“Hiaaaaattttt!” Sabit di tangan Hek-giam-lo menyambar cepat sekali, seperti kilat dan hanya tampak cahayanya saja. “Siuuuttttt!” Hanya satu sentimeter saja selisihnya dari leher Suling Emas yang dengan mudah miringkan tubuh membiarkan sabit menyambar di dekatnya.
“Huah-ha-ha-ha.... wuuuuttttt!”
Tongkat It-gan Kai-ong melakukan serangan tusukan maut dari samping selagi Suling Emas miringkan tubuh, disusul pada detik berikutnya oleh sambaran yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni yang menghantam pusar dengan gerakan kuat-kuat sehingga yang-khim mengeluarkan bunyi “singgggg!”.
Namun dengan amat cekatan, seakan-akan berubah menjadi segulung asap. Suling Emas sudah bergerak menyelinap di antara gulungan sinar senjata lawan dan tak sebuah pun diantara hujan senjata lawan dan tak sebuah pun diantara lembaran rambut Siang-mou Sin-ni yang mengirim serangan susulan, dapat menyentuhnya!
Namun Hek-giam-lo sudah menerjang lagi, sabitnya menyambar-nyambar laksana burung hantu dari udara, sedangkan tongkat It-gan Kai-ong juga bergerak-gerak seperti ular hitam menotok pelbagai jalan darah mematikan, dibantu oleh hantaman-hantaman yang-khim dan sambaran-sambaran rambut yang mengeluarkan suara berciutan.
Suling Emas memperlihatkan ketangkasan dan kegesitannya. Ia meloncat, mendekam, memutar tubuh, berjungkir-balik dan setelah lewat lima menit mereka berempat bergerak-gerak sedemikian cepatnya sehingga bayangan mereka campur aduk menjadi satu, tampak Suling Emas meloncat tinggi sekali dan tahu-tahu sudah berdiri sejauh empat meter di depan tiga orang lawannya.
Kembali seperti tadi, mereka berempat tak bergerak, saling pandang penuh rasa benci dan penasaran. Kini Suling Emas tidak terkurung lagi, melainkan menghadapi mereka bertiga yang berada di depannya.
Perlahan-lahan tiga orang itu melangkah maju dan otomatis membentuk barisan segi tiga. Namun Suling Emas tidak mau terkurung lagi. Ia ingin membalas, tidak mau dijadikan umpan serangan mereka tanpa mendapat kesempatan membalas sama sekali. Ia maklum bahwa kecepatan mereka itu amat hebat dan kalau ia sudah terkurung seperti tadi, serangan mereka bertubi-tubi tak pernah berhenti dan keadaan demikian itu tentu saja amat berbahaya dan tidak menguntungkan. Ia tersenyum mengejek, lalu berkata.
“Bagus, tokoh-tokoh Thian-te Liok-koai! Menghadapi aku saja dengan tiga lawan satu, kalian gentar, apalagi mau menghadapi mendiang Ibuku! Eh, apakah kalian takut? Kalau takut....”
“Sssrrr.... srrr.... srrrrr....!”
“Cuiiiiittttt....!”
“Sing.... sing.... singgg!”
Suling Emas tentu saja sudah waspada. Malah ini yang ia kehendaki, maka ia tadi sengaja mengejek untuk memanaskan hati mereka. Pancingannya berhasil karena secara beruntun mereka melepas senjata rahasia.
Pertama-tama Siang-mou Sin-ni yang melontarkan jarum-jarum beracun dari arah kiri, sebanyak tujuh belas yang kesemuanya menuju ke jalan-jalan darah utama. Kemudian disusul oleh senjata rahasia It-gan Kai-ong yang menjijikkan namun tak kalah jahatnya, yaitu air ludahnya, menyerang dari arah kanan dan paling akhir Hek-giam-lo telah menggunakan pisau-pisau terbangnya menyerang dari depan langsung dengan kecepatan luar biasa.
Biarpun orang sesakti Suling Emas, andaikata ia lengah, tentu akan sukar melepaskan diri daripada ancaman bahaya maut dari tiga penjuru ini. Baiknya ia memang sudah waspada dan sudah menduga lebih dulu, maka begitu tampak sinar melayang dari tiga jurusan, ia telah mendahului mereka, tubuhnya mendadak mumbul ke atas seperti terbang, lebih cepat daripada sambaran senjata-senjata rahasia itu, dan kini dia melayang di atas senjata-senjata rahasia itu, langsung ia menerjang tiga orang lawannya dari atas dengan serangan sulingnya dalam jurus-jurus rahasia dari Hong-in-bun-hoat.
Kini giliran tiga orang iblis itulah yang kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada suara mendengung-dengung dan melengking di atas kepala mereka, disusul oleh sinar keemasan yang menyilaukan mata. Mereka sama sekali tidak menduga akan terjangan Suling Emas sehebat itu.
Karena tiga orang iblis itu memang sakti dan berilmu tinggi, biarpun terkejut dan terdesak hebat oleh serangan Suling Emas dari atas yang dahsyatnya bagaikan sambaran halilintar di musim hujan itu, namun mereka bertiga dapat juga menyelamatkan diri.
It-gan Kai-ong berhasil menjatuhkan diri ke belakang sambil memutar-mutar tongkatnya melindungi dirinya, sehingga ia berhasil memecahkan sinar bergulung-gulung yang menyambarnya dan hanya pakaiannya saja yang sebagian besar robek oleh sambaran sinar suling lawannya.
Hek-giam-lo juga berhasil melompat ke belakang sambil berteriak nyaring dan menangkis dengan sabitnya. Terdengar suara keras dan ujung senjatanya itu patah, akan tetapi ia selamat tidak terluka. Hanya Siang-mou Sin-ni yang kurang beruntung karena ketika dalam kagetnya ia menggerakkan rambutnya menangkis, rambutnya itu terbabat sinar kuning emas dan putuslah rambutnya yang hitam panjang sehingga tinggal sampai ke pundaknya saja! Wanita ini menjerit ngeri dan menangis.
Akan tetapi tidak hanya sampai disitu Suling Emas menyerang. Kini tubuhnya sudah berada di atas tanah dan tanpa membuang waktu lagi ia melanjutkan serangannya, bertubi-tubi ia menyerang tiga orang lawannya sambil tetap mainkan Ilmu Silat Hong-in-bun-hoat yang amat luar biasa itu.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo terdesak, mereka maklum akan kelihaian ilmu ini maka mereka main mundur menjauhkan diri. Tidak demikian dengan Siang-mou Sin-ni yang menjadi marah sekali karena rambut yang menjadi kebanggaan dan menjadi senjata ampuhnya itu telah “berondol”. Dengan nekat wanita ini menyambut serangan Suling Emas dengan kekerasan. Ia mainkan yang-khim di tangannya dan menyambut pukulan dengan pukulan pula.
Betapapun juga, Siang-mou Sin-ni terpaksa mengakui kehebatan Hong-in-bun-hoat karena belum sampai sepuluh jurus, ia sudah terdesak dan terancam hebat. Dengan gerakan nekat tanpa mempedulikan keselamatan dirinya, Siang-mou Sin-ni menjerit dan menghantamkan yang-khim pada saat suling lawannya bergulung-gulung mengitari dirinya.
Suling Emas kaget sekali, tidak menyangka lawannya akan berlaku nekat mengadu nyawa. Tiada waktu lagi untuk mengelak, maka ia menggerakkan kipasnya yang sudah tertutup untuk menangkis.
“Brakkkkk!”
Keras sekali suara ini terdengar dan yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni pecah menjadi empat potong, tetapi kipas biru di tangan Suling Emas juga patah menjadi dua. Detik amat berbahaya itu dipergunakan Suling Emas dengan baiknya karena sulingnya sudah meluncur ke depan dan tiga kali sulingnya berhasil menotok tiga jalan darah yang berbahaya dari Siang-mou Sin-ni.
“Aihhhh....!”
Siang-mou Sin-ni menjerit, yang-khim yang sisanya berada di tangannya ia lemparkan ke bawah, berbareng dengan kipas Suling Emas yang juga dibuang ke bawah, kemudian tiba-tiba wanita itu tertawa nyaring dan.... sinar merah menyambar dari mulutnya ke arah muka Suling Emas.
Pendekar sakti ini kaget sekali, maklum apa artinya sinar merah yang mengeluarkan bau busuk memabukkan itu. Wanita iblis itu telah mempergunakan ilmunya yang terakhir, yaitu Tok-hiat-hoat-lek, ilmu menyemburkan darah beracun yang amat berbahaya.
Kipasnya sudah tidak ada padanya, padahal kipas itulah yang paling tepat untuk menghadapi serangan dahsyat mengerikan ini. Terpaksa ia lalu melempar tubuhnya ke belakang. Namun, biarpun ia tidak terkena semburan darah beracun, hawa beracun dari darah yang mengeluarkan bau busuk melebihi mayat busuk ini telah mempengaruhinya dan mendatangkan pusing pada kepalanya dan pandang matanya berkunang-kunang. Ia cepat mengerahkan sin-kang dan setelah tubuhnya terlempar ke belakang, segera ia berjungkir-balik dan melompat jauh ke kanan.
Baiknya ia seorang yang hati-hati dan gesit, karena benar seperti yang ia khawatirkan, semburan darah itu tadi mengejarnya dan kalau saja ia tidak cepat-cepat berjungkir-balik dan melompat tentu ia akan menjadi korban.
Kini ia melihat wanita iblis itu terhuyung-huyung dan tertawa-tawa. Hal ini membuat Suling Emas diam-diam mengagumi Siang-mou Sin-ni. Totokannya tiga kali tadi hebat sekali dan kesemuanya mendatangkan maut. Seorang yang bagaimana pandai dan kuatnya tentu akan roboh dan tewas seketika.
Akan tetapi Siang-mou Sin-ni masih mampu mengeluarkan ilmunya yang terakhir, mampu tertawa-tawa dan hanya terhuyung-huyung. Hebat! Wanita itu sambil tertawa memuntahkan darah yang beracun, lalu berlari-larian seperti orang gila dan akhirnya terdengar jeritnya melengking ketika tubuhnya terjungkal ke dalam jurang tak jauh dari situ. Agaknya ia seperti gila dan buta oleh luka-lukanya dan lari tanpa melihat lagi sehingga terjungkal memasuki jurang yang ratusan kaki dalamnya!
Tiba-tiba Suling Emas berteriak keras dan tubuhnya melesat ke kanan kiri sambil memutar sulingnya. Secara serentak ia diserang hebat oleh It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo. Karena pandang matanya masih berkunang-kunang dan kepalanya masih pening, ia hanya dapat mengelak sambil menjaga diri dengan suling.
Agaknya keadaannya ini diketahui pula oleh dua orang manusia iblis itu, yang terus mendesaknya dengan serangan-serangan kilat. Setelah dua orang iblis ini mengeroyok berdua saja, mereka mendapat kenyataan yang mengagumkan, yaitu bahwa ilmu silat yang mereka mainkan untuk mengeroyok Suling Emas kini menjadi berlipat ganda ampuhnya.
Ilmu silat mereka itu saling mengisi kekosongan yang ada dan dimainkan bersama-sama dapat menjadi semacam daya serang yang luar biasa! Insyaflah mereka akan hal ini, karena memang sesungguhnya ilmu silat baru mereka itu adalah bagian-bagian daripada sebuah ilmu yang kitabnya mereka rampas dari tangan Bu Kek Siansu. It-gan Kai-ong dalam perebutan berhasil mendapatkan kitab bagian depan sedangkan Hek-giam-lo bagian belakang.
Suling Emas juga kaget karena terasa olehnya betapa hebat desakan kedua orang ini. Ia berusaha menghalau hawa beracun yang mendesak di dadanya dan ke otaknya, akan tetapi kedua orang lawannya tidak memberi kesempatan kepadanya, terpaksa ia harus mengandalkan sulingnya untuk melindungi tubuh sehingga suling itu berubah menjadi gulungan sinar kuning emas yang menyelimuti dirinya, tak memungkinkan sabit dan tongkat menyentuhnya.
Mereka seakan-akan hanya mengadu tenaga dan keuletan. Akan tetapi berapa lama ia akan dapat bertahan? Betapapun juga, dalam ilmu silat, menyerang lebih menguntungkan daripada mempertahankan, kecuali kalau pertahanan itu dapat diubah cepat menjadi penyerangan balasan. Dalam hal ini, Suling Emas sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk membalas. Hal ini adalah karena ia masih berada dalam pengaruh hawa beracun Tok-hiat-hoat-lek dari Siang-mou Sin-ni tadi, dan ke dua karena penggabungan ilmu silat kedua orang iblis itu benar-benar memperlipat ganda kehebatan daya serang mereka.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo adalah tokoh-tokoh kawakan yang sudah matang ilmunya, maka tentu saja dalam hal ilmu silat mereka merupakan orang-orang yang banyak pengalaman dan cerdik sekali. Setelah mainkan bagian ilmu rampasan kitab Bu Kek Siansu bersama-sama, segera mereka menarik kesimpulan bahwa apabila kedua ilmu mereka itu digabungkan, maka akan merupakan ilmu yang hebat sekali.
