, puteri ketujuh belas dari Kaisar. Adapun dia ini adalah Ouwyang Seng, putera Pangeran Ouwyang Cin Kok, murid bungsu namun paling lihai dari Kang-thouw-kwi Gak Liat.”
Kedua orang pendekar pedang itu terkejut. Biarpun mereka belum pernah mendengar nama kedua orang muda ini, namun melihat gerakan mereka dan tenaga sinkang mereka, tentu mereka ini merupakan lawan berat Apalagi kalo gadis ini benar benar seorang puteri kaisar, tentu di situ terdapat banyak pengawal-pengawal istana yang setiap saat dapat datang mengeroyok mereka. Mereka tidak takut, akan tetapi ingin sekali mengetahui apa yang menyebabkan puteri ini melakukan semua perbuatan ini.
"Mengapa kalian membunuh tiga orang anak murid Siauw-lim-pai, melempar mayat mereka di depan kuil dan menggunakan nama Hoa-san-pai?" tanya pula Liok Si Bhok.
"Adik Nirahai, kita bunuh saja mereka!" Ouwyang Seng, pemuda tampan itu berkata sambil mengerutkan alisnya yang hitam tebal.
Akan tetapi gadis Mancu itu sambil tersenyum menggoyang tangan kirinya yang kecil dan berkulit halus.
"Jangan membikin mereka mati penasaran, Ouw-yang-twako. Mereka toh pasti akan mati di tangan kita, mengapa tergesa-gesa? Biar mereka tahu lebih dulu akan duduknya persoalan, toh kita tidak usah khawatir kelak roh mereka akan membuka rahasia kepada para pimpinan Siaw-lim-pai dan Hoa-san-pai."
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu bergidik. Gadis ini bicara dengan sikap dingin, tidak sombong akan tetapi mengandung wibawa yang mengerikan.
"Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dengarlah baik-baik. Tiga orang muridmu itu memang kami yang membunuhnya dan sengaja kami pergunakan untuk mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi siapa nyana, kalian keras kepala dan tidak mau masuk perangkap, bahkan seorang muridmu yang belum mati membuka rahasia sehingga kalian dapat menemukan tempat ini. Sekarang kami hendak membunuhmu, dan akan kami atur agar para pimpinan Siauw-lim-pai menganggap bahwa kematianmu berada di tangan orang-orang Hoa-san-pai. Takkan dapat dicegah lagi, Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai akan bermusuhan, bertanding dan berbunuh bunuhan sampai keadaan mereka menjadi lemah. Bukankah ini merupakan siasat yang baik sekali!"
"Keji! Iblis betina yang keji!" Liong. Ki Tek memaki. “Kalau benar kalian ini puteri Kaisar, tentu mengerti akan peradaban, kebudayaan dan setidaknya mengenal prikemanusiaan! Akan tetapi engkau palsu dan keji, lebih patut menjadi puteri siluman!"
"Manusia biadab lancang mulut !”
Ouw-yang Seng membentak dan hendak menyerang, akan tetapi kembali ia ditahan oleh Puteri Nirahai yang masih tetap tersenyum-senyum dan sedikit pun tidak kelihatan marah. Hal ini saja sudah mengagetkan hati kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Gadis masih begitu muda remaja sudah pandai menguasai perasaan tanda bahwa dia betul-betul memiliki ilmu yang tinggi lahir batin!
"Orang-orang Siauw-lim-pai, pandanganmu amat picik. Aku melakukan semua itu semata-mata untuk kepentingan kerajaan Ayahku yang menjadi Kaisar, untuk kejayaan bangsaku, untuk kemenangan negaraku. Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai diam-diam menentang Kerajaan Ceng merupakan musuh-musuh dan karena kedua partai ini amat kuat dan berbahaya maka perlu sekali dibikin lemah. Siasat ini merupakan siasat perang, dan kulakukan dengan dasar berbakti kepada Ayah dan negara, kepada bangsa yang tercinta.
Apakah bedanya dengan perbuatanmu menentang kerajaan kami? Kalian melakukan hal itu dengan dalih mengabdi bangsa, aku pun melakukan hal ini dengan dasar mengabdi bangsa, apa bedanya? Perbuatan kalian mungkin dianggap patriotik dan gagah perkasa oleh bangsamu dan kalian dianggap sebagai pahlawan oleh bangsamu. Akan tetapi aku pun dianggap seorang pahlawan wanita oleh bangsaku! Antara kalian dan aku hanya ada satu perbedaan, yaitu perbedaan dalam penilaian. Kalian berjuang untuk kebaikan, aku pun demikian. Yang menjadi pertanyaan besar, apakah itu yang dikatakan kebaikan?"
“Akan tetapi, kami penjunjung kegagahan, kebenaran dan keadilan pantang untuk melakukan siasat-siasat busuk yang hina seperti yang kau lakukan!"
Kata pula liok Si Bhok setelah tercengang sejenak mendengar ucapan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gadis remaja berusia dua puluh tahun itu.
"Hi-hik ,. ucapanmu itu menandakan bahwa engkau bukanlah seorang ahli perang! Mengandalkan kejujuran dan welas asih dalam perang, mana mungkin dapat menang? Perang ialah mengadu siasat, makin keji makin baik, mengadu kekerasan dan kekejaman. Sudahlah, kini bersiaplah kalian untuk mati!
"Baru saja ucapan ini habis dikeluarkan karena tiba-tiba Liok Si Bhok melihat sinar hitam yang lebar sekali mengembang didepannya dan gadis itu tiba-tiba lenyap, kemudian tahu-tahu ujung payung yang runcing telah meluncur secepat kilat menusuk dadanya! Kaget sekali pendekar ini, namun tidak percuma ia menjadi orang ke enam dari Siauw-lim Chit-kiam karena pedangnya sudah bergerak dengan pemutaran pergelangan tangannya, langsung menangkis ujung payung dari samping.
"Cringgggg !"
Liok Si Bhok terpaksa meloncat ke belakang sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Lengan kanannya seperti kesemutan, pedangnya masih tergetar dan diam-diam ia kaget dan kagum bukan main. Kiranya gadis itu telah menggerakkan payungnya secara luar biasa dahsyatnya. la memandang dengan penuh perhatian.
Senjata itu adalah sebuah payung biasa yang batangnya tentu terbuat dari baja pilihan yang amat kuat. Gagangnya melengkung seperti payung biasa, ruji-rujinya dari baja keras pula dan payungnya dari kain tebal berwarna hijau, ujung batangnya runcing seperti pedang.
Tadi ketika gadis itu menyerangnya, payung itu berkembang sehingga menyembunyikan tangan dan tubuh gadis itu dan disinilah letak kehebatan senjata ini. Kalau payung berkembang, lengan dan tangan yang memegang payung tersembunyi dan tidak tampak oleh lawan.
Padahal, dalam bertanding, yang penting adalah memperhatikan gerak lawan yang dapat dilihat sebelum senjata digerakkan dari gerakan tangan, lengan dan pundak. Kalau semua bagian tubuh ini tersembunyi, maka gerakan-gerakan selanjutnya dari lawan takkan tampak dan perkembangan serangannya takkan dapat diduga terlebih dulu.
Sementara itu, Ouwyang seng juga sudah menerjang Liong Ki Tek dengan pedangnya. Liong Ki Tek cepat menangkis, akan tetapi pada saat pedang bertemu, tangan kiri Ouwyang Seng yang terbuka itu mendorong ke depan dan serangkum hawa panas yang lebih hebat daripada ilmu Toat-beng Hwi-ciang dari Hek-pek Giam-ong menyambar kedepan.
"Aihhh…….!" Liong Ki Tek cepat meloncat ke belakang dan agak terhuyung saking kagetnya.
Ouwyang seng tertawa mengejek dan menerjang terus ke depan dengan pedangnya diseling pukulan-pukulan yang lebih berbahaya daripada pedang itu sendiri karena pemuda ini menggunakan pukulan sakti Hwi-yang sin-ciang!
Di dalam jilid-jilid yang lalu banyak diceritakan tentang Ouwyang seng ini sebagai murid Gak Liat yang lihai dan sejak kecil sudah memiliki watak yang keras dan kejam. Namun di samping watak ini, dia merupakan seorang murid yang amat tekun dan disayang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat, maka setelah kini berusia dua puluh tahun, ia telah menjadi seorang murid yang paling pandai diantara semua murid Si Setan Botak!
Bahkan Hwi-yang Sin-ciang yang tidak dapat dimiliki murid-murid lain, telah dikuasai oleh Ouwyang Seng yang ikut berlatih bersama suhunya dengan masakan batu-batu bintang. Toat-beng Hwi-ciang boleh jadi amat lihai, dan Hiat-ciang lebih dahsyat lagi, akan tetapi dibandingkan dengan Hwi-yang Sin-ciang, kedua ilmu pukulan yang berdasarkan Yang-kang itu masih kalah jauh!
Setelah dewasa, tentu saja Ouwyang Seng yang terkenal dengan sebutan Ouw-yang-kongcu menjadi seorang yang penting kedudukannya dalam tokoh-tokoh pembela Kerajaan Ceng. Ayahnya seorang pangeran yang terkenal juga, Pangeran Ouwyang Cin Kok yang menjadi seorang di antata para penjilat yang terlihai di dekat Kaisar Mancu. Dan mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, Ouwyang-kongcu ini bergerak dalam bidang pengamanan kerajaan terhadap ancaman para pejuang yang bergerak secara rahasia menentang pemerintah Mancu.
Siapakah wanita cantik yang amat hebat itu? Dia memang seorang puteri, bernama Puteri Nirahai, puteri dari Kaisar Mancu yang lahir dari seorang selir berbangsa Khitan. Puteri Nirahai ini rnemiliki kepandaian yang dahsyat, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ouwyang-kongcu sendiri! Dibandingkan dengan tingkat para tokoh datuk hitam, dia hanya kalah sedikit!
Memang sukar untuk dipercaya bagaimana seorang gadis berusia dua puluh tahun telah memiliki ilmu kepandaian sedahsyat itu, akan tetapi hal ini tidak akan mengherankan orang lagi kalau diingat bahwa dia adalah ahli waris dari kitab pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi dari mendiang puteri Ratu Khitan yang dahulu terkenal diseluruh dunia kang-ouw dengan julukan Mutiara Hitam!
Mutiara Hitam adalah seorang pendekar wanita sakti yang amat hebat ilmu kepandaiannya dan memiliki banyak kitab-kitab pusaka ilmu silat yang aneh-aneh dan amat tinggi. Kitab-kitab itu adalah peninggalan seorang tokoh wanita sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cilik Beracun) Liu Lu Sian yang bukan lain adalah ibu kandung Suling Emas yangt amat terkenal (baca cerita Suling Emas, Cinta Bernoda Darah dan Mutiara Hitam). Selama puluhan tahun, tidak ada kabar ceritanya tentang kitab-kitab itu dan secara kebetulan beberapa buah diantara kitab-kitab itu terjatuh ke tangan Puteri Nirahai inilah.
Di antara ilmu-ilmu silatnya yang hebat, Nirahai dapat mewarisi tiga buah ilmu kepandaian Mutiara Hitam, yaitu pertama adalah Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti), ke dua Ilmu, Pedang Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis), dan yang ke tiga adalah ilmu senjata rahasia Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi).
Yang amat hebat adalah ilmu pedangnya Pat-mo-kiam-hoat yang sukar dicari bandingnya karena memang dahsyat dan ganas sekali. Apalagi gadis ini mainkan ilmu itu dengan senjatanya yang istimewa yang disebut Tiat-mo-kiam (Pedang Payung Besi), maka kehebatannnya bertambah.
Dapat dibayangkan betapa lihainya permainan pedang yang tersembunyi di batik payung sehingga lawan tak dapat' melihat gerakan-gerakannya. Sebetulnya ilmu ini tadinya merupakan ilrnu pedang, akan tetapi dengan senjata seperti itu, sama dengan permainan pedang dibantu perisai, namun disatukan sehingga merupakan senjata yang ampuh dan jika tidak dipakai bertanding, dapat dipergunakan sebagai payung biasa untuk berlindung dari serangan hujan dan panas, juga menambah gaya bagi seorang gadis jelita seperti Nirahai.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang sudah tinggi tingkat ilmu kepandaiannya. Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, Tujuh Pedang Siauw-lim yang amat disegani orang. Mereka adalah murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai yang selain ahli dalam bermain pedang, juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, di samping pengalaman bertanding yang sudah luas.
Akan tetapi sekali ini, bertemu dengan Nirahai dan Ouwyang Seng, sebentar saja dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu terdesak hebat. Ilmu pedang yang dimainkan Nirahai dengan senjata payung luar biasa sekali dan tidak sampai lima puluh jurus, Liok Si Bhok yang bertubuh gemuk pendek itu tak mampu balas menyerang lagi karena dari balik payung hitam itu menyambar-nyambar sinar pedang bagaikan sinar kilat dari balik awan hitam yang tebal.
Tiba-tiba Nirahai mengeluarkan suara melengking tinggi dari balik payung menyambar sinar berkeredepan yang berbau harum ke arah leher Liok Si Bhok. Tokoh ini terkejut, maklum bahwa itulah senjata rahasia yang amat berbahaya. Dan memang dugaannya benar karena yang menyambar ltu adalah Siang-tok-ciam, segenggam jarum beracun yang berbau harum.
Liok Si Bhok cepat mengelak dengan miringkan diri ke kiri, akan tetapi ternyata bahwa serangan jarum itu hanya merupakan pancingan karena kini tahu-tahu ujung payung itu telah menusuk perutnya.
"Cringgggg!"
Pedang di tangan Liok Si Bhok tergetar, bertemu dengan ujung payung dan melekat! Pada detik berikut nya, dari batik payung itu menyambar kaki Nirahai yang kecil bersepatu indah, menendang dengan gerakan cepat sekali dan tahu-tahu telah mengenai lambung liok Si Bhok.
Tokoh Siauw-lim-pai yang bertubuh gendut pendek ini mengeluh dan tubuhnya terbanting ke belakang. Dua kali ia masih berhasil menangkis sinar pedang Nirahai, akan tetapi yang ketiga kalinya, tangkisamya meleset dan ujung payung itu menancap memasuki lehernya menembus dari kanan ke kiri. Tanpa sempat berteriak lagi Liok Si Bhok tewas dengan leher hampir putus!
"Ouwyang-twako, jangan robohkan dia dengan sin-ciang! Pukulan itu akan dikenaI orang dan menggagalkan rencanaku!"
Niraha berseru ketika melihat betapa Ouwyang Seng mendesak Liong Ki Tek dengan pedang dan pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang.
Ouwyang Seng yang melihat betapa puteri itu telah berhasil merobohkan lawannya, menjadi penasaran dan malu. Tanpa mengandalkan Hwi-yang Sin-ciang, bagaimana ia akan mampu merobohkan lawan yang tangguh ini? Akan tetapi pada saat itu, Nirahai telah menerjang maju dan menyerang Liong Ki Tek dengan payungnya yang hebat itu. Seperti juga Liok Si Bhok tadi, kini menghadapi serangan payung, Liong Ki Tek terkejut dan bingung.
Tahulah pendekar ini mengapa suhengnya tewas di tangan puteri ini, ternyata bahwa senjata payung pedang itu benar-benar sukar dilawan. Ia mengerahkan tenaganya menangkis dan terdengar suara keras diikuti muncratnya bunga api.
Dibandingkan dengan suhengnya, Liong Ki Tek yang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang lebih kuat sungguhpun ilmu pedangnya tidak sehebat Liok Si Bhok. Akan tetapi tangkisannya yang mengandung tenaga kuat itu pun tidak mampu membikin payung terpental, bahkan kini pedangnya melekat pula pada ujung payung itu, tak dapat ia lepaskan. Dan saat ini dipergunakan dengan baik oleh Ouwyang Seng yang sudah menusukkan pedangnya ke perut Liong Ki Tek sampai tembus ke punggung.
"Ihhh…….., kau kasar sekali, Twako!"
Nirahai menarik payungnya dan cepat meloncat ke belakang agar jangan terkena semburan darah dari perut Liong Ki Tek.
Ouwyang Seng menjadi merah mukanya. Memang, tadi ia menyerang dengan kasar saking gemas dan penasaran bahwa ia harus dibantu oleh gadis ini untuk merobohkan tokoh Siauw-lim-pai ini sehingga kekasaran serangannya itu nyaris mendatangkan noda darah yang menyembur keluar dari perut Liong Ki Tek pada baju nona itu.
"Sesudah dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tewas, apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Adik Nirahai? Kurasa permainanmu terlalu berbahaya sekarang."
Untuk menutupi kenyataannya bahwa dia tidak secepat Nirahai merobohkan lawan.bahkan mendapat bantuan gadis perkasa itu, Ouwyang Seng menekan gadis itu dengan kata-kata yang sifatnya menegur ini.
"Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, dan kekuatan Siauw-lim-pai sama sekali tidak boleh dipandang ringan."
Nirahai tersenyum manis.
"Tenanglah, Ouwyang-twako dan serahkan saja padaku karena aku telah membuat rencana yang baik sekali, jauh lebih baik dari pada rencana semula. Engkau tahu, Twako. Untuk memancing ikan besar harus menggunakan umpan besar dan dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam ini merupakan umpan besar sekali yang kematiannya akan membikin geger Siauw-lim-pai dan sekali ini kutanggung bahwa Siauw-lim-pai akan memusuhi Hoa-san-pai sehingga kita tidaklah harus bersusah payah lagi menggempur keduanya.”
Dengan wajah manis dan sikap tenang gadls itu lalu menceritakan rencananya kepada Ouwyang Seng. Pemuda ini mendengarkan penuh perhatian, makin lama makin tertarik dan setelah gadis itu menyelesaikan penuturan tentang rencana dan siasatnya, ia bangkit berdiri dan menjura kepada Nirahai sambil berkata.
"Wah, engkau hebat sekali, Adik Nirahai! Sungguh mengagumkan! Makin besar dan berbahagialah hatiku kalau aku teringat bahwa engkau yang begini cantik jelita, begini lihai ilmu silatnya, begini cerdik pandai adalah tunanganku…."
"Hemmm, jangan tergesa-gesa, Twa-ko….."
Nirahai memotong, sepasang alisnya yang kecil panjang dan hitam itu berkerut, akan tetapi bibirnya yang merah tersenyum tenang.
"Adikku sayang…… Nirahai….. aku tidak tergesa-gesa, akan tetapi……. bukankah sudah setengah resmi perjodohan kita……?" Ouwyang Seng berlutut dan suaranya gemetar penuh perasaan. "Diantara Ayahmu dan Ayahku…… “
Nirahai menundukkan muka memandang wajah pemuda yang tampan itu. Ia suka kepada pemuda yang se!alu pandai mengambil hatinya ini akan tetapi……. Ouwyang Seng bukanlah pria yang memenuhi idaman hatinya.
"Ouwyang-twako yang akan berjodoh adalah kita, bukan Ayah!. Kita……"
"Nirahai…...!"
Ouwyang Seng memandang dengan sinar mata penuh cinta kasih dan permohonan sehingga Nirahai menjadi kasihan, mengulurkan tangannya. Ouwyang Seng menangkap jari-jari tangan yang halus meruncing itu dengan kedua tangannya, lalu menciumi jari-jari tangan.itu penuh nafsu birahi dan cinta kasih.
"Ohhh, Nirahai puteri jelita, pujaan hati-ku. Aku cinta padamu….”
Sejenak puteri itu membiarkan jari tangannya dibelai dan dicium, akan tetapi mulutnya berkata halus,
"Aku tahu bahwa engkau mencintaku, Twako. Akan, tetapi aku tidak…… ah, belum lagi aku dapat menjatuhkan cinta kasihku kepada seseorang…….”
"Aku dapat menanti, sayang. Aku dapat bersabar, akan kunanti penuh harapan berseminya cinta kasih di hatimu terhadap diriku. Nirahai……."
Puteri itu menarik tangannya terlepas dan berkata, biarpun mulutnya masih tersenyum namun suaranya agak dingin,
“Cukuplah, Twako. Kita sedang bertugas, dan aku tidak senang bicara tentang hal itu. Harap kau suka mempersiapkan pasukan pengawal dan sediakan dua buah peti mati akan tetapi jangan kelihatan seperti peti mati, melainkan peti untuk mengirim barang berharga. Aku hendak menyampaikan berita kematian ini kepada anak murid Siauw-Lim Chit-kiam yang kebetulan berada di kota Kok-lee-bun tak jauh dari sini, kemudian aku akan ke Kwan-teng menemui Tan-piauwsu kepaIa Pek-eng-piauwkiok. Siasatku ini harus berjalan lancar dan harus berhasil, Twako."
Ouwyang Seng adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ia dapat menangkap nada suara dingin itu dan tidak berani melanjutkan rayuannya tentang cinta. Ia bangkit berdiri, menghela napas dan berkata,
"Baiklah, Adik Nirahai. Aku sudah maklum akan rencanamu tadi."
Nirahai lalu berkelebat cepat ke arah belakang kuil tua itu, meloncat ke punggung kuda yang disembunyikan jauh dari situ kemudian membalap untuk melaksanakan siasatnya. Apakah siasat puteri yang cerdik ini? Seperti telah diceritakan di bagian depan, siasatnya mengadu domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai ternyata hampir berhasil atau hanya setengah berhasil karena secara tak tersangka-sangka muncul tokoh aneh yang mengacaukan urusan, yaitu Han Han dan Lulu!
Keadaan dalam kuil Siauw-lim-si yang menjadi pusat Siauw-lim-pai dan diketuai oleh Ceng San Hwesio kini diliputi awan kedukaan dan penasaran. Beberapa hari yang lalu, datanglah Lauw Sin Lian murid terkaslh Siauw-Iim Chit-kiam bersama beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai mengawal sebuah kereta yang terisi dua peti yang terisi mayat-mayat Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek! Juga mayat tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai tingkat rendah.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan berduka hati Ceng San Hwesio dan para tokoh Suw-lim-pai ketika melihat dua mayat tokoh Siauw-lim-pai yang telah rusak itu. Mayat-mayat itu cepat diperabukan dan setelah mereka semua berkabung, Ceng San Hwesio lalu mengumpulkan anak murid dan adik-adik seperguruan untuk berunding.
Biarpun Lauw Sin Lian terhitung hanya cucu murid ketua Siauw-lim-pai ini, akan tetapi karena tingkat kepandaian Sin Lian sebagai murid terkasih Siauw-lim Chit-kiam sudah amat tinggi dan pula karena gadis inilah menjadi saksi utama mengenai bentrokan dengan Hoa-san-pai, maka Sin Lian juga hadir dalam pertemuan besar itu.
"Sungguh tidak nyana sekali Hoa-san-pai menjadi perkumpulan yang rendah dan dapat diperalat oleh kaum penjajah !”
Ceng San Hwesio ketua Siauw-lim pai mengerutkan alisnya dan mengepal tasbih di tangannya erat-erat, wajahnya yang kurus itu menjadi merah sekali warnanya.
"Amatlah keji perbuatan mereka terhadap dua orang muridku itu dan agaknya mereka itu sudah menyatakan permusuhan secara terbuka. Sute, mulai saat ini, harap Sute suka mengatur seluruh anak murid kita untuk melakukan penjagaan ketat siang malam menjaga keamanan kuil Semua anak murid yang berada di dalam kuil tidak diperbolehkan keluar dan segala bentrokan dengan golongan apa pun juga harus ditiadakan. Selain itu, Sute harap mengutus anak murid untuk mengundang semua saudara dan murid untuk berkumpul di sini, selambatnya sebulan.
Sebelum tenaga kita berkumpul semua dan kedudukan kita cukup kuat, jangan ada yang lancang turun tangan terhadap anak murid Hoa-san-pai. Nanti kalau semua tenaga sudah terkumpul, pinceng sendiri yang akan memimpin pasukan Siauw-lim-pai menuju ke Hoa-san-pai dan menuntut balas atas kekejaman Hoa-san pai terhadap kita!"
Kalau seorang ketua perkumpulan besar seperti Siaw-Lim-pai sudah rnenyatakan hendak rnemimpin sendiri penyerbuan, hal ini menandakan bahwa ketua itu sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dan memang demikianlah keadaan Ceng San Hwesio yang sudah marah sekali. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua di antara murid-murid yang paling ia sayang, kini melihat murid-muridnya itu tewas dalam keadaan mengenaskan, hwesio tua ini tak mampu lagi mengendalikan kemarahannya.
"Manusia biadab lancang mulut !”
Ouw-yang Seng membentak dan hendak menyerang, akan tetapi kembali ia ditahan oleh Puteri Nirahai yang masih tetap tersenyum-senyum dan sedikit pun tidak kelihatan marah. Hal ini saja sudah mengagetkan hati kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Gadis masih begitu muda remaja sudah pandai menguasai perasaan tanda bahwa dia betul-betul memiliki ilmu yang tinggi lahir batin!
"Orang-orang Siauw-lim-pai, pandanganmu amat picik. Aku melakukan semua itu semata-mata untuk kepentingan kerajaan Ayahku yang menjadi Kaisar, untuk kejayaan bangsaku, untuk kemenangan negaraku. Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai diam-diam menentang Kerajaan Ceng merupakan musuh-musuh dan karena kedua partai ini amat kuat dan berbahaya maka perlu sekali dibikin lemah. Siasat ini merupakan siasat perang, dan kulakukan dengan dasar berbakti kepada Ayah dan negara, kepada bangsa yang tercinta.
Apakah bedanya dengan perbuatanmu menentang kerajaan kami? Kalian melakukan hal itu dengan dalih mengabdi bangsa, aku pun melakukan hal ini dengan dasar mengabdi bangsa, apa bedanya? Perbuatan kalian mungkin dianggap patriotik dan gagah perkasa oleh bangsamu dan kalian dianggap sebagai pahlawan oleh bangsamu. Akan tetapi aku pun dianggap seorang pahlawan wanita oleh bangsaku! Antara kalian dan aku hanya ada satu perbedaan, yaitu perbedaan dalam penilaian. Kalian berjuang untuk kebaikan, aku pun demikian. Yang menjadi pertanyaan besar, apakah itu yang dikatakan kebaikan?"
“Akan tetapi, kami penjunjung kegagahan, kebenaran dan keadilan pantang untuk melakukan siasat-siasat busuk yang hina seperti yang kau lakukan!"
Kata pula liok Si Bhok setelah tercengang sejenak mendengar ucapan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gadis remaja berusia dua puluh tahun itu.
"Hi-hik ,. ucapanmu itu menandakan bahwa engkau bukanlah seorang ahli perang! Mengandalkan kejujuran dan welas asih dalam perang, mana mungkin dapat menang? Perang ialah mengadu siasat, makin keji makin baik, mengadu kekerasan dan kekejaman. Sudahlah, kini bersiaplah kalian untuk mati!
"Baru saja ucapan ini habis dikeluarkan karena tiba-tiba Liok Si Bhok melihat sinar hitam yang lebar sekali mengembang didepannya dan gadis itu tiba-tiba lenyap, kemudian tahu-tahu ujung payung yang runcing telah meluncur secepat kilat menusuk dadanya! Kaget sekali pendekar ini, namun tidak percuma ia menjadi orang ke enam dari Siauw-lim Chit-kiam karena pedangnya sudah bergerak dengan pemutaran pergelangan tangannya, langsung menangkis ujung payung dari samping.
"Cringgggg !"
Liok Si Bhok terpaksa meloncat ke belakang sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Lengan kanannya seperti kesemutan, pedangnya masih tergetar dan diam-diam ia kaget dan kagum bukan main. Kiranya gadis itu telah menggerakkan payungnya secara luar biasa dahsyatnya. la memandang dengan penuh perhatian.
Senjata itu adalah sebuah payung biasa yang batangnya tentu terbuat dari baja pilihan yang amat kuat. Gagangnya melengkung seperti payung biasa, ruji-rujinya dari baja keras pula dan payungnya dari kain tebal berwarna hijau, ujung batangnya runcing seperti pedang.
Tadi ketika gadis itu menyerangnya, payung itu berkembang sehingga menyembunyikan tangan dan tubuh gadis itu dan disinilah letak kehebatan senjata ini. Kalau payung berkembang, lengan dan tangan yang memegang payung tersembunyi dan tidak tampak oleh lawan.
Padahal, dalam bertanding, yang penting adalah memperhatikan gerak lawan yang dapat dilihat sebelum senjata digerakkan dari gerakan tangan, lengan dan pundak. Kalau semua bagian tubuh ini tersembunyi, maka gerakan-gerakan selanjutnya dari lawan takkan tampak dan perkembangan serangannya takkan dapat diduga terlebih dulu.
Sementara itu, Ouwyang seng juga sudah menerjang Liong Ki Tek dengan pedangnya. Liong Ki Tek cepat menangkis, akan tetapi pada saat pedang bertemu, tangan kiri Ouwyang Seng yang terbuka itu mendorong ke depan dan serangkum hawa panas yang lebih hebat daripada ilmu Toat-beng Hwi-ciang dari Hek-pek Giam-ong menyambar kedepan.
"Aihhh…….!" Liong Ki Tek cepat meloncat ke belakang dan agak terhuyung saking kagetnya.
Ouwyang seng tertawa mengejek dan menerjang terus ke depan dengan pedangnya diseling pukulan-pukulan yang lebih berbahaya daripada pedang itu sendiri karena pemuda ini menggunakan pukulan sakti Hwi-yang sin-ciang!
Di dalam jilid-jilid yang lalu banyak diceritakan tentang Ouwyang seng ini sebagai murid Gak Liat yang lihai dan sejak kecil sudah memiliki watak yang keras dan kejam. Namun di samping watak ini, dia merupakan seorang murid yang amat tekun dan disayang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat, maka setelah kini berusia dua puluh tahun, ia telah menjadi seorang murid yang paling pandai diantara semua murid Si Setan Botak!
Bahkan Hwi-yang Sin-ciang yang tidak dapat dimiliki murid-murid lain, telah dikuasai oleh Ouwyang Seng yang ikut berlatih bersama suhunya dengan masakan batu-batu bintang. Toat-beng Hwi-ciang boleh jadi amat lihai, dan Hiat-ciang lebih dahsyat lagi, akan tetapi dibandingkan dengan Hwi-yang Sin-ciang, kedua ilmu pukulan yang berdasarkan Yang-kang itu masih kalah jauh!
Setelah dewasa, tentu saja Ouwyang Seng yang terkenal dengan sebutan Ouw-yang-kongcu menjadi seorang yang penting kedudukannya dalam tokoh-tokoh pembela Kerajaan Ceng. Ayahnya seorang pangeran yang terkenal juga, Pangeran Ouwyang Cin Kok yang menjadi seorang di antata para penjilat yang terlihai di dekat Kaisar Mancu. Dan mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, Ouwyang-kongcu ini bergerak dalam bidang pengamanan kerajaan terhadap ancaman para pejuang yang bergerak secara rahasia menentang pemerintah Mancu.
Siapakah wanita cantik yang amat hebat itu? Dia memang seorang puteri, bernama Puteri Nirahai, puteri dari Kaisar Mancu yang lahir dari seorang selir berbangsa Khitan. Puteri Nirahai ini rnemiliki kepandaian yang dahsyat, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Ouwyang-kongcu sendiri! Dibandingkan dengan tingkat para tokoh datuk hitam, dia hanya kalah sedikit!
Memang sukar untuk dipercaya bagaimana seorang gadis berusia dua puluh tahun telah memiliki ilmu kepandaian sedahsyat itu, akan tetapi hal ini tidak akan mengherankan orang lagi kalau diingat bahwa dia adalah ahli waris dari kitab pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi dari mendiang puteri Ratu Khitan yang dahulu terkenal diseluruh dunia kang-ouw dengan julukan Mutiara Hitam!
Mutiara Hitam adalah seorang pendekar wanita sakti yang amat hebat ilmu kepandaiannya dan memiliki banyak kitab-kitab pusaka ilmu silat yang aneh-aneh dan amat tinggi. Kitab-kitab itu adalah peninggalan seorang tokoh wanita sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cilik Beracun) Liu Lu Sian yang bukan lain adalah ibu kandung Suling Emas yangt amat terkenal (baca cerita Suling Emas, Cinta Bernoda Darah dan Mutiara Hitam). Selama puluhan tahun, tidak ada kabar ceritanya tentang kitab-kitab itu dan secara kebetulan beberapa buah diantara kitab-kitab itu terjatuh ke tangan Puteri Nirahai inilah.
Di antara ilmu-ilmu silatnya yang hebat, Nirahai dapat mewarisi tiga buah ilmu kepandaian Mutiara Hitam, yaitu pertama adalah Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti), ke dua Ilmu, Pedang Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu Pedang Delapan Iblis), dan yang ke tiga adalah ilmu senjata rahasia Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi).
Yang amat hebat adalah ilmu pedangnya Pat-mo-kiam-hoat yang sukar dicari bandingnya karena memang dahsyat dan ganas sekali. Apalagi gadis ini mainkan ilmu itu dengan senjatanya yang istimewa yang disebut Tiat-mo-kiam (Pedang Payung Besi), maka kehebatannnya bertambah.
Dapat dibayangkan betapa lihainya permainan pedang yang tersembunyi di batik payung sehingga lawan tak dapat' melihat gerakan-gerakannya. Sebetulnya ilmu ini tadinya merupakan ilrnu pedang, akan tetapi dengan senjata seperti itu, sama dengan permainan pedang dibantu perisai, namun disatukan sehingga merupakan senjata yang ampuh dan jika tidak dipakai bertanding, dapat dipergunakan sebagai payung biasa untuk berlindung dari serangan hujan dan panas, juga menambah gaya bagi seorang gadis jelita seperti Nirahai.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang sudah tinggi tingkat ilmu kepandaiannya. Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, Tujuh Pedang Siauw-lim yang amat disegani orang. Mereka adalah murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai yang selain ahli dalam bermain pedang, juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, di samping pengalaman bertanding yang sudah luas.
Akan tetapi sekali ini, bertemu dengan Nirahai dan Ouwyang Seng, sebentar saja dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu terdesak hebat. Ilmu pedang yang dimainkan Nirahai dengan senjata payung luar biasa sekali dan tidak sampai lima puluh jurus, Liok Si Bhok yang bertubuh gemuk pendek itu tak mampu balas menyerang lagi karena dari balik payung hitam itu menyambar-nyambar sinar pedang bagaikan sinar kilat dari balik awan hitam yang tebal.
Tiba-tiba Nirahai mengeluarkan suara melengking tinggi dari balik payung menyambar sinar berkeredepan yang berbau harum ke arah leher Liok Si Bhok. Tokoh ini terkejut, maklum bahwa itulah senjata rahasia yang amat berbahaya. Dan memang dugaannya benar karena yang menyambar ltu adalah Siang-tok-ciam, segenggam jarum beracun yang berbau harum.
Liok Si Bhok cepat mengelak dengan miringkan diri ke kiri, akan tetapi ternyata bahwa serangan jarum itu hanya merupakan pancingan karena kini tahu-tahu ujung payung itu telah menusuk perutnya.
"Cringgggg!"
Pedang di tangan Liok Si Bhok tergetar, bertemu dengan ujung payung dan melekat! Pada detik berikut nya, dari batik payung itu menyambar kaki Nirahai yang kecil bersepatu indah, menendang dengan gerakan cepat sekali dan tahu-tahu telah mengenai lambung liok Si Bhok.
Tokoh Siauw-lim-pai yang bertubuh gendut pendek ini mengeluh dan tubuhnya terbanting ke belakang. Dua kali ia masih berhasil menangkis sinar pedang Nirahai, akan tetapi yang ketiga kalinya, tangkisamya meleset dan ujung payung itu menancap memasuki lehernya menembus dari kanan ke kiri. Tanpa sempat berteriak lagi Liok Si Bhok tewas dengan leher hampir putus!
"Ouwyang-twako, jangan robohkan dia dengan sin-ciang! Pukulan itu akan dikenaI orang dan menggagalkan rencanaku!"
Niraha berseru ketika melihat betapa Ouwyang Seng mendesak Liong Ki Tek dengan pedang dan pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang.
Ouwyang Seng yang melihat betapa puteri itu telah berhasil merobohkan lawannya, menjadi penasaran dan malu. Tanpa mengandalkan Hwi-yang Sin-ciang, bagaimana ia akan mampu merobohkan lawan yang tangguh ini? Akan tetapi pada saat itu, Nirahai telah menerjang maju dan menyerang Liong Ki Tek dengan payungnya yang hebat itu. Seperti juga Liok Si Bhok tadi, kini menghadapi serangan payung, Liong Ki Tek terkejut dan bingung.
Tahulah pendekar ini mengapa suhengnya tewas di tangan puteri ini, ternyata bahwa senjata payung pedang itu benar-benar sukar dilawan. Ia mengerahkan tenaganya menangkis dan terdengar suara keras diikuti muncratnya bunga api.
Dibandingkan dengan suhengnya, Liong Ki Tek yang tinggi kurus ini memiliki tenaga yang lebih kuat sungguhpun ilmu pedangnya tidak sehebat Liok Si Bhok. Akan tetapi tangkisannya yang mengandung tenaga kuat itu pun tidak mampu membikin payung terpental, bahkan kini pedangnya melekat pula pada ujung payung itu, tak dapat ia lepaskan. Dan saat ini dipergunakan dengan baik oleh Ouwyang Seng yang sudah menusukkan pedangnya ke perut Liong Ki Tek sampai tembus ke punggung.
"Ihhh…….., kau kasar sekali, Twako!"
Nirahai menarik payungnya dan cepat meloncat ke belakang agar jangan terkena semburan darah dari perut Liong Ki Tek.
Ouwyang Seng menjadi merah mukanya. Memang, tadi ia menyerang dengan kasar saking gemas dan penasaran bahwa ia harus dibantu oleh gadis ini untuk merobohkan tokoh Siauw-lim-pai ini sehingga kekasaran serangannya itu nyaris mendatangkan noda darah yang menyembur keluar dari perut Liong Ki Tek pada baju nona itu.
"Sesudah dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tewas, apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Adik Nirahai? Kurasa permainanmu terlalu berbahaya sekarang."
Untuk menutupi kenyataannya bahwa dia tidak secepat Nirahai merobohkan lawan.bahkan mendapat bantuan gadis perkasa itu, Ouwyang Seng menekan gadis itu dengan kata-kata yang sifatnya menegur ini.
"Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, dan kekuatan Siauw-lim-pai sama sekali tidak boleh dipandang ringan."
Nirahai tersenyum manis.
"Tenanglah, Ouwyang-twako dan serahkan saja padaku karena aku telah membuat rencana yang baik sekali, jauh lebih baik dari pada rencana semula. Engkau tahu, Twako. Untuk memancing ikan besar harus menggunakan umpan besar dan dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam ini merupakan umpan besar sekali yang kematiannya akan membikin geger Siauw-lim-pai dan sekali ini kutanggung bahwa Siauw-lim-pai akan memusuhi Hoa-san-pai sehingga kita tidaklah harus bersusah payah lagi menggempur keduanya.”
Dengan wajah manis dan sikap tenang gadls itu lalu menceritakan rencananya kepada Ouwyang Seng. Pemuda ini mendengarkan penuh perhatian, makin lama makin tertarik dan setelah gadis itu menyelesaikan penuturan tentang rencana dan siasatnya, ia bangkit berdiri dan menjura kepada Nirahai sambil berkata.
"Wah, engkau hebat sekali, Adik Nirahai! Sungguh mengagumkan! Makin besar dan berbahagialah hatiku kalau aku teringat bahwa engkau yang begini cantik jelita, begini lihai ilmu silatnya, begini cerdik pandai adalah tunanganku…."
"Hemmm, jangan tergesa-gesa, Twa-ko….."
Nirahai memotong, sepasang alisnya yang kecil panjang dan hitam itu berkerut, akan tetapi bibirnya yang merah tersenyum tenang.
"Adikku sayang…… Nirahai….. aku tidak tergesa-gesa, akan tetapi……. bukankah sudah setengah resmi perjodohan kita……?" Ouwyang Seng berlutut dan suaranya gemetar penuh perasaan. "Diantara Ayahmu dan Ayahku…… “
Nirahai menundukkan muka memandang wajah pemuda yang tampan itu. Ia suka kepada pemuda yang se!alu pandai mengambil hatinya ini akan tetapi……. Ouwyang Seng bukanlah pria yang memenuhi idaman hatinya.
"Ouwyang-twako yang akan berjodoh adalah kita, bukan Ayah!. Kita……"
"Nirahai…...!"
Ouwyang Seng memandang dengan sinar mata penuh cinta kasih dan permohonan sehingga Nirahai menjadi kasihan, mengulurkan tangannya. Ouwyang Seng menangkap jari-jari tangan yang halus meruncing itu dengan kedua tangannya, lalu menciumi jari-jari tangan.itu penuh nafsu birahi dan cinta kasih.
"Ohhh, Nirahai puteri jelita, pujaan hati-ku. Aku cinta padamu….”
Sejenak puteri itu membiarkan jari tangannya dibelai dan dicium, akan tetapi mulutnya berkata halus,
"Aku tahu bahwa engkau mencintaku, Twako. Akan, tetapi aku tidak…… ah, belum lagi aku dapat menjatuhkan cinta kasihku kepada seseorang…….”
"Aku dapat menanti, sayang. Aku dapat bersabar, akan kunanti penuh harapan berseminya cinta kasih di hatimu terhadap diriku. Nirahai……."
Puteri itu menarik tangannya terlepas dan berkata, biarpun mulutnya masih tersenyum namun suaranya agak dingin,
“Cukuplah, Twako. Kita sedang bertugas, dan aku tidak senang bicara tentang hal itu. Harap kau suka mempersiapkan pasukan pengawal dan sediakan dua buah peti mati akan tetapi jangan kelihatan seperti peti mati, melainkan peti untuk mengirim barang berharga. Aku hendak menyampaikan berita kematian ini kepada anak murid Siauw-Lim Chit-kiam yang kebetulan berada di kota Kok-lee-bun tak jauh dari sini, kemudian aku akan ke Kwan-teng menemui Tan-piauwsu kepaIa Pek-eng-piauwkiok. Siasatku ini harus berjalan lancar dan harus berhasil, Twako."
Ouwyang Seng adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ia dapat menangkap nada suara dingin itu dan tidak berani melanjutkan rayuannya tentang cinta. Ia bangkit berdiri, menghela napas dan berkata,
"Baiklah, Adik Nirahai. Aku sudah maklum akan rencanamu tadi."
Nirahai lalu berkelebat cepat ke arah belakang kuil tua itu, meloncat ke punggung kuda yang disembunyikan jauh dari situ kemudian membalap untuk melaksanakan siasatnya. Apakah siasat puteri yang cerdik ini? Seperti telah diceritakan di bagian depan, siasatnya mengadu domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai ternyata hampir berhasil atau hanya setengah berhasil karena secara tak tersangka-sangka muncul tokoh aneh yang mengacaukan urusan, yaitu Han Han dan Lulu!
Keadaan dalam kuil Siauw-lim-si yang menjadi pusat Siauw-lim-pai dan diketuai oleh Ceng San Hwesio kini diliputi awan kedukaan dan penasaran. Beberapa hari yang lalu, datanglah Lauw Sin Lian murid terkaslh Siauw-Iim Chit-kiam bersama beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai mengawal sebuah kereta yang terisi dua peti yang terisi mayat-mayat Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek! Juga mayat tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai tingkat rendah.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan berduka hati Ceng San Hwesio dan para tokoh Suw-lim-pai ketika melihat dua mayat tokoh Siauw-lim-pai yang telah rusak itu. Mayat-mayat itu cepat diperabukan dan setelah mereka semua berkabung, Ceng San Hwesio lalu mengumpulkan anak murid dan adik-adik seperguruan untuk berunding.
Biarpun Lauw Sin Lian terhitung hanya cucu murid ketua Siauw-lim-pai ini, akan tetapi karena tingkat kepandaian Sin Lian sebagai murid terkasih Siauw-lim Chit-kiam sudah amat tinggi dan pula karena gadis inilah menjadi saksi utama mengenai bentrokan dengan Hoa-san-pai, maka Sin Lian juga hadir dalam pertemuan besar itu.
"Sungguh tidak nyana sekali Hoa-san-pai menjadi perkumpulan yang rendah dan dapat diperalat oleh kaum penjajah !”
Ceng San Hwesio ketua Siauw-lim pai mengerutkan alisnya dan mengepal tasbih di tangannya erat-erat, wajahnya yang kurus itu menjadi merah sekali warnanya.
"Amatlah keji perbuatan mereka terhadap dua orang muridku itu dan agaknya mereka itu sudah menyatakan permusuhan secara terbuka. Sute, mulai saat ini, harap Sute suka mengatur seluruh anak murid kita untuk melakukan penjagaan ketat siang malam menjaga keamanan kuil Semua anak murid yang berada di dalam kuil tidak diperbolehkan keluar dan segala bentrokan dengan golongan apa pun juga harus ditiadakan. Selain itu, Sute harap mengutus anak murid untuk mengundang semua saudara dan murid untuk berkumpul di sini, selambatnya sebulan.
Sebelum tenaga kita berkumpul semua dan kedudukan kita cukup kuat, jangan ada yang lancang turun tangan terhadap anak murid Hoa-san-pai. Nanti kalau semua tenaga sudah terkumpul, pinceng sendiri yang akan memimpin pasukan Siauw-lim-pai menuju ke Hoa-san-pai dan menuntut balas atas kekejaman Hoa-san pai terhadap kita!"
Kalau seorang ketua perkumpulan besar seperti Siaw-Lim-pai sudah rnenyatakan hendak rnemimpin sendiri penyerbuan, hal ini menandakan bahwa ketua itu sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dan memang demikianlah keadaan Ceng San Hwesio yang sudah marah sekali. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua di antara murid-murid yang paling ia sayang, kini melihat murid-muridnya itu tewas dalam keadaan mengenaskan, hwesio tua ini tak mampu lagi mengendalikan kemarahannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar