FB

FB


Ads

Kamis, 27 November 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 029

"Sudahlah, jangan berpikir yang bukan-bukan. Lulu, kita harus meninggalkan pulau ini."

Ucapan ini dikeluarkan dengan suara tetap karena di dalam hatinya Han Han maklum bahwa makin lama mereka berada di pulau itu, makin besar bahayanya dan ia khawatir bahwa akhirnya ia tidak akan kuat bertahan. Ia mengeraskan hatinya, memusatkan tenaga batinnya dan kemauannya untuk mengambil keputusan bahwa gadis ini adalah adiknya, adiknya!

Ia merasa kuat kini dan mulai berani memandang wajah Lulu lagi, diperkuat oleh kemauannya yang memaksa hati dan pikirannya bahwa Lulu adalah adiknya, bukan orang lain dan bahwa tidak boleh ia mencinta Lulu seperti perasaannya malam tadi. Lulu adiknya! Lulu adiknya! Kekuatan kemauan Han Han memang luar biasa dan ia sudah tenang kembali. Sambil tertawa ia menangkap tangan Lulu, diajak bangkit berdiri dan sambil berkelakar ia berkata.

"Kita harus membuat perahu, kita akan meninggalkan tempat ini secepat mungkin! Kau bocah malas, harus membantu!"

Kekuatan kemauan yang terpancar keluar dari mata Han Han mempengaruhi Lulu pula. Gadis itu pun menjadi biasa dan bertanya keras.

"Pergi kemana, Koko?"

"Eh, anak bodoh dan pelupa. Apakah kau selamanya akan tinggal di pulau ini sampai menjadi nenek-nenek? Apakah kau tidak ingin rnencari musuh besarmu?"

Lulu menjadi bersemangat.
"Betul! Kita harus pergi mencari musuh besar kita!"

Demikianlah, kedua orang muda itu lalu mulai membuat perahu. Han Han bukan seorang ahli maka tentu saja membuat perahu amatlah sukar baginya. Namun, berkat tenaga dan kemauannya yang kuat, tiga hari kemudian selesailah dia membuat sebuah rakit dari kain dan bambu seadanya, menggandeng-gandengnya dengan ikatan akar yang cukup kuat. Ia menyediakan dua buah cabang pohon untuk mendayung. Baru saja selesai ia mengikat sambungan terakhir, tiba-tiba terdengar suara mendesis-desis keras sekali dan terdengar Lulu berlari-lari sambil menjerit-jerit.

"Ular….! Ular…..! Banyak sekali ular…..!"

Han Han terkejut dan menengok. Dilihatnya Lulu berlari-lari menghampirinya dengan wajah pucat penuh jijik dan dari jauh tampaklah ratusan, mungkin ribuan ekor ular merah mendatangi sambil mengeluarkan suara mendesis mengerikan sekali.

"Cepat! Naikkan bekal makanan dan air itu ke atas perahu!" teriak Han Han dan sibuklah mereka mengangkuti bekal makanan dan minuman ke atas perahu.

Beberapa ekor ular merah sudah datang dekat dan Han Han membunuhnya dengan injakan-injakan kakinya pada kepala ular-ular itu. Setelah semua bekal diangkut ke perahu, Han Han lalu mendorong perahu rakit itu ke air dan bersama Lulu ia mendayung perahunya ke tengah laut.

Ular-ular itu agaknya tidak takut air, buktinya mereka itu terus mengejar dan berenang sambil terus mendesis-desis. Lulu yang merasa geli itu memukuli ular-ular terdekat dengan dayungnya. Tenaga pukulan gadis ini sudah kuat sekali sehingga dalam waktu singkat puluhan ekor ular mati dengan kepala remuk. Han Han mengerahkan tenaga mendayung perahu yang meluncur cepat sehingga mereka dapat meninggalkan ular-ular yang mengejar.

Dari jauh, kedua orang anak muda itu memandang ke arah pulau dengan pandang mata sayu. Betapapun juga, selama enam tahun mereka hidup di pulau itu, Pulau Es yang tadinya amat indah, namun yang kini menjadi pulau ular yang menyeramkan. Dari jauh tampak warna merah ular-ular itu seolah-olah pulau itu penuh dengan bunga-bunga merah yang mulai mekar.

"Arah mana yang kita tuju ini, Han-ko?" tanya Lulu sambil membantu kakaknya mendayung.

"Arah selatan. Pulau Es adanya hanya di utara, maka kita harus kembali ke selatan."

"Bagaimana kau tahu bahwa arah yang kita tempuh ini menuju ke selatan?"

"Ha-ha, kau bodoh sekali! Kau tahu dari mana munculnya matahari?"

"Dari timur."

"Nah, kau lihat. Matahari yang baru muncul itu berada di sebelah kiri kita, berarti kita kini maju kearah selatan."

Mulailah Han Han dan Lulu menuju kepada pengalaman-pengalaman baru dengan hati penuh ketegangan, juga kegembiraan karena mereka kini akan memasuki dunia ramai yang sudah enam tahun mereka tinggalkan.

Bekal yang mereka bawa cukup banyak, juga mereka membawa bekal pakaian. Han Han tidak lupa untuk membawa kantung karet berisikan surat-surat peninggalan manusia sakti penghuni Pulau Es, karena sesuai dengan pesan di luar sampul, ia hendak menyampaikan surat-surat peninggalan itu kepada yang berhak sebagai tanda terima kasih dan tanda bakti kepada penghuni Pulau Es. Tentu saja ia tidak tahu kepada siapa surat itu akan diberikan, akan tetapi hal ini akan dia selidiki kelak.

Sungguhpun kedua orang muda itu, terutama sekali Han Han, kini telah merupakan seorang yang memiliki tenaga luar biasa dan jauh sekali bedanya dengan ketika dahulu menjadi tawanan Ma-bin Lo-mo, namun perjalanan pulang ini bukanlah merupakan perjalanan yang mudah. Apa.lagi kalau diingat bahwa perahu mereka bukanlah perahu biasa, melainkan hanya batang-batang kayu dan bambu disambung-sambung sehingga biarpun mereka dapat mendayung dengan kuat dan cepat, namun perahu yang melaju di laut bebas itu sering kali mundur lagi karena terbawa ombak.

Juga dalam perjalanan selama belasan hari ini tiga kali mereka diserang badai yang ganas sehingga kalau saja mereka tidak kuat-kuat berpegang kepada rakit itu, tentu mereka sudah terlempar ke laut dan binasa.






Perbekalan mereka hanya sedikit saja yang dapat diselamatkan selama mereka diserang badai dan akhirnya mereka harus berjuang melawan ombak selama tiga hari tiga malam, tanpa makan dan minum! Untung bahwa mereka berdua telah memiliki daya tahan yang luar biasa sehingga mereka hanya merasa lelah sekali ketika akhirnya mereka berhasil mendarat di pantai yang sunyi dan penuh dengan hutan liar.

Dapat dibayangkan betapa gembira hati mereka setelah dapat mendarat, melihat tanah dan pohon-pohon berdaun hijau. Selama enam tahun mereka tidak pernah melihat tanah karena daratan di Pulau Es itu seluruhnya tertutup salju dan es membatu. Juga di Pulau Es, hanya ada beberapa macam tanaman saja yang dapat hidup dan berdaun, dan sekarang mereka melihat pohon-pohon raksasa yang hidup subur dengan daun-daun hijau.

Sambil tertawa-tawa kedua orang muda itu lalu mencari buah-buah yang dapat mereka makan dan ketika mereka menemukan buah-buah apel yang dapat dimakan dan sudah masak, mereka makan buah-buahan seperti seorang kelaparan!

Han Han juga menangkap seekor rusa yang mereka panggang dagingnya dan sehari itu mereka berdua berpesta-pora dan makan dengan lahap sampai perut mereka penuh kekenyangan.

"Kita mendarat dimana, Koko?"

"Siapa tahu? Dan aku tidak peduli, pokoknya mendarat di tanah! Ah, Lulu, aku merasa seolah-olah hidup kembali! Mari kita melanjutkan perjalanan terus ke selatan. Akhirnya tentu kita bertemu manusia menuju ke kota raja!"

"Keluarga Ayahku dahulu tinggal di kota raja!" kata Lulu dengan suara terharu, teringat akan keluarganya yang sudah terbasmi habis.

"Dan musuh-musuhku tentu berada di kota raja pula!" kata Han Han penuh semangat dan terbayanglah wajah-wajah para perwira Mancu yang menjadi musuh besarnya.

Dengan penuh semangat dan kegembiraan, kedua orang muda itu melanjutkan perjalanan menuju ke barat, menjauhi pantai taut. Mereka melakukan perjalanan sampai belasan hari, naik turun gunung, masuk keluar hutan dan belum juga mereka bertemu dengan dusun yang ada manusianya. Namun mereka tidak menjadi putus asa dan terus melakukan perjalanan seenaknya. Mereka tidak tergesa-gesa karena tidak ada sesuatu yang memaksa mereka tergesa-gesa.

Kurang lebih dua bulan kemudian, setelah Han Han dan Lulu bertemu dengan dusun dan mendapat keterangan bahwa kota raja tidak jauh lagi berada di sebelah selatan, pada suatu pagi mereka memasuki sebuah hutan besar.

Mereka mengikuti jalan yang masuk ke hutan itu, sebuah jalan umum yang biasa dipergunakan oleh orang yang melakukan perjalanan jauh. Ada tapak-tapak kereta menjalur panjang di jalan itu dan dengan hati gembira Han Han dan Lulu berjalan sambil melihat-lihat burung yang beterbangan di antara dahan-dahan pohon menyambut datangnya pagi dengan kicau dan tarian mereka dari dahan ke dahan.

Keadaan Han Han mengherankan orang-orang yang melihatnya. Pemuda ini bertubuh tegap dan jangkung, pakaiannya cukup bersih dan terbuat dari kain mahal, akan tetapi bentuknya sederhana. Yang amat menarik adalah rambutnya yang dibiarkan terurai ke punggungnya, rambut yang hitam dan kaku mengkilap, tak pernah disisir karena Han Han memang sarna sekali tidak mempunyai keinginan untuk bersolek.

Lebih hebat lagi adalah sepasang matanya. Mata itu kini merupakan dua buah benda yang mengeluarkan sinar aneh. Kadang-kadang tenang seperti air telaga, seperti orang termenung kehilangan semangat, kadang-kadang secara tiba-tiba menjadi amat tajam dan panas seperti mengandung bara api. Tidak pernah ada orang yang berani menentang pandang mata Han Han dan setiap orang yang beradu pandang menjadi ngeri mengkirik karena pandang mata itu seolah-olah menelanjangi mereka dan dapat menembus terus ke lubuk hati.

Lulu juga amat menarik perhatian orang, akan tetapi bukan karena anehnya, melainkan karena cantik jelitanya dan karena sikapnya yang polos dan tidak pernah malu-malu seperti gadis-gadis biasa. Sepasang mata gadis remaja inilah yang menjadi daya penarik luar biasa, sepasang mata yang lebar dan jeli, yang pandang matanya dapat membuat segala sesuatu di dunia ini tampak lebih cemerlang, lebih indah.

Pakaian Lulu termasuk mewah dan indah karena gadis ini memang mengenakan pakaian-pakaian indah yang ia dapatkan di dalam kamarnya. Bahkan ia memakai pula sebuah anting-anting bermata mutiara yang amat besar dan mahal. Namun hanya sepasang anting-anting dan pita rambut sutera merah saja, yang menghias tubuhnya, dengan ikat pinggang kuning emas, baju berwarna merah muda dan sepatu putih.

Gadis remaja ini benar cantik jelita mengagumkan semua pria yang memandangnya. Akan tetapi setiap orang pria yang memandang kagum, begitu bertemu pandang dengan kakak gadis itu, seketika mengkeret dan mundur teratur karena merasa ngeri.

"Koko, apakah kau mengetahui nama musuh-musuhmu, para perwira yang membunuh orang tuamu?"

Sebetulnya Han Han tidak pernah merasa suka membicarakan tentang musuh-musuhnya dengan adik angkatnya ini. Bukankah Lulu seorang anak perwira Mancu pula? Bicara tentang perwira-perwira Mancu yang menjadi musuh besarnya tentu mendatangkan rasa tidak enak dalam hati Lulu.

"Tidak, Lulu. Aku tidak tahu," jawabnya singkat.

"Tapi kau mengenal wajah mereka? Aku ingin sekali melihat mereka yang begitu kejam terhadap keluargamu, Koko. Engkau seorang yang begini baik. Kalau Ayahku masih ada, tentu perwira-perwira yang kejam itu akan dilaporkan dan dijatuhi hukuman! Aku masih ingat betapa Ayah dahulu mencela keras perajurit-prajurit yang melakukan perampokan.”

Han Han diam saja. Hemm, benarkah ayah Lulu perwira yang baik? Adakah perwira Mancu yang baik? Ma-bin Lo-mo dan semua murid In-kok-san mengutuk semua orang Mancu. Demikian banyaknya anak-anak yang menjadi murid Ma-bin Lo-mo adalah korban-korban kebiadaban orang-orang Mancu, termasuk Kim Cu. Bahkan Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak itu, baru menjadi kaki tangan Mancu saja sudah begitu kejamnya!

Orang-orang Mancu dan kaki tangannya adalah orang-orang yang seperti iblis! Akan tetapi, Han Han membantah sendiri pendapat ini, Ma-bin Lo-mo adalah seorang yang anti Mancu, akan tetapi mengapa kekejamannya tidak kalah oleh Gak Liat? Apakah semua orang yang berkepandaian tinggi di dunia ini adalah orang-orang berwatak iblis? Han Han menjadi bingung dan ia mengambil keputusan untuk menentang semua orang-orang yang berilmu tinggi!

"Bagaimana, Koko?"

“Ha….? Apa…..?”

"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah kau mengenal wajah mereka?"

Han Han mengangguk dan terbayanglah wajah tujuh orang perwira Mancu itu, terutama Si Muka Kuning dan Si Brewok. Yang lima lainnya juga akan dikenalinya setiap saat dan tujuh orang ini harus ia bunuh, lebih-lebih dua orang perwira yang telah memperkosa ibunya dan kakaknya!

“Aku mengenal mereka, akan tetapi sukar dikatakan….. sudahlah, Lulu. Aku tidak suka membicarakan mereka."

"Baiklah, Han-ko. Memang sebuah kenang-kenangan yang tidak enak. Akan tetapi aku akan mencari Lauw-Pangcu….”

“Sukar, Lulu….”

"Mengapa sukar?" tanya Lulu dan memandang penuh selidik.

“Dia seorang pejuang….”

"Pemberontak, maksudmu?"

"Ya, pemberontak bagi fihak Mancu, pejuang bagi rakyat. Sama saja. Kalau tidak dia sudah mati, tentu dia selalu bersembunyi, sukar ditemukan….."

"Aku tidak khawatir. Ada engkau di sampingku, masa tidak dapat mencarinya? Kau tentu akan membantuku, Koko."

"Tentu saja, Moi-moi. Hanya, kurasa sukar melawan dia. Kau takkan menang, dia lihai sekali."

"Kalau kau membantuku, tentu akan menang!" kata pula Lulu dengan suara mengandung penuh kepercayaan.

"Belum tentu. Kawan-kawannya banyak sekali dan amat lihai…."

Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda dan bunyi roda kereta. Terpaksa Lulu menghentikan percakapan itu dan hati Han Han menjadi lega. Bagaimana ia dapat bicara dengan enak hati kalau pembicaraan itu mengenai permusuhan dengan Lauw-pangcu, gurunya yang pertama? Bagaimana nanti sikap Lauw Sin Lian puteri Lauw-pangcu kalau dia membantu Lulu memusuhi Lauw-pangcu?

Kereta yang lewat tak lama kemudian menyusul mereka itu adalah sebuah kereta besar ditarik oleh empat ekor kuda dan di dalamnya tidak ada penumpangnya, melainkan dua buah peti yang panjangnya ada dua meter, tinggi dan lebarnya satu meter.

Dua buah peti itu ditaruh berjajar di dalam kereta dan di atas kereta hanya ada seorang kusir dan seorang laki-laki bersenjata golok. Di kanan kiri dan belakang kereta ada belasan orang berpakaian piauwsu (pengawal) yang dikepalai oleh seorang laki-laki berjenggot panjang.

Mereka ini semua menunggang kuda, sikap mereka keren dan gerak-gerik mereka membayangkan bahwa para piauwsu ini memiliki kepandaian silat yang tidak lemah. Ketika para piauwsu ini lewat, semua mata mereka ditujukan kepada Lulu dan mereka tertawa-tawa, pandang mata mereka kagum sekali.

Han Han tidak mempedulikan hal ini, dan Lulu malah tersenyum, sama sekali dia tidak tahu bahwa mereka itu bersikap kurang ajar. Han Han hanya memperhatikan sebuah bendera di atas kereta, bendera yang bersulam gambar seekor burung garuda putih di atas dasar biru, dan empat huruf besar yang berbunyi HOA SAN PEK ENG (Garuda Putih dari Hoa-san) sedangkan di bawahnya terdapat dua huruf kecil yang berbunyi Piauwkiok (Perusahaan Pengawal Barang).

"Mereka itu ramah!" kata Lulu setelah rombongan piauwsu ini lewat.

Han Han tidak menjawab. Dia juga tidak tahu bahwa seperti kebanyakan kaum pria kalau melihat wanita cantik, para piauwsu tadi tertawa-tawa dengan sikap kurang ajar, hanya ia harus mengakui bahwa mereka itu ramah sungguhpun keramahan mereka tidak menyenangkan hatinya.

"Hoa-san Pek-eng Piauwkiok! Apa artinya itu, Koko?"

"Mereka itu adalah rombongan piauwsu, yaitu pengawal-pengawal barang kiriman dan nama itu adalah merknya. Mungkin piauwkiok itu dipimpin oleh orang dari Hoa-san atau…. ah, benar juga. Agaknya pemimpinnya adalah seorang anak murid Hoa-san-pai."

"Kalau begitu, mereka itu adalah orang-orang kang-ouw, Koko Kenapa tidak kau katakana dari tadi?”

"Kalau mereka orang-orang kang-ouw, habis mau apa?"

"Ah, kita harus berkenalan dengan mereka. Tentu mereka dapat bercerita banyak tentang dunia kang-ouw. Bukankah engkau menjadi buronan In-kok-san? Dan engkau pun mencari tahu tentang penghuni Pulau Es, bukankah kau ingin menyampaikan surat-surat peninggalan manusia sakti itu? Mungkin sekali para piauwsu yang tentu banyak pengetahuannya tentang dunia kang-ouw, akan dapat memberi keterangan kepada kita."

"Wah, kau benar juga, Moi-moi. Mari kita kejar mereka!"

Han Han lalu menggunakan kepandaiannya untuk berlari cepat dan Lulu juga cepat mengejarnya. Biarpun Lulu tidak dapat bergerak secepat Han Han, namun dibandingkan dengan orang biasa, gadis ini dapat berlari amat cepat karena ia memiliki keringanan tubuh, tenaga sinkang, dan napasnya tidak kalah panjang oleh napas kuda.

Lebih dari seperempat jam mereka berlari cepat dan hutan itu makin lebat. Ketika mereka tiba di bagian yang berbatu-batu, mereka mendengar suara ribut-ribut dan sayup-sayup terdengar pula suara beradunya senjata berdencing-dencing.

"Koko, ada orang bertempur….!"

"Hemmm, agaknya para piauwsu itu menghadapi musuh. Mari kita percepat lari kita!"

Han Han mengerahkan tenaganya meloncat dan tentu saja Lulu tertinggal jauh. Akan tetapi Lulu sekarang bukan seperti Lulu enam tahun yang lalu. Dahulu ia penakut, akan tetapi sekarang Lulu menjadi seorang yang tabah dan pemberani, biarpun tertinggal di belakang ia tidak takut dan mempercepat juga larinya agar dapat sampai ke tempat pertempuran itu.

Dugaan Han Han ketika dia bicara dengan Lulu tadi memanglah tepat. Pek-eng-piauwkiok adalah sebuah piauwkiok yang kenamaan di kota Kwan-teng. Terkenal sebagai piauwkiok yang boleh dipercaya dan yang dapat menjamin keamanan semua barang kiriman sehingga tidak hanya para saudagar besar menjadi langganannya, bahkan para bangsawan yang mengirimkan barang-barang berharga selalu minta diantar dan dikawal oleh perusahaan pengawalan barang Garuda Putih ini.

Hal ini bukan hanya karena Pek-engpiauwkiok mempunyai banyak sekali piauwsu yang cakap dan kosen, melainkan terutama sekali karena piauwkiok itu dipimpin oleh seorang yang memiliki ilmu yang tinggi.

Ketua atau pemimpin piauwkiok ini adalah seorang tokoh Hoa-sanpai, seorang bekas pendekar perantauan yang gagah perkasa bernama Tan Bu Kong yang berjuluk Hoa-san Pek-eng (Garuda Putih dari Hoa-san). Setelah ia bosan merantau dan sudah berusia lima puluh tahun, juga mengingat bahwa sebagai seorang kepala keluarga tidak baik kalau dia menjadi perantau terus, ia membuka piauwkiok itu yang ia beri nama mengambil dari julukannya yang sudah terkenal.

Dalam masa sepuluh tahun saja, nama piauwkiok itu menjadi terkenal sekali dan setiap pengiriman barang yang diberi tanda bendera piauwkiok ini tentu akan lewat dengan aman sampai ke tempat tujuan karena para perampok dan penjahat merasa segan untuk memusuhi Pek-eng-piauwkiok.

Setelah perusahaannya menjadi besar, Tan-piauwsu lalu mendatangkan adik-adik seperguruannya, yaitu anak-anak murid Hoa-san-pai yang masih menganggur untuk membantunya bekerja, mewakilinya mengantar barang-barang yang penting. Kiriman barang yang tidak begitu penting cukup dikawal oleh orang-orangnya yang kesemuanya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi.

Dengan demikian, selain ia dapat menjamin nafkah hidup para sutenya, juga mereka dapat berkumpul dan dapat melanjutkan cita-cita yang dipesankan oleh guru besar Hoa¬san-pai, yaitu diam-diam membantu perjuangan para patriot yang menentang kekuasaan pemerintah Mancu.

Akan tetapi, perjuangan ini selalu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena pada waktu itu, kekuasaan pemerintah Mancu sudah terlalu meluas dan hampir seluruh pedalaman telah diduduki sehingga perlawanan berupa perang terbuka takkan ada gunanya dan pasti akan mengalami kekalahan dan kegagalan.

Dengan demikian, di samping tugasnya menjadi piauwkiok, Pek-eng-piauwkiok juga menjadi tempat rahasia dari para patriot untuk mengadakan pertemuan, perundingan, pengiriman barang-barang rahasia, dan juga pembantu dalam bidang pembiayaan.

Beberapa hari yang lalu, kantor pusat Pek-eng-piauwkiok di Kwan-teng kedatangan seorang wanita yang cantik jelita dan berpakaian mewah. Wanita ini datang berkuda dan melihat pakaiannya, mudah diketahui bahwa dia adalah seorang gadis Mancu yang berpengaruh dan berkuasa. Kedatangannya saja dikawal oleh selosin perajurit Mancu yang bersenjata lengkap.

Adapun gadis cantik ini sendiri menunjukkan bahwa dia bukan gadis biasa, melainkan seorang gadis yang memiliki ilmu kepandaian. Hal ini dapat dilihat dari cara melompat turun dari kuda, dari gerak-geriknya yang gesit, dan dari cara bicaranya. Gadis bangsawan Mancu ini dengan suara keras menyatakan kepada para penjaga piauwkiok bahwa dia ingin berjumpa dengan ketua Pek-eng-piauwkiok!

Hati Tan-piauwsu merasa tidak enak, akan tetapi sebagai seorang tokoh kang-ouw yang berpengalaman, ia keluar dengan sikap tenang dan dengan sikap hormat ia menyambut gadis Mancu yang usianya kurang lebih delapan belas tahun itu. Ia memberi hormat, mempersilakannya duduk, menghidangkan air teh kemudian menanyakan maksud kedatangannya.

Biarpun gadis itu masih berpegang kepada kebiasaan lama, yaitu berpakaian sebagai seorang wanita bangsawan Mancu, namun setelah membuka mulut bicara, ternyata ia dapat berbicara bahasa Han dengan fasih sekali.

"Apakah saya berhadapan dengan Tan Bu Kong piauwsu sendiri yang berjuluk Hoa-san Pek-eng?"

Tan-piauwsu tidak menjadi heran menyaksikan lagak gadis muda ini. Dalam pengalamannya ia sudah banyak menyaksikan wanita-wanita yang berkepandaian, dan sudah mendengar bahwa diantara para tokoh Mancu banyak terdapat wanita-wanita yang berilmu tinggi. Apalagi wanita-wanita yang berasal dari bangsa Khitan dan yang kini banyak masuk dalam pasukan Mancu sehingga pasukan itu merupakan pasukan gabungan yang amat kuat. Maka ia menjura dan menwab.

"Tidak salah dugaan Nona. Saya adalah Tan Bu Kong yang memimpin piauwkiok ini. Apakah yang dapat saya lakukan untukmu, Nona?"

"Pek-eng-piauwkiok adalah sebuah piauwkiok kenamaan yang katanya dapat menjamin keamanan setiap barang kiriman. Sampai dimanakah kebenaran berita itu?"

"Saya tidak perlu bersombong, Nona. Namun kenyataannya, selama sepuluh tahun ini, tidak ada barang kiriman yang tidak sampai di tempat tujuannya. Sungguhpun ada terjadi gangguan-gangguan di tengah jalan, namun semua gangguan dapat diatasi dan kami belum pernah merugikan para langganan kami."

Gadis itu tersenyum mengejek. Senyumnya manis sekali dan pasti akan mudah merobohkan hati setiap orang pria, akan tetapi di balik senyum ini membayang kekerasan hati yang dingin membeku sehingga diam-diam Tan-piauw-su bergidik. Wanita muda ini amat berbahaya, pikirnya.

"Hemmm, bagus kalau begitu. Saya memiliki dua buah peti kiriman yang harus dibawa ke Nam-keng. Apakah engkau berani menjamin bahwa barang-barang itu akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, Tan-piauwsu?"

"Menjamin sampainya barang kiriman ke tempat tujuan dengan selamat adalah kewajiban mutlak setiap piauwkiok, Nona, karena itu, saya berani menjamin!"

Kembali senyum mengejek itu sehingga Tan-piauwsu menjadi mendongkol, akan tetapi segera ditutupnya dengan sikap hati-hati dan waspada.

"Bagaimana andaikata kiriman itu dirampok di tengah jalan?"

"Akan kami bela mati-matian!”

"Bagaimana andaikata….. hemmm, maaf, piauwsu. Bagaimana andaikata kalian gagal mempertaruhkan keselamatan barang-barang itu dan kemudian sampai terampas orang?"

"Hah! Tak mungkin! Dan kalau terjadi demikian…. hal ini….. tak ada lain jalan kecuali mengganti harga barang-barang kiriman itu."

Gadis itu tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi yang putih seperti mutiara.
"Barang-barangku dalam dua peti itu biarpun diganti dengan seluruh benda milikmu ditambah milik penduduk kota ini masih takkan cukup, Tan-piauwsu! Dengar baik-baik. Aku menghendaki dua buah peti mati itu dikirimkan sekarang juga dan berapapun kau minta untuk biayanya akan kubayar! Akan tetapi, kalau sampai hilang di jalan, tanggungannya adalah nyawamu! Engkau akan ditangkap dan dihukum mati sebagai pemberontak!"

Berubah wajah Tan-piauwsu dan ia nemandang gadis muda itu dengan alis terangkat.
"Mengapa begitu?"

"Tentu saja! Selama sepuluh tahun engkau mengawasi barang, kesemuanya selamat, akan tetapi sekarang mengawal benda penting dari seorang Puteri Mancu, kalau sampai hilang maka ini berarti bahwa kau sengaja membikin hilang dan berarti kau memusuhi pemerintah Mancu! Nah, sekarang kutanya engkau, Tan-piauwsu. Beranikah engkau mengawal barang-barangku ini ke Nam-keng?"





Tidak ada komentar:

Posting Komentar