“Kiri buka, atas tekan!” Tiba-tiba It-gan Kai-ong berseru.
Hek-giam-lo mendengus dan berteriak.
“Kanan tutup, bawah dorong!”
Kiranya yang diucapkan It-gan Kai-ong adalah merupakan sebagian daripada ilmu pukulan yang paling hebat, akan tetapi karena hanya ia dapatkan setengahnya, maka selama ini merupakan rahasia baginya dan tak dapat ia pergunakan. Adapun ucapan Hek-giam-lo sebagai imbangannya adalah lanjutan daripada jurus itu, maka keduanya segera bergerak.
It-gan Kai-ong lebih dulu lari disambung oleh Hek-giam-lo. Bukan main dahsyatnya terjangan ini, sebuah jurus rahasia yang kini dimainkan secara bersambung oleh dua orang! Begitu otomatis gerakan mereka, ganti-berganti sehingga merupakan serangkaian serangan yang serba sulit dihadapi.
Suling Emas kaget sekali. Hampir saja ia terkena bacokan sabit setelah ia berhasil menghindarkan tusukan maut tongkat It-gan Kai-ong. Akan tetapi begitu sabit itu lewat sedikit di atas pundaknya, secara aneh sekali tongkat kakek raja pengemis sudah menyambar, ujungnya tergetar menjadi lima dan menyerang ke arah lima bagian tubuhnya dari sebelah atas, disambung dengan sambaran sabit bertubi-tubi dari bawah!
Suling Emas sudah berusaha menyelamatkan diri dengan memutar sulingnya, namun karena ia masih pusing dan sulingnya hanya merupakan senjata pendek yang sukar menghadapi senjata-senjata panjang yang menyerang dari atas dan bawah secara aneh dan bertubi-tubi, ketika tubuhnya melompat miring, pundaknya terkena hantaman tongkat It-gan Kai-ong.
“Brukkk!”
“Huah-ha-ha-ha.... wuuuuttttt!”
Tongkat It-gan Kai-ong melakukan serangan tusukan maut dari samping selagi Suling Emas miringkan tubuh, disusul pada detik berikutnya oleh sambaran yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni yang menghantam pusar dengan gerakan kuat-kuat sehingga yang-khim mengeluarkan bunyi “singgggg!”.
Namun dengan amat cekatan, seakan-akan berubah menjadi segulung asap. Suling Emas sudah bergerak menyelinap di antara gulungan sinar senjata lawan dan tak sebuah pun diantara hujan senjata lawan dan tak sebuah pun diantara lembaran rambut Siang-mou Sin-ni yang mengirim serangan susulan, dapat menyentuhnya!
Namun Hek-giam-lo sudah menerjang lagi, sabitnya menyambar-nyambar laksana burung hantu dari udara, sedangkan tongkat It-gan Kai-ong juga bergerak-gerak seperti ular hitam menotok pelbagai jalan darah mematikan, dibantu oleh hantaman-hantaman yang-khim dan sambaran-sambaran rambut yang mengeluarkan suara berciutan.
Suling Emas memperlihatkan ketangkasan dan kegesitannya. Ia meloncat, mendekam, memutar tubuh, berjungkir-balik dan setelah lewat lima menit mereka berempat bergerak-gerak sedemikian cepatnya sehingga bayangan mereka campur aduk menjadi satu, tampak Suling Emas meloncat tinggi sekali dan tahu-tahu sudah berdiri sejauh empat meter di depan tiga orang lawannya.
Kembali seperti tadi, mereka berempat tak bergerak, saling pandang penuh rasa benci dan penasaran. Kini Suling Emas tidak terkurung lagi, melainkan menghadapi mereka bertiga yang berada di depannya.
Perlahan-lahan tiga orang itu melangkah maju dan otomatis membentuk barisan segi tiga. Namun Suling Emas tidak mau terkurung lagi. Ia ingin membalas, tidak mau dijadikan umpan serangan mereka tanpa mendapat kesempatan membalas sama sekali. Ia maklum bahwa kecepatan mereka itu amat hebat dan kalau ia sudah terkurung seperti tadi, serangan mereka bertubi-tubi tak pernah berhenti dan keadaan demikian itu tentu saja amat berbahaya dan tidak menguntungkan. Ia tersenyum mengejek, lalu berkata.
“Bagus, tokoh-tokoh Thian-te Liok-koai! Menghadapi aku saja dengan tiga lawan satu, kalian gentar, apalagi mau menghadapi mendiang Ibuku! Eh, apakah kalian takut? Kalau takut....”
“Sssrrr.... srrr.... srrrrr....!”
“Cuiiiiittttt....!”
“Sing.... sing.... singgg!”
Suling Emas tentu saja sudah waspada. Malah ini yang ia kehendaki, maka ia tadi sengaja mengejek untuk memanaskan hati mereka. Pancingannya berhasil karena secara beruntun mereka melepas senjata rahasia.
Pertama-tama Siang-mou Sin-ni yang melontarkan jarum-jarum beracun dari arah kiri, sebanyak tujuh belas yang kesemuanya menuju ke jalan-jalan darah utama. Kemudian disusul oleh senjata rahasia It-gan Kai-ong yang menjijikkan namun tak kalah jahatnya, yaitu air ludahnya, menyerang dari arah kanan dan paling akhir Hek-giam-lo telah menggunakan pisau-pisau terbangnya menyerang dari depan langsung dengan kecepatan luar biasa.
Biarpun orang sesakti Suling Emas, andaikata ia lengah, tentu akan sukar melepaskan diri daripada ancaman bahaya maut dari tiga penjuru ini. Baiknya ia memang sudah waspada dan sudah menduga lebih dulu, maka begitu tampak sinar melayang dari tiga jurusan, ia telah mendahului mereka, tubuhnya mendadak mumbul ke atas seperti terbang, lebih cepat daripada sambaran senjata-senjata rahasia itu, dan kini dia melayang di atas senjata-senjata rahasia itu, langsung ia menerjang tiga orang lawannya dari atas dengan serangan sulingnya dalam jurus-jurus rahasia dari Hong-in-bun-hoat.
Kini giliran tiga orang iblis itulah yang kaget setengah mati ketika tiba-tiba ada suara mendengung-dengung dan melengking di atas kepala mereka, disusul oleh sinar keemasan yang menyilaukan mata. Mereka sama sekali tidak menduga akan terjangan Suling Emas sehebat itu.
Karena tiga orang iblis itu memang sakti dan berilmu tinggi, biarpun terkejut dan terdesak hebat oleh serangan Suling Emas dari atas yang dahsyatnya bagaikan sambaran halilintar di musim hujan itu, namun mereka bertiga dapat juga menyelamatkan diri.
It-gan Kai-ong berhasil menjatuhkan diri ke belakang sambil memutar-mutar tongkatnya melindungi dirinya, sehingga ia berhasil memecahkan sinar bergulung-gulung yang menyambarnya dan hanya pakaiannya saja yang sebagian besar robek oleh sambaran sinar suling lawannya.
Hek-giam-lo juga berhasil melompat ke belakang sambil berteriak nyaring dan menangkis dengan sabitnya. Terdengar suara keras dan ujung senjatanya itu patah, akan tetapi ia selamat tidak terluka. Hanya Siang-mou Sin-ni yang kurang beruntung karena ketika dalam kagetnya ia menggerakkan rambutnya menangkis, rambutnya itu terbabat sinar kuning emas dan putuslah rambutnya yang hitam panjang sehingga tinggal sampai ke pundaknya saja! Wanita ini menjerit ngeri dan menangis.
Akan tetapi tidak hanya sampai disitu Suling Emas menyerang. Kini tubuhnya sudah berada di atas tanah dan tanpa membuang waktu lagi ia melanjutkan serangannya, bertubi-tubi ia menyerang tiga orang lawannya sambil tetap mainkan Ilmu Silat Hong-in-bun-hoat yang amat luar biasa itu.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo terdesak, mereka maklum akan kelihaian ilmu ini maka mereka main mundur menjauhkan diri. Tidak demikian dengan Siang-mou Sin-ni yang menjadi marah sekali karena rambut yang menjadi kebanggaan dan menjadi senjata ampuhnya itu telah “berondol”. Dengan nekat wanita ini menyambut serangan Suling Emas dengan kekerasan. Ia mainkan yang-khim di tangannya dan menyambut pukulan dengan pukulan pula.
Betapapun juga, Siang-mou Sin-ni terpaksa mengakui kehebatan Hong-in-bun-hoat karena belum sampai sepuluh jurus, ia sudah terdesak dan terancam hebat. Dengan gerakan nekat tanpa mempedulikan keselamatan dirinya, Siang-mou Sin-ni menjerit dan menghantamkan yang-khim pada saat suling lawannya bergulung-gulung mengitari dirinya.
Suling Emas kaget sekali, tidak menyangka lawannya akan berlaku nekat mengadu nyawa. Tiada waktu lagi untuk mengelak, maka ia menggerakkan kipasnya yang sudah tertutup untuk menangkis.
“Brakkkkk!”
Keras sekali suara ini terdengar dan yang-khim di tangan Siang-mou Sin-ni pecah menjadi empat potong, tetapi kipas biru di tangan Suling Emas juga patah menjadi dua. Detik amat berbahaya itu dipergunakan Suling Emas dengan baiknya karena sulingnya sudah meluncur ke depan dan tiga kali sulingnya berhasil menotok tiga jalan darah yang berbahaya dari Siang-mou Sin-ni.
“Aihhhh....!”
Siang-mou Sin-ni menjerit, yang-khim yang sisanya berada di tangannya ia lemparkan ke bawah, berbareng dengan kipas Suling Emas yang juga dibuang ke bawah, kemudian tiba-tiba wanita itu tertawa nyaring dan.... sinar merah menyambar dari mulutnya ke arah muka Suling Emas.
Pendekar sakti ini kaget sekali, maklum apa artinya sinar merah yang mengeluarkan bau busuk memabukkan itu. Wanita iblis itu telah mempergunakan ilmunya yang terakhir, yaitu Tok-hiat-hoat-lek, ilmu menyemburkan darah beracun yang amat berbahaya.
Kipasnya sudah tidak ada padanya, padahal kipas itulah yang paling tepat untuk menghadapi serangan dahsyat mengerikan ini. Terpaksa ia lalu melempar tubuhnya ke belakang. Namun, biarpun ia tidak terkena semburan darah beracun, hawa beracun dari darah yang mengeluarkan bau busuk melebihi mayat busuk ini telah mempengaruhinya dan mendatangkan pusing pada kepalanya dan pandang matanya berkunang-kunang. Ia cepat mengerahkan sin-kang dan setelah tubuhnya terlempar ke belakang, segera ia berjungkir-balik dan melompat jauh ke kanan.
Baiknya ia seorang yang hati-hati dan gesit, karena benar seperti yang ia khawatirkan, semburan darah itu tadi mengejarnya dan kalau saja ia tidak cepat-cepat berjungkir-balik dan melompat tentu ia akan menjadi korban.
Kini ia melihat wanita iblis itu terhuyung-huyung dan tertawa-tawa. Hal ini membuat Suling Emas diam-diam mengagumi Siang-mou Sin-ni. Totokannya tiga kali tadi hebat sekali dan kesemuanya mendatangkan maut. Seorang yang bagaimana pandai dan kuatnya tentu akan roboh dan tewas seketika.
Akan tetapi Siang-mou Sin-ni masih mampu mengeluarkan ilmunya yang terakhir, mampu tertawa-tawa dan hanya terhuyung-huyung. Hebat! Wanita itu sambil tertawa memuntahkan darah yang beracun, lalu berlari-larian seperti orang gila dan akhirnya terdengar jeritnya melengking ketika tubuhnya terjungkal ke dalam jurang tak jauh dari situ. Agaknya ia seperti gila dan buta oleh luka-lukanya dan lari tanpa melihat lagi sehingga terjungkal memasuki jurang yang ratusan kaki dalamnya!
Tiba-tiba Suling Emas berteriak keras dan tubuhnya melesat ke kanan kiri sambil memutar sulingnya. Secara serentak ia diserang hebat oleh It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo. Karena pandang matanya masih berkunang-kunang dan kepalanya masih pening, ia hanya dapat mengelak sambil menjaga diri dengan suling.
Agaknya keadaannya ini diketahui pula oleh dua orang manusia iblis itu, yang terus mendesaknya dengan serangan-serangan kilat. Setelah dua orang iblis ini mengeroyok berdua saja, mereka mendapat kenyataan yang mengagumkan, yaitu bahwa ilmu silat yang mereka mainkan untuk mengeroyok Suling Emas kini menjadi berlipat ganda ampuhnya.
Ilmu silat mereka itu saling mengisi kekosongan yang ada dan dimainkan bersama-sama dapat menjadi semacam daya serang yang luar biasa! Insyaflah mereka akan hal ini, karena memang sesungguhnya ilmu silat baru mereka itu adalah bagian-bagian daripada sebuah ilmu yang kitabnya mereka rampas dari tangan Bu Kek Siansu. It-gan Kai-ong dalam perebutan berhasil mendapatkan kitab bagian depan sedangkan Hek-giam-lo bagian belakang.
Suling Emas juga kaget karena terasa olehnya betapa hebat desakan kedua orang ini. Ia berusaha menghalau hawa beracun yang mendesak di dadanya dan ke otaknya, akan tetapi kedua orang lawannya tidak memberi kesempatan kepadanya, terpaksa ia harus mengandalkan sulingnya untuk melindungi tubuh sehingga suling itu berubah menjadi gulungan sinar kuning emas yang menyelimuti dirinya, tak memungkinkan sabit dan tongkat menyentuhnya.
Mereka seakan-akan hanya mengadu tenaga dan keuletan. Akan tetapi berapa lama ia akan dapat bertahan? Betapapun juga, dalam ilmu silat, menyerang lebih menguntungkan daripada mempertahankan, kecuali kalau pertahanan itu dapat diubah cepat menjadi penyerangan balasan. Dalam hal ini, Suling Emas sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk membalas. Hal ini adalah karena ia masih berada dalam pengaruh hawa beracun Tok-hiat-hoat-lek dari Siang-mou Sin-ni tadi, dan ke dua karena penggabungan ilmu silat kedua orang iblis itu benar-benar memperlipat ganda kehebatan daya serang mereka.
It-gan Kai-ong dan Hek-giam-lo adalah tokoh-tokoh kawakan yang sudah matang ilmunya, maka tentu saja dalam hal ilmu silat mereka merupakan orang-orang yang banyak pengalaman dan cerdik sekali. Setelah mainkan bagian ilmu rampasan kitab Bu Kek Siansu bersama-sama, segera mereka menarik kesimpulan bahwa apabila kedua ilmu mereka itu digabungkan, maka akan merupakan ilmu yang hebat sekali.
“Kiri buka, atas tekan!” Tiba-tiba It-gan Kai-ong berseru.
Hek-giam-lo mendengus dan berteriak.
“Kanan tutup, bawah dorong!”
Kiranya yang diucapkan It-gan Kai-ong adalah merupakan sebagian daripada ilmu pukulan yang paling hebat, akan tetapi karena hanya ia dapatkan setengahnya, maka selama ini merupakan rahasia baginya dan tak dapat ia pergunakan. Adapun ucapan Hek-giam-lo sebagai imbangannya adalah lanjutan daripada jurus itu, maka keduanya segera bergerak.
It-gan Kai-ong lebih dulu lari disambung oleh Hek-giam-lo. Bukan main dahsyatnya terjangan ini, sebuah jurus rahasia yang kini dimainkan secara bersambung oleh dua orang! Begitu otomatis gerakan mereka, ganti-berganti sehingga merupakan serangkaian serangan yang serba sulit dihadapi.
Suling Emas kaget sekali. Hampir saja ia terkena bacokan sabit setelah ia berhasil menghindarkan tusukan maut tongkat It-gan Kai-ong. Akan tetapi begitu sabit itu lewat sedikit di atas pundaknya, secara aneh sekali tongkat kakek raja pengemis sudah menyambar, ujungnya tergetar menjadi lima dan menyerang ke arah lima bagian tubuhnya dari sebelah atas, disambung dengan sambaran sabit bertubi-tubi dari bawah!
Suling Emas sudah berusaha menyelamatkan diri dengan memutar sulingnya, namun karena ia masih pusing dan sulingnya hanya merupakan senjata pendek yang sukar menghadapi senjata-senjata panjang yang menyerang dari atas dan bawah secara aneh dan bertubi-tubi, ketika tubuhnya melompat miring, pundaknya terkena hantaman tongkat It-gan Kai-ong.
“Brukkk!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar