Hebat bukan main pertemuan antara kedua senjata ini, tapi Kim-lun Seng-jin yang cerdik membarengi pertemuan senjata ini dengan melontarkan roda emas kanan ke arah lawan. Karena pembagian tenaga ini, apalagi memang ia sudah amat lemah dan tenaganya kalah kuat, maka roda emas kiri yang bertemu dengan sabit secara hebat menjadi patah, bahkah tangan kirinya terluka oleh sabit yang sempat menyerempetnya. Akan tetapi di lain fihak, Hek-giam-lo yang tidak menyangka akan serangan kilat dari roda emas kanan yang dilontarkan, tak sempat mengelak dan dadanya terpukul.
“Desss....!”
Sekiranya bukan Hek-giam-lo yang dihantam lontaran roda emas, tentu sudah pecah dadanya. Akan tetapi Hek-giam-lo sempat mengerahkan sin-kangnya sambil menjerit keras sekali. Roda emas menghantam sebagian dada dan pundak kirinya, terpental kembali dengan keras dan diterima tangan kanan Kim-lun Seng-jin yang juga terluka tangan kirinya, mengucurkan darah dan mukanya pucat. Akan tetapi kakek ini tertawa-tawa gembira sekali.
“Heh-heh-heh, Hek-giam-lo, pecahlah dadamu! Mampuslah, heh-heh-heh!”
Hek-giam-lo muntahkan darah segar, kemudian ia mengeluarkan suara menggereng seperti seekor binatang buas, lalu menubruk maju dengan gerakan senjata sabitnya. Tampak sinar berkelebat. Kim-lun Seng-jin berusaha menangkis.
“Tranggggg!”
Roda emasnya patah lagi, akan tetapi sabit di tangan Hek-giam-lo juga terlepas dari pegangan. Namun Hek-giam-lo terus maju dan kedua tangannya seperti dua cepitan baja sudah mencekik leher Kim-lun Seng-jin. Kakek ini tak bergerak lagi, seketika tewas pada saat tangan yang beracun dari Hek-giam-lo menyentuhnya.
Akan tetapi iblis buas itu tidak juga mau melepaskan leher lawannya sebelum leher itu patah tulangnya, kemudian ia membanting tubuh itu, menyambar sabitnya dan.... pada detik-detik berikutnya tubuh Kim-lun Seng-jin sudah hancur dicabik-cabik sabit!
Hanya mukanya yang tidak disentuh sabit. Dari leher ke bawah hancur sampai kelihatan tulangnya. Anehnya, muka itu tetap saja tersenyum seakan-akan mentertawakan kelakuan Hek-giam-lo yang seperti gila saking marahnya.
Hek-giam-lo sendiri terluka, patah tulang pundaknya dan terluka sebelah dalam dadanya. Akan tetapi tidak berbahaya, dan setelah menelan obat penawar, ia cepat melakukan pengejaran ke arah larinya Lin Lin. Akan tetapi, pertandingan melawan kakek Kim-lun Seng-jin tadi memakan waktu cukup lama, sampai seratus jurus lebih, dan tentu saja Lin Lin telah lenyap dari situ, sukar untuk dicari jejaknya.
Apalagi gadis ini cukup cerdik untuk mengambil jalan yang sepi, melalui hutan-hutan dan selalu menghindarkan diri daripada pertemuan dengan manusia sehingga pengejarnya, Hek-giam-lo, sama sekali tidak mendapatkan keterangan kemana arah larinya Lin Lin.
Biarpun hari telah terganti malam, Lin Lin tidak pernah menghentikan larinya, menyusup-nyusup hutan liar. Untung baginya, malam hari itu sore-sore bulan sudah keluar, biarpun belum bulat penuh, namun cukup untuk menerangi jalan di dalam hutan. Dengan pedang terhunus di tangan, gadis ini terus melanjutkan perjalanannya, mengarah selatan karena ia tahu bahwa dirinya saat itu berada di utara. Andaikata tidak ada bulan muncul, kiranya sukar juga baginya untuk memilih arah.
Setelah lewat tengah malam dan keadaan hutan yang dimasukinya gelap sekali karena daun-daun pohon raksasa menutupi sinar bulan, baru Lin Lin menghentikan larinya. Ia naik ke atas sebuah pohon raksasa, duduk di atas cabang tersembunyi di balik daun-daun, lalu beristirahat.
Enak sekali rasanya duduk beristirahat setelah setengah malam terus berlari dengan hati tegang itu. Kini ia merasa lega, bebas dari tawanan Hek-giam-lo. Segera ia duduk bersila sambil melatih samadhi menurut pelajaran ilmunya yang baru dan sebentar saja lenyaplah semua rasa lelah, tubuhnya terasa segar dan dalam sekejap mata saja ia sudah berhasil mendiamkan panca inderanya, mengheningkan cipta dan mengumpulkan hawa murni untuk memperkuat tenaga sakti di tubuhnya.
Pada keesokan harinya, setelah matahari mulai mengusir embun pagi yang membuat hawa udara amat dingin, baru Lin Lin menyudahi samadhinya, apalagi karena suara kicau burung pagi yang menggembirakan itu tiba-tiba terganggu oleh suara melengking tinggi yang menggetarkan perasaannya. Suara suling! Jantungnya berdebar tegang.
Suara melengking macam itu banyak sudah ia dengar keluar dari mulut orang-orang sakti, di antaranya pernah pula Hek-giam-lo mengeluarkan suara seperti itu di kala mengerahkan tenaga saktinya. Jangan-jangan Hek-giam-lo sudah mengejar sampai ke situ!
Tidak takut, pikirnya! Kalau dia datang dan benar-benar dapat menyusulku, aku harus melawannya sampai mati! Akan tetapi kembali ia mendengarkan dengan teliti. Mengapa suara itu berbunyi terus-menerus? Dan lengking itu membentuk lagu. Suling! Debaran darahnya makin kencang dan dengan hati-hati ia meloncat dari cabang ke cabang, dari pohon ke pohon seperti seekor tupai yang gesit, menuju ke arah suara yang ia tahu tentu amat jauh.
Memang betul dugaannya. Suara itu sebetulnya datang dari tempat yang cukup jauh dan andaikata tidak kebetulan ia berada di pohon raksasa yang amat tinggi dan tidak dalam waktu pagi yang sunyi dan dingin, agaknya suara itu tidak akan mencapai pendengarannya. Sudah puluhan batang pohon ia loncati, namun belum juga ia sampai di tempat dari mana suara suling itu melayang, akan tetapi makin dekat makin hebatlah getaran suara suling. Lin Lin melompat terus.
“Aaaiiiihhhh....!”
Tiba-tiba tubuhnya terguling ketika ia meloncat dari sebuah cabang ke cabang lain. Untung ia masih dapat meraih cabang di bawahnya sehingga tubuhnya tergantung, kemudian dengan hati-hati sekali ia merosot turun dan akhirnya dapat juga ia mencapai tanah, berdiri dengan muka pucat dan cepat-cepat ia mengerahkan sin-kang di tubuhnya sambil duduk bersila! Apa yang terjadi?
Kiranya setelah makin mendekati tempat itu suara suling mempunyai getaran sedemikian hebatnya sehingga tanpa ia sangka-sangka dan sadari jantungnya tergetar dan tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas sehingga hampir saja ia tadi terjungkal dari atas pohon besar yang amat tinggi. Kalau saja ia tidak cepat dapat menangkap cabang dan terbanting jatuh, akan celakalah dia.
Setelah mengerahkan sin-kang yang disalurkan terutama ke isi dada dan ke arah sepasang telinga, barulah Lin Lin pulih kembali keadaannya. Ia bangkit berdiri dan maklumlah ia sekarang bahwa suara suling yang ditiup dengan pengerahan hawa sakti, semacam ilmu luar biasa sekali dan agaknya si peniup suling sedang menghadapi lawan tangguh, maka sulingnya ditiup seperti itu.
Kini Lin Lin menyelinap dari pohon ke pohon, mendekati arah suara suling yang terdengar amat jelas, makin dekat, makin terasalah pengaruh suara suling. Biarpun ia sudah menekan perasaan dan membulatkan kemauan agar jangan memperhatikan, tetap saja ia terseret dan tanpa disadari ia memperhatikan juga. Suara suling itu amat merdu, mengayun sukma, merayu semangat, namun amat menyedihkan karena makin lama diperhatikan, makin mengarah suara orang menangis dengan kesedihan yang luar biasa.
Tiba-tiba Lin Lin merasa betapa tenaganya mulai berkurang, tubuhnya mulai lemas lagi. Cepat-cepat ia menggerakkan kaki tangan dan mengatur napas menurut ajaran ilmunya yang baru dan heran sekali, seketika lenyap pengaruh suara suling yang mujijat itu. Ia menjadi girang dan mulailah ia melangkah maju dengan gerakan-gerakan ilmu silatnya yang baru.
Akhirnya ketika ia keluar dari gerombolan pohon itu, tampaklah apa yang menimbulkan suara mujijat ini dan jantungnya berdebar keras, hampir ia menjerit girang akan tetapi kembali ia terkejut karena hal ini mengguncangkan jantungnya dan membuat ia hampir roboh. Cepat-cepat ia menguasai perasaannya dan mengerahkan sin-kangnya kembali, berdiri memandang ke depan.
Disana, hanya beberapa puluh meter di depannya, di sebuah lapangan terbuka di antara pohon-potion itu, tampak Suling Emas berdiri tegak dengan kedua tangan memegang dan memainkan suling yang ditiupnya. Di sekelilingnya berdiri sedikitnya lima belas orang yang sikapnya mengancam, semua membawa senjata macan-macam, posisi mereka dalam jurus ilmu silat dengan kedua kaki memasang kuda-kuda, akan tetapi anehnya, mereka itu sama sekali tidak bergerak menyerang Suling Emas, melainkan berdiri seperti patung batu dengan mata memandang terbelalak seolah-olah terpesona oleh Suling Emas yang bermain suling.
Wajah mereka tegang, beberapa orang di antara mereka berhasil bergerak sedikit, akan tetapi tidak berhasil bergerak terus melanjutkan serangan. Yang lainnya sudah persis patung batu, wajahnya pucat dan tubuhnya seperti mati kaku!
Lin Lin tertegun. Setelah sekarang dekat benar, ia pun merasakan pengaruh luar biasa dari suara suling itu, yang membuat tubuhnya sebentar lemas sebentar kaku seirama dengan suara suling yang mengalun tinggi rendah! Kembali ia mengerahkan sin-kangnya menurut ilmunya yang baru. Aneh, kini terasa betapa segar dan nikmat tubuhnya, betapa suara itu memasuki telinganya seperti musik dari angkasa, merdu merayu dan amat indahnya. Mungkin hal ini terjadi karena kegembiraan hatinya melihat Suling Emas di tempat itu.
Dengan pandang mata penuh kekaguman Lin Lin melihat betapa pendekar sakti itu dengan tenangnya terus menyuling. Tiba-tiba suara suling berubah ketika mata Suling Emas mengerling dan dapat melihat Lin Lin berdiri di situ. Pandang mata itu menjadi berseri dan bersinar-sinar, karena sesungguhnya bukan main girang hati Suling Emas melihat Lin Lin yang disangkanya masih tertawan Hek-giam-lo itu berdiri di tempat itu. Hal yang sama sekali tak pernah disangkanya dan yang tentu saja menggirangkan hatinya karena ia sampai tiba di tempat itu bukan lain karena hendak mengejar Hek-giam-lo, menolong Lin Lin dan merampas kembali tongkat pusaka Beng-kauw.
Kini Suling Emas dengan masih meniup suling melangkah meninggalkan para pengepungnya yang berubah menjadi patung hidup itu. Inilah pengaruh Ilmu Kim-kong Sin-im (Suara Sakti Sinar Emas) yang ia pelajari dari Bu Kek Siansu, yang belum lama ini ia perdalam latihannya bersama kakek dewa itu.
Melihat Lin Lin berdiri tegak dan bengong, Suling Emas mengira bahwa Lin Lin tentu, seperti para pengeroyoknya itu terkena pula pengaruh ilmunya Kim-kong Sin-im, maka ia melepaskan tangan kiri dari sulingnya, menyuling hanya dengan tangan kanan dan tangan kirinya diulur hendak menangkap Lin Lin dan dibawa pergi dari situ.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat gadis itu bergerak dan gadis itu malah yang menangkap tangan kirinya, digandeng mesra sambil berkata.
“Kenapa baru sekarang kau muncul? Hampir saja aku celaka lagi oleh si iblis Hek-giam-lo, dan kau enak-enak disini, mainkan suling dengan orang-orang itu. Mereka siapakah?”
Suling Emas demikian terheran-heran sampai ia menghentikan tiupan sulingnya dan memandang Lin Lin dengan melongo. Para pengeroyoknya adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang ulung, yang berilmu tinggi, setidaknya tentu lebih tinggi daripada ilmu yang dimiliki Lin Lin, rata-rata sin-kang mereka tentu lebih kuat daripada Lin Lin. Kalau mereka itu semua terpengaruh oleh suara sulingnya mengapa Lin Lin enak-enak saja, agaknya sama sekali tidak merasai pengaruh Kim-kong Sin-im?
Sebelum Suling Emas sempat bertanya, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut. Kiranya belasan orang pengeroyok tadi setelah kini suara suling lenyap, segera pulih kembali keadaan mereka.
Mereka menjadi marah sekali, tadi mereka seakan-akan dalam keadaan tertotok oleh pengaruh Kim-kong Sin-im, sekarang mereka berteriak-teriak sambil menyerbu dengan senjata di tangan. Mereka ini terdiri daripada hwesio-hwesio, tosu-tosu, dan orang-orang gagah yang berilmu tinggi maka serbuan mereka bukanlah hal yang boleh dipandang ringan. Gerakan mereka jelas membayangkan tenaga yang besar dan gerakan kaki mereka amat ringan.
Ketika menengok dan melihat ini, Suling Emas segera menyambar pinggang Lin Lin dengan lengan kirinya, kemudian ia berkelebat dan melompat naik ke atas pohon, berloncatan seperti burung garuda terbang, cepat sekali meninggalkan tempat itu.
Hujan senjata rahasia datang dari belakangnya, namun dengan menggerakkan suling di tangan kanannya ke arah belakang, diputar sedemikian rupa sehingga angin pukulannya meruntuhkan senjata-senjata rahasia yang datang menyambar. Kembali Suling Emas tertegun melihat betapa Lin Lin juga menggerakkan tangan, mendorong dan hawa pukulan yang bercuitan keluar dari tangan gadis yang mendorong itu dan meruntuhkan beberapa anak panah gelap yang menyambar ke arah mereka!
Akan tetapi karena para pengeroyok itu kini sudah mengejar cepat, bahkan di antara mereka ada pula yang mengambil jalan seperti Suling Emas, yaitu dengan cara meloncat ke atas pohon dan bagaikan terbang mengejar dari pohon ke pohon, maka Suling Emas tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Lin Lin. Ia mempererat kempitannya pada pinggang Lin Lin dan mengerahkan semua tenaga dan gin-kangnya melarikan diri.
Lin Lin merasa seakan-akan tubuhnya dibawa terbang, akan tetapi yang teringat olehnya sama sekali bukan lain hal kecuali bahwa ia dikempit atau setengah dipondong oleh Suling Emas! Hal inilah yang mendebarkan hatinya dan sambil meramkan mata ia menempelkan mukanya erat-erat pada dada laki-laki itu.
Ilmu kepandaian Suling Emas memang hebat sekali. Biarpun para pengejarnya telah mengerahkan tenaga, semua sia-sia belaka, mereka tertinggal jauh dan sejam kemudian mereka telah kehilangan bayangan Suling Emas dan terpaksa menghentikan pengejaran. Memang ada di antara mereka yang lebih hebat gin-kangnya daripada yang lain, namun untuk mengejar sendiri saja tentu amat berbahaya.
Setelah merasa yakin bahwa para pengejarnya sudah menghentikan pengejaran mereka, Suling Emas berhenti berlari. Mereka telah tiba di luar hutan dan matahari telah naik menyinarkan sinar pagi yang hangat.
“Desss....!”
Sekiranya bukan Hek-giam-lo yang dihantam lontaran roda emas, tentu sudah pecah dadanya. Akan tetapi Hek-giam-lo sempat mengerahkan sin-kangnya sambil menjerit keras sekali. Roda emas menghantam sebagian dada dan pundak kirinya, terpental kembali dengan keras dan diterima tangan kanan Kim-lun Seng-jin yang juga terluka tangan kirinya, mengucurkan darah dan mukanya pucat. Akan tetapi kakek ini tertawa-tawa gembira sekali.
“Heh-heh-heh, Hek-giam-lo, pecahlah dadamu! Mampuslah, heh-heh-heh!”
Hek-giam-lo muntahkan darah segar, kemudian ia mengeluarkan suara menggereng seperti seekor binatang buas, lalu menubruk maju dengan gerakan senjata sabitnya. Tampak sinar berkelebat. Kim-lun Seng-jin berusaha menangkis.
“Tranggggg!”
Roda emasnya patah lagi, akan tetapi sabit di tangan Hek-giam-lo juga terlepas dari pegangan. Namun Hek-giam-lo terus maju dan kedua tangannya seperti dua cepitan baja sudah mencekik leher Kim-lun Seng-jin. Kakek ini tak bergerak lagi, seketika tewas pada saat tangan yang beracun dari Hek-giam-lo menyentuhnya.
Akan tetapi iblis buas itu tidak juga mau melepaskan leher lawannya sebelum leher itu patah tulangnya, kemudian ia membanting tubuh itu, menyambar sabitnya dan.... pada detik-detik berikutnya tubuh Kim-lun Seng-jin sudah hancur dicabik-cabik sabit!
Hanya mukanya yang tidak disentuh sabit. Dari leher ke bawah hancur sampai kelihatan tulangnya. Anehnya, muka itu tetap saja tersenyum seakan-akan mentertawakan kelakuan Hek-giam-lo yang seperti gila saking marahnya.
Hek-giam-lo sendiri terluka, patah tulang pundaknya dan terluka sebelah dalam dadanya. Akan tetapi tidak berbahaya, dan setelah menelan obat penawar, ia cepat melakukan pengejaran ke arah larinya Lin Lin. Akan tetapi, pertandingan melawan kakek Kim-lun Seng-jin tadi memakan waktu cukup lama, sampai seratus jurus lebih, dan tentu saja Lin Lin telah lenyap dari situ, sukar untuk dicari jejaknya.
Apalagi gadis ini cukup cerdik untuk mengambil jalan yang sepi, melalui hutan-hutan dan selalu menghindarkan diri daripada pertemuan dengan manusia sehingga pengejarnya, Hek-giam-lo, sama sekali tidak mendapatkan keterangan kemana arah larinya Lin Lin.
Biarpun hari telah terganti malam, Lin Lin tidak pernah menghentikan larinya, menyusup-nyusup hutan liar. Untung baginya, malam hari itu sore-sore bulan sudah keluar, biarpun belum bulat penuh, namun cukup untuk menerangi jalan di dalam hutan. Dengan pedang terhunus di tangan, gadis ini terus melanjutkan perjalanannya, mengarah selatan karena ia tahu bahwa dirinya saat itu berada di utara. Andaikata tidak ada bulan muncul, kiranya sukar juga baginya untuk memilih arah.
Setelah lewat tengah malam dan keadaan hutan yang dimasukinya gelap sekali karena daun-daun pohon raksasa menutupi sinar bulan, baru Lin Lin menghentikan larinya. Ia naik ke atas sebuah pohon raksasa, duduk di atas cabang tersembunyi di balik daun-daun, lalu beristirahat.
Enak sekali rasanya duduk beristirahat setelah setengah malam terus berlari dengan hati tegang itu. Kini ia merasa lega, bebas dari tawanan Hek-giam-lo. Segera ia duduk bersila sambil melatih samadhi menurut pelajaran ilmunya yang baru dan sebentar saja lenyaplah semua rasa lelah, tubuhnya terasa segar dan dalam sekejap mata saja ia sudah berhasil mendiamkan panca inderanya, mengheningkan cipta dan mengumpulkan hawa murni untuk memperkuat tenaga sakti di tubuhnya.
Pada keesokan harinya, setelah matahari mulai mengusir embun pagi yang membuat hawa udara amat dingin, baru Lin Lin menyudahi samadhinya, apalagi karena suara kicau burung pagi yang menggembirakan itu tiba-tiba terganggu oleh suara melengking tinggi yang menggetarkan perasaannya. Suara suling! Jantungnya berdebar tegang.
Suara melengking macam itu banyak sudah ia dengar keluar dari mulut orang-orang sakti, di antaranya pernah pula Hek-giam-lo mengeluarkan suara seperti itu di kala mengerahkan tenaga saktinya. Jangan-jangan Hek-giam-lo sudah mengejar sampai ke situ!
Tidak takut, pikirnya! Kalau dia datang dan benar-benar dapat menyusulku, aku harus melawannya sampai mati! Akan tetapi kembali ia mendengarkan dengan teliti. Mengapa suara itu berbunyi terus-menerus? Dan lengking itu membentuk lagu. Suling! Debaran darahnya makin kencang dan dengan hati-hati ia meloncat dari cabang ke cabang, dari pohon ke pohon seperti seekor tupai yang gesit, menuju ke arah suara yang ia tahu tentu amat jauh.
Memang betul dugaannya. Suara itu sebetulnya datang dari tempat yang cukup jauh dan andaikata tidak kebetulan ia berada di pohon raksasa yang amat tinggi dan tidak dalam waktu pagi yang sunyi dan dingin, agaknya suara itu tidak akan mencapai pendengarannya. Sudah puluhan batang pohon ia loncati, namun belum juga ia sampai di tempat dari mana suara suling itu melayang, akan tetapi makin dekat makin hebatlah getaran suara suling. Lin Lin melompat terus.
“Aaaiiiihhhh....!”
Tiba-tiba tubuhnya terguling ketika ia meloncat dari sebuah cabang ke cabang lain. Untung ia masih dapat meraih cabang di bawahnya sehingga tubuhnya tergantung, kemudian dengan hati-hati sekali ia merosot turun dan akhirnya dapat juga ia mencapai tanah, berdiri dengan muka pucat dan cepat-cepat ia mengerahkan sin-kang di tubuhnya sambil duduk bersila! Apa yang terjadi?
Kiranya setelah makin mendekati tempat itu suara suling mempunyai getaran sedemikian hebatnya sehingga tanpa ia sangka-sangka dan sadari jantungnya tergetar dan tubuhnya tiba-tiba menjadi lemas sehingga hampir saja ia tadi terjungkal dari atas pohon besar yang amat tinggi. Kalau saja ia tidak cepat dapat menangkap cabang dan terbanting jatuh, akan celakalah dia.
Setelah mengerahkan sin-kang yang disalurkan terutama ke isi dada dan ke arah sepasang telinga, barulah Lin Lin pulih kembali keadaannya. Ia bangkit berdiri dan maklumlah ia sekarang bahwa suara suling yang ditiup dengan pengerahan hawa sakti, semacam ilmu luar biasa sekali dan agaknya si peniup suling sedang menghadapi lawan tangguh, maka sulingnya ditiup seperti itu.
Kini Lin Lin menyelinap dari pohon ke pohon, mendekati arah suara suling yang terdengar amat jelas, makin dekat, makin terasalah pengaruh suara suling. Biarpun ia sudah menekan perasaan dan membulatkan kemauan agar jangan memperhatikan, tetap saja ia terseret dan tanpa disadari ia memperhatikan juga. Suara suling itu amat merdu, mengayun sukma, merayu semangat, namun amat menyedihkan karena makin lama diperhatikan, makin mengarah suara orang menangis dengan kesedihan yang luar biasa.
Tiba-tiba Lin Lin merasa betapa tenaganya mulai berkurang, tubuhnya mulai lemas lagi. Cepat-cepat ia menggerakkan kaki tangan dan mengatur napas menurut ajaran ilmunya yang baru dan heran sekali, seketika lenyap pengaruh suara suling yang mujijat itu. Ia menjadi girang dan mulailah ia melangkah maju dengan gerakan-gerakan ilmu silatnya yang baru.
Akhirnya ketika ia keluar dari gerombolan pohon itu, tampaklah apa yang menimbulkan suara mujijat ini dan jantungnya berdebar keras, hampir ia menjerit girang akan tetapi kembali ia terkejut karena hal ini mengguncangkan jantungnya dan membuat ia hampir roboh. Cepat-cepat ia menguasai perasaannya dan mengerahkan sin-kangnya kembali, berdiri memandang ke depan.
Disana, hanya beberapa puluh meter di depannya, di sebuah lapangan terbuka di antara pohon-potion itu, tampak Suling Emas berdiri tegak dengan kedua tangan memegang dan memainkan suling yang ditiupnya. Di sekelilingnya berdiri sedikitnya lima belas orang yang sikapnya mengancam, semua membawa senjata macan-macam, posisi mereka dalam jurus ilmu silat dengan kedua kaki memasang kuda-kuda, akan tetapi anehnya, mereka itu sama sekali tidak bergerak menyerang Suling Emas, melainkan berdiri seperti patung batu dengan mata memandang terbelalak seolah-olah terpesona oleh Suling Emas yang bermain suling.
Wajah mereka tegang, beberapa orang di antara mereka berhasil bergerak sedikit, akan tetapi tidak berhasil bergerak terus melanjutkan serangan. Yang lainnya sudah persis patung batu, wajahnya pucat dan tubuhnya seperti mati kaku!
Lin Lin tertegun. Setelah sekarang dekat benar, ia pun merasakan pengaruh luar biasa dari suara suling itu, yang membuat tubuhnya sebentar lemas sebentar kaku seirama dengan suara suling yang mengalun tinggi rendah! Kembali ia mengerahkan sin-kangnya menurut ilmunya yang baru. Aneh, kini terasa betapa segar dan nikmat tubuhnya, betapa suara itu memasuki telinganya seperti musik dari angkasa, merdu merayu dan amat indahnya. Mungkin hal ini terjadi karena kegembiraan hatinya melihat Suling Emas di tempat itu.
Dengan pandang mata penuh kekaguman Lin Lin melihat betapa pendekar sakti itu dengan tenangnya terus menyuling. Tiba-tiba suara suling berubah ketika mata Suling Emas mengerling dan dapat melihat Lin Lin berdiri di situ. Pandang mata itu menjadi berseri dan bersinar-sinar, karena sesungguhnya bukan main girang hati Suling Emas melihat Lin Lin yang disangkanya masih tertawan Hek-giam-lo itu berdiri di tempat itu. Hal yang sama sekali tak pernah disangkanya dan yang tentu saja menggirangkan hatinya karena ia sampai tiba di tempat itu bukan lain karena hendak mengejar Hek-giam-lo, menolong Lin Lin dan merampas kembali tongkat pusaka Beng-kauw.
Kini Suling Emas dengan masih meniup suling melangkah meninggalkan para pengepungnya yang berubah menjadi patung hidup itu. Inilah pengaruh Ilmu Kim-kong Sin-im (Suara Sakti Sinar Emas) yang ia pelajari dari Bu Kek Siansu, yang belum lama ini ia perdalam latihannya bersama kakek dewa itu.
Melihat Lin Lin berdiri tegak dan bengong, Suling Emas mengira bahwa Lin Lin tentu, seperti para pengeroyoknya itu terkena pula pengaruh ilmunya Kim-kong Sin-im, maka ia melepaskan tangan kiri dari sulingnya, menyuling hanya dengan tangan kanan dan tangan kirinya diulur hendak menangkap Lin Lin dan dibawa pergi dari situ.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat gadis itu bergerak dan gadis itu malah yang menangkap tangan kirinya, digandeng mesra sambil berkata.
“Kenapa baru sekarang kau muncul? Hampir saja aku celaka lagi oleh si iblis Hek-giam-lo, dan kau enak-enak disini, mainkan suling dengan orang-orang itu. Mereka siapakah?”
Suling Emas demikian terheran-heran sampai ia menghentikan tiupan sulingnya dan memandang Lin Lin dengan melongo. Para pengeroyoknya adalah tokoh-tokoh kang-ouw yang ulung, yang berilmu tinggi, setidaknya tentu lebih tinggi daripada ilmu yang dimiliki Lin Lin, rata-rata sin-kang mereka tentu lebih kuat daripada Lin Lin. Kalau mereka itu semua terpengaruh oleh suara sulingnya mengapa Lin Lin enak-enak saja, agaknya sama sekali tidak merasai pengaruh Kim-kong Sin-im?
Sebelum Suling Emas sempat bertanya, tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut. Kiranya belasan orang pengeroyok tadi setelah kini suara suling lenyap, segera pulih kembali keadaan mereka.
Mereka menjadi marah sekali, tadi mereka seakan-akan dalam keadaan tertotok oleh pengaruh Kim-kong Sin-im, sekarang mereka berteriak-teriak sambil menyerbu dengan senjata di tangan. Mereka ini terdiri daripada hwesio-hwesio, tosu-tosu, dan orang-orang gagah yang berilmu tinggi maka serbuan mereka bukanlah hal yang boleh dipandang ringan. Gerakan mereka jelas membayangkan tenaga yang besar dan gerakan kaki mereka amat ringan.
Ketika menengok dan melihat ini, Suling Emas segera menyambar pinggang Lin Lin dengan lengan kirinya, kemudian ia berkelebat dan melompat naik ke atas pohon, berloncatan seperti burung garuda terbang, cepat sekali meninggalkan tempat itu.
Hujan senjata rahasia datang dari belakangnya, namun dengan menggerakkan suling di tangan kanannya ke arah belakang, diputar sedemikian rupa sehingga angin pukulannya meruntuhkan senjata-senjata rahasia yang datang menyambar. Kembali Suling Emas tertegun melihat betapa Lin Lin juga menggerakkan tangan, mendorong dan hawa pukulan yang bercuitan keluar dari tangan gadis yang mendorong itu dan meruntuhkan beberapa anak panah gelap yang menyambar ke arah mereka!
Akan tetapi karena para pengeroyok itu kini sudah mengejar cepat, bahkan di antara mereka ada pula yang mengambil jalan seperti Suling Emas, yaitu dengan cara meloncat ke atas pohon dan bagaikan terbang mengejar dari pohon ke pohon, maka Suling Emas tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Lin Lin. Ia mempererat kempitannya pada pinggang Lin Lin dan mengerahkan semua tenaga dan gin-kangnya melarikan diri.
Lin Lin merasa seakan-akan tubuhnya dibawa terbang, akan tetapi yang teringat olehnya sama sekali bukan lain hal kecuali bahwa ia dikempit atau setengah dipondong oleh Suling Emas! Hal inilah yang mendebarkan hatinya dan sambil meramkan mata ia menempelkan mukanya erat-erat pada dada laki-laki itu.
Ilmu kepandaian Suling Emas memang hebat sekali. Biarpun para pengejarnya telah mengerahkan tenaga, semua sia-sia belaka, mereka tertinggal jauh dan sejam kemudian mereka telah kehilangan bayangan Suling Emas dan terpaksa menghentikan pengejaran. Memang ada di antara mereka yang lebih hebat gin-kangnya daripada yang lain, namun untuk mengejar sendiri saja tentu amat berbahaya.
Setelah merasa yakin bahwa para pengejarnya sudah menghentikan pengejaran mereka, Suling Emas berhenti berlari. Mereka telah tiba di luar hutan dan matahari telah naik menyinarkan sinar pagi yang hangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar