FB

FB


Ads

Kamis, 27 November 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 025

Atas perawatan yang tekun dari Lulu yang selalu diberi petunjuk oleh biruang es yang luar biasa itu, dalam waktu sepekan saja Han Han telah sembuh daripada sakitnya.

Dengan terheran-heran setelah sadar benar, Han Han mendengarkan cerita Lulu tentang biruang es itu dan Han Han tanpa ragu-ragu lalu bangkit memeluk binatang itu yang mengeluarkan suara seperti orang kegirangan! Setelah Han Han pulih kembali kesehatannya, barulah ia bersama Lulu mengadakan pemeriksaan, diantar oleh biruang putih.

Bangunan itu cukup besar dan mewah sekali. Mempunyai banyak kamar yang serba lengkap. Kamar dimana Han Han dibaringkan adalah kamar dapur, lengkap dengan perabot dapurnya. Ada tiga buah kamar tidur yang indah dan lengkap, adapula ruangan yang amat luas untuk belajar ilmu silat, ada pula sebuah “taman” yang aneh karena disitu bunga-bunga tidak dapat tumbuh subur dan hanya beberapa macam tetumbuhan saja yang dapat hidup karena disitu selalu diliputi es dan salju. Taman ini terhias dengan batu-batu yang bentuknya indah, dengan jembatan-jembatan kayu yang mungil dan pondok kecil yang di buat dengan gaya seni indah.

Ternyata pula bahwa satu-satunya makhluk hidup yang tinggal di pulau itu hanyalah biruang es itulah. Pantas saja kalau binatang itu menjadi kegirangan karena sekaligus ia memperoleh dua orang teman! Dan tentu saja hal ini dapat dirasakan oleh biruang itu yang agaknya dahulu telah dipelihara orang.

Yang amat menarik perhatian Han Han adalah sebuah kamar perpustakaan dimana terdapat banyak sekali kitab-kitab yang aneh-aneh dan hebat-hebat. Kitab-kitab pelajaran ilmu silat, pelajaran ilmu-ilmu yang tinggi-tinggi tersusun rapi di lemari buku yang besar. Kini dia mulai mengerti mengapa orang-orang kang-ouw berlomba untuk menemukan Pulau Es ini. Kiranya untuk kitab-kitab inilah!

Han Han dapat menduga bahwa yang pernah tinggal di tempat aneh ini tentulah seorang manusia sakti. Hal ini bukan hanya dapat dilihat dari adanya kitab-kitab itu, melainkan dengan mudah dapat menduga dengan melihat keadaan biruang putih itu. Hanya seorang sakti saja yang mampu menundukkan dan melatih binatang itu menjadi seekor binatang yang luar biasa, selain cerdik seperti manusia, juga memiliki tenaga yang hebat dan gerak-geriknya tangkas seperti seorang ahli silat yang pandai.

Mula-mula Han Han dan Lulu merasa seolah-olah mereka menjadi pencuri-pencuri yang memasuki rumah orang. Akan tetapi karena pulau itu benar-benar kosong, maka mereka menjadi biasa dan menganggap bahwa rumah yang mewah seperti istana itu sebagai rumah sendiri.

Kamar pertama adalah kamar yang paling besar, perlengkapannya tidaklah sangat mewah, namun menyenangkan. Dinding kamar ini penuh dengan tulisan-tulisan yang berbentuk sajak dan Han Han amat kagum membaca sajak-sajak ini yang selain mengandung filsafat yang dalam-dalam dan pandangan yang amat luas dan bijaksana, juga ditulis amat indah.

Di bagian lain dari dinding tertulis di rumah itu, ia mendapatkan tulisan-tulisan yang sifatnya mengandung keluh-kesah, sajak-sajak duka yang membayangkan kepatahan hati. Kemudian di dalam laci sebuah meja di kamar pertama itu ia mendapatkan pula beberapa sampul surat dari kain yang dibungkus rapat dalam sebuah kantung karet. Di luar bungkusan karet ada tulisannya :

"Diharap yang menemukan ini menyampaikannya kepada yang berkepentingan."

Sajak terbesar yang berada di dalam kamar pertama ditulis dengan cara yang lain daripada sajak-sajak dan tulisan-tulisan lain. Kalau tulisan lain dilakukan dengan alat tulis biasa, adalah sajak terbesar ini entah ditulis dengan apa, akan tetapi kenyataannya huruf itu seperti diukir dalam dinding. Amat indah goresannya, amat kuat dan bunyi sajaknya sukar dimengerti atau diselami oleh Han Han yang usianya baru dua belas atau tiga belas tahun itu.

Betapa ingin mata memandang mesra
Betapa ingin jari tangan membelai sayang
Betapa ingin hati menjeritkan cinta
Namun Siansu berkata:
Bebaskan dirimu daripada ikatan nafsu!
Mungkinkah pria dipisahkan dari wanita?
Tanpa adanya perpaduan Im dan Yang, dunia takkan pernah tercipta!
Betapapun juga, cinta segi tiga membahagiakan!
Menyenangkan yang satu menyusahkan yang lain
Akibatnya hanya perpecahan dan permusuhan
Ikatan persaudaraan dilupakan
Akhirnya yang ada hanyalah duka dan sengsara.
Kesimpulannya, benarlah pesan Siansu bahwa sengsaralah buah daripada nafsu!

Membaca sajak-sajak dan tulisan-tulisan yang memenuhi dinding rumah indah itu, Han Han hanya dapat menduga bahwa penghuni rumah ini tentulah seorang sakti yang ahli pula dalam kesusastraan, namun seorang yang banyak mengalami penderitaan dalam hidupnya sehingga tulisan-tulisannya membayangkan hati yang merana dan berduka.

Adapun kamar yang ke dua dan ke tiga menunjukkan dengan jelas bahwa kamar-kamar itu adalah kamar wanita. Selain bersih dan mewah, juga berbau harum dan di situ masih lengkap dengan segala benda keperluan wanita, dari pakaian-pakaian sutera yang indah-indah, perhiasan emas permata sampai alat-alat kecantikan dan alat-alat menjahit dan menyulam!

Tentu saja Lulu menjadi girang sekali dan menempati sebuah di antara kedua kamar ini. Juga di kamar pertama terdapat pakaian-pakaian pria sehingga kedua orang anak itu tidak perlu khawatir lagi tentang kebutuhan pakaian.

Mengenai keperluan makan, kedua orang anak itu pun sama sekali tidak khawatir. Atas "petunjuk" biruang es, di dalam gudang di bawah tanah terdapat banyak sekali gandum yang dibekukan dan tidak pernah menjadi rusak. Selain ini, juga lengkap terdapat bumbu-bumbu masak. Adapun untuk keperluan daging, amat mudah didapat berkat bantuan biruang es. Binatang ini adalah seekor mahluk yang amat ahli menangkap ikan laut.






Dengan demikian, segala keperluan hidup kedua orang anak itu sudah tersedia lengkap dan mulai hari itu, Han Han dan Lulu memasuki hidup baru yang amat aneh, terasing daripada dunia ramai.

Mulailah Han Han menggembleng diri sendiri dan adiknya dengan pelajaran ilmu dari kitab-kitab yang banyak terdapat di situ. Kitab pelajaran melatih lweekang, bersamadhi dan dasar-dasar ilmu silat tinggi.

Akan tetapi bagi Han Han sendiri terdapat kesulitan. Begitu membuka dan mempelajari kitab-kitab yang di tinggalkan oleh manusia sakti penghuni Pulau Es, kepalanya menjadi pening dan hatinya mendingin, sama sekali ia tidak tertarik. Sebaliknya, ketika ia membaca dua buah kitab yang ia temukan di dalam perahu, kitab tulisan Ma-bin Lo-mo, ia dapat melatihnya dengan mudah!

Selain itu, ketika ia mulai membuka kitab-kitab peninggalan Sepasang Pedang Iblis, ia menjadi bingung dan terheran-heran karena kitab itu ditulis dengan huruf-huruf yang sama sekali tidak dikenalnya! Huruf-hurufnya amat aneh, dengan coretan-coretan yang tak dapat dibaca sama sekali!

Akan tetapi Han Han memiliki kecerdikan yang tidak wajar. Ia mengingat pesan kakek Pedang Iblis Jantan, mengingat kembali kata-kata yang dibisikkan di dekat telinganya.

"Tambah satu titik di kiri, tambah dua coretan melintang, buang dua titik di bawah, buang satu coretan menurun."

Ia membuka dua kitab yang disatukan itu, memeriksa huruf-hurufnya dan mengingat bisikan itu. Sebentar saja Han Han sudah tersenyum kegirangan. Kiranya huruf-huruf itu sengaja dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa memiliki kuncinya, takkan dapat dibaca orang. Dengan mengingat kuncinya, maka setiap huruf dapat ditambah atau dibuang titik maupun coretannya dan akhirnya ia dapat mengenal huruf-huruf itu!

Dengan tekun Han Han lalu mulai membaca kitab-kitab itu, kitab-kitab peninggalan Sepasang Pedang Iblis dan kitab-kitab Ma-bin Lo-mo, bahkan lalu mulai melatih diri dengan cara-cara yang tersebut dalam kitab-kitab peninggalan para datuk golongan sesat ini.

Karena pada dasarnya Han Han melatih diri dengan ilmu-ilmu sesat, maka tentu saja ia lebih mudah menggembleng diri dengan ilmu sesat dan tanpa disadarinya, dia telah mengisi dirinya dengan ilmu dari manusia-manusia sesat dan yang ternyata amat cocok dengan dirinya yang sebenarnya telah menjadi tidak normal sebagai akibat ketika ia disiksa para perwira Mancu dan kepalanya dibenturkan dinding sedangkan perasaan hati dan pikirannya menghadapi peristiwa malapetaka hebat yang menimpa keluarganya.

Adapun Lulu yang juga mulai belajar ilmu karena bercita-cita untuk membalas kematian keluarganya, dibimbing oleh Han Han, namun anak yang masis "bersih" ini lebih dapat menyesuaikan diri dengan ilmu yang didapat dari kitab-kitab peninggalan manusia sakti penghuni Pulau Es. Hanya sukar sekali baginya karena kitab-kitab itu mengandung ilmu-ilmu yang amat tinggi, sedangkan sebelum belajar ia sama sekali tidak memiliki dasar apa-apa. Baiknya Han Han pernah dipimpin oleh Lauw-pangcu maka biarpun amat terbatas dan secara meraba-raba dan ngawur, sedikit banyak dapat juga Lulu memperoleh kemajuan.

Mula-mula, Han Han mencari diantara kitab-kitab dalam perpustakaan dan menemukan kitab pelajaran siulian dan berlatih napas yang sesuai dengan ajaran Lauw-pangcu. Ia lalu menyuruh Lulu melatih diri melalui kitab ini. Untung bahwa Lulu sebagai puteri seorang perwira, sejak kecil sudah diajar membaca sehingga lebih mudah bagi Han Han untuk membimbingnya.

Dan didasari hati mendendam karena kematian orang tuanya, ditambah pula dengan meniru watak Han Han yang keras hati dan tak mengenal jerih payah, Lulu berlatih dengan tekun sekali sehingga biarpun bakatnya dalam ilmu ini tidak sehebat bakat Han Han yang memang luar biasa, dapat juga ia merasakan hasilnya.

Biasanya, semenjak berdiam di pulau yang amat dingin itu, Lulu melindungi tubuhnya dengan pakaian-pakaian dari bulu yang terdapat dalam kamar yang ditempatinya. Akan tetapi berkat latihan-latihannya, setelah dua tahun, anak itu dapat mengerahkan sinkang yang mulai terkumpul di tubuhnya untuk melawan hawa dingin. Hanya kalau hawa luar biasa dinginnya, ia terpaksa masih mengenakan baju bulu yang hangat. Setelah tubuhnya menjadi kuat dan gerakannya menjadi lincah, Han Han mulai memberi petunjuk kepadanya tentang pelajaran memasang kuda-kuda dan gerakan langkah kaki.

Mulailah Lulu belajar silat dari sebuah kitab yang mengajarkan ilmu silat tangan kosong. Ilmu silat ini amat tinggi tingkatnya seperti juga semua kitab yang berada di situ. Tentu saja karena dasar yang dimiliki Lulu terlampau rendah, maka dia hanya dapat menguasai gerakan-gerakannya saja, sedangkan intinya hanya dapat ia petik sebagian kecil.

Kemajuan Lulu menggirangkan hati anak itu sendiri yang mengira bahwa kini dia telah menjadi seorang "ahli silat" dan yang kelak, kalau mereka berhasil keluar dari tempat terasing ini, dapat ia pergunakan untuk membalas dendam.

Adapun Han Han yang melatih diri dengan penggabungan ilmu dalam kitab-kitab Ma-bin Lo-mo, Sepasang Pedang Iblis, dicampur dengan latihan-latihannya ketika ia "mencuri" ilmu dari Kang-thouw-kwi, menjadi tersesat tidak karuan dan secara ngawur ia telah dapat melatih dirinya sehingga memperoleh kemajuan yang aneh dan mengerikan.

Kalau seorang ahli lain melatih diri dengan sinkang berdasarkan pengerahan tenaga sakti di tubuh yang dapat dipergunakan untuk membangkitkan tenaga Yan-kang atau Im-kang, Han Han sebaliknya malah membenamkan diri dalam cengkeraman hawa sakti Im-kang karena ia melatih diri dengan menggunakan hawa dingin sebagai ujian.

Sebetulnya, dengan inti dari Ilmu Hwi-yang Sin-kang yang ia curi dari Kang-thouw-kwi, Han Han dapat membuat tubuhnya terasa panas untuk mengatasi hawa dingin di pulau itu, sungguhpun hal ini akan merupakan sebuah cara yang berbahaya karena ia seolah-olah melawan dingin dengan kekuatan sinkangnya. Kalau dia menang, dia tidak akan kedinginan, akan tetapi kalau sampai kalah, dia yang menggunakan Yang-kang secara ngawur akan terancam bahaya maut.

Untung bahwa dia tidak sampai terancam bahaya ini karena dia memulai latihannya dengan menggunakan kitab peninggalan Ma-bin Lo-mo dan Sepasang Pedang Iblis. Kitab Ma-bin Lo-mo mengajarkan tentang menghimpun tenaga Im-kang dan karena di dalam diri Han Han telah terkandung tenaga mujijat, begitu ia bersamadhi dan mulai melatih diri, sebentar saja ia dapat menghimpun tenaga "dingin" ini.

Berlatih menghimpun tenaga dingin, di dalam hawa yang dinginnya seperti Pulau Es itu, pada hari-hari pertama merupakan siksaan hebat pada tubuhnya. Darahnya seolah-olah menjadi beku dan hampir saja Han Han beberapa kali terancam maut kalau saja Lulu tidak selalu menjaganya.

Kalau sudah melihat kakaknya menggigil kedinginan, mukanya membiru seperti itu, Lulu cepat turun tangan, menyelimuti tubuh kakaknya dengan baju bulu, atau membuat api unggun di dekat kakaknya, atau mengguncang-guncang tubuh Han Han sehingga terpaksa Han Han menyudahi latihannya menghimpun tenaga dingin.

Akan tetapi Han Han memiliki kekerasaan hati yang tidak lumrah manusia biasa. Dia tidak pernah merasa kapok dan selalu berlatih Im-kang di waktu hawa sedang dinginnya sehingga akhirnya ia dapat membuat keadaan tubuhnya lebih dingin daripada hawa dingin di luar tubuhnya. Dengan begini, karena dia membuat suhu tubuhnya lebih dingin daripada suhu di luar tubuh, setelah latihannya matang, ia malah merasa bahwa hawa yang amat dingin, yang bagi orang lain akan tak tertahankan itu masih kurang dingin! Setelah berlatih tiga tahun lamanya, di waktu hawa di Pulau Es itu amat dingin, Han Han mulai berlatih sambil membuka sepatunya dan pakaiannya!

Demikianlah, dengan ditemani biruang es yang merupakan teman bermain bahkan teman berlatih silat amat tangguh dari Lulu, kedua orang anak itu hidup terasing dan menggembleng diri dengan ilmu-ilmu aneh tanpa bimbingan sehingga kepandaian yang mereka peroleh amatlah aneh bagi umum!

Setelah tinggal di Pulau Es selama tiga tahun, Han Han dan Lulu menganggap pulau itu seperti milik mereka sendiri dan makin banyak mereka mengenal istana itu, makin tebal keyakinan mereka bahwa dahulu tempat ini merupakan tempat tinggal orang-orang sakti dan bahwa kemudian terjadi hal-hal yang amat hebat di situ sehingga kemudian ditinggalkan para penghuninya.

Akan tetapi selama tiga tahun itu, Han Han dan Lulu tidak pernah menemukan sesuatu yang menceritakan tentang para penghuni itu. Tulisan-tulisan di dinding hanya merupakan sajak-sajak yang selain mengandung filsafat-filsafat hidup, juga membayangkan kepahitan dan penderitaan batin si penulisnya namun tidak pernah menyinggung soal nama maupun riwayat mereka yang dahulu tinggal di istana Pulau Es itu.

"Ah, Paman Biruang! Kalau saja engkau mampu bicara, tentu ceritamu tentang para penghuni istana Pulau Es ini amat menarik hati," kata Han Han sambil mengelus bulu putih lengan binatang itu.

"Mungkin dia sudah berkali-kali bercerita kepada kami dengan gerakan-gerakannya. Sayang kita yang tidak mengerti," kata Lulu sambil tertawa.

"Boleh jadi!" kata pula Han Han, juga tertawa setelah memandang wajah adik angkatnya penuh kagum.

Kini Lulu telah menjadi seorang gadis cilik dan jelas tampak betapa manis dan cantik anak ini, matanya yang lebar itu bersinar-sinar, mulutnya kelihatan manis dengan lesung pipit di pipi kiri.

“Benarkah, Paman Biruang? Apa sih yang hendak kau ceritakan kepada kami tentang manusia-manusia sakti yang telah melimpahkan kebaikan kepada kami sehingga kami ditinggali segala kemewahan ini?”

"Nguk-nguk ger-gerrrrr….!”

Lulu meniru suara biruang itu dan menggerak-gerakkan kedua lengannya. dengan lagak seperti biruang itu sehingga Han Han menjadi tertawa geli.

Mendadak biruang itu menggereng, kemudian menyergap hendak mencengkeram pundak Lulu. Akan tetapi dengan sigap sekali Lulu miringkan tubuhnya sehingga cengkeraman itu luput.

"Ihhh, salah sangka selalu kau, Paman Biruang! Aku tidak ingin mengajak kau berkelahi!" kata Lulu dan melihat gadis cilik itu tidak balas menyerangnya, biruang itu pun hilang semangatnya dan tidak menyerang terus.

Mendadak terdengar desir angin yang amat keras sampai salju-salju beterbangan dan dari tempat yang agak tinggi itu tampak air laut dari jauh bergelombang besar. Lulu dan Han Han memandang ke arah laut sambil melindungi muka dari hantaman salju tipis yang terbawa angin. Keduanya teringat akan peristiwa tiga tahun yang lalu ketika mereka diombang-ambingkan perahu yang menjadi permainan badai. Angin cepat sekali berubah makin membesar dan suaranya berdesir menakutkan.

"Agaknya badai akan mengamuk lagi…!"

Kata Han Han dan biarpun mereka tidak perlu mengkhawatirkan badai karena sekarang berada di tengah Pulau Es, namun teringat akan pengalamannya tiga tahun yang lalu, Lulu merasa ngeri juga.

Mendadak biruang es itu mengeluarkan bunyi pekik yang belum pernah mereka dengar selama ini. Pekik ini seperti suara yang mengandung kecemasan dan tiba-tiba Han Han dan Lulu terkejut karena binatang besar itu telah menyambar tangan mereka dan menarik mereka memasuki istana.

"Paman biruang, bukan waktunya untuk main-main!" Lulu berusaha untuk merenggutkan tangannya.

"Dia tidak main-main, Lulu. Dia ketakutan dan mengajak kita masuk. Tentu ada sebabnya. Hayo kita ikut dia masuk!" kata Han Han dan berlari-larianlah mereka memasuki istana.

Akan tetapi biruang itu sambil mengeluarkan suara mengeluh panjang mendorong-dorong untuk terus masuk dan menuruni anak tangga yang membawa mereka ke dalam gudang di bawah tanah, yaitu gudang tempat penyimpanan bahan makanan.

Setelah mereka tiba di gudang bawah tanah ini, biruang es itu lalu berjingkrak-jingkrak seperti mabuk atau ketakutan, dan menuding-nuding ke arah dinding sebelah belakang sambil membuat gerakan seperti mendorong dengan kedua lengannya ke arah dinding.

"Apa maksudnya?" tanya Han Han.

"Aneh sekali, dia seperti minta kita mendorong dinding. Padahal kalau memang begitu, tenaganya yang amat besar tentu lebih berhasil daripada kita,"

Jawab Lulu dan anak ini lalu menghampiri dinding, mengerahkan tenaga dan berusaha mendorong seperti yang diperlihatkan dengan gerakan oleh binatang itu. Akan tetapi dinding itu tetap tidak bergerak.

"Eh, Paman Biruang. Kalau memang harus didorong, kau bantulah aku!" kata Lulu rnendongkol karena tidak mengerti maksud binatang itu.

Han Han menghampiri dinding itu mencoba untuk mendorongnya, membantu Lulu. Akan tetapi tiba-tiba biruang itu memegang pundaknya dan menariknya ke belakang, lalu menggereng-gereng dan menggeleng-celeng kepala, kemudian membuat gerakan mendorong lagi dari jauh sambil menuding-nuding ke arah Han Han.

Mereka telah tiga tahun bergaul dengan binatang itu dan sedikit banyak sudah dapat mengerti bahasa gerakan ini.

"Han-ko, agaknya Paman Biruang minta engkau yang mendorong dinding!" kata Lulu.

Han Han mengerutkan kening.
“Tidak, aku tadi mendorong dia tarik ke belakang. Ah, jangan-jangan dinding ini ada rahasianya dan harus didorong dengan hawa sinkang dari jarak jauh. Mundurlah, Lulu."

Ketika mendengar ini dan melihat Lulu mundur, biruang itu mengangguk-angguk dan mengeluarkan suara seperti kalau dia sedang bersenang hati. Makin yakin hati Han Han dan ia lalu mundur.

Dalam jarak satu meter ia lalu menekuk kedua lututnya, memusatkan perhatian, menahan napas, mengerahkan hawa sin-kang di dasar perut dan disalurkan ke arah kedua lengannya lalu mendorong ke arah dinding.

Karena setiap hari selama tiga tahun ini ia melatih hawa sakti Im-kang, tentu saja ketika mempergunakan dorongan ini ia pun otomatis mempergunakan Im-kang. Kemajuan yang diperoleh Han Han selama berlatih tiga tahun ini amatlah hebatnya. Hawa dingin yang amat dahsyat menyambar dari kedua tangannya yang mendorong itu dan dinding yang terbuat dari baja itu tergetar hebat, akan tetapi tidak ada perubahan apa-apa. Yang sebelah kirinya tergetar keras, akan tetapi yang sebelah kanan tidak tergoyang sedikit pun.

"Bagus! Sudah tergetar, Koko! Coba lagi, lebih kuat!"

Kata Lulu setengah berteriak, mengharapkan untuk membuka rahasia tempat ini dan ingin sekali mengetahui apa yang akan terjadi.

Sementara itu, suara badai mengamuk di luar istana terdengar amat santer dan angin malah masuk sampai ke tempat itu. Dapat dibayangkan betapa hebatnya badai mengamuk kalau anginnya dan suaranya sampai memasuki ruangan di bawah tanah itu!

Han Han sudah siap untuk mencoba lagi, akan tetapi biruang itu menggereng-gereng marah dan menggerak-gerakkan kedua kaki depan tanda tidak setuju, akan tetapi masih tetap membuat gerakan mendorong-dorong dinding.

Han Han tidak jadi mendorong lagi, lalu mempergunakan pikirannya. Memang dia harus mendorong, akan tetapi agaknya keliru cara menggunakan sinkang. Kalau dorongan ini hanya membutuhkan tenaga kasar, tentu binatang itu sendiri akan sanggup melakukannya, karena dalam hal tenaga kasar, biruang itu jauh lebih menang dibandingkan dia. Tentu harus menggunakan sinkang, akan tetapi mengapa salah?

Tiba-tiba ia teringat. Ah, dia melatih sin-kangnya berdasarkan ilmu-ilmu dari Ma-bin Lo-mo yang ia gabungkan dengan ilmu dari kitab Sepasang Pedang Iblis, yaitu mempergunakan Im-kang. Inilah agaknya yang menjadi kesalahannya. Tentu saja ilmu dari penghuni istana di Pulau Es ini berbeda sinkangnya dengan Ma-bin Lo-mo.

Akan tetapi, tenaga sinkang ada dua macam, kalau tidak hawa sakti dingin tentu hawa sakti panas, yaitu Yang-kang. Dia sudah mencuri ilmu ini dari Kang-thouw-kwi, akan tetapi sudah tiga tahun ia tidak pernah melatih Yang-kang. Betapapun juga, Han Han masih belum melupakan untuk mempergunakan tenaga yang keluar dari hawa sakti itu. Latihan-latihannya dengan batu bintang dan dengan nyala api tulang manusia sudah cukup matang.

“Apakah dengan tenaga Yang-kang?"

Ia bertanya kepada diri sendiri, sedangkan Lulu hanya memandang, tidak berani mengganggu karena maklum bahwa kakaknya sedang berusaha keras untuk membuka rahasia dinding ini.

Han Han kembali menekuk kedua lututnya, kemudian ia berdiam sampai lama, berusaha mengobarkan hawa Yang-kang di tubuhnya. Memang amat sukar dan sebentar saja peluh membasahi muka dan lehernya, akan tetapi ternyata ia berhasil karena kedua tangannya mulai menjadi panas, bahkan mengepulkan asap!

Lulu terbelalak kagum dan biruang itu meloncat ke belakang ketakutan. Memang luar biasa sekali anak ini. Keadaan jasmaninya yang tidak wajar lagi menimbulkan kekuatan mujijat dan kekuatan kemauannya bukan main besarnya sehingga hawa sakti di tubuhnya itu lebih dikuasai kemauannya daripada kematangan latihannya.

Setelah merasa kedua lengannya menggetar-getar dengan hawa panas seperti dahulu kalau ia berlatih secara diam-diam di daerah terlarang belakang istana Pangeran Ouwyang Cin Kok, Han Han lalu melakukan gerakan mendorong untuk kedua kalinya ke arah dinding itu.

Kembali dinding itu tergetar hebat seperti tadi. Akan tetapi, sekali ini yang tergetar hebat adalah bagian dinding di sebelah kanannya, sedangkan di sebelah kiri sama sekali tidak bergerak, menjadi sebaliknya daripada tadi.

Biruang itu mulai "mengomel" lagi dan membanting-banting kaki belakang seperti orang marah, lalu menuding-nuding Han Han lagi sambil menggunakan gerakan mendorong-dorong. Han Han menjadi bingung. Kalau dengan Im-kang dan Yang-kang keduanya gagal, habis cara bagaimana ia harus mendorong dinding itu? Sementara itu, kini angin yang masuk dengan santer membawa pula butiran-butiran es yang keras sehingga mengejutkan mereka.

"Han-ko, apa bedanya doronganmu yang pertama dengan yang ke dua?" Tiba-tiba Lulu yang sejak tadi memperhatikan itu bertanya.

“Yang pertama menggunakan hawa sakti dingin, yang kedua menggunakan hawa sakti panas."

Lulu bertepuk tangan dan wajahnya berseri.
"Ah, sekarang aku mengerti! Ketika engkau menggunakan Im-kang yang pertama tadi, dinding sebelah kiri yang terguncang hebat sedangkan yang kanan tidak bergerak. Sebaliknya, ketika kau menggunakan Yang-kang, dinding di kanan yang tergetar sedangkan yang kiri tidak. Sekarang, kau doronglah dengan kedua hawa sakti Im dan Yang. Kalau lengan kirimu mendorong dengan Im-kang ke sebelah kiri dinding dan lengan kananmu mendorong dengan Yang-kang ke sebelah kanan, tentu akan terbuka rahasia ini, Koko!"

"Agaknya engkau benar, akan tetapi betapa mungkin menggunakan dua hawa sakti yang berlawanan secara berbareng?"

“Mengapa tidak mungkin Koko? Kita pernah membaca kitab tentang ilmu silat Im-yang-kun yang berada diperpustakaan. Bukankah ilmu itu pun mempergunakan dua macam sinkang?"

"Benar, dan sepasang kitab Suhu dan Subo yang diberikan kepadaku pun mengandung tenaga yang berlawanan. Akan tetapi hal itu dimainkan oleh dua orang, tentu saja dapat. Kalau aku seorang diri harus mengerahkan tenaga yang berlawanan, betapa mungkin? Aku belum pernah belajar tentang itu!"

"Koko, engkau seorang yang paling cerdik dan pandai di seluruh dunia ini! Apa yang tidak mungkin bagimu? Cobalah, engkau tentu bisa! Lihat, badai makin hebat mengamuk! Butiran-butiran es seperti peluru dan aku harus selalu menangkis, akan tetapi butiran-butiran itu hancur kalau mengenai tubuhmu dan kau seperti tidak merasakan! Koko, aku dapat menduga bahwa tentu ada tempat persembunyian rahasia dan Paman Biruang agaknya hendak mengajak kita bersembunyi di tempat itu!"

Han Han menoleh dan melihat betapa biruang itu repot menutupi mukanya agar jangan terkena hantaman butiran-butiran es yang kalau mengenai matanya atau hidungnya tentu akan mengakibatkan luka. Binatang ini ketakutan dan mengeluarkan bunyi seperti anak kucing.

Harus kucoba, pikirnya dan mulailah ia menekuk kedua lututnya, menghadapi dinding dan mulailah ia mengatur hawa sinkang yang disalurkan dari pusarnya, naik ke atas dan dia mencoba untuk membaginya menjadi dua hawa sakti Im dan Yang.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar