FB

FB


Ads

Minggu, 07 Juli 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 120

Akan tetapi alangkah herannya ketika Suling Emas melihat bahwa Lin Lin sudah tidur pulas dalam pondongan atau kempitannya! Tadinya ia kaget, mengira bahwa ada sesuatu terjadi pada diri gadis ini, akan tetapi setelah ia tahu betul bahwa gadis ini hanya tidur pulas, mau tak mau Suling Emas tersenyum lebar.

“Bocah nakal, enak-enakan tidur!” katanya, akan tetapi Lin Lin tidak bangun oleh tegurannya ini.

Memang luar biasa sekali. Ketika tadi berada dalam kempitan $uling Emas, Lin Lin merasa dirinya begitu aman, begitu senang, dan begitu lega hatinya sehingga kelelahan tubuhnya kembali menyerang dirinya. Rasa puas dan lega membuat ia mengantuk dan tanpa ia sengaja, ia sudah tidur pulas sambil menyandarkan muka pada dada Suling Emas!

Sambil tersenyum dan menggeleng-geleng kepala, Suling Emas meletakkan tubuh gadis yang tidur pulas itu di atas tanah berumput. Akan tetapi gerakan ini membangunkan Lin Lin yang membuka mata dan cepat melompat berdiri sambil mengusap-usap ke dua matanya dengan punggung tangan. Agaknya hanya sejenak ia nanar oleh tidurnya, karena segera ia celingukan dan bertanya.

“Mana mereka? Mana orang-orang jahat itu?”

“Orang jahat? Tidak ada orang jahat di sini.”

Gadis itu memegang tangan Suling Emas, memandang dengan kening berkerut.
“Apa kau bilang? Orang-orang yang mengeroyokmu tadi, yang mengejar dan menyerang dengan senjata-senjata rahasia, apakah mereka itu bukan orang-orang jahat?”

Suling Emas menggeleng kepalanya.
“Mereka adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang terkenal gagah perkasa, di antara mereka malah ada pendeta-pendeta dari Siauw-lim-pai, Hoa-san-pai, dan Go-bi-pai.”

“Apa? Mengapa keledai-keledai itu mengeroyokmu? Dan terang kau tidak akan kalah oleh mereka, mengapa tidak melawan dan menghajar mereka, sebaliknya melarikan diri seperti orang ketakutan?”

“Ah, panjang ceritanya. Akan tetapi, bagaimana kau bisa berada di sini? Bukankah kau bersama-sama Hek-giam-lo dan orang-orang Khitan?”

“Ah, panjang ceritanya....” Lin Lin mengerling dan cemberut.

Suling Emas memandang, lalu tertawa, maklum bahwa gadis ini membalasnya. Adik angkatnya ini memang benar-benar nakal sekali.

“Eh, kau pendendam sekali!”

Lin Lin juga tertawa.
“Orang bertanya baik-baik kau bilang panjang ceritanya.” Ia menegur.

Suling Emas menarik napas panjang.
“Lin Lin, kau tidak tahu. Untuk bercerita tentang mereka yang hendak mengeroyokku, yang ingin sekali melihat aku mati, amatlah tidak menyenangkan hati. Aku tidak bisa bercerita tentang itu, harap kau tidak marah.”

“Hemmm, rahasia, ya? Dan mengapa kau menjadi sedih? Sudahlah, aku hanya main-main.”

“Aku sendiri tidak punya rahasia apa-apa, kau boleh dengar semua.”

Gadis itu lalu menceritakan pengalamannya, sejak ia bertemu dengan Hek-giam-lo di Nan-cao, tentang perintahnya merampas tongkat pusaka, tentang dirinya hendak dijadikan Permaisuri Khitan, kemudian betapa ia berhasil melarikan diri karena pertolongan Kim-lun Seng-jin.

Suling Emas mendengarkan dengan terheran-heran, sampai berkali-kali ia menggeleng kepala. Gadis ini benar-benar hebat, luar biasa keberaniannya dan agaknya hanya Lin Lin di antara tiga orang adiknya yang belum tahu bahwa dia adalah Kam Bu Song.

“Jadi kau kah Puteri Mahkota Kerajaan Khitan? Dan kau yang menyuruh Hek-giam-lo merampas tongkat pusaka Beng-kauw? Apa maksudmu untuk merampas tongkat, untuk apa?”






Merah muka Lin Lin mendengar pertanyaan ini. Sejenak ia menundukkan muka, tidak berani menentang Pandang mata Suling Emas. Akan tetapi hanya sebentar saja “rasa salah” ini mengganggu hatinya, karena beberapa detik kemudian ia sudah mengangkat muka lagi memandang wajah Suling Emas dengan pandang mata menentang dan bibir tersenyum!

“Memang aku Puteri Mahkota Khitan. Ibuku adalah Puteri Tayami yang gagah perkasa dan kakekku adalah mendiang Sribaginda Kulukan, raja besar Khitan! Namaku sendiri sebetulnya adalah Yalina sampai ibu yang menggendongku tewas di dalam peperangan dan aku dipungut anak oleh ayah angkatku Jenderal Kam Si Ek dan diberi nama Kam Lin.”

“Kalau begitu, seharusnya aku menyebutmu Tuan Puteri,” kata Suling Emas, sungguh-sungguh.

“Aku memang ingin merampas kembali tahta kerajaan bangsaku yang jatuh ke tangan pamanku! Aku ingin memimpin rakyatku menjadi bangsa yang kuat!”

Ketika mengucapkan kata-kata ini, Lin Lin berdiri tegak, sikapnya agung, sinar matanya tajam bercahaya, penuh semangat.

Suling Emas mengangguk seperti orang memberi hormat.
“Tepat, memang begitulah seharusnya Paduka bersikap sebagai seorang pemimpin yang mencinta bangsanya, Tuan Puteri Yalina.”

Tiba-tiba Lin Lin tertawa dan memegang tangan Suling Emas.
“Ihhh, seperti main sandiwara saja! Aku belum menjadi ratu dan takkan bisa selama paman tiriku dan Hek-giam-lo masih berkuasa di Khitan. Aku tidak suka kau perlakukan sebagai ratu, dan panggil aku Lin Lin saja seperti biasa.”

Kembali Suling Emas tersenyum dan ia sendiri merasa aneh dan heran mengapa hatinya selalu menjadi gembira kalau berdekatan dengan gadis ini yang membuat ia mau tak mau menjadi gembira? Ataukah karena wajah Lin Lin ada persamaannya dengan Suma Ceng?

“Agaknya kau tidak suka kepada Hek-giam-lo. Akan tetapi mengapa kau menyuruh dia merampas tongkat pusaka Beng-kauw?”

“Kau tidak tahu. Biar kau berjuluk Suling Emas dan menjadi pendekar sakti, agaknya kau tidaklah terlalu cerdik untuk dapat menyelami apa yang menjadi maksud hatiku.” Ucapan ini langsung keluar dari hati Lin Lin yang selalu berbisik, “aku mencinta kau, mengapa kau tidak tahu?” dan yang tentu saja tak mungkin terucapkan mulut itu. “Ketika aku bertemu dengan Hek-giam-lo, biarpun sikapnya menghormat dan ia menganggap aku junjungannya, akan tetapi aku tahu bahwa diam-diam aku menjadi tawanannya. Karena itulah aku menyuruh dia merampas tongkat Pusaka Beng-kauw.”

“Mengapa?”

“Masih bertanya lagi? Tentu saja biar kau mengejarnya dan kalau kau mengejarnya, berarti kau akan dapat menolongku bebas daripada tawanannya!”

“Ahhh....!” Diam-diam Suling Emas memuji kecerdikan gadis ini. “Tapi kulihat sekarang kau sudah pandai membebaskan diri sendiri.” Kemudian ia teringat akan sesuatu dan cepat bertanya, “Dan kulihat gerakan-gerakanmu tadi hebat sekali. Dulu kau tidak begitu. Dari mana kau memperoleh kepandaian yang aneh itu? Apakah Hek-giam-lo mengajarmu?”

“Ihhh, orang macam dia mana mau mengajarku? Aku dianggap musuhnya, tahukah kau? Dia.... dia buruk sekali!”

Lin Lin bergidik, teringat akan muka Hek-giam-lo ketika iblis itu membuka kedok memperlihatkan mukanya.

“Tahukah kau mengapa mukanya menjadi seperti setan? Karena dia berani mengganggu ibuku dan ibu menghajarnya dengan bubuk racun pada mukanya! Huh, orang macam dia berani mengganggu ibuku. Tidak dibunuh pun masih untung dia!”

Suling Emas mengerutkan keningnya. Alangkah banyaknya rahasia penghidupan orang-orang tua yang ia tidak sangka-sangka dan tidak ketahui. Seperti halnya ibunya yang tentu mempunyai pengalaman hidup yang luar biasa dan menarik sekali, akan tetapi yang ia tidak tahu sama sekali, agaknya pengalaman hidup orang tua Lin Lin ini pun tidak kalah hebat dan menariknya (dugaan ini memang benar dan semua pengalaman itu menjadi cerita SULING EMAS yang menarik).

“Kalau bukan dari dia, dari mana kau mendapatkan ilmu yang aneh itu?”

Lin Lin tersenyum bangga, akan tetapi juga terheran. Ia memang telah mempelajari ilmu mujijat dari tongkat pusaka Beng-kauw, akan tetapi seingatnya semenjak bertemu dengan Suling Emas tadi, ia tak pernah mainkan ilmu baru itu. Bagaimana Suling Emas dapat menduganya?

“Nanti dulu, Suling Emas. Bagaimana kau bisa mengatakan bahwa aku mempunyai gerakan-gerakan hebat. Bagaimana kau bisa tahu padahal aku tak pernah melakukan pertempuran sejak tadi?”

“Kau tadi dapat menahan pengaruh Kim-kong Sin-im dari suara sulingku, kemudian dengan pukulan jarak jauh yang aneh kau meruntuhkan senjata rahasia.”

“Oh, itu?”

Diam-diam Lin Lin kagum. Kelihaian Suling Emas dapat diukur dari sini. Sebelum ia memperlihatkan ilmunya, pendekar sakti ini sudah mengetahuinya hanya melihat hal itu saja. Timbul kegembiraannya hendak mencoba ilmu barunya terhadap pendekar yang menggugah kasih sayang dan kekaguman hatinya ini.

“Suling Emas, sebelum aku memberi tahu dari mana aku mendapatkan ilmu ini, aku hendak mengujinya kepadamu. Harap kau suka meneliti dan memberi petunjuk kepadaku.”

Kembali Suling Emas tersenyum. Gadis ini berwatak aneh, akan tetapi jujur dan jenaka. Sudah menjadi watak semua tokoh kang-ouw untuk menyembunyikan rahasia ilmunya, apalagi yang belum dilatih masak-masak, mengeluarkannya saja di depan umum tentu segan karena khawatir kalau-kalau diketahui rahasianya oleh orang lain.

Akan tetapi gadis ini selain hendak membuka rahasia malah ingin mengujinya terhadap dirinya dan minta petunjuk. Mengapa gadis ini amat percaya kepadanya, apalagi karena belum tahu bahwa dia adalah Kam Bu Song, dan mengingat betapa dahulu telah terjadi peristiwa “menyeramkan” di lingkungan istana, atau lebih tepat di gedung perpustakaan istana ketika ia menyangka gadis ini Suma Ceng dan memeluk dan menciumnya?

Karena peristiwa itu pula maka ia sengaja tidak memperkenalkan diri, biar gadis ini sendiri yang kelak mendengar dari Kam Bu Sin atau Sian Eng bahwa dia, Suling Emas, laki-laki yang dulu pernah bersikap “kurang ajar” kepada gadis itu, adalah kakak angkatnya!

Apalagi, kakak angkat bukanlah hubungan yang amat dekat, jauh bedanya dengan saudara tiri yang masih seayah lain ibu seperti halnya dia terhadap Bu Sin dan Sian Eng. Kakak angkat pada hakekatnya adalah orang lain dan bukan apa-apa. Terutama sekali apabila diingat bahwa gadis ini sebetulnya adalah seorang puteri bangsa Khitan, semenjak dahulu musuh utama bangsanya, khususnya Kerajaan Hou-han.

Akan tetapi betapapun juga semenjak kecil gadis ini dipelihara ayahnya dan mengingat betapa gadis ini bercita-cita besar sekali ingin menjadi Ratu Khitan, tidak ada salahnya kalau ia memberi petunjuk agar Lin Lin memiliki kepandaian yang boleh diandalkan, terutama sekali untuk menghadapi Hek-giam-lo yang sakti.

“Silakan kau perlihatkan ilmu itu.”

Lin Lin melompat mundur sampai dua meter, berdiri dalam jarak empat meter dari Suling Emas, kemudian merangkap kedua tangan seperti orang menyembah, ditaruh di depan dada kiri, kemudian terus digerakkan ke atas dengan sepasang matanya meram. Lambat-lambat gerakan ini, namun makin lama makin tergetar dan menggigil, kemudian kedua tangan itu mengembang ke atas kepala seperti seorang yang memohon sesuatu daripada Tuhan. Beberapa detik sepasang tangannya menggigil di atas kepala, lalu diturunkannya kembali dan ia membuka matanya. Sikapnya berubah tenang sekali, bibirnya tersenyum, kedua tangannya tidak menggigil lagi.

“Aku sudah siap, Suling Emas.”

Suling Emas mengikuti semua gerakan Lin Lin itu dengan mata makin lama makin terbelalak. Merangkap tangan di depan dada itu! Hampir ia tidak percaya. Gerakan merangkap tangan ke depan dada lalu menggerakkan ke atas kepala dan memohon kepada Thian, itulah gerakan sembahyang dari Beng-kauw!

Akan tetapi ia tahu betul bahwa Lin Lin bukanlah seorang penganut Beng-kauw dan ia pun dapat menduga dari kedua tangan yang menggigil mengandung getaran tenaga dahsyat itu bahwa gerakan gadis itu tadi sama sekali bukan semata-mata gerakan upacara keagamaan, melainkan cara untuk mengerahkan semacam hawa sakti yang hebat dan luar biasa. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap gadis itu yang berubah begitu tenang, terlalu tenang, sebagai tanda seorang yang seluruh tubuhnya sudah disaluri tenaga sin-kang (hawa sakti) yang kuat. Ia pun bersikap waspada dan dengan mata penuh selidik ia berkata.

“Nah, kau mulailah menyerang,” suaranya lirih karena hatinya berguncang.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar