FB

FB


Ads

Kamis, 27 November 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 026

Sesungguhnya, hanya orang yang sinkangnya sudah amat tinggi saja yang akan dapat mengerahkan Im-kang dan Yang-kang secara berbareng. Di luar kesadarannya, Han Han telah memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Akan tetapi karena dia belum pernah berlatih di bawah bimbingan ahli, maka ia repot sekali membagi sinkang ini.

Kedua tangan sakti itu menarik-narik, kadang-kadang menjadi Im-kang semua yang amat hebat sehingga tubuhnya menggigil kedinginan, kadang-kadang Yang-kang menang kuat dan semua tenaga menjadi hawa sakti yang panas membuat kepalanya mengepulkan asap! Ia merasa tersiksa sekali, dadanya sampai terasa nyeri dan napasnya terengah-engah.

Akan tetapi ketika ia hendak membatalkan usahanya yang sia-sia ini dan melirik ke arah Lulu, ia melihat adiknya itu memandang kepadanya penuh kekaguman dan penuh kepercayaan. Hal ini memberi kekuatan luar biasa kepadanya dan cukup memberi dia kenekatan untuk berusaha sampai berhasil biarpun dia akan menderita sampai mati sekalipun.

Memang hebat sekali tenaga kemauan hati Han Han. Tenaga mujijat inilah yang membuat ia memiliki kekuatan pada matanya sehingga tanpa belajar ia telah mempunyai kepandaian menundukkan kemauan dan semangat orang lain!

Kini tenaga kemauannya ini ia tujukan ke dalam dan biarpun ia belum pernah melatih untuk mengendalikan sinkang, kini ia berusaha lagi untuk "mencegah" sinkangnya menjadi dua macam, sekali ini dia berhasil!

Akan tetapi keadaannya seperti seorang yang mengendalikan dua ekor kuda yang berlawanan larinya, sehingga ia harus mengerahkan seluruh tenaga yang ada melawan sinkang sendiri agar jangan sampai menyeleweng ke kanan atau ke kiri! Kembali ia mendorong dengan kedua lengan yang berlawanan hawa saktinya.

Dinding itu tergetar hebat, terdengar keras sampai mengeluarkan suara dan disusul suara berderit aneh kemudian.… dinding itu terpecah menjadi dua bagian dan terbuka seperti ada tenaga rahasia mendorongnya ke kanan kiri!

"Kau berhasil, Han-ko….!!"

Lulu bersorak akan tetapi kegirangannya segera berubah menjadi kaget ketika melihat tubuh Han Han roboh terguling. Lulu cepat melompat dan berhasil memeluk tubuh kakaknya sehingga Han Han tidak sampai terbanting.

Biruang itu pun berseru girang, akan tetapi ia lalu menyambar tubuh Han Han, dipondongnya dan ia menunjuk-nunjuk ke bawah di mana terdapat anak tangga dari batu, memberi isyarat kepada Lulu untuk menuruni anak tangga sedangkan dia sendiri sambil memondong tubuh Han Han, mengikuti dari belakang dengan wajah takut-takut.

Lulu yang menjadi cemas melihat kakaknya pingsan, segera menuruni anak tangga tanpa ragu-ragu, karena ingin segera dapat menolong kakaknya yang dipondong biruangnya. Melihat kakaknya dipondong biruang itu, teringatlah ia beberapa tahun yang lalu ketika mula-mula mereka datang, hanya bedanya, kalau dahulu dia yang mengikuti binatang itu, sekarang dialah yang berjalan di depan.

Anak tangga itu amat dalam, dua kali lebih dalam daripada anak tangga yang menuju ke gudang bawah tanah. Dan ketika ia sampai di dasar anak tangga, Lulu menjadi bengong. Tentu ia sudah bersorak gembira kalau saja tidak ingat akan keadaan kakaknya. Ruangan yang berada di dasar tangga itu benar-benar mempesonakan sekali, jauh lebih indah daripada semua ruangan di atas!

Benda-benda yang berada di situ berkilauan, terbuat daripada emas dan perak. Biruang itu sudah menurunkan tubuh Han Han ke atas lantai yang terbuat daripada batu putih bersih dan mengkilap, kemudian biruang itu berlari ke tengah ruangan dan menjatuhkan diri berlutut di depan tiga buah patung yang terbuat daripada batu pualam. Berlutut sambil mengeluarkan suara seperti menangis.

Biarpun merasa heran sekali, akan tetapi Lulu tidak lagi memperhatikan binatang itu, tidak pula memperhatikan ruangan yang indah karena semua perhatiannya telah ia curahkan kepada Han Han yang menggeletak terlentang di atas tanah. Ia berlutut di dekat kakaknya dan memeriksa.

Alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa kulit muka kakaknya itu berwarna dua macam! Yang kanan berwarna hitam seperti terbakar gosong, adapun yang kiri berwarna putih kebiruan seperti muka mayat. Han Han rebah tak bergerak, dan napasnya tinggal satu-satu.






"Koko…, Han-ko….. ahhh, Koko….!"

Lulu memeluk tubuh kakaknya dan menjadi kebingungan. Akan tetapi ia lalu teringat bahwa kakaknya tentu menderita luka di sebelah dalam, akibat dari pengerahan sinkang yang dibagi menjadi dua hawa sakti tadi. Ia sudah banyak membaca kitab tentang latihan sinkang, bahkan dia sendiri sudah melatih diri di bawah bimbingan kakaknya. Yang ia latih adalah sebuah kitab dari perpustakaan di istana Pulau Es itu yang sesuai dengan latihan yang pernah dipelajari Han Han dari Lauw-pangcu.

Tanpa mereka sadari, kalau Han Han menggembleng diri dengan ilmu kaum sesat, adalah Lulu malah melatih diri dengan ilmu kaum bersih! Melihat keadaan kakanya sekarang ini, Lulu teringat akan ilmu memindahkan sinkang ke tubuh orang lain untuk membantu orang itu.

Maka, biarpun latihannya belum matang benar, Lulu tanpa ragu-ragu lagi duduk bersila dan menempelkan kedua telapak tangannya ke dada dan perut Han Han, kemudian ia mengheningkan cipta, bersamadhi mengumpulkan semua tenaga dalam di tubuhnya yang ia paksa keluar melalui kedua tangannya memasuki tubuh Han Han!

Han Han siuman dan merasa betapa ada hawa hangat yang halus lembut memasuki dadanya. Ketika ia membuka mata dan melihat betapa Lulu bersila meramkan mata dan menempelkan kedua telapak tangan ke badannya, ia menjadi terharu sekali dan rasa sayangnya terhadap adiknya ini makin mendalam.

"Cukuplah, Lulu. Jangan menyia-nyiakan sinkangmu yang masih belum kuat..." katanya halus sambil mendorong kedua tangan Lulu perlahan-lahan.

Lulu membuka matanya akan tetapi menutup mulutnya yang sudah akan bertanya ketika ia melihat betapa kakaknya bangkit dan bersila sambil meramkan mata. Ia tahu bahwa kakaknya sedang mengerahkan tenaga untuk mengobati diri sendiri dan perlahan-lahan muka kakaknya yang tadinya berwarna dua kini menjadi pulih kembali. Hatinya menjadi lega dan mulailah dia menyapu keadaan sekeliling ruangan indah itu dengan pandang matanya.

Ruangan itu benar-benar amat indah. Di tengah ruangan terdapat tiga buah patung, yang tengah merupakan seorang laki-laki yang tampan sekali, akan tetapi bagian kepalanya, di dahi, terdapat dua buah lubang seolah-olah bagian kepala patung ini ada yang menusuknya dengan senjata dua kali.

Di sebelah kiri patung pria ini adalah sebuah patung wanita, cantik jelita dengan tubuh ramping dan dengan wajah lemah lembut, akan tetapi sebelah kakinya buntung! Adapun yang berada paling kanan adalah patung seorang wanita yang juga cantik jelita, lebih tinggi daripada wanita buntung, akan tetapi kecantikan wanita di kanan ini bercampur dengan kekerasan hati dan kekejaman yang membayang pada wajah cantik itu. Hanya patung inilah yang tidak ada cacadnya.

Tiba-tiba Lulu tertawa. Memang lucu melihat tingkah laku biruang es ketika itu. Binatang ini seperti kesurupan atau telah menjadi gila. Kadang-kadang ia lari dan menjatuhkan diri didepan patung pria, memeluk kaki patung itu, mengeluarkan suara seperti menangis, kemudian berlutut di depan patung wanita buntung, berdongak ke atas memandang wajah patung itu dengan wajah membayangkan rasa sayang, akan tetapi selalu ia kembali ke patung sebelah kanan dan ia berlutut di depan wanita cantik tanpa cacad itu sambil mengangguk-angguk dan membentur-benturkan kepala ke lantai dan mengeluarkan suara seperti sedang ketakutan. Melihat biruang itu berlutut di depan tiga patung dengan tiga macam tingkah laku, kelihatan lucu bukan main sehingga Lulu tertawa.

Han Han membuka matanya. Ia pun terpesona akan keindahan ruangan itu dan kini tahulah ia mengapa biruang itu mengajak mereka ke situ. Dari tempat ini, suara badai mengamuk tidak terdengar lagi dan mereka memang aman daripada gangguan suara dan ancaman hujan butiran es keras yang beterbangan seperti peluru.

Akan tetapi, melihat biruang itu seperti gila berlutut di depan tiga buah patung itu, ia memandang terbelalak dan hatinya berdebar keras. Tidak salah lagi, tentu patung-patung itu adalah patung dari para penghuni istana Pulau Es yang telah meninggalkan kesemuanya untuk dia dan Lulu! Sudah meninggal duniakah mereka bertiga itu? Ia bangkit lalu menggandeng tangan Lulu, dan berbisik.

"Lulu, jangan sembrono. Kurasa mereka itu adalah patung daripada Locianpwe yang dahulu menjadi penghuni Istana Pulau Es. Mari kita memberi hormat….”

Lulu menurut dan sambil bergandengan tangan mereka menghampiri tengah ruangan itu. Melihat betapa tiga buah patung itu menggambarkan Seorang laki-laki muda dan tampan dan dua orang wanita yang cantik jelita seperti puteri-puteri istana, Han Han terbelalak dan meragu. Inikah manusia-manusia sakti yang menjadi penghuni Istana Pulau Es? Akan tetapi, menyaksikan sikap biruang itu, ia tidak ragu-ragu lagi dan ia membimbing tangan Lulu dan diajaknya adiknya itu berlutut di depan ketiga patung itu sambil berkata.

"Teecu Sie Han dan Sie Lulu mohon ampun kepada Sam-wi Locianpwe bahwa teecu berdua berani mendiami Istana Pulau Es tanpa ijin Sam-wi, dan teecu berdua menghaturkan banyak terima kasih atas segala kebaikan yang ditinggalkan Sam-wi Locianpwe untuk keperluan teecu berdua."

Biruang itu kelihatann girang sekali melihat Han Han dan Lulu berlutut. Ia pun berlutut di depan patung pria itu dan mengeluarkan suara menguik-nguik seolah-olah ia pun menceritakan bahwa dua orang anak-anak itu adalah orang baik-baik dan selama ini menjadi sahabat-sahabatnya!

"Koko, mengapa aku bernama Sie Lulu?" Lulu berbisik setelah mereka bangkit dan melihat-lihat keadaan ruangan yang indah itu.

"Habis, engkau Adikku. Kalau tidak ber-she Sie seperti aku, mau pakai she apa lagi?"

"Koko, para Locianpwe yang katanya orang-orang sakti, kenapa masih begitu muda-muda dan kelihatan seperti orang-orang lemah?"

"Hussshhh, jangan berkata demikian, Lulu. Kau lihat biruang itu mengenal majikan-majikannya, kiranya tidak salah lagi. Mereka adalah penghuni istana ini dahulu, entah berapa puluh tahun yang lalu. Menurut percakapan tokoh-tokoh yang kudengar, Pulau Es ini dicari sejak puluhan tahun yang lalu dan Kim Cu suci pernah mendongeng bahwa di sini dahulu dikabarkan tinggal seorang manusia yang maha sakti seperti dewa…."

“Ah…. Cici Kim Cu yang baik itu sekarang tentu sudah menjadi seorang gadis jelita. Dia mencintamu, Koko….!"

"Husssh, yang bukan-bukan saja kau ini! Kau tahu apa tentang cinta! Di tempat sesuci ini jangan bicara begitu…"

Kembali mereka berdua memperhatikan tiga buah patung batu pualam itu dan melihat betapa kini biruang itu duduk mendeprok di dekat kaki patung pria dengan sikap anteng dan tenang, juga sikap binatang itu jelas menunjukkan ketaatan dan penghormatan yang mendalam.

Patung-patung itu amat indah buatannya, halus dan seolah-olah hidup. Dan Han Han yang mempelajari wajah patung-patung itu melihat betapa mata patung pria itu mengandung kebijaksanaan yang luar biasa, mendatangkan rasa kagum dan tunduk. Patung wanita kaki buntung cantik sekali, membayangkan kehalusan budi dan sepasang matanya seolah-olah memancarkan kasih sayang yang amat besar.

Akan tetapi yang paling menarik hatinya adalah patung wanita cantik di sebelah kanan. Harus ia akui bahwa selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan wanita secantik ini, cantik dan menggairahkan sehingga Han Han yang mulai dewasa itu berdebar jantungnya, seakan-akan ia terangsang oleh wajah cantik dan bentuk tubuh yang elok itu. Ia kagum dan sekiranya patung wanita itu benar-benar hidup, tentu ia akan suka mengabdi kepada wanita ini asal dapat selalu berdekatan. Sifat keras hati dan ganas yang terbayang pada bibir yang penuh dan mata yang lebar indah itu baginya malah menambah daya tarik.

Menjelang senja, badai di luar Istsna Pulau Es itu mereda dan mereka pun keluar dari tempat rahasia itu. Han Han mengajak Lulu memberi hormat lagi kepada tiga patung itu sambil berlutut. Kemudian, didahului oleh biruang yang agaknya telah tahu bahwa badai telah berhenti, mereka keluar, mendaki anak tangga rahasia.

Setibanya di luar, seperti digerakkan tenaga gaib, dinding yang tadinya terbuka itu dapat menutup sendiri! Tentu saja Han Han dan Lulu menjadi terkejut dan merasa seram. Adakah mahluk tersembunyi di tempat itu yang menutupkan dinding baja ini? Mereka diam-diam mengambil keputusan untuk tidak memasuki tempat rahasia itu lagi kalau tidak amat perlu, karena kehadiran mereka seolah-olah mengganggu ketentereman dan kesunyian tiga patung yang indah itu.

**** 26 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar