"Ohhhhh, tidak…. jangan…" Lulu menggeleng kepalanya. "jangan mengganggu Han-ko…."
Memang luar biasa sekali cinta kasih bocah ini terhadap kakak angkatnya. Andaikata tidak ada kekhawatirannya terhadap Han Han, tentu ia sudah roboh pingsan seketika itu juga saking ngerinya. Kini, melihat biruang itu mendekati Han Han, Lulu melupakan rasa takutnya dan berusaha mengusir biruang itu dengan suara dan gerakan tangan!
Namun, biruang itu agaknya tidak mempedulikan Lulu, menggunakan kedua kaki depan seperti sepasang lengan manusia, memondong tubuh Han Han dengan amat ringannya, kemudian bangkit berdiri lagi dan berjalan terseok-seok sambil memondong tubuh Han Han yang masih pingsan!
Lulu terbelalak, seperti terpesona. Biruang itu tidak menggigit Han Han, tidak menganggunya, malah memondong dan seperti hendak menolongnya! Ia pun lalu bangkit perlahan, mengambil tiga buah kitab yang tertinggal di situ, kemudian berjalan perlahan-lahan mengikuti biruang itu.
Dia merasa terlalu takut kalau biruang itu menjadi marah dan mengganggu Han Han, maka Lulu melangkah maju tanpa mengeluarkan suara, bahkan setengah menahan napas karena mengkhawatirkan keselamatan kakaknya.
Betapa indahnya dunia ini kalau perasaan kasih sayang yang begitu murni dan berada dalam hati setiap orang manusia itu diperkembangkan! Betapa sucinya cinta kasih sehingga dalam detik-detik yang mengancam diri sendiri, orang masih lupa akan bahaya yang mengancam diri pribadi, bahkan mengkhawatirkan keselamatan orang yang dikasihinya.
Cinta kasih murni ini sajalah yang mampu mengalahkan dan mengusir kelemahan utama manusia, yaitu mementingkan diri pribadi (egoism). Cinta kasih adalah suatu sifat yang suci, sebuah di antara sifat Tuhan Yang Maha Kasih.
Biruang putih atau biruang es itu berjalan terus membawa Han Han ke tengah pulau. Dalam kekhawatirannya akan keselamatan kakaknya, Lulu yang sebetulnya sudah amat lemah itu, kini dapat berjalan terus mengikuti biruang itu sampai ke tengah pulau. Padahal tadi, melangkah setindak pun sudah terasa amat berat, bagi tubuhnya yang kurang makan sampai berhari-hari dan telah mengalami kesengsaraan hebat itu.
Alangkah heran hati Lulu ketika ia melihat sebuah bangunan yang cukup besar di tengah pulau dan ke arah bangunan itulah biruang besar tadi membawa Han Han. Jantungnya berdebar tegang. Kalau ada rumahnya, tentu ada orangnya! Orang macam apakah yang tinggal di pulau kosong ini? Lulu terus mengikuti biruang itu yang membawa Han Han memasuki bangunan, terus masuk ke dalam. Lulu melongo.
Bangunan itu amat indahnya, dibuat dengan gaya seni yang luar biasa. Akan tetapi ia tidak sempat untuk mengagumi semua itu karena matanya mencari-cari penghuni rumah itu. Kosong dan sunyi saja. Dan biruang itu membawa Han Han masuk kesebuah kamar yang besar, kemudian membaringkan tubuh Han Han di atas sebuah pembaringan yang bertilam kain berbulu tebal. Kamar itu pun bersih dan dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan tangan yang indah-indah. Di sudut kamar itu terdapat sebuah tempat perapian.
Lulu yang tidak tahu harus berbuat apa, duduk di tepi pembaringan, memegang tangan Han Han dan mengguncang-guncangnya. Namun Han Han seperti orang tertidur pulas, tidak juga terbangun. Dengan ketakutan yang makin meningkat, Lulu mengikuti gerakan-gerakan biruang itu dengan pandang matanya dan ia makin terbelalak keheranan.
Biruang itu benar-benar luar biasa sekali, seperti manusia saja. Kini binatang yang berdiri seperti manusia itu menghampiri perapian, kaki depannya yang tergantung di depan dengan kaku itu lalu mengambil kayu kering, dilemparkannya ke perapian dan dituangkannya minyak di atas perapian. Semua ini dilakukan dengan jepitan kedua tangan atau kedua kaki depannya yang besar. Kemudian, binatang itu mengambil dua batang pedang pendek yang tadinya tergantung di dinding, di atas perapian.
Lulu menahan pekiknya dengan tangan. Kiranya biruang itu hendak menyembelih dia dan Han Han, pikirnya dengan hati ngeri. Ia melihat betapa biruang itu, mencengkeram sepasang pedang dengan kedua kaki depannya, kemudian membuat gerakan seperti orang bersilat pedang. Dua batang pedang itu berkelebat menjadi sinar putih dan saling bertemu, menerbitkan suara yang nyaring sekali.
“Cringgggg….!”
Bunga api muncrat di dekat perapian, menyambar kayu yang sudah basah oleh minyak dan bernyalalah kayu itu di dalam tungku dan biruang itu dengan mulut menyeringai lalu mengembalikan sepasang pedang tadi, digantungkan di atas dinding. Kemudian binatang itu menambahkan kayu kering sehingga api dalam tungku membesar dan terusirlah hawa dingin setelah hawa panas api di tungku itu mulai terasa oleh Lulu.
Biruang itu lalu memandang Lulu, mengeluarkan suara gerengan pendek kemudian keluar dari kamar. Lulu seperti baru sadar dari mimpi, mengguncang-guncang pundak Han Han.
"Koko….! Koko…! Bangunlah…. Ada… ada binatang aneh….!" Akan tetapi Han Han belum juga sadar sehingga akhirnya Lulu menangis di atas dada kakaknya.
Akan tetapi ia segera menghentikan tangisnya karena biruang itu sudah kembali memasuki kamar, mulutnya menggigit daun-daunan yang membeku dan kedua kaki depannya membawa benda putih membeku sebesar kepala orang. Ia menurunkan semua itu di atas meja dekat perapian, kemudian ia menoleh ke arah Lulu dan kembali mengeluarkan suara gerengan-gerengan, kedua kaki depannya bergerak-gerak seperti seorang gagu kalau hendak menyatakan sesuatu. Lulu adalah seorang gadis cilik yang cerdik juga. Kini ia mulai dapat mengerti bahwa binatang itu sama sekali tidaklah jahat.
"Apakah kehendakmu?" katanya perlahan sambil turun dari pembaringan dan menghampiri biruang itu.
Binatang itu kelihatan girang, lalu menuding ke arah dinding di mana terdapat perabot-perabot dapur yang cukup, terbuat daripada petak. Ia menuding ke arah panci dan Lulu mengerti bahwa agaknya dia disuruh masak. Mungkin daun itu adalah obat untuk menyembuhkan kakaknya! Teringat akan hal ini, cepat dia mengambil panci itu dan membawanya ke depan biruang yang kini mengambil sebongkah es yang ia masukkan ke dalam panci, kemudian dengan suara "arrhh-arrhh-urrhh-urrhhh" ia menunjuk ke perapian.
Lulu tidak mengerti mengapa dia disuruh masak es, akan tetapi ia melakukannya juga, mendekati tungku dan menaruh panci itu di atas perapian. Ketika es di dalam panci mencair menjadi air, barulah anak ini mengerti dan menjadi girang sekali. Cepat ia mengambil air dalam panci itu dan menghampiri Han Han untuk memberi minum kakaknya yang ia tahu, seperti juga dia, amat kehausan.
Akan tetapi ia kaget sekali ketika tiba-tiba biruang yang besar itu melompat dengan ringannya, menghadang dan melarang dia menghampiri Han Han, lalu menunjuk-nunjuk dengan kaki depannya ke arah tungku.
"Paman biruang, aku mau memberi minum Han-ko, mengapa tidak boleh?"
Biruang itu hanya menggereng-gereng dan menunjuk ke arah tungku perapian. Kini rasa takut Lulu terhadap binatang itu sudah lenyap karena dia makin merasa yakin bahwa binatang ini tidaklah jahat dan tentu ada tersembunyi maksud-maksud baik dalam semua perbuatannya ini.
Ia lalu menghampiri tungku dan menduga bahwa binatang itu menghendaki dia masak terus air dari es itu, maka ia meletakkan panci di atas api dan biruang itu mengangguk-angguk! Lulu kini mengerti. Agaknya air itu harus dimasak sampai mendidih lebih dulu sebelum diminumkannya kepada kakaknya. Akan tetapi dugaannya keliru karena kini binatang itu mengambil daun-daun beku dari atas meja dan memasukkan daun-daun itu ke dalam panci air.
"Ah, kiranya disuruh masak obat untuk Han-ko? Begitukah, Paman Biruang?"
Biruang itu mengangguk-angguk dan Lulu menjadi girang sehingga anak ini lalu memeluk perut biruang yang gendut dan mendekapkan mukanya pada dada yang bidang dan kuat itu. Biruang itu mengeluarkan suara ngak-ngak-nguk-nguk dan kaki depannya yang kiri dengan gerakan halus mengusap rambut kepala Lulu!
Bocah ini menjadi girang sekali dan cepat-cepat ia menambah kayu pada perapian sehingga tak lama kemudian daun-daun beku itu termasak dan air berubah menjadi kemerahan.
Setelah air masakan daun ini tinggal sedikit, biruang itu memberi tanda supaya Lulu memberi minum Han Han dengan air obat itu. Air yang tadinya mendidih, sebentar saja menjadi dingin dan Lulu cepat memberi minum obat itu dengan hati-hati, menuangkannya ke dalam mulut Han Han setelah ia membuka dengan paksa mulut itu dengan tangan kirinya.
Hatinya girang sekali karena biarpun keadaannya amat lemas, ternyata Han Han dapat menelan obat itu. Kemudian atas isyarat-isyarat binatang yang luar biasa itu, Lulu memasak benda putih biasa itu, Lulu memasak benda putih yang ternyata adalah segumpal gandum yang bubur encer dan mulailah anak yang amat mencinta kakaknya itu menyuapkan bubur ke mulut Han Han yang sudah dapat bergerak namun agaknya masih belum sadar betul itu.
Setelah Han Han tertidur dengan wajah agak merah, barulah Lulu teringat untuk makan dan minum. Kemudian ia pun menggeletak tertidur di atas pembaringan di dekat kaki Han Han.
Memang luar biasa sekali cinta kasih bocah ini terhadap kakak angkatnya. Andaikata tidak ada kekhawatirannya terhadap Han Han, tentu ia sudah roboh pingsan seketika itu juga saking ngerinya. Kini, melihat biruang itu mendekati Han Han, Lulu melupakan rasa takutnya dan berusaha mengusir biruang itu dengan suara dan gerakan tangan!
Namun, biruang itu agaknya tidak mempedulikan Lulu, menggunakan kedua kaki depan seperti sepasang lengan manusia, memondong tubuh Han Han dengan amat ringannya, kemudian bangkit berdiri lagi dan berjalan terseok-seok sambil memondong tubuh Han Han yang masih pingsan!
Lulu terbelalak, seperti terpesona. Biruang itu tidak menggigit Han Han, tidak menganggunya, malah memondong dan seperti hendak menolongnya! Ia pun lalu bangkit perlahan, mengambil tiga buah kitab yang tertinggal di situ, kemudian berjalan perlahan-lahan mengikuti biruang itu.
Dia merasa terlalu takut kalau biruang itu menjadi marah dan mengganggu Han Han, maka Lulu melangkah maju tanpa mengeluarkan suara, bahkan setengah menahan napas karena mengkhawatirkan keselamatan kakaknya.
Betapa indahnya dunia ini kalau perasaan kasih sayang yang begitu murni dan berada dalam hati setiap orang manusia itu diperkembangkan! Betapa sucinya cinta kasih sehingga dalam detik-detik yang mengancam diri sendiri, orang masih lupa akan bahaya yang mengancam diri pribadi, bahkan mengkhawatirkan keselamatan orang yang dikasihinya.
Cinta kasih murni ini sajalah yang mampu mengalahkan dan mengusir kelemahan utama manusia, yaitu mementingkan diri pribadi (egoism). Cinta kasih adalah suatu sifat yang suci, sebuah di antara sifat Tuhan Yang Maha Kasih.
Biruang putih atau biruang es itu berjalan terus membawa Han Han ke tengah pulau. Dalam kekhawatirannya akan keselamatan kakaknya, Lulu yang sebetulnya sudah amat lemah itu, kini dapat berjalan terus mengikuti biruang itu sampai ke tengah pulau. Padahal tadi, melangkah setindak pun sudah terasa amat berat, bagi tubuhnya yang kurang makan sampai berhari-hari dan telah mengalami kesengsaraan hebat itu.
Alangkah heran hati Lulu ketika ia melihat sebuah bangunan yang cukup besar di tengah pulau dan ke arah bangunan itulah biruang besar tadi membawa Han Han. Jantungnya berdebar tegang. Kalau ada rumahnya, tentu ada orangnya! Orang macam apakah yang tinggal di pulau kosong ini? Lulu terus mengikuti biruang itu yang membawa Han Han memasuki bangunan, terus masuk ke dalam. Lulu melongo.
Bangunan itu amat indahnya, dibuat dengan gaya seni yang luar biasa. Akan tetapi ia tidak sempat untuk mengagumi semua itu karena matanya mencari-cari penghuni rumah itu. Kosong dan sunyi saja. Dan biruang itu membawa Han Han masuk kesebuah kamar yang besar, kemudian membaringkan tubuh Han Han di atas sebuah pembaringan yang bertilam kain berbulu tebal. Kamar itu pun bersih dan dindingnya penuh dengan tulisan-tulisan tangan yang indah-indah. Di sudut kamar itu terdapat sebuah tempat perapian.
Lulu yang tidak tahu harus berbuat apa, duduk di tepi pembaringan, memegang tangan Han Han dan mengguncang-guncangnya. Namun Han Han seperti orang tertidur pulas, tidak juga terbangun. Dengan ketakutan yang makin meningkat, Lulu mengikuti gerakan-gerakan biruang itu dengan pandang matanya dan ia makin terbelalak keheranan.
Biruang itu benar-benar luar biasa sekali, seperti manusia saja. Kini binatang yang berdiri seperti manusia itu menghampiri perapian, kaki depannya yang tergantung di depan dengan kaku itu lalu mengambil kayu kering, dilemparkannya ke perapian dan dituangkannya minyak di atas perapian. Semua ini dilakukan dengan jepitan kedua tangan atau kedua kaki depannya yang besar. Kemudian, binatang itu mengambil dua batang pedang pendek yang tadinya tergantung di dinding, di atas perapian.
Lulu menahan pekiknya dengan tangan. Kiranya biruang itu hendak menyembelih dia dan Han Han, pikirnya dengan hati ngeri. Ia melihat betapa biruang itu, mencengkeram sepasang pedang dengan kedua kaki depannya, kemudian membuat gerakan seperti orang bersilat pedang. Dua batang pedang itu berkelebat menjadi sinar putih dan saling bertemu, menerbitkan suara yang nyaring sekali.
“Cringgggg….!”
Bunga api muncrat di dekat perapian, menyambar kayu yang sudah basah oleh minyak dan bernyalalah kayu itu di dalam tungku dan biruang itu dengan mulut menyeringai lalu mengembalikan sepasang pedang tadi, digantungkan di atas dinding. Kemudian binatang itu menambahkan kayu kering sehingga api dalam tungku membesar dan terusirlah hawa dingin setelah hawa panas api di tungku itu mulai terasa oleh Lulu.
Biruang itu lalu memandang Lulu, mengeluarkan suara gerengan pendek kemudian keluar dari kamar. Lulu seperti baru sadar dari mimpi, mengguncang-guncang pundak Han Han.
"Koko….! Koko…! Bangunlah…. Ada… ada binatang aneh….!" Akan tetapi Han Han belum juga sadar sehingga akhirnya Lulu menangis di atas dada kakaknya.
Akan tetapi ia segera menghentikan tangisnya karena biruang itu sudah kembali memasuki kamar, mulutnya menggigit daun-daunan yang membeku dan kedua kaki depannya membawa benda putih membeku sebesar kepala orang. Ia menurunkan semua itu di atas meja dekat perapian, kemudian ia menoleh ke arah Lulu dan kembali mengeluarkan suara gerengan-gerengan, kedua kaki depannya bergerak-gerak seperti seorang gagu kalau hendak menyatakan sesuatu. Lulu adalah seorang gadis cilik yang cerdik juga. Kini ia mulai dapat mengerti bahwa binatang itu sama sekali tidaklah jahat.
"Apakah kehendakmu?" katanya perlahan sambil turun dari pembaringan dan menghampiri biruang itu.
Binatang itu kelihatan girang, lalu menuding ke arah dinding di mana terdapat perabot-perabot dapur yang cukup, terbuat daripada petak. Ia menuding ke arah panci dan Lulu mengerti bahwa agaknya dia disuruh masak. Mungkin daun itu adalah obat untuk menyembuhkan kakaknya! Teringat akan hal ini, cepat dia mengambil panci itu dan membawanya ke depan biruang yang kini mengambil sebongkah es yang ia masukkan ke dalam panci, kemudian dengan suara "arrhh-arrhh-urrhh-urrhhh" ia menunjuk ke perapian.
Lulu tidak mengerti mengapa dia disuruh masak es, akan tetapi ia melakukannya juga, mendekati tungku dan menaruh panci itu di atas perapian. Ketika es di dalam panci mencair menjadi air, barulah anak ini mengerti dan menjadi girang sekali. Cepat ia mengambil air dalam panci itu dan menghampiri Han Han untuk memberi minum kakaknya yang ia tahu, seperti juga dia, amat kehausan.
Akan tetapi ia kaget sekali ketika tiba-tiba biruang yang besar itu melompat dengan ringannya, menghadang dan melarang dia menghampiri Han Han, lalu menunjuk-nunjuk dengan kaki depannya ke arah tungku.
"Paman biruang, aku mau memberi minum Han-ko, mengapa tidak boleh?"
Biruang itu hanya menggereng-gereng dan menunjuk ke arah tungku perapian. Kini rasa takut Lulu terhadap binatang itu sudah lenyap karena dia makin merasa yakin bahwa binatang ini tidaklah jahat dan tentu ada tersembunyi maksud-maksud baik dalam semua perbuatannya ini.
Ia lalu menghampiri tungku dan menduga bahwa binatang itu menghendaki dia masak terus air dari es itu, maka ia meletakkan panci di atas api dan biruang itu mengangguk-angguk! Lulu kini mengerti. Agaknya air itu harus dimasak sampai mendidih lebih dulu sebelum diminumkannya kepada kakaknya. Akan tetapi dugaannya keliru karena kini binatang itu mengambil daun-daun beku dari atas meja dan memasukkan daun-daun itu ke dalam panci air.
"Ah, kiranya disuruh masak obat untuk Han-ko? Begitukah, Paman Biruang?"
Biruang itu mengangguk-angguk dan Lulu menjadi girang sehingga anak ini lalu memeluk perut biruang yang gendut dan mendekapkan mukanya pada dada yang bidang dan kuat itu. Biruang itu mengeluarkan suara ngak-ngak-nguk-nguk dan kaki depannya yang kiri dengan gerakan halus mengusap rambut kepala Lulu!
Bocah ini menjadi girang sekali dan cepat-cepat ia menambah kayu pada perapian sehingga tak lama kemudian daun-daun beku itu termasak dan air berubah menjadi kemerahan.
Setelah air masakan daun ini tinggal sedikit, biruang itu memberi tanda supaya Lulu memberi minum Han Han dengan air obat itu. Air yang tadinya mendidih, sebentar saja menjadi dingin dan Lulu cepat memberi minum obat itu dengan hati-hati, menuangkannya ke dalam mulut Han Han setelah ia membuka dengan paksa mulut itu dengan tangan kirinya.
Hatinya girang sekali karena biarpun keadaannya amat lemas, ternyata Han Han dapat menelan obat itu. Kemudian atas isyarat-isyarat binatang yang luar biasa itu, Lulu memasak benda putih biasa itu, Lulu memasak benda putih yang ternyata adalah segumpal gandum yang bubur encer dan mulailah anak yang amat mencinta kakaknya itu menyuapkan bubur ke mulut Han Han yang sudah dapat bergerak namun agaknya masih belum sadar betul itu.
Setelah Han Han tertidur dengan wajah agak merah, barulah Lulu teringat untuk makan dan minum. Kemudian ia pun menggeletak tertidur di atas pembaringan di dekat kaki Han Han.
**** 024 ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